PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Preeklampsia merupakan kondisi spesifik pada kehamilan yang ditandai
dengan adanya disfungsi plasenta dan respon maternal terhadap adanya inflamasi
sistemik dengan aktivasi endotel dan koagulasi.Preeklampsi sebelumya selalu
didefinisikan dengan adanya hipertensi dan proteinuri yang baru terjadi pada
kehamilan (new onsethypertension with proteinuria). Meskipun kedua kriteria ini
masih menjadi definisi klasik preeklampsia, beberapa wanita lain menunjukkan
adanya hipertensi disertai gangguanmultsistem lain yang menunjukkan adanya
kondisi berat dari preeklampsia meskipun pasientersebut tidak mengalami
proteinuri. Sedangkan, untuk edema tidak lagi dipakai sebagai kriteria diagnostik
karena sangat banyak ditemukan pada wanita dengan kehamilan normal.1
2.2 Etiologi
Etiologi dari preeklampsia hingga saat ini masih merupakan suatu teori yang
diakibatkan oleh adanya suatu insufisiensi plasenta.Mekanisme pasti untuk
fenomena ini tidak diketahui tetapi melibatkan berbagi macam faktor, seperti
abnormalitas genetik, struktur trofoblas atau kegagalan diferensiasi trofoblas yang
juga melibatkan faktor-faktor ekstrinsik inflamasi seperti aktrivitas makrofag,
terganggunya aktivitas Nature Killer dan sel endothelium yang juga sudah rusak
dari segi struktur normal. Preeklampsia tidaklah sesederhana satu penyakit,
melainkan merupakan hasil akhir berbagai faktor yang kemungkinan meliputi
sejumlah faktor pada ibu, plasenta, dan janin. Faktor- faktor yang saat ini dianggap
penting mencakup: 1,3
1. Implantasi plasenta disertai invasi trofoblastik abnormal pada pembuluh darah
uterus.
2. Toleransi imunologis yang bersifat maladaptif diantara jaringan maternal,
paternal (plasenta), dan fetal.
3. Maladaptasi maternal terhadap perubahan kardiovaskular atau inflamatorik yang
terjadi pada kehamilan normal.
2
4. Faktor-faktor genetik, termasuk gen predisposisi yang diwariskan, serta pengaruh
epigenetik.
Tabel 1 : Tabel faktor resiko yang dijumpai pada ibu dengan preeclampsia
pada penelitian cohort study yang dilakukan di UK, London
Fakto risiko yang dapat dinilai pada kunjungan antenatal pertama berdasarkan
PNPK 2016: 1
Anamnesis:
Umur > 40 tahun
Nulipara
Multipara dengan riwayat preeklampsia sebelumnya
Multipara dengan kehamilan oleh pasangan baru
Multipara yang jarak kehamilan sebelumnya 10 tahun atau lebih
Riwayat preeklampsia pada ibu atau saudara perempuan
3
Kehamilan multipel
IDDM (Insulin Dependent Diabetes Melitus)
Hipertensi kronik
Penyakit Ginjal
Sindrom antifosfolipid (APS)
Kehamilan dengan inseminasi donor sperma, oosit atau embrio
Obesitas sebelum hamil
Pemeriksaan fisik:
Indeks masa tubuh > 35
Tekanan darah diastolik > 80 mmHg
Proteinuria (dipstick >+l pada 2 kali pemeriksaan berjarak 6 jam atau secara
kuantitatif 300 mg/24 jam)
Fakto risiko terjadinya preeklampsia superimposed
Riwayat preeklampsia sebelumnya
Penyakit ginjal kronis
Merokok
Obesitas
Diastolik > 80 mmHg
Sistolik > 130 mmHg1,2,3,13
Salah satu penelitian yang dilakukan di Argentina, 2016 meneliti mengenai
hubungan antar jarak satu kehamilan dengan kejadian preeclampsia dengan
kehamilan selanjutnya.Penelitian bersifat prospective-retrospective cohort ini
meneliti hubungan interval kehamilan dengan kejadian pre-eklampsia selanjutnya,
dengan sampel penelitian wanita dengan riwayat preeclampsia atau eklampsia
dengan interval kehamilan adalah waktu berakhirnya kehamilan pertama dengan
hari pertama haid terakhir untuk kehamilan selanjutnya. Dari penelitian tersebut
memiliki hasil interval yang pendek pada kehamilan < 1 tahun tidak meningkatkan
risiko kejadian preeklampsia, sementara interval yang panjang 2-4 tahun memiliki
potensi untuk terulangnya kejadian preeklampsia.4
4
2.4 Patogenesis
Preeklampsia disebabkan adanya disfungsi palsenta dan diikuti dengan
pelepasan faktor faktor inflamasi oleh plasenta yang mengalami kerusakan
sehingga menimbulkan kegagalan sirkulasi maternal, dan menimbulkan kerusakan
pembuluh darah sistemik yang membentuk gejala khas pada preeklampsi ini.5
Beberapa poin kunci yang harus diketahui sebagai suatu patogenesis dari
preeklampsia ialah:
1. Preeklampsia adalah penyakit pada plasenta, yang dimediasi oleh adanya
ekspresi faktor angiogenik ke sirkulasi maternal, melibatkan disfungsi endothelial
secara sistemik, dengan hipertensi dan proteinuria, yang secara khas sering
dijumpai pada kehamilan trimester ketiga.
2. Adanya molekul sFlt1, sebuah molekul antiangiogenik yang terbentuk dari
plasenta, terregulasi secara bebas dan dalam jumlah yang banyak dan menimbulkan
kerusakan pada glomerulus sehingga akan meningkatkan tekanan darah dan
menimbulkan terjadinya proteinuria akibat kerusakan membrane basal pada
glomerulus. Peningkatan sFlt1 diasosiasikan dengan penurunan molekul VEGF dan
PIGF, yang ditunjukkan dengan adanya disfungsi endothelial secara sistemik.
3. Serum level baik sFlt1 maupun PIGF mampu menunjukkan peranan sebagai
marker diagnostic maupun marker prognostik pada pasien dengan preeklampsia.5
5
Gambar 1: Skema yang menunjukkan terjadinya preeklampsia. Proses
yang multipel terjadi, dilihat dari adanya peningkatan sFlt1 yang terlarut di
dalam plasma yang sangat berpotensi untuk memperburuk fungsi fisiologis
endotel maternal, dan atau obesitas. Disfungsi vascular sistemik menunjukkan
manifestasi klinik yang khas pada preeklampsi. Disadur dari Young et al. AT1,
angiotensin II type I; COMET, catechol-Omethyltransferase; HELLP,
hemolysis, elevated liver enzymes, and low platelets syndrome; NK, natural killer.
6
meningkatkan permeabilitas terhadap protein yang berakibat proteinuria. Oliguria
yang diakibatkan karena vasokontriksi renal dan penurunan GFR.6
Resistensi vaskular cerebral selalu tinggi pada pasien preeklampsia. Pada
pasien hipertensi tanpa kejang, aliran darah cerebral mungkin bertahan sampai batas
normal sebagai hasil fenomena autoregulasi. Pada pasien dengan kejang, aliran
darah cerebral dan konsumsi oksigen lebih sedikit dibandingkan dengan wanita
hamil biasa dan terdapat penurunan aliran darah dan peningkatan tahanan vaskuler
pada sirkulasi uteroplasental pada pasien preeklampsia.6,7
7
pada preeklampsia dapat menurun sampai 50% dari normal sehingga
menyebabkan dieresis turun. Pada keadaan yang lanjut dapat terjadi oliguria
sampai anuria.7
Sakit kepala hebat tidak bisa hilang dengan obat penghilang rasa sakit
Penurunan pandangan secara mendadak
Nyeri pada ulu hati
Muntah
Bengkak pada tangan dan kaki secara tiba-tiba
Peningkatan tekanan darah
Rasa panas pada ulu hati yang tidak hilang dengan antasida 1,3,8,
8
3. Gangguan ginjal : kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan peningkatan
kadar
kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada kelainan ginjal lainnya
4. Gangguan liver : peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal dan atau
adanya
nyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas abdomen
5. Edema Paru
6. Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus
7.Gangguan pertumbuhan janin yang menjadi tanda gangguan sirkulasi
uteroplasenta :
Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR) atau didapatkan adanya absent
or reversed end diastolic velocity (ARDV)
9
2.6.2. Penegakan Diagnosis1,10,11,13
Kriteria Diagnosis Preeklampsia
Kriteria Minimal Preeklampsia
Hipertensi tekanan darah sekurang-kurangnya 140
mmHg sistolik atau 90 mmHg diastolik
pada dua kali pemeriksaan berjarak 15
menit menggunakan lengan yang sama
dan
Protein urin protein urin melebihi 300 mg dalam 24 jam
atau tes urin dipstik > positif 1
Jika tidak didapatkan protein urin, hipertensi dapat diikuti salah satu dibawah ini:
Trombositopeni trombosit <100.000/µL
Gangguan Ginjal kreatinin serum diatas 1,1 mg/dL atau
didapatkan peningkatan kadar kreatinin
serum dari sebelumnya pada kondisi
dimana tidak ada kelainan ginjal lainnya.
Gangguan Liver peningkatan konsentrasi transaminase 2
kali normal dan atau adanya nyeri di daerah
epigastrik/regio kanan atas abdomen
Edema paru
Gejala Neurologis stroke, nyeri kepala, gangguan visus
Gangguan Sirkulasi Uteroplasenta oligohidramnion, Fetal Growth Restriction
(FGR) atau didapatkan adanya Absent or
Reversed End Diastolic Velocity (ARDV)
10
Gangguan Ginjal kreatinin serum 1,1 mg/dL atau didapatkan
peningkatan kadar kreatinin serum dari
sebelumnya pada kondisi dimana tidak ada
kelainan ginjal lainnya
Gangguan Liver peningkatan konsentrasi transaminase 2
kali normal dan atau adanya nyeri di daerah
epigastrik/regio kanan atas abdomen
Edema Paru
Gejala Neurologis stroke, nyeri kepala, gangguan visus
Gangguan Sirkulasi Uteroplasenta oligohidramnion, Fetal Growth Restriction
(FGR) atau didapatkan adanya Absent or
Reversed End Diastolic Velocity (ARDV)
11
Gambar 3 Keseimbangan molekul angiogenik terganggu mengakibatkan
peningkatan resiko terhadap preeclampsia
2.7 Terapi
Preeklampsia adalah diagnosis klinis, tidak ada tes tunggal untuk
preeklampsia yang telah terbukti dapat diandalkan dan tidak emmakan banyak
biaya. Terminasi kehamilan pada dasarnya adalah terapi utama. Selain itu,
preeklamsia adalah proses dinamis multisistemik yang progresif pada beberapa
tingkat variabel. Dokter harus mempertimbangkan risiko ibu dan janin saat
menentukan antara terminasi kehamilan segeradan mempertahankan kehamilan.
Penilaian klinis mencakup evaluasi rutin terhadap kondisi ibu dan janin, usia
gestasi, adanya persalinan, tingkat keparahan proses penyakit, skor Bishop, dan
persetujuan ibu sendiri.11
12
Konsep pengobatannya harus dapat mematahkan mata rantai iskemia regio
uteoplasenter sehingga gejala hipertensi dalam kehamilan dapat diturunkan. Tujuan
dasar penatalaksanaan untuk setiap kehamilan dengan penyulit preeklampsia adalah
sebagai berikut.
1. Terminasi kehamilan dengan trauma sekecil mungkin bagi ibu dan janinnya.
2. Lahirnya bayi yang kemudian dapat berkembang.
3. Pemulihan sempurna kesehatan ibu.
13
Jika terdapat tanda-tanda pertumbuhan janin terhambat,
pertimbangkan terminasi kehamilan. Jika tidak, rawat sampai
aterm.
Jika proteinuria meningkat, tangani sebagai preeklampsia berat.
14
2.7.2 Preeclampsia With Severe Feature
Pada prinsipnya untuk klasifikasi ini preeklampsia adalah salah satu indikasi
untuk dilakukan terminasi kehamilan segera.Terminasi yang dilakukan paling
utama diusahakan untuk dilakukan terminasi kehamilan partus pervaginam dengan
prinsip kala dua yang dipercepat untuk mencegah peningkatan tekanan intrakranial
pada ibu.1,9,10
Berdasarkan guideline ACOG 2013, terapi untuk klasifikasi ini, wanita
dengan severe preeclampsia pada usia atau diatas 34 minggu kehamilan, dan
disertai kondisi fetomaternal yang tidak stabil, maka harus dilakukan terminasi
segera sesaat setelah status maternal (tekanan darah ibu) stabil.11
Kehamilan pervaginam harus selalu diindikasikan apabila tidak dijumpai
adanya kontraindikasi. Walaupun ibu dengan kondisi inkompetibel servix,
lebih dari 60% kasus preeklampsia mampu untuk dilakukan terminasi secara
pervaginam. 11
Wanita dengan kehamilan dibawah 34 minggu usia kehamilan dengan
fetomaternal yang stabil harus segera dirujuk ke konsultan fetomaternal.
Hindari resusitasi cairan yang berlebihan karena akan beresiko untuk
terjadinya edema pulmonum , batas untuk resusitasi adalah 150cc/jam.18
Administrasi MgSO4 harus segera diberikan.11
Obat antihipertensi sebainya diberikan untuk wanita dengan tekanan darah
sistolik >160-165 mmHg dengan goal tekanan darah <155 mmHg dan
tekanan diastolik ≤ 105 − 110 mmHg.
Untuk usia kehamilan <34 minggu dan harus segera diterminasi, pemberian
kortikosteroid sebaiknya harus diberikan karena efek yang menguntungkan
terhadap bayi terjadi 12 jam setelah administrasi dosis yang disarankan.
Pada wanita dengan hipertensi yang berat, namun status fetomaternal stabil,
induksi persalinan dapat ditunggu hingga 24-48 jam setelah pemberian
kortikosteroid.
15
Berikut merupakan alur pemberian MgSO4 menurut ACOG 2013:
16
2.7.3 Perawatan ICU Pada Pasien Post SC dengan Preeclampsia
Perawatan ICU sering kita jumpai pada beberapa contoh kasus. Berkut
merupakan beberapa indikasi perawatan preeklampsi post SC harus dirawat di ICU:
Pulmonary edema
Sepsis
Intractable hypertension
Acute renal failure with oliguria or anuria
Repeated seizures.
Massive blood loss and disseminated intravascular coagulation
Neurological impairment requiring ventilation (eg: intracerebral
haemorrhage or infarction, cerebral edema).
Intra-abdominal pathology (eg: acute fatty liver, liver or arterial aneurysm
rupture, adrenal haemorrhage).
17
7. Placenta previa
8. Abnormalitas letak dan presentasi
9. Ruptur uterus 23
18
Setelah diakumulasikan, maka setiap jumlah memiliki presentasi
keberhasilan.24
2.10 Pencegahan
Skrining faktor resiko merupakan salah satu cara terbaik untuk pencegahan
preeklampsi. 1,2,3 Pemberian asam folat pada ibu hamil sudah diberlakukan saat ini
untuk menurunkan resiko terjadinya suatu fenomena preeklampsia. Pada suatu studi
kohort prospektif yang besar, ditemukan bahwa suplemen asam folat pada
kehamilan dihubungkan dengan penurunan resiko preeklampsi, walaupun
hubungan ini secara statistic sigmifikan diapat hanya pada wanita dengan
peningkatan resiko preeklampsia. Skala besar randomized control trial secara pasti
membuktikan efek dari pemberian asam folat menurunkan resiko preeklampsi.15
Berbagai Randomized Controlled Trial (RCT) menyelidiki efek
penggunaan aspirin dosis rendah(60-80 mg) dalam mencegah terjadinya
preeklampsia.Beberapa studi menunjukkan hasil penurunan kejadian preeklampsia
pada kelompok yang mendapat aspirin. Berikut beberapa kesimpulan penelitian
mengenai aspirin1 :
1. Penggunaan aspirin dosis rendah untuk pencegahan primer berhubungan dengan
penurunan risiko preeklampsia, persalinan preterm, kematian janin atau neonatus
dan bayi kecil masa kehamilan, sedangkan untuk pencegahan sekunder
berhubungan dengan penurunan risiko preeklampsia, persalinan preterm < 37
minggu dan berat badan lahir < 2500 g
2. Efek preventif aspirin lebih nyata didapatkan pada kelompok risiko tinggi
19
3. Belum ada data yang menunjukkan perbedaan pemberian aspirin sebelum dan
setelah 20 minggu
4. Pemberian aspirin dosis tinggi lebih baik untuk menurunkan risiko preeklampsia,
namun risiko yang diakibatkannya lebih tinggi1
Rekomendasi:
1. Penggunaan aspirin dosis rendah (75mg/hari) direkomendasikan untuk prevensi
preeklampsia pada wanita dengan risiko 2. Apirin dosis rendah sebagai prevensi 1
Pemberian kalsium juga diindikasikan pada daerah dimana sumber kalsium
rendah selama kehamilan untuk pencegahan preeklampsia. Dosis yang
direkomendasikan adalah 1,5 -2,0 g elemental kalsium/hari.1
2.10 Komplikasi
Beberapa studi sudah melakukan penelitian komplikasi maternal maupun
fetal akibat preeklampsia. Studi yang dilakukan di rumah sakit Tirana menunjukkan
adanya komplikasi primer pada severe preeclampsia:18,19,20,21
20
Secondary maternal Total preeclampsia Severe P value
outcomes n (%) preeclampsia n (%)
*
Severe Postpartum hemorrhage (> 1000 mL).
Pada penelitian yang sama, juga dijumpai komplikasi yang terjadi pada
fetus. Berikut komplikasi yang terjadi pada bayi yang hidup dengan ibu
preeklampsia:
21
Tabel 9 Komplikasi Fetal Preeklampsia
2.10 Prognosis
Preeklampsia adalah penyakit yang mengancam ibu dan bayi.Pada praktek
klinis yang terjadi bahwa deteksi dini memiliki prognosis yang lebih baik dari
keterambatan diagnosis. Keterlibatan organ akan memperburuk kondisi ibu dan
bayi, hipoksia berkepanjangan, fetal stress hingga kepada kematian.1,10,11
22
DAFTAR PUSTAKA
23
14. Rosemary Townsend, Patrick O'Brien, Asma Khalil, et al. Current best practice
in the management of hypertensive disorders in pregnancy. 27 July
2016 ;2016(9) 94-79p
15. Wu Wen, Guo, Yanfang. Rodger Marc, Folic Acid Supplementation in
Pregnancy and the Risk of Pre-Eclampsia—A Cohort Study. ROCG. 2016
16. WHO. WHO Recommendation Treatment and Prevention. 2016
17. Innovative Medico Forum. Preeclampsia Prediction Panel. De Lath Lab.
2016.;2016 (123): 2856-286p
18. D. Sumangala Devi, Bindu Vijay Kumar. A case of severe preeclampsia
presenting as acute pulmonary oedema.2016 Mar;5(3):899-902p
19. C K Rajamma, P Sridevi. Maternal and Perinatal Mortality and Morbidity in
Hypertensive Disorder Complicating Pregnancy.Elsevier. Feb 2016; 3(11): 211-
206p
21. Pacarada M, Gashi AM, Beha A. Case Report of Severe Preeclampsia and
Associated Postpartum Complications. Ap Case Report. 26 August 2016; 4(4): 3-
1p
22. Health South Western Sidney. Preeclampsia Management in ICU.Liverpool
Hospital.2016
23. Ioannis Mylonas, Klaus Friese. Review Article: Indications for Risks of Elective
Caesarean Section. 2015 ; 2015(112): 489–95p
24. Royal College Obstetrician and Gyanaecologists. Green Top Guideline No. 45:
Birth After Caesarean Birth. Oct 2015; 31-2p
24
STATUS ORANG SAKIT
Identitas Pasien
Nama : Ny. H
Umur : 25 tahun
Suku : Jawa
Alamat : Jl. Karya No 236 Lk. VII
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : Sarjana
Status Pernikahan : Menikah
Tanggal Masuk : 05 September 2019
Jam Masuk : 22:15 WIB
Anamnese Penyakit
Ny. H, 25 tahun, G2P0A1, Jawa, Islam, Sarjana, Ibu Rumah Tangga, istri dari Tn.
K, 26 th, Mandailing, Islam, SMA, Pegawai Swasta. Datang dengan keluhan
Keluhan utama : Tekanan darah tinggi
Telaah : Hal ini dialami pasien sejak kehamilan memasuki trimester ke-
2. Riwayat darah tinggi sebelum hamil (-), riwayat darah tinggi
di luar kehamilan (-), nyeri kepala (-), pandangan kabur (-), nyeri
ulu hati (-), mual (-), muntah (-), kejang (-), keluar lendir
bercampur darah (-), keluar air-air dari kemaluan (-). Riwayat
mules-mules mau melahirkan (-). BAK dan BAB dalam batas
normal. Pasien merupakan kiriman dari praktek dokter spesialis
obgyn dengan diagnosa: Preeklampsia without Severe feature +
SG + KDR 37 minggu + PK+ AH dan direncanakan dilakukan
SC.
RPT / RPO : -/Tidak jelas
HPHT : 18/12/2018
TTP : 25/09/2019
ANC : Sp.OG 4x
25
Riwayat persalinan :
1. Abortus, 2008, Spontan
2. Hamil ini
Status Presens
Sensorium : Compos mentis Anemia : (-)
Tek.darah : 150/90 mmHg Ikterus : (-)
Frek. Nadi : 80 x/i Sianosis : (-)
Frek. Nafas : 20 x/i Dyspnoe : (-)
Suhu : 36,50C Edema : (-)
Status Generalisata
Kepala : Rc +/+, pupil isokor kanan=kiri
Mata : Konjungtiva Anemis -/-, Skela Ikterik -/-
Thorax : Pulmo : Vesikular +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/-
Cor : BJ I-II regular
Ekstremitas : Oedem -/-, Sianosis -/-
Status Obstetrikus
Abdomen : Membesar asimetris
Tinggi fundus uteri : 3 Jari di bawah Processus xhypoideus (29 cm)
Bagian tegang : Kiri
Bagian terbawah : Kepala
Gerak janin : (+)
His : (-)
DJJ : 144 x/menit, reguler
Status Ginekologis
Inspeksi : Tidak tampak darah dan air ketuban dari kemaluan
Inspekulo : Tidak dilakukan pemeriksaan
VT : Tidak dilakukan pemeriksaan
26
Pemeriksaan Penunjang
Darah Rutin
06 September 2019
Test Result Unit References
Hemoglobin 12.60 g/Dl 12-16
Eritrosit 4.27 106/µL 4.0-5.40
Leukosit 11.88 103/µL 4.0-11.0
Hematokrit 38.80 % 36.0-48.0
Platelet 275 103/µL 150-400
Ureum 17.00 mg/dl 10.0-50.0
SGOT 17.00 U/L 0.00-40.00
SGPT 9.00 U/L 0.00-40.00
Creatinin 0.61 mg/dl 0.6-1.2
Uric Acid 4.30 mg/dl 3.5-7.0
Glukosa ad random 92.00 mg/dl <140
Natrium 142.00 mmol/L 136-155
Kalium 4.50 mmol/L 3.50-5.50
Klorida 114.00 mmol/L 95.00- 103.00
APTT 29.90 Detik 28.6- 42.7
PT 34.4 Detik 11.6-14.5
INR 0.83 Detik 1-1.3
Fibrinogen 464 Mg/dl 240-340 mg/dl
D-Dimer 1370 Mg/dl <500 mg/dl
Anti HCV Non Reactive Non Reactive
Anti HIV Non Reactive Non Reactive
HbsAg Non Reactive Non Reactive
27
Urin Rutin
06 September 2019
Test Result References
Warna Kuning Kuning
Kekeruhan Keruh Jernih
Protein Positif (+) Negatif
Reduksi Negatif Negatif
Bilirubin Negatif Negatif
pH 6.0 4.6-8.0
28
Diagnosa:
Preeklampsia without severe feature + SG + KDR 37 minggu + Presentasi Kepala
+ Anak Hidup
Terapi:
IVFD RL 20 gtt/menit
IVFD RL + MGSO4 40% (30 cc) maintenance dose -> 14 gtt/i
IVFD RL + MGSO4 (20 cc) bolus -> 15-20 menit
Pasang kateter urine
Inj. Ceftriaxone 2 gr/IV Profilaksis Skin test
Nifedipin 4x10 mg tab bila TD > 180/110 mmHg dengan dosis maksimal
120 mg/ 24 jam
29
Rencana:
SC di COT
Konsul ke Anastesi dan perawatan ICU pasca operasi dan Konsul ke
Departemen Perinatologi
Awasi Vital sign, HIS dan DJJ
Lapor Supervisor dr.Christoffel L. Tobing, M.Ked (OG) Sp.OG. K ACC
30
Laporan Sectio Caesaria
Lahir bayi ♂, BB 2100 gr, PB 38 cm, AS: 8/9, Anus (+)
Pasien dibaringkan di meja operasi dengan posisi supine, infus dan kateter
terpasang baik.
Dilakukan tindakan anestesi spinal kemudian ditunggu dan pasien diminta
untuk mengangkat kaki, operator memberikan rangsangan nyeri pada
bagian perut dan pasien tidak merasakan nyeri.
Operator mencuci tangan sesuai dengan standar WHO dan memakai alat
pelindung diri, seperti cap, masker, apron,sepatu boots, baju steril, dan
handscoon steril.
Dilakukan tindakan aseptik pada lapangan operasi dengan povidone iodine
secara setrifugal ke arah luka, lalu tutup dengan doek steril kecuali lapangan
operasi.
Time out.
Berdoa.
Dilakukan insisi midline pada dinding abdomen insisi dimulai dari kutis,
lalu subkutis, hingga tampak fascia ±12 cm dengan menyisipkan pinset
anatomis di bawah fascia digunting ke atas dan ke bawah, lalu otot
disisihkan secara tumpul. Peritoneum dijepit dan diangkat dengan dua klem
digunting ke arah cranial dan caudal, tidak tampak perlengketan, tampak
uterus gravidarum sesuai usia kehamilan, kemudian dilakukan pemasangan
hack blass.
Dilakukan insisi pada segmen bawah rahim. Endometrium ditembus secara
tumpul, tampak selaput ketuban menonjol, keluar air ketuban berwarna
jernih, kemudian disuction, lalu sayatan uterus dilebarkan secara tumpul
sesuai arah sayatan. Tampak janin dengan presentasi kepala, kemudian janin
dilahirkan dengan meluksir kepala hingga lahir seluruh tubuh janin. Lahir
bayi laki-laki dengan BB 2100 gram, PB 38 cm, APGAR Score 8/9, anus
(+). Tali pusat diklem di dua tempat ±5 cm dari pangkal dan digunting di
antaranya.
31
Dilakukan penjepitan pada kedua pinggir luka uterus dengan oval klem, lalu
dilakukan manajemen aktif kala III dengan dilakukan injeksi Oksitosin 10
IU secara intra vena. Kemudian dilakukan peregangan tali pusat terkendali.
Operator memindahkan klem tali pusat ±5 cm dari pangkalnya, tangan
kanan meraba fundus, terjadi kontraksi, lalu dilakukan peregangan tali pusat
terkendali hingga plasenta lahir.
Kesan: plasenta lahir lengkap.
Cavum uteri dibersihkan dengan has terbuka menggunakan kasa steril dari
sisa darah dan bekuan darah.
Uterus dijahit dua lapis. Lapisan pertama subendometrium secara continous
interlocking. Lapisan kedua uterus secara continous hingga plika uterina
dengan benang vicryl 2.0. Kemudian ujung jahitan diklem dan dilakukan
evakuasi tuba ovarium kanan dan kiri.
Kesan: normal.
Cavum abdomen dibersihkan dari bekuan darah menggunakan kasa steril
yang dijepit dengan klem.
Kesan: bersih, perdarahan terkontrol.
Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis. Peritoneum dijahit secara
continous suture dengan chromic catgut 2.0. Otot – otot diaproksimasi
secara simple suture dengan benang plain catgut 2.0. Fascia dijahit secara
continous suture dengan benang vicryl 1.0.
Operator mengajari asisten II cara menggunting benang dengan benar.
Subkutis dijahit secara simple interupted menggunakan benang catgut 2.0.
Kutis dijahit secara subkutikuler dengan benang vicryl 3.0.
Penjahitan selesai.
Kesan: perdarahan terkontrol
Luka operasi ditutup dengan sufratulle, kasa steril, dan hypafix.
Operasi selesai
Pasien dipindahkan ke ruang ICU.
32
Instruksi :
Awasi vital sign, kontraksi, perdarahan pervaginam, dan balance cairan.
Cek Darah Rutin 2 jam post operasi,
Penatalaksanaan:
IVFD RL + Oksitosin 10 IU 20 gtt / menit
IVFD RL + MGSO4 40% (30 cc) -> 14 gtt/i (selama 24 jam)
Inj. Ceftriaxon 1gr/ 8 jam / IV.
Inj. Ketorolac 30 mg / 8 jam / IV.
Inj Ranitidin 50 mg / 12 jam / IV
Nifedipin 4x10 mg
TD N RR T UOP
Waktu Kontraksi P/V
(mmHg) (x/i) (x/i) (0C) (cc)
11.15 120/80 90 20 36,5 + - 200
11.30 120/80 92 20 36,5 + - 200
11.45 120/80 92 20 36,7 + - 200
12.00 120/90 88 20 36,5 + - 220
12.30 120/80 86 20 36,5 + - 300
13.00 120/80 84 20 36,5 + - 300
33
FOLLOW UP
34
Rencana - Pasien dirawat di ICU - Pindah ke ruangan (acc
- Awasi VS, Perdarahan anastesi)
pervaginam dan kontraksi - Terapi lanjut
uterus, dan balance cairan - Mobilisasi
- Cek Darah rutin 2 jam post
Operasi
35
Rencana - Aff infus
- Aff kateter
- Terapi oral
- Mobilisasi
36