Anda di halaman 1dari 31

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 General Anestesi atau Anestesi Umum

An berasal dari bahasa Yunani yang berarti tidak dan/atau tanpa, sedangkan

aesthētos berarti persepsi atau kemampuan untuk merasa. Secara umum berarti

suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan

berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Istilah

anestesi digunakan pertama kali oleh Oliver Wendel Holmes Sr pada tahun 1846.

Anestesi menurut arti kata adalah hilangnya kesadaran rasa sakit, namun obat

anestasi umum tidak hanya menghilangkan rasa sakit akan tetapi juga

menghilangkan kesadaran. Pada operasi-operasi daerah tertentu seperti perut,

maka selain hilangnya rasa sakit dan kesadaran, dibutuhkan juga relaksasi otot

yang optimal agar operasi dapat berjalan dengan lancar.

General anestesi atau anestesi umum adalah tindakan meniadakan nyeri atau

rasa sakit secara sentral disertai hilangnya kesadaran dan bersifat reversible.

Anestesi umum yang sempurna menghasilkan ketidaksadaran, analgesia, rileksasi

otot tanpa menimbulkan resiko yang tidak diinginkan dari pasien. Anestesi umum

menjamin hidup pasien, yang memungkinkan operator melakukan tindakan bedah

dengan leluasa dan menghilakan rasa nyeri.

Macam obat anestesi umum meliputi: obat anestetika gas, obat anestetika

yang menguap, obat anestetika yang diberikan secara intravena. Metode anestesi

umum dilihat dari cara pemberian obat meliputi: parenteral, perektal dan

perinhalasi.

17
18

3.2 Persiapan Anestesi atau Pra Anestesi

Kunjungan pra anestesi pada pasien yang akan menjalani anestesi dan

pembedahan baik elektif dan darurat mutlak harus dilakukan unutk keberhasilan

tindakan tersebut. Kunjungan preoperatif dilakukan untuk menilai keadaan umum

pasien dan menjelaskan prosedur yang akan dilakukan.

Adapun tujuan kunjungan pra anestesi adalah :

1. Mempersiapkan mental dan fisik secara optimal dengan melakukan

anamnesis, pemeriksaan fisik, laboratorium, dan pemeriksaan lain.

2. Merencanakan dan memlilih teknis serta obat-obat anestesi yang sesuai

dengan fisik dan kehendak pasien.

3. Menentukan status fisik penderita dengan klasifikasi ASA (American

Society Anesthesiology).

Menenetukan status fisik dengan klasifikasi ASA (American Society

Anesthesiology), yaitu :

 ASA 1 : Pasien dalam keadaan sehat, kelainan bedah terlokalisir, tanpa

kelainan faal, biokimia dan psikiatri. Angka mortalitas mencapai 2%.

 ASA 2 : Pasien dengan kelainan sistematik ringan sampai sedang karena

penyakit bedah maupun proses patofisiologis. Angka mortalitas mencapai

16 %.

 ASA 3 : Pasien dengan gangguan atau penyakit sistematik berat sehingga

aktivitas harian terbatas. Angka mortalitas mencapai 36 %.


19

 ASA 4 : Pasien dengan kelainan sitematik berat yang secara langsung

mengancam kehidupanya dantdik selalu sembuh dengan operasi. Angka

mortalitas mencapai 68 %.

 ASA 5 : Pasien dengan kemunkinan hidup kecil. Tindakan operasi hampir

tidak harapan. Tidak ada harapan hidup dalam 24 jam walaupun dioperasi

atau tidak. Angka mortalitas mencapai 98%.

Untuk operasi cito, ASA ditambah huruf E (Emergency), tanda darurat yang

terdiri dari kegawatan otak, jantung, paru, ibu dan anak.

3.3 Premedikasi Anestesi

Pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi anestesi untuk memperlancar

induksi. Rumatan dan bangun dari anestesi, seperti;

1. Meredakan kecemasan dan ketakutan.

2. Memperlancar induksi.

3. Mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus.

4. Meminimalkan dosis obat-obat anestesi.

5. Mengurangi efek mual muntah pasca bedah.

6. Menciptakan amnesia.

7. Mengurangi isi cairan lambung.

8. Mencegah refleks yang membahayakan.

Obat – obat yang sering digunakan sebagai premedikasi adalah;

1. Antiemetik: Metoklopramide

2. Golongan hipnotik sedatif : Barbiturat, Benzodiazepin, Transquilizer.


20

3. Analgetik narkotik : Morfin, Pethidin, Fentanyl.

4. Neuroleptik : Droperidol, Dehidrobenzoperidol.

5. Anti Kolinergik : Antropin, Skopolamin.

Metoclopramide

Suatu antagonis reseptor serotonin 5 – HT 3 selektif. Baik untuk pencegahan

dan pengobatan mual, muntah pasca bedah. Efek samping berupa hipotensi,

bronkospasme, konstipasi dan sesak nafas. Dosis dewasa 2-4 mg.

Cara Kerja Obat

Metoclopramide merupakan benzamida tersubstitusi yang merangsang

motilitas saluran pencernaan makanan tanpa mempengaruhi sekresi lambung,

empedu atau pankreas. Metoclopramide mempunyai aktivitas

parasimpatomimetik dan mempunyai sifat antagonis reseptor dopamin dengan

efek langsung pada kemoreseptor "trigger zone". Metoclopramide kemungkinan

juga mempunyai sifat antagonis reseptor serotonin.

Indikasi

Penderita dengan gangguan pencernaan seperti mual, muntah akibat

intoleransi obat tertentu, kemoterapi kanker maupun karena anaestesia atau

sesudah operasi. Mengobati rasa panas sehubungan dengan refluks esophagitis.

Meringankan atau mengurangi simptom diabetik gastro paresis akut dan yang

kambuh kembali.

Kontraindikasi
21

Penderita epilepsi atau sindroma ekstrapiramidal. Penderita pheochroma

cytoma, penderita hipersensitif, perdarahan gastrointestinal, obstruksi mekanik

atau perforasi.

Dosis

- Merangsang peristaltik atau pengosongan lambung

- Dewasa : 1 suntikan i.v. 10 mg disuntikkan selama 1 - 2 menit. 6 - 14 tahun :

1 suntikan i.v. 2,5 - 5 mg. 6 tahun : 1 suntikan i.v. 0,1 mg/kg BB

- Mencegah muntah akibat kemoterapi 1 - 2 mg/kg BB sebagai infus i.v.,

disuntikkan 30 menit sebelum kemoterapi.

- Pencegahan muntah setelah operasi 10-20 mg, disuntikkan i.m., selama 1 - 2

menit menjelang akhir pembedahan.

Benzodiazepine

Benzodiazepine adalah obat sedatif golangan benzodiazepine yang gugus

triazoionnya diganti gugus oksi imidzol yang masa kerjanya bersifat ultra short-

acting. Obat ini berguna untuk premidikasi karena dapat dengan cepat

merangsang tidur dan mempunyai efek amnesia anterograd. Benzodiazepine juga

memiliki efek muscle relaxant dan anti konvulasi. Pada pemberian intravena

untuk premediksi operatif dosis yang digunakan adalah 2 mg dan akan bekerja 5-

10 menit kemudian. Dosis 1 mg dapat diberikan kembali jika diperlukan.

Cara Kerja

Benzodiazepine diikat pada protein plasma sebanyak 95%. Perombaknnya

berjalan dengan cepat dan sempurna (60-80%) menjadi metabolatif aktif 1


22

hidroximetyl-midazoam, yang dikeluarkan lewat urin. Masa paruhnya 1,5-2,5 jam

sedangakan metabolit hidroksinya 60-80 menit.

Efek Samping

Pada dosis diatas 0,1-0,15 mg/KgBB dapat berupa hambatan pernafasan yang

dapat fatal. Nyeri pada tempat injeksi dan tromboflebitis dapat timbul pada tempat

injeksi.

Golongan benzodiazepine pada kehamilan dapat menimbulkan sindrom

“floppy infant” yang bergejala hipotoni, hipotermia dan gangguan pernafasan,

juga ketergantungan fisik dan efek penarikan pada neonatus. Sebaiknya untuk

golongan benzodiazepine yang dipakai yang bersifat short acting, lipofil ringan

dan tanpa metabolit aktif.

Sedian : ampul 3 ml (5 mg per ml) dan 5ml (1 mg per ml)

Dosis : 0,05 - 0,10 mg/KgBB

Pemberian : iv, im

Fentanyl

Fentanyl termasuk obat golongan analgesik narkotika. Analgesik narkotika

digunakan sebagai penghilang nyeri.

Cara Kerja

Fentanyl bekerja di dalam sistem saraf pusat untuk menghilangkan rasa

sakit. Beberapa efek samping juga disebabkan oleh aksinya di dalam sistem saraf

pusat. Pada pemakaian yang lama dapat menyebabkan ketergantungan tetapi tidak

sering terjadi bila pemakaiannya sesuai dengan aturan. Ketergantungan biasa

terjadi jika pengobatan dihentikan secara mendadak. Sehingga untuk mencegah


23

efek samping tersebut perlu dilakukan penurunan dosis secara bertahap dengan

periode tertentu sebelum pengobatan dihentikan.

Dosis

Dewasa: Pra-pengobatan (untuk menjadi tepat dimodifikasi pada orang tua,

lemah dan mereka yang telah menerima obat depresan lainnya) 50-100 mikrogram

(1-2 ml) dapat diberikan intramuskuler 15 sampai 30 menit sebelum operasi.

Tambahan untuk umum anestesi: induksi 50-100 mikrogram (1-2 ml) dapat

diberikan secara intravena pada awalnya dan dapat diulangi pada interval 2-3

menit sampai efek yang diinginkan tercapai. Sebuah dosis dikurangi serendah 25-

50 mikrogram (0,5-1 ml) direkomendasikan pada pasien lanjut usia dan rendah

resiko. Pemeliharaan 25-50 mikrogram (0,5-1 ml) dapat diberikan secara

intravena atau intramuskuler ketika gerakan dan/atau perubahan tanda vital

mengindikasikan stres bedah atau keringanan analgesia. Tambahan untuk daerah

anestesi: 50-100 mikrogram (1-2 ml) dapat diberikan secara intramuskuler atau

intravena perlahan saat analgesia tambahan diperlukan. Pasca bedah (recovery

room): 50-100 mikrogram (1-2 ml) dapat diberikan intramuskuler untuk

mengontrol munculnya rasa sakit, takipnea, dan delirium. Dosis dapat diulang

dalam 1 atau 2 jam yang diperlukan. Dosis yang biasa pada Anak: untuk induksi

dan pemeliharaan pada anak-anak 2-12 tahun, dosis dikurangi serendah 20-30

mikrogram (0,4-0,6 ml) per 10 kg dianjurkan.

3.4 Induksi

Induksi: tindakan membuat pasien sadar menjadi tidak sadar sehingga

memungkinkan dimulainya anesthesi dan pembedahan. Sebelum melakukan


24

induksi, lakukan persiapan alat: Stetoskop, Tube (ETT), Airway (OPA), Tape

(plester), Introducer (mandrin), Connector, Suction (STATICS).

Macam-macam stadium anestesi:

1. Stadium I (analgesia)

- Mulai pemberian zat anestesi sampai dengan hilangnya kesadaran

permulaan stadium bedah.

- Mengikuti perintah, rasa sakit hilang.

2. Stadium II (Delirium)

- Mulai hilangnya kesadaran sampai dengan permulaan stadium bedah.

- Gerakan tidak menurut kehendak, nafas tidak teratur, midriasis, takikardi.

Kadang terjadi tahan nafas. Perlu dibedakan antaran tahan nafas denga

tahap IV anestesi dimana pada tahan nafas terdapat anestesi baru saja

dimulai.

3. Stadium III (Pembedahan)

- Tingkat 1 : Nafas teratur spontan, miosis, bola mata tidak menurut

kehendak, nafas dada dan perut seimbang.

- Tingkat 2 : Nafas teratur spontan kurang dalam, bola mata tidak

begerak, pupil mulai melebar, mulai relaksasi otot.

- Tingkat 3 : Nafas perut dari nafas dad, relaksasi otot sempurna.

- Tingkat 4 : Nafas perut sempurna, tekanan darah menurun, midriasis

masimal, reflek cahaya (-).

4. Stadium IV (Paralisis)

Nafas perut melemah, tekanan darah tidak terukur, denyut nadi berhenti

dan meninggal.
25

Pemberian induksi meliputi induksi intravena, induksi intravena (Tiopental

(dosis 3-7 mg/kg), Propofol (2-3 mg/kg), Ketamin (1-2 mg/kg), induksi

intramuskular (Ketamin 3-10 mg/kg dan induksi secara inhalasi (Halotan dan

Sevofluran biasanya diberikan pada anak-anak atau dewasa yang takut disuntik).

Propofol

Secara kimia tak ada hubungannya dengan anestetik intravena lain. Zat ini

berupa minyak pada suhu kamar dan disediakan sebagai emulsi 1%. Efek

pemberian anestesi umum intravena propofol (2 mg/kg) menginduksi secara

cepat. Rasa nyeri kadang terjadi ditempat suntikan, tetapi jarang disertai dengan

thrombosis.

Propofol merupakan obat induksi anestesi cepat. Obat ini didistribusikan

secara cepat dan dieliminasi secara cepat. Hipotensi terjadi sebagai akibat depresi

langsung pada otot jantung dan menurunnya tahanan vaskuler sistematik. Propofol

tidak mempunyai efek analgesik. Waktu pulih sadar lebih cepat dan tidak terdapat

mual dan muntah. Pada dosis rendah Propofol memiliki efek antiemetik. Propofol

menekan korteks adrenal dan menekan kortisol plasma, tetapi supresi adrenal

cepat kembali dan memberikan respon terhadap efek ACTH. Propofol

mengurangi tekanan darah ke otak dan perfusi ke otak. Memiliki efek potensiasi

depresi SSP dan sirkulasi dengan golongan obat narkotik, sedatif dan anestesi

inhalasi. Potensiasi terjadi pada blokade neuromuskuler dari golongan obat

pelumpuh otot non-depolarisasi.

Efek samping propofol pada sistem pernafasan adanya depresi pernafasan,

apnea, bronkospasme dan laringospasme. Pada sistem kardiovaskuler berupa


26

hipotermia, aritmia, takikardi, bradikardi, hipertensi. Pada SSP adanya sakit

kepala, pusing, euphoria, kebingungan, gerakan klonik-mioklonik, epistotonus.

Karena mengandung protein telur dan pembawanya adalah minyak maka propofol

menimbulkan nyeri pada daerah penyuntikan.

Dosis : pemberian intravena 1,5-2 mg/kgBB.

Sedian : ampul atau vial 20 ml (200mg) tiap ml mangandung 10 mg

propofol

3.5 Pemeliharaan

Maintenance atau pemeliharaan adalah pemberian obat untuk

mempertahankan atau memperdalam stadium anestesi setelah induksi. Dapat

dikerjakan secara intravena ataupun inhalasi atau dengan campuran intravena

maupun inhalasi. Pemeliharaan anestesia biasanya mengacu pada trias anestesi

yaitu tidur ringan (hipnosis), sekedar tidak sadar, analgesik cukup, diusahakan

selama di bedah tidak menimbulkan nyeri dan relaksasi otot lurik yang cukup.

3.5.1 Dinitrogen Oksida atau Nitrous Oxide (N2O)

Nitrous oksida ditemukan oleh Priestley pada tahun 1772, kemudian pada

tahun 1779, oleh Humphrey Davy menyatakan bahwa N2O mempunyai efek

anestesia. Pada tahun 1844 Cotton dan Wells mempergunakannya dalam praktik

klinik. Nitrous oksida lebih populer dengan nama gas gelak. N2O adalah satu-

satunya gas inorganik yang masih dipakai dalam praktek anestesia.

N2O adalah anestesi lemah dan harus diberikan dengan konsentrasi besar

(lebih dari 65%) agar efektif. Paling sedikit 20%atau 30% oksigen harus diberikan

sebagai campuran, karena konsentrasi N2O lebih besar dari 70-80% dapat
27

menyebabkan hipoksia. N2O tidak dapat menghasilkan anestesia yang adekuat

kecuali dikombinasikan dengan zat anestesi yang lain, meskipun demikian,

karakteristik tertentu membuatnya menjadi zat anestesi yang menarik, yaitu

koefisien partisi darah atau gas yang rendah, efek analgesik pada konsentrasi

subanestetik, kecilnya efek kardiovaskuler yang bermakna klinis, toksisitasnya

minimal dan tidak mengiritasi jalan napas sehingga ditoleransi baik untuk induksi

dengan masker.

Efek anestesi N2O dan zat anestesi lain bersifat additif, sehingga pemberian

N2O dapat secara substansial mengurangi jumlah zat anestesi lain yang

seharusnya digunakan. Pemberian N2O akan menyebabkan peningkatan

konsentrasi alveolar dari zat anestesi lain dengan cepat, oleh karana sifat “efek gas

kedua” dan “efek konsentrasi” dari N2O. Efek konsentrasi terjadi saat gas

diberikan dengan konsentrasi tinggi. Semakin tinggi konsentrasi gas diinhalasi,

maka semakin cepat peningkatan tekanan arterial gas tersebut. Seorang pasien

menerima 70-75% N2O akan menyerap sampai 1.000 ml/menit N2O saat fase

awal induksi. Pemindahan volume N2O dari paru ke darah, menyebabkan aliran

gas segar seperti disedot masuk dari mesin anestesi ke dalam paru-paru, sehingga

meningkatkan laju gas lain. Pasien menerima hanya 10-25% N2O, pengambilan

N2O oleh darah hanya 150 ml/menit, hal ini tidak menghasilkan perubahan yang

signifikan pada laju penyerapan agen atau gas lain. Efek gas kedua terjadi saat

agen inhalasi kedua diberikan bersama dengan N2O. Efek ini berkaiatan dengan

pengambilan N2O yang cepat, sekitar 1.000 ml/menit saat induksi anestesi.

Pengambilan cepat volume N2O yang besar, menimbulkan suatu keadaan vakum
28

di alveolus, sehingga memaksa lebih banyak gas segar (N2O bersama dengan agen

inhalasi lain) masuk ke dalam paru-paru.

MAC bangun N2O adalah 65% diatas konsentrasi tersebut pasien tidak sadar

atau lupa terhadap tindakan pembedahan. Analgesia yang dihasilakan oleh 50%

N2O kira-kira sama dengan 10 mg morfin.

Kemasan dan Sifat Fisik

N2O dibuat dengan cara mereaksikan besi (Fe) dengan asam nitrat, terbentuk

nitrit oksida (NO), kemudian bereaksi kembali dengan besi sehingga terbentuk

N2O. Secara komersial, N2O dihasilkan dari pemanasan kristal amonium nitrat

pada suhu 240oC dan akan terurai menjadi N2O dan H2O, dimana gas yang

dihasilkan ditampung, dipurifikasi dan dekompresi ke dalam silinder metal warna

biru pada tekanan 51 atm.

N2O merupakan gas yang tidak bewarna, berbau harum manis, tidak bersifat

iritasi, tidak mudah terbakar dan tidak mudah meledak tetapi membantu proses

kebakaran akibat gas lain meskipun tidak ada oksigen. N2O mempunyai berat

molekul 44, titik didih 89oC dan umumnya disimpan dalam bentuk cair serta

tekanan kritis 71.7 atm, suhu kritis 36.5oC, berat jenis 1.5 (udara 1).

N2O tidak bereaksi dengan soda lime, obat anestesi lain dan bagian metal

peralatan tetapi bisa meresap dan berdifusi melalui peralatan dari karet. Kelarutan

N2O 15 kali lebih larut dibandingkan dengan oksigen, mempunyai koefisien

partisi darah atau gas 0,47 dan koefisien partisi darah atau otak 1,0.

Absorpsi, Distribusi dan Eliminasi

Absorbsi dan eliminasi nitorus oksida relatif lebih cepat dibandingkan dengan

obat anestesi inhalasi lainnya, hal ini terutama disebabkan oleh koefisien partisi
29

gas darah yang rendah dari N2O. Total ambilan N2O oleh tubuh manusia diteliti

oleh Severinghause. Pada menit pertama, N2O (75%) dengan cepat akan

diabsorbsi kira-kira 1.000 ml/menit. Setelah 5 menit, tingkat absorbsi turun

menjadi 600 ml/menit, setelah 10 menit turun menjadi 350 ml/menit dan setelah

50 menit tingkat absorbsinya kira-kira 100 ml/menit, kemudian pelan-pelan

menurun dan akhirnya mencapi nol. Konsentrasi N2O yang diabsorbsi tergantung

antara lain oleh konsentrasi inspirasi gas, ventilasi alveolar dan ambilan oleh

sirkulasi, seperti koefisien partisi darah atau gas dan aliran darah (curah jantung).

N2O akan didistribusikan ke seluruh jaringan tubuh. Konsentrasi di jaringan

adalah berbanding lurus dengan perfusi per unit volume dari jaringan, lamanya

paparan dan koefisien partisi darah atau jaringan zat tersebut. Jaringan dengan

aliran darah besar/banyak seperti otak, jantung, hati dan ginjal akan menerima

N2O lebih banyak sehingga akan menyerap volume gas yang lebih besar. Jaringan

lain dengan suplai darah sedikit seperti jaringan lemak dan otot menyerap hanya

sedikit N2O, ambilan dan penyerapan yang cepat menyebabkan tidak terdapatnya

simpanan N2O dalam jaringan tersebut sehingga tidak menghalangi pulihnya

pasien saat pemberian N2O dihentikan.

N2O tidak atau sedikit mengalami biotransformasi dalam tubuh, namun telah

ditemukan bakteri anaerob yang memetabolisir N2O dan menghasilkan radikal-

radikal bebas meskipun tidak terdapat bukti bahwa radikal-radikal bebas tersebut

menimbulkan kerusakan organ yang spesifik. N2O dieliminasi melalui paru-paru

dan sebagian kecil diekskresikan lewat kulit.

Pada saat N2O dihentikan pemberiannya, N2O berdifusi keluar dari darah dan

masuk ke alveoli secepat difusinya ke dalam darah saat induksi. Jika pasien
30

dibiarkan menghirup udara atmosfer saja pada saat tersebut akan mengalami

hipoksia difusi. Selama beberapa menit pertama pasien menghirup udara

atmosfer, sejumlah besar volume N2O berdifusi melalui darah ke dalam paru-paru

dan dikeluarkan lewat paru-paru. Kira-kira sebanyak 1500 ml N2O dikeluarkan

pada menit pertama oleh pasien yang menerima N2O:O2 = 75%:25%. Jumlah

tersebut menurun menjadi 1.200 ml pada menit ke dua dan 1.000 ml pada menit

ke tiga. Difusi N2O yang cepat dan dalam jumlah besar ke dalam alveoli akan

menyebabkan pengenceran dan mendesak O2 keluar dari alveoli., sehingga mudah

terjadi hipoksia dan juga menyebabkan terjadinya pemindahan volume CO2 yang

lebih besar dari darah, sehinga akan menurunkan tekanan CO2 dalam darah dan

akan memperberat hipoksia. Efek hipoksia difusi dapat dicegah dengan pemberian

100% O2 selam minimal 3-5 menit pada akhir operasi.

Efek Farmakologi

Terhadap Sistem Saraf Pusat

Berkhasiat analgesia dan tidak mempunyai khasiat hipnotik. Khasiat

analgesianya relatif lemah akibat kombinasinya dengan oksigen. Pada konsentrasi

25% N2O menyebabkan sedasi ringan. Peningkatan konsentrasi menyebabkan

penurunan sensasi perasaan khusus seperti ketajaman, penglihatan, pendengaran,

rasa, bau dan diikuti penurunan respon sensasi somatik seperti sentuhan,

temperatur, tekanan dan nyeri. Penurunan perasaan membuat agen ini cocok untuk

induksi sebelum pemberian agen lain yang lebih iritatif. N2O menghasilkan

analgesia sesuai besarnya dosis. N2O 50% efek analgesinya sama dengan morfin

10 mg. Bukti menunjukkan bahwa N2O memiliki efek agonis pada reseptor opioid
31

atau mengaktifkan sistem opioid endogen. Area pusat muntah pada medula tidak

dipengaruhi oleh N2O kecuali jika terdapat hipoksia.

Nitrous oksida tidak mengikuti klasifikasi stadium anestesi dari guedel dalam

kombinasinya dengan oksigen dan sangat tidak mungkin mencoba memakai

nitrous oksigen tanpa oksigen hanya karena ingin tahu gambaran stadium anestesi

dari guedel. Efeknya terhadap tekanan intrakranial sangat kecil bila dibandingkan

dengan obat anestesi yang lain.

Dalam konsentrasi lebih dari 60%, N2O dapat menyebabkan amnesia,

walaupun masih diperlukan penelitian yang lebih lanjut. Terhadap susunan saraf

otonom, nitrous oksida merangsang reseptor alfa saraf simpatis, tetapi tahanan

perifer pembuluh darah tidak mengalami perubahan.

Terhadap Sistem Kardiovaskuler

Depresi ringan kontraktilitas miokard terjadi pada rasio N2O:O2 = 80%:20%.

N2O tidak menyebabkan perubahan laju jantung dan curah jantung secara

langsung. Tekanan darah tetap stabil dengan sedikit penurunan yang tidak

bermakna.

Terhadap Sistem Respirasi

Pengaruh terhadap sistem pernapasan minimal. N2O tidak mengiritasi epitel

paru sehingga dapat diberikan pada pasien dengan asma tanpa meningkatkan

resiko terjadinya spasme bronkus. Perubahan laju dan kedalaman pernapasan

(menjadi lebih lambat dan dalam) lebih disebabkan karena efek sedasi dan

hilangnya ketegangan.

Terhadap Sistem Gastrointestinal


32

N2O tidak mempengaruhi tonus dan motilitas saluran cerna. Distensi dapat

terjadi akibat masuknya N2O ke dalam lumen usus. Pada gangguan fungsi hepar,

N2O tetap dapat digunakan.

Terhadap Ginjal

N2O tidak mempunyai pengaruh yang signifikan pada ginjal maupun pada

komposisi urin.

Terhadap Otot Rangka

N2O tidak menyebabkan relaksasi otot rangka. Karena tonus otot tetap tidak

berubah sehingga dalam penggunaannya mutlak memerlukan obat pelumpuh otot.

Terhadap Uterus dan Kehamilan

Kontraksi uterus tidak terpengaruh baik pada kekuatan maupun frekuensinya.

N2O melewati barier plasenta dengan mudah masuk ke dalam sirkulasi fetus yang

dapat mengakibatkan konsentrasi O2 di darah fetus turun dengan drastis bila

kurang dari 20% O2 diberikan bersama dengan N2O. kehamilan bukan merupakan

kontra indikasi penggunaan N2O – O2 sebagai sedasi inhalasi.

Terhadap Sistem Hematopoeitik

Dilaporkan pada pemakaian jangka panjang secara terus menerus lebih dari

24 jam bisa menimbulkan depresi pada fungsi hematopoietik. Anemia

megaloblastik sebagai salah satu efek samping pada pemakaian nitrous oksida

jangka lama.

Efek Samping

Walaupun nitrous oksida dikatakan sebagai obat anestetik non toksik dan

mempunyai pengaruh yang sangat minimal pada sistem organ seperti tersebut di

atas, kadang-kadang terjadi juga efek samping seperti berikut:


33

1. Nitrous oksida akan meningkatkan efek depresi nafas dari obat tiopenton

terutama setelah diberikan premedikasi narkotik.

2. Kehilangan pendengaran pasca anestesia, hal ini disebabkan adanya

perbedaan solubilitas antara N2O dan N2 sehingga terjadi perubahan tekanan

pada rongga telinga tengah.

3. Pemanjangan proses pemulihan anestesia akibat difusinya ke rongga tubuh

seperti pneumothorak.

4. Pemakaian jangka panjang menimbulkan depresi sumsum tulang sehingga

menyebabkan anemia aplastik.

5. Mempunyai efek teratogenik pada embrio terutama pada umur 8 hari s/d 6

minggu, yang dianggap periode kritis.

6. Hipoksia difusi pasca anestesia. Hal ini terjadi sebagai akibat dari sifat

difusinya yang luas sehingga proses evaluasinya terlambat. Oleh karena itu

pada akhir anestesia, oksigenasinya harus diperhatikan.

Penggunaan Klinik

Dalam praktik anestesia, N2O digunakan sebagai obat dasar dari anestesia

umum inhalasi dan selalu dikombinasikan dengan oksigen dengan perbandingan

N2O : O2 = 70 : 30 (untuk pasien normal), 60 : 40 (untuk pasien yang memerlukan

tunjangan oksigen yang lebih banyak), atau 50 : 50 (untuk pasien yang beresiko

tinggi). Oleh karena N2O hanya bersifat analgesia lemah, maka dalam

penggunaannya selalu dikombinasikan dengan obat lain yang berkhasiat sesuai

dengan target “trias anestesia” yang ingin dicapai.


34

Kecelakaan dalam Penggunaan N2O

Kecelakaan dalam praktik anestesia mempergunakan N2O sering kali terjadi.

Hal ini disebabkan oleh faktor alat atau mesin anestesia yang digunakan dan

faktor manusianya akibat kelalaian. Seperti telah diuraikan di atas, pemakaian

N2O harus selalu diberikan bersama-sama dengan oksigen. Kecelakaan bisa

terjadi pada saat induksi, pada saat pemeliharaan atau pada saat akhir anestesia.

Pada saat induksi, petugas anestesia ingin memberikan oksigen, tetapi yang

dialirkan justru N2O. pada saat pemeliharaan, persediaan oksigen habis dan

petugas tidak waspada. Pada saat akhir anestesia, petugas anestesia bermaksud

memberikan oksigen, tetapi yang dialirkan ternyata N2O.

Untuk megurangi resiko kecelakaan dalam penggunaan N2O, dilakukan

modifikasi dan penyempurnaan sarana sistem perpipaan gas di rumah sakit dan

mesin anestesia. Kemasan tabung gas diberi tanda / warna / label tertentu, sistem

perpipaan dilengkapi dengan alat pengaman dan mesin anestesia dibuat

sedemikian rupa sehingga tanpa aliran oksigen, gas N2O tidak bisa mengalir.

3.5.2 Isofluran

Isofluran merupakan halogenasi eter, dikemas dalam bentuk cairan, tidak

berwarna, tidak eksplosif, tidak mengandung zat pengawet, dan relatif tidak ralut

dalam darah tapi cukup iritatif terhadap jalan nafas sehingga pada saat induksi

inhalasi sering menimbulkan batuk dan tahanan nafas. Proses induksi dan

pemulihannya relatif cepat dibandingkan dengan obat-obat anestesi inhalasi yang

ada pada saat ini tapi masih lebih lambat dibandingkan dengan sevofluran.
35

Efek Farmakologi

Terhadap Sistem Saraf Pusat

Efek depresinya terhadap SSP sesuai dengan dosis yang diberikan. Isofluran

tidak menimbulkan kelainan EEG seperti yang ditimbulkan oleh enfluran. Pada

dosis anestesi tidak menimbulkan vasodilatasi dan perubahan sirkulasi serebrum

serta mekanisme autoregulasi aliran darah otak tetap stabil. Kelebihan lain yang

dimiliki oleh isofluran adalah penurunan konsumsi oksigen otak. Sehingga dengan

demikian isofluran merupakan obat pilihan untuk anestesi pada kraniotomi,

karena tidak berperengaruh pada tekanan intrakranial, mempunyai efek proteksi

serebral dan efek metaboliknya yang menguntungkan pada tekhnik hipotensi

kendali.

Terhadap Sistem Kardiovaskuler

Efek depresinya pada otot jantung dan pembuluh darah lebih ringan

dibanding dengan obat anesetesi volatil yang lain. Tekanan darah dan denyut nadi

relatif stabil selama anestesi. Dengan demikian isofluran merupakan obat pilihan

untuk obat anestesi pasien yang menderita kelainan kardiovaskuler.

Terhadap Sistem Respirasi

Seperti halnya obat anestesi inhalasi yang lain, isofluran juga menimbulkan

depresi pernafasan yang derajatnya sebanding dengan dosis yang diberikan.

Terhadap Otot Rangka

Menurunkan tonus otot rangka melalui mekanisme depresi pusat motorik

pada serebrum, sehingga dengan demikian berpotensiasi dengan obat pelumpuh

otot non depolarisasi. Walaupun demikian, masih diperlukan obat pelumpuh otot
36

untuk mendapatkan keadaan relaksasi otot yang optimal terutama pada operasai

laparatomi.

Terhadap Ginjal

Pada dosis anestesi, isofluran menurunkan aliran darah ginjal dan laju fitrasi

glomerulus sehingga produksi urin berkurang, akan tetapi masih dalam batas

normal.

Terhadap Hati

Isofluran tidak menimbulkan perubahan fungsi hati. Sampai saat ini belum

ada laporan hasil penelitian yang menyatakan bahwa isofluran hepatotoksik.

Biotransformasi

Hampir seluruhnya dikeluarkan melalui udara ekspirasi, hanya 0,2%

dimetabolisme di dalam tubuh. Konsentrasi metabolitnya sangat rendah, tidak

cukup untuk menimbulkan gangguan fungsi ginjal.

Penggunaan Klinik

Sama seperti halotan dan enfluren, isofluran digunakan terutama sebagai

komponen hipnotik dalam pemeliharaan anestesi umum. Disamping efek hipnotik,

juga mempunyai efek analgetik ringan dan relaksasi ringan.

Untuk mengubah cairan isofluran menjadi uap, diperlukan alat penguap

(vaporizer) khusus isofluran.

Dosis

1. Untuk induksi, konsentrasi yang diberikan pada udara inspirasi adalah 2-3%

bersama-sama dengan N2O.

2. Untuk pemeliharaan dengan pola nafas spontan konsentrasinya berkisar

antara 1-2,5%, sedangkan untuk nafas kendali berkisar antara 0,5-1%.


37

Kontra Indikasi

Tidak ada kontra indikasi yang unik. Hati-hati pada hipovolemik berat.

Keuntungan dan Kelemahan

Keuntungannya adalah induksi cepat dan lancar, tidak iritatif terhadap

mukosa jalan nafas, pemulihannya lebih cepat dari halotan, tidak menimbulkan

mual muntah, dan tidak menimbulkan menggigil serta tidak mudah meledak atau

terbakar. Penilaian terhadap pemakaian isofluran saat ini adalah bahwa isofluran

tidak menimbulkan guncangan terhadap fungsi kardiovaskuler, tidak megubah

sensitivitas otot jantung terhadap katekolamin, sangat sedikit yang mengalami

pemecahan dalam tubuh dan tidak menimbulkan efek eksitasi SSP.

Kelemahannya adalah batas keamanan sempit (mudah terjadi kelebihan

dosis), analgesia dan relaksasinya kurang, sehingga harus dikombinasikan dengan

obat lain.

3.6 Analgetik

3.6.1 Ketorolac

Ketorolac tromethamine merupakan suatu analgesik non-narkotik. Obat ini

merupakan obat anti-inflamasi nonsteroid yang menunjukkan aktivitas antipiretik

yang lemah dan anti-inflamasi. Ketorolac tromethamine menghambat sintesis

prostaglandin dan dapat dianggap sebagai analgesik yang bekerja perifer karena

tidak mempunyai efek terhadap reseptor opiat.

Ketorolac diindikasikan untuk penatalaksanaan jangka pendek terhadap nyeri

akut sedang sampai berat setelah prosedur bedah. Durasi total Ketorolac tidak

boleh lebih dari lima hari. Ketorolac secara parenteral dianjurkan diberikan segera
38

setelah operasi. Harus diganti ke analgesik alternatif sesegera mungkin, asalkan

terapi Ketorolac tidak melebihi 5 hari. Ketorolac tidak dianjurkan untuk

digunakan sebagai obat prabedah obstetri atau untuk analgesia obstetri karena

belum diadakan penelitian yang adekuat mengenai hal ini dan karena diketahui

mempunyai efek menghambat biosintesis prostaglandin atau kontraksi rahim dan

sirkulasi fetus.

Dosis Dewasa; Ampul : Dosis awal ketorolac yang dianjurkan adalah 10 mg

diikuti dengan 10–30 mg tiap 4 sampai 6 jam bila diperlukan. Harus diberikan

dosis efektif terendah. Dosis harian total tidak boleh lebih dari 90 mg untuk orang

dewasa dan 60 mg untuk orang lanjut usia, pasien gangguan ginjal dan pasien

yang berat badannya kurang dari 50 kg. Lamanya terapi tidak boleh lebih dari 2

hari. Pada seluruh populasi, gunakan dosis efektif terendah dan sesingkat

mungkin. Pasien lanjut usia Ampul : Untuk pasien yang usianya lebih dari 65

tahun, dianjurkan memakai kisaran dosis terendah: total dosisharian 60 mg tidak

boleh dilampaui.

3.6.2 Tramadol HCl

Tramadol adalah analgesik kuat yang bekerja pada reseptor opiat. Tramadol

mengikat secara stereospesifik pada reseptor di sistem saraf pusat sehingga

mengeblok sensasi nyeri dan respon terhadap nyeri. Di samping itu tramadol

menghambat pelepasan neurotransmitter dari saraf aferen yang sensitif terhadap

rangsang, akibatnya impuls nyeri terhambat.

Indikasi; efektif untuk pengobatan nyeri akut dan kronik yang berat, nyeri

pasca pembedahan.
39

Dosis dewasa dan anak di atas 16 tahun: dosis tunggal 50 mg. Dosis tersebut

biasanya cukup untuk meredakan nyeri, apabila masih terasa nyeri dapat

ditambahkan 50 mg setelah selang waktu 30-60 menit.

Terapi parenteral: dosis yang diberikan sebaiknya disesuaikan dengan

intensitas rasa nyeri. Bila tidak ada petunjuk lain dari dokter, dosis yang diberikan

adalah sebagai berikut : 100 mg (1 ampul), diinjeksikan i.v. secara lambat atau

dilarutkan dalam larutan infus, kemudian diinfuskan. Secara i.m. 100 mg (1

ampul).

Dosis tersebut biasanya cukup untuk meredakan nyeri. Bila masih terasa

nyeri, dapat ditambahkan 1 kapsul tramadol 50 mg atau 50 mg tramadol injeksi (1

ml) setelah selang waktu 30-60 menit. Pada penderita gangguan fungsi hati atau

ginjal, perlu dilakukan penyesuaian dosis.

Dosis Maksimum:

400 mg sehari. Dosis sangat tergantung pada intensitas rasa nyeri yang

diderita.

Penderita gangguan hati dan ginjal dengan (creatinine clearance <

30ml/menit) : 50-100 mg setiap 12 jam, maksimum 200 mg sehari.

Efek samping

Efek samping yang umum terjadi seperti pusing, sedasi, lelah, sakit kepala,

pruritus, berkeringat, kulit kemerahan, mulut kering, mual, muntah. Dispepsia dan

obstipasi. Efek samping yang berupa ketergantungan sangat jarang terjadi.


40

Kontraindikasi

Penderita yang hipersensitif terhadap Tramadol atau Opiat dan penderita yang

mendapatkan pengobatan dengan penghambat MAO, intoksikasi akut dengan

alkohol, hipnotika, analgetik atau obat-obat yang mempengaruhi SSP lainnya.

3.7 Tatalaksana Jalan Nafas

3.7.1 Manuver Triple Airway

1. Kepala ekstensi pada sendi atlanto-oksipital.

2. Mandibula didorong ke depan pada kedua angulus mandibula.

3. Mulut dibuka.

3.7.2 Jalan Nafas Laring

NPA (Naso-pharyngeal airway), ukuran OPA (Oro-pharyngeal airway)

kecil (no. 3 80 mm), sedang (no. 4 90 mm), besar (no. 5 100 mm) ukuran dewasa

pria no. 4 (90 mm), wanita (no.3 80 mm).

3.7.3 Face Mask

Bayi baru lahir (03) anak kecil (02, 01, 1) anak besar (2,3) dewasa (4,5)

Face mask dewasa terdiri dari atas mulut sungkup, pengait, badan sungkup, dan

lingkar tepi.

Face mask bayi tidak memiliki pengait. Bila memegang face mask dengan

satu tangan, jari kelingking diletakkan di sudut rahang untuk melakukan manuver

jaw trust ke arah anterior untuk memudahkan ventilasi.


41

3.7.4 Endotrakeal Tube (ETT)

Merupakan suatu tindakan memasukan pipa khusus kedalam trakea,

sehingga jalan nafas bebas hambatan dan nafas mudah mudah dimonitor dan

dikendalikan. Tindakan intubasi trakea ini bertujuan untuk:

1. Mempermudah pemberian anestesia.

2. Mempertahankan jalan nafas agar tetap bebas serta mempertahankan

kelancaran pernafasan.

3. Mencegah kemungkinan terjadinya aspirasi isi lambung (pada keadaan tidak

sadar, lambung penuh dan tidak ada refleks batuk).

4. Mempermudah pengisapan sekret trakheobronkial.

5. Pemakaian ventilasi mekanis yang lama.

6. Mengatasi obstruksi laring akut.

ETT pada anak-anak dibawah 5 tahun tidak memakai cuff karena penampang

trakea hamper bulat, sedangkan pada anak > 5 tahun dan dewasa, penampang

trakea seperti huruf D, sehingga memerlukan cuff agar tidak terjadi kebocoran.

Tabel 3.1 Ukuran ETT


Usia Internal Diameter (mm) Cut Length (cm)
Bayi 3.5 12
Anak-anak 4 + ¼ usia 4 + ¼ usia
Female 7.0 – 7.5 24
Male 7.5 – 9.0 24

Intubasi ETT Menurut Giesel 2002

Keadaan oksigenasi yang tidak adekuat (karena menurunnya tekanan oksigen

arteri dan lain-lain) yang tidak dapat dikoreksi dengan pemberian suplai oksigen

melalui masker nasal.


42

1. Indikasi Intubasi ETT

a. Keadaan ventilasi yang tidak adekuat karena meningkatnya tekanan

karbondioksida di arteri.

b. Kebutuhan untuk mengontrol dan mengeluarkan sekret pulmonal atau

sebagai bronchial toilet.

c. Menyelenggarakan proteksi terhadap pasien dengan keadaan yang gawat

atau pasien dengan refleks akibat sumbatan yang terjadi.

Indikasi intubasi endotrakheal lainnya antara lain :

a. Menjaga jalan nafas yang bebas dalam keadaan-keadaan yang sulit.

b. Operasi-operasi di daerah kepala, leher, mulut, hidung dan tenggorokan,

karena pada kasus-kasus demikian sangatlah sukar untuk menggunakan

face mask tanpa mengganggu pekerjaan ahli bedah.

c. Pada banyak operasi abdominal, untuk menjamin pernafasan yang tenang

dan tidak ada ketegangan.

d. Operasi intra torachal, agar jalan nafas selalu paten, suction dilakukan

dengan mudah, memudahkan respiration control dan mempermudah

pengontrolan tekanan intra pulmonal.

e. Untuk mencegah kontaminasi trachea, misalnya pada obstruksi intestinal.

f. Pada pasien yang mudah timbul laringospasme.

g. Pada pasien dengan fiksasi vocal chords.

Selain intubasi endotrakheal diindikasikan pada kasus-kasus di ruang

bedah, ada beberapa indikasi intubasi endotrakheal pada beberapa kasus

non surgical, antara lain:

a. Asfiksia neonatorum yang berat.


43

b. Untuk melakukn resusitasi pada pasien yang tersumbat pernafasannya,

depresi

2. Kontraindikasi Intubasi ETT

a. Beberapa keadaan trauma jalan nafas atau obstruksi yang tidak

memungkinkan untuk dilakukannya intubasi. Tindakan yang harus

dilakukan adalah cricothyrotomy pada beberapa kasus.

b. Trauma servikal yang memerlukan keadaan imobilisasi tulang vertebra

servical, sehingga sangat sulit untuk dilakukan intubasi.

3. Tindakan Intubasi ETT

a. Persiapan

Pasien sebaiknya diposisikan dalam posisi tidur terlentang, oksiput

diganjal dengan menggunakan alas kepala (bisa menggunakan bantal

yang cukup keras atau botol infus), sehingga kepala dalam keadaan

ekstensi serta trachea dan laringoskop berada dalam satu garis lurus.

b. Oksigenasi

Setelah dilakukan anestesi dan diberikan pelumpuh otot, lakukan

oksigenasi dengan pemberian oksigen 100% minimal dilakukan selama

2 menit. Sungkup muka dipegang dengan tangan kiri dan balon dengan

tangan kanan.

c. Laringoskop

Mulut pasien dibuka dengan tangan kanan dan gagang laringoskop

dipegang dengan tangan kiri. Daun laringoskop dimasukkan dari sudut

kiri dan lapangan.


44

d. Pemasangan ETT

Pipa dimasukkan dengan tangan kanan melalui sudut kanan mulut

sampai balon pipa tepat melewati pita suara. Bila perlu, sebelum

memasukkan pipa asisten diminta untuk menekan laring ke posterior

sehingga pita suara akan dapat tampak dengan jelas. Bila mengganggu,

stilet dapat dicabut. Ventilasi atau oksigenasi diberikan dengan tangan

kanan memompa balon dan tangan kiri memfiksasi. Balon pipa

dikembangkan dan daun laringoskop dikeluarkan selanjutnya pipa

difiksasi dengan plester.

e. Mengontrol Letak ETT

Dada dipastikan mengembang saat diberikan ventilasi. Sewaktu

ventilasi, dilakukan auskultasi dada dengan stetoskop, diharapkan suara

nafas kanan dan kiri sama. Bila dada ditekan terasa ada aliran udara di

pipa endotrakheal. Bila terjadi intubasi endotrakheal akan terdapat

tanda-tanda berupa suara nafas kanan berbeda dengan suara nafas kiri,

kadang-kadang timbul suara wheezing, secret lebih banyak dan tahanan

jalan nafas terasa lebih berat. Jika ada ventilasi ke satu sisi seperti ini,

pipa ditarik sedikit sampai ventilasi kedua paru sama. Sedangkan bila

terjadi intubasi ke daerah esofagus maka daerah epigastrum atau gaster

akan mengembang, terdengar suara saat ventilasi (dengan stetoskop),

kadang-kadang keluar cairan lambung, dan makin lama pasien akan

nampak semakin membiru. Untuk hal tersebut pipa dicabut dan intubasi

dilakukan kembali setelah diberikan oksigenasi yang cukup.


45

f. Ventilasi

Pemberian ventilasi dilakukan sesuai dengan kebutuhan pasien

bersangkutan.

4. Kesulitan Intubasi ETT

a. leher pendek berotot.

b. mandibula menonjol.

c. maksila/gigi depan menonjol.

5. Komplikasi Intubasi ETT

a. Komplikasi tindakan laringoskop dan intubasi.

1) Malposisi berupa intubasi esofagus, intubasi endobronkial serta

malposisi laringeal cuff.

2) Trauma jalan nafas berupa kerusakan gigi, laserasi bibir, lidah atau

mukosa mulut, cedera tenggorok, dislokasi mandibula dan diseksi

retrofaringeal.

3) Gangguan refleks berupa hipertensi, takikardi, tekanan intracranial

meningkat, tekanan intraocular meningkat dan spasme laring.

4) Malfungsi tuba berupa perforasi cuff.

b. Komplikasi pemasukan pipa endotracheal.

1) Malposisi berupa ekstubasi yang terjadi sendiri, intubasi ke

endobronkial dan malposisi laringeal cuff.

2) Trauma jalan nafas berupa inflamasi dan ulserasi mukosa, serta

ekskoriasi kulit hidung.

3) Malfungsi tuba berupa obstruksi.


46

c. Komplikasi setelah ekstubasi.

1) Trauma jalan nafas berupa edema dan stenosis (glotis, subglotis atau

trachea), suara sesak atau parau (granuloma atau paralisis pita suara),

malfungsi dan aspirasi laring.

2) Gangguan refleks berupa spasme laring.

3.8 Terapi Cairan

Prinsip dasar terapi cairan adalah cairan yang diberikan harus mendekati

komposisi cairan yang hilang. Terapi cairan perioperatif bertujuan untuk:

- Memenuhi kebutuhan cairan, elektrolit dan darah yang hiilang selama

operasi.

- Mengatasi syok dan kelainan yang ditimbulkan karena terapi yang

diberikan

Selama operasi dapat terjadi defisit cairan karena kurang makan, puasa,

muntah, penghisapan isis lambung, penumpukan cairan pada ruang ketiga seperti

pada ileus obstruktif, perdarahan, luka baka dan lain-lain. Kebutuhan cairan

adalah sebagai berikut:

1. Maintenence = 2ml/kgBB/jam = 2x50 = 100ml/jam

2. Pengganti puasa = jam puasa x maintenence = 2x100= 200ml

3. Stress operasi =10 x 50 = 500 ml

4. Total : 800ml
47

3.9 Pemulihan

Setelah pembedahan pasien dirawat diruang pulih sadar. Pasien yang dikelola

adalah pasien pasca anestesi mum ataupun anestesi regional. Diruang pulih sadar

dimonitor jalan nafasnya apakah bebas atau tidak, ventilasi cukup atau tidak dan

sirkulasi baik atau tidak. Pasien dengan gangguan jalan nafas dan ventilasi harus

segera ditangani. Selain obstruksi, lidah jatuh kebelakang dapat juga terjadi

spasme laring dan mungkin terjadi aspirasi pasca bedah. Anestesi yang masih

dalam dan sisa obat pelumpuh otot akan mengakibatkan berkurangnya ventilasi.

Monitor kesadaran juga merupakan hal penting karena selama pasien belum sadar

terjadi gangguan jalan nafas. Pasien yang belum sadar diberi oksigen dengan

canul nasal atau masker sampai pasien sadar betul. Sadar yang berkepanjangan

dapat terjadi akibat sisa pengaruh obat anestesi, hipotermia, hipoksia atau

hiperkabi.

Setelah pasien sadar dan memenuhi criteria untuk dipindahkan dari ruang

pulih sadar dikembalikan ke bangsal atau dipulangkan dan jika masih

membutuhkan perawatan intensif maka pasien dikirim ke ICU. Paisen sadar dapat

melakukan orientasi sekitar, mempertahankan jalan nafas, fungsi vital sign yang

stabil dalam 1 jam, dan dapat meminta pertolongan pada orang sekitar dan tidak

ada penyulit pasca pembedahan dapat segera dipindahkan dari ruang RR.

Anda mungkin juga menyukai