EKUITAS
Pada bab ini dalam Suwardjono menyebutkan bahwa teori tentang ekuitas pemegang
saham berfokus pada bagaimana informasi ekuitas pemegang saham beserta perubahannya
disajikan dalam statemen laporan keuangan. Pada pembahasannya ekuitas didefinisikan secara
sintaktik, ekuitas adalah hak residual atas aktiva perusahaan setelah dikurangi aktiva perusahaan
( IAI : 2002). Tujuan penyajian ekuitas pemegang saham adalah untuk menyediakan informasi
kepada yang berkepentingan tentang efisiensi dan kepengurusan manajemen. Pada gambar
dibawah ini disajikan komponen pemegang saham yang merupakan pokok inti pembahsan pada
bab ini, ekuitas pemegang saham dibedakan menjadi dua inti yaitu modal setoran dan laba
ditahan. Sedangkan modal setoran dibedakan menjadi dua yaitu modal yuridis dan modal setoran
lain.
Perbedaan antara modal setoran dan laba ditahan adalah modal setoran merupakan dana
dasar yang harus tetap dipertahankan untuk menunjukkan perlindungan bagi pihak lain.
Sedangkan, laba ditahan merupakan salah satu komponen untuk menunjukkan daya melaba,
dan jumlahnya harus dipisahkan dengan modal setoran, walaupun jumlah akhirnya ditotal untuk
membentuk ekuitas pemegang saham.
Pada penjelasan sebelumnya telah dijelaskan mengenai perbedaan antara modal setoran
dan laba ditahan, selanjutnya dijelaskan mengenai komponen pembentuk diantara keduanya
tersebut. Modal setoran dibedakan menjadi dua yaitu modal yuridis dan modal setoran lain.
Dalam Suwardjono disebutkan bahwa, modal yuridis timbul karena ketentuan hukum yang
mengharuskan sejumlah rupiah dipertahankan dalam rangka perlindungan terhadap pihak lain.
Tujuan penyajian modal yuridis adalah untuk member informasi kepada para pemegang ekuitas
lainnya tentang batas perlindungan investasinya.
Sedangkan tujuan utama modal setoran lain, dalam Suwardjono telah disebutkan bahwa
untuk membedakan secara tegas perubahan akibat transaksi operasi dan perubahan akibat
transaksi modal. Pembedaan ini bertujuan untuk mencegah memperlakukan akibat kenaikan
transaksi modal sebagai laba. Berbagai sumber yang dapat mengubah modal setoran yaitu
pemesanan saham, obligasi terkonversi, saham istimewa, dividen saham, hak beli saham dan
saham treasuri.
Berbagai sumber perubahan modal setoran diatas umunya menyebabkan kenaikan modal
setoran, sedangkan transaksi yang dapat mengurangi modal setoran adalah penarikan kembali
saham (saham treasuri). Beberapa masalah dapat timbul akibat adanya modal treasuri, misalnya
penentuan jumlah rupiah yang dianggap sebagai pengurang modal setoran dan laba ditahan serta
bagaimana pengungkapannya terhadap modal yuridis, bila saham treasuri dijual kembali.
Terdapat dua pendekatan yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah tersebut, diantaranya :
CONTOH KASUS :
KOMBINASI BISNIS ( PSAK 22 )
KASUS I ( GOODWILL )
Pada tanggal akuisisi, aset neto yang dapa diidentifikasi dari PT B, seperti tersaji dalam laporan
posisi keuangannya, terdiri atas tanah Rp50 miliar, persediaan Rp20 miliar, kas Rp4 miliar, dan
pinjaman bank Rp19 miliar. Tanah itu dianggap memiliki nilai pasar sebesar Rp60 miliar,
sementara persediaan memiliki merek dagang yang dinilai sebesar Rp10 miliar dan liabilitas
kontijensi yang diperkirakan bernilai Rp3 miliar.
Dalam contoh ini, PT A harus mengakui goodwill sebagai aset dan mengukur biayanya sebagai
berikut.
Tanah 60
Saham 18
Kas 4
Merek dagang 10
70
Goodwill 30
Pada tanggal Januari 20X1, PT Wahyuni membeli saham PT Rizal sebanyak 20.000 lembar
saham seharga Rp.1000 per lembar. PT Wahyuni memiliki 20% saham PT Rizal dan memiliki
Kas Rp20.000.000
Pada tanggal 1 Januari 20X2, PT Wahyuni kembali membeli saham PT Rizal sebanyak 20.000
lembar saham dengan harga Rp1.500 per lembar. Total kepemilikan yang dimiliki menjadi 40%
saham dan PT Wahyuni memiliki pengaruh signifikan. Jurnal yang dicatat oleh PT Wahyuni
adalah:
Kas Rp30.000.000
Pada tanggal 1 Januari 20X3, PT Wahyuni kembali membeli saham PT Rizal sebanyak 20.000
lembar saham dengan harga Rp2.000 per lembar. Total kepemilikan PT Wahyuni menjadi 60%
saham dan PT Wahyuni memiliki pengendalian atas PT Rizal. Maka tanggal 1 Januari 20X3
Kas Rp40.000.000
PT ABC dicatatkan dalm Bursa Efek, dengan 100 juta saham bernilai nominal Rp1000.
Para pemegang saham PT XYZ (yang mmiliki 60 juta saham bernilai nominal Rp1.000) ingin
Pada tanggal 30 Juni 20X6, kedua perusahaan melakukan pengambil alihan, di mana ABC
mengeluarkan 2,5 saham atas setiap saham biasa XYZ. Dengan demikian, ABC mengeluarkan
Dalam contoh ini, meski secara hukum XYZ adalah anak perusahaan yang 100% dimiliki oleh
ABC, para pemegang saham XYZ sebenarnya memperoleh 60% pengendalian (150/250) atas
Diasumsikan bahwa laporan posisi keuangan kedua perusahaan sebelum akuisisi terbalik adalah
sebagai berikut.
ABC XYZ
110 200
110 200
Guna menentukan perolehan, perlu ditentukan jumlah saham yang seharusnya dikeluarkan
oleh XYZ dalam akuisisi biasa (dan juga nilai wajarnya). PSAK 22 mengatur bahwa jumlah saham
yang seharusnya dikeluarkan oleh XYZ sama dengan jumlah saham yang dapat memberikan
persentase kepemilikan yang sama atas entitas gabungan kepada para pemilik saham ABC
seperti yang mereka miliki dalam akuisisi terbalik. Dalam contoh ini, mengingat setelah akuisisi
terbalik para pemilik saham lainnya di ABC kini memperoleh 40% kepemilikan di XYZ (melalui
ABC), XYZ harus mengeluarkan 40 juta sahamnya (dalam akuisisi biasa) untuk memberikan
Dengan asumsi bahwa pada tanggal 30 Juni 20X6 nilai wajar saham XYZ diestimasi sebesar
Rp5.000 per saham, maka biaya perolehannya dianggap sebesar Rp200 miliar (40 juta x
Rp5.000).
Dengan asumsi lain bahwa aset ABC memiliki nilai wajar sebesar Rp190 miliar, maka goodwill
konsolidasinya adalah sebesar Rp80 miliar (biaya perolehan Rp200 miliar – nilai wajar aset neto
PSAK 22 lebih lanjut mengatur bahwa laporan keuangan konsolidasian harus disajikan dari
sudut pandang XYZ (anak perusahaan formal), kecuali modal saham yang harus dimiliki oleh
Dalam contoh ini, laporan posisi keuangan grup ABC pada tanggal 30 Juni 20X6 adalah sebagai
berikut.
ABC
Miliar (Rp)
Goodwill 80
400
400