Anda di halaman 1dari 2

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Hipertensi merupakan masalah kesehatan global, termasuk di Indonesia karena
prevalensinya tinggi, meskipun berbeda-beda di berbagai negara. Berdasarkan riset
hipertensi terjadi penurunan dari 31,7 persen tahun 2007 menjadi 25,8 persen tahun 2013.
Asumsi terjadi penurunan bisa bermacam-macam mulai dari alat pengukur tensi yang
berbeda sampai pada kemungkinan masyarakat sudah mulai datang berobat ke fasilitas
kesehatan. Terjadi peningkatan prevalensi hipertensi berdasarkan wawancara (apakah
pernah didiagnosis nakes dan minum obat hipertensi) dari 7,6 persen tahun 2007 menjadi
9,5 persen tahun 2013.
Prevalensi hipertensi pada umur ≥18 tahun di Indonesia yang didapat melalui jawaban pernah
didiagnosis tenaga kesehatan sebesar 9,4 persen, sedangkan yang pernah didiagnosis tenaga
kesehatan atau sedang minum obat hipertensi sendiri sebesar 9,5 persen. Jadi, terdapat 0,1 persen
penduduk yang minum obat sendiri, meskipun tidak pernah didiagnosis hipertensi oleh nakes.
Prevalensi hipertensi di Indonesia berdasarkan hasil pengukuran pada umur ≥18 tahun sebesar 25,8
persen. Jadi cakupan nakes hanya 36,8 persen, sebagian besar (63,2%) kasus hipertensi di
masyarakat tidak terdiagnosis.
Hipertensi dinilai melalui 2 cara yaitu wawancara dan pengukuran. Untuk hipertensi wawancara,
ditanyakan mengenai riwayat didiagnosis oleh nakes, dan kondisi sedang minum obat anti-hipertensi
saat diwawancara. Untuk hipertensi berdasarkan hasil pengukuran, dilakukan pengukuran tekanan
darah/tensi menggunakan alat pengukur/tensimeter digital. Setiap responden diukur tensinya
minimal 2 kali. Jika hasil pengukuran kedua berbeda ≥10 mmHg dibanding pengukuran pertama,
maka dilakukan pengukuran ketiga. Dua data pengukuran dengan selisih terkecil dengan pengukuran
terakhir dihitung reratanya sebagai hasil ukur tensi. Walaupun ditanya dan diukur pada umur > 15
tahun prevalensi yang ditampilkan dalam tabel adalah pada umur > 18 tahun sesuai kriteria JNC VII,
2003.

Hipertensi adalah suatu keadaan ketika tekanan darah di pembuluh darah meningkat secara kronis.
Hal tersebut dapat terjadi karena jantung bekerja lebih keras memompa darah untuk memenuhi
kebutuhan oksigen dan nutrisi tubuh. Jika dibiarkan, penyakit ini dapat mengganggu fungsi organ-
organ lain, terutama organ-organ vital seperti jantung dan ginjal. Didefinisikan sebagai hipertensi jika
pernah didiagnosis menderita hipertensi/penyakit tekanan darah tinggi oleh tenaga kesehatan
(dokter/perawat/bidan) atau belum pernah didiagnosis menderita hipertensi tetapi saat diwawancara
sedang minum obat medis untuk tekanan darah tinggi (minum obat sendiri). Kriteria hipertensi yang
digunakan pada penetapan kasus merujuk pada kriteria diagnosis JNC VII 2003, yaitu hasil
pengukuran tekanan darah sistolik ≥140 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥90 mmHg. Kriteria
JNC VII 2003 hanya berlaku untuk umur ≥18 tahun, maka prevalensi hipertensi berdasarkan
pengukuran tekanan darah dihitung hanya pada penduduk umur ≥18 tahun. Mengingat pengukuran
tekanan darah dilakukan pada penduduk umur ≥15 tahun maka temuan kasus hipertensi pada umur
15-17 tahun sesuai kriteria JNC VII 2003 akan dilaporkan secara garis besar sebagai tambahan
informasi.
Dari tabel 3.5.3 terlihat prevalensi diabetes dan hipertiroid di Indonesia berdasarkan wawancara
yang terdiagnosis dokter sebesar 1,5 persen dan 0,4 persen. DM terdiagnosis dokter atau gejala
sebesar 2,1 persen. Prevalensi diabetes yang terdiagnosis dokter tertinggi terdapat di DI Yogyakarta
(2,6%), DKI Jakarta (2,5%), Sulawesi Utara (2,4%) dan Kalimantan Timur (2,3%). Prevalensi
diabetes yang terdiagnosis dokter atau gejala, tertinggi terdapat di Sulawesi Tengah (3,7%),
Sulawesi Utara (3,6%), Sulawesi Selatan (3,4%) dan Nusa Tenggara Timur 3,3 persen. Prevalensi
hipertiroid tertinggi di DI Yogyakarta dan DKI Jakarta (masing-masing 0,7%), Jawa Timur (0,6%),
dan Jawa Barat (0,5%).
Prevalensi hipertensi di Indonesia yang didapat melalui pengukuran pada umur ≥18 tahun sebesar
25,8 persen, tertinggi di Bangka Belitung (30,9%), diikuti Kalimantan Selatan (30,8%), Kalimantan
Timur (29,6%) dan Jawa Barat (29,4%). Prevalensi hipertensi di Indonesia yang didapat melalui
kuesioner terdiagnosis tenaga kesehatan sebesar 9,4 persen, yang didiagnosis tenaga kesehatan atau
sedang minum obat sebesar 9,5 persen. Jadi, ada 0,1 persen yang minum obat sendiri. Responden
yang mempunyai tekanan darah normal tetapi sedang minum obat hipertensi sebesar 0.7 persen.
Jadi prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 26,5 persen (25,8% + 0,7 %).

Sulawesi selataN

Provinsi Diabetes Hipertiroid Hipertensi


Wawancara Pengukuran
D D/G D D D/O U

Sulawesi 1,6 3,4 0,5 10,3 10,5 28,1


Selatan

Pada analisis hipertensi terbatas pada usia 15-17 tahun menurut JNC VII 2003 didapatkan
prevalensi nasional sebesar 5,3 persen (laki-laki 6,0% dan perempuan 4,7%), perdesaan (5,6%)
lebih tinggi dari perkotaan (5,1%). Prevalensi hipertensi cenderung lebih tinggi pada kelompok
pendidikan lebih rendah dan kelompok tidak bekerja, kemungkinan akibat ketidaktahuan tentang
pola makan yang baik.
Pada analisis hipertensi terbatas pada usia 15-17 tahun menurut JNC VII 2003 didapatkan prevalensi
nasional sebesar 5,3 persen (laki-laki 6,0% dan perempuan 4,7%), perdesaan (5,6%) lebih tinggi dari
perkotaan (5,1%).

Prevalensi penduduk dengan tekanan darah tinggi secara nasional sebesar 30,9%.
Prevalensi tekanan darah tinggi pada perempuan (32,9%) lebih tinggi dibanding dengan lakilaki
(28,7%). Prevalensi di perkotaan sedikit lebih tinggi (31,7%) dibandingkan dengan
perdesaan (30,2%). Prevalensi semakin meningkat seiring dengan pertambahan umur.
(Profil kesehatan, 2016)

Anda mungkin juga menyukai