Anda di halaman 1dari 36

BAB 1

PENDAHULUAN

Preeklampsia merupakan kelainan yang ditemukan pada waktu kehamilan


yang ditandai dengan berbagai gejala klinis seperti hipertensi, proteinuria, dan
edema yang biasanya terjadi setelah umur kehamilan 20 minggu sampai 48 jam
setelah persalinan. Menurut World Health Organization (WHO), angka kejadian
preeklampsia berkisar antara 0,51% - 38,4%.1 Preeklampsia di seluruh dunia
diperkirakan menjadi penyebab kira-kira 14% (50.000-75.000) kematian maternal
setiap tahunnya. Angka kejadian preeklampsia di Amerika Serikat sendiri kira-kira
5% dari semua kehamilan, dengan gambaran insidensinya 23 kasus preeklampsia
ditemukan per 1.000 kehamilan setiap tahunnya. Sementara itu di tiap-tiap negara
angka kejadian preeklampsia berbeda beda, tapi pada umumnya insidensi
preeklampsia pada suatu negara dilaporkan antara 3-10 % dari semua kehamilan.1
Salah satu penyebab kematian maternal di Indonesia adalah preeklampsia.
Di Sumatera Utara, dilaporkan kasus preeklampsia terjadi sebanyak 3.560 kasus
dari 251.449 kehamilan selama tahun 2010, sedangkan di Rumah Sakit Umum dr.
Pirngadi Medan dilaporkan angka kematian ibu penderita preeklampsia tahun 2007-
2008 adalah 3,45%, pada tahun 2008-2009 sebanyak 2,1%, dan pada tahun 2009-
2010 adalah 4,65%.
Faktor predisposisi preeklampsia antara lain adalah paritas, umur ibu hamil
kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun, diabetes melitus, hipertensi kronik,
riwayat keluarga dengan preeklampsia, dan penyakit vaskuler ginjal. Catatan
statistik seluruh dunia menunjukkan dari insidensi 5%-8% preeklampsia dari semua
kehamilan, terdapat 12% lebih diantaranya dikarenakan oleh primigravida.
Menurut data The New England Journal of Medicine pada kehamilan pertama risiko
terjadi preeklampsia sebanyak 3,9%, kehamilan kedua 1,7%, dan kehamilan ketiga
1,8%.3
Menurut Oxford, risiko preeklampsia pada primigravida dapat terjadi enam
sampai delapan kali dibanding multipara. Sindrom preeklampsia ringan dengan
hipertensi, edema dan proteinuria sering tidak diketahui atau tidak diperhatikan oleh
wanita yang bersangkutan sehingga tanpa disadari preeklampsia ringan akan
berlanjut menjadi preeklampsia berat, bahkan eklampsia pada ibu hamil.4

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Preeklampsia merupakan kondisi spesifik pada kehamilan yang ditandai
dengan adanya disfungsi plasenta dan respon maternal terhadap adanya inflamasi
sistemik dengan aktivasi endotel dan koagulasi.Preeklampsi sebelumya selalu
didefinisikan dengan adanya hipertensi dan proteinuri yang baru terjadi pada
kehamilan (new onsethypertension with proteinuria). Meskipun kedua kriteria ini
masih menjadi definisi klasik preeklampsia, beberapa wanita lain menunjukkan
adanya hipertensi disertai gangguanmultsistem lain yang menunjukkan adanya
kondisi berat dari preeklampsia meskipun pasientersebut tidak mengalami
proteinuri. Sedangkan, untuk edema tidak lagi dipakai sebagai kriteria diagnostik
karena sangat banyak ditemukan pada wanita dengan kehamilan normal.1

2.2 Etiologi
Etiologi dari preeklampsia hingga saat ini masih merupakan suatu teori yang
diakibatkan oleh adanya suatu insufisiensi plasenta.Mekanisme pasti untuk
fenomena ini tidak diketahui tetapi melibatkan berbagi macam faktor, seperti
abnormalitas genetik, struktur trofoblas atau kegagalan diferensiasi trofoblas yang
juga melibatkan faktor-faktor ekstrinsik inflamasi seperti aktrivitas makrofag,
terganggunya aktivitas Nature Killer dan sel endothelium yang juga sudah rusak
dari segi struktur normal. Preeklampsia tidaklah sesederhana satu penyakit,
melainkan merupakan hasil akhir berbagai faktor yang kemungkinan meliputi
sejumlah faktor pada ibu, plasenta, dan janin. Faktor- faktor yang saat ini dianggap
penting mencakup: 1,3
1. Implantasi plasenta disertai invasi trofoblastik abnormal pada pembuluh darah
uterus.
2. Toleransi imunologis yang bersifat maladaptif diantara jaringan maternal,
paternal (plasenta), dan fetal.
3. Maladaptasi maternal terhadap perubahan kardiovaskular atau inflamatorik yang
terjadi pada kehamilan normal.

2
4. Faktor-faktor genetik, termasuk gen predisposisi yang diwariskan, serta pengaruh
epigenetik.

2.3 Faktor Resiko


Pre eklampsia bisa terjadi pada usia gestasi berapa saja namun paling sering
terjadi pada trimester ketiga. Beberapa faktor resiko sudah diketahui, termasuk
adanya riwayat pada keluarga, nuliparitas, donor sel ovum, diabetes serta
obesitas.Sebuah peelitian di London, UK menuliskan bahwa identifikasi faktor
resiko pada ibu hamil selama antenatal sangat diperlukan untuk memberikan suatu
upaya pencegahan terjadinya preeclampsia. Berikut beberapa faktor resiko yang
cukup sering dijumpai pada ibu ketika menjalani antenatal care:2,3

Tabel 1 : Tabel faktor resiko yang dijumpai pada ibu dengan preeclampsia
pada penelitian cohort study yang dilakukan di UK, London

Fakto risiko yang dapat dinilai pada kunjungan antenatal pertama berdasarkan
PNPK 2016: 1
Anamnesis:
 Umur > 40 tahun
 Nulipara
 Multipara dengan riwayat preeklampsia sebelumnya
 Multipara dengan kehamilan oleh pasangan baru
 Multipara yang jarak kehamilan sebelumnya 10 tahun atau lebih
 Riwayat preeklampsia pada ibu atau saudara perempuan

3
 Kehamilan multipel
 IDDM (Insulin Dependent Diabetes Melitus)
 Hipertensi kronik
 Penyakit Ginjal
 Sindrom antifosfolipid (APS)
 Kehamilan dengan inseminasi donor sperma, oosit atau embrio
 Obesitas sebelum hamil
Pemeriksaan fisik:
 Indeks masa tubuh > 35
 Tekanan darah diastolik > 80 mmHg
 Proteinuria (dipstick >+l pada 2 kali pemeriksaan berjarak 6 jam atau secara
kuantitatif 300 mg/24 jam)
Fakto risiko terjadinya preeklampsia superimposed
 Riwayat preeklampsia sebelumnya
 Penyakit ginjal kronis
 Merokok
 Obesitas
 Diastolik > 80 mmHg
 Sistolik > 130 mmHg1,2,3,13
Salah satu penelitian yang dilakukan di Argentina, 2016 meneliti mengenai
hubungan antar jarak satu kehamilan dengan kejadian preeclampsia dengan
kehamilan selanjutnya.Penelitian bersifat prospective-retrospective cohort ini
meneliti hubungan interval kehamilan dengan kejadian pre-eklampsia selanjutnya,
dengan sampel penelitian wanita dengan riwayat preeclampsia atau eklampsia
dengan interval kehamilan adalah waktu berakhirnya kehamilan pertama dengan
hari pertama haid terakhir untuk kehamilan selanjutnya. Dari penelitian tersebut
memiliki hasil interval yang pendek pada kehamilan < 1 tahun tidak meningkatkan
risiko kejadian preeklampsia, sementara interval yang panjang 2-4 tahun memiliki
potensi untuk terulangnya kejadian preeklampsia.4

4
2.4 Patogenesis
Preeklampsia disebabkan adanya disfungsi palsenta dan diikuti dengan
pelepasan faktor faktor inflamasi oleh plasenta yang mengalami kerusakan
sehingga menimbulkan kegagalan sirkulasi maternal, dan menimbulkan kerusakan
pembuluh darah sistemik yang membentuk gejala khas pada preeklampsi ini.5
Beberapa poin kunci yang harus diketahui sebagai suatu patogenesis dari
preeklampsia ialah:
1. Preeklampsia adalah penyakit pada plasenta, yang dimediasi oleh adanya
ekspresi faktor angiogenik ke sirkulasi maternal, melibatkan disfungsi endothelial
secara sistemik, dengan hipertensi dan proteinuria, yang secara khas sering
dijumpai pada kehamilan trimester ketiga.
2. Adanya molekul sFlt1, sebuah molekul antiangiogenik yang terbentuk dari
plasenta, terregulasi secara bebas dan dalam jumlah yang banyak dan menimbulkan
kerusakan pada glomerulus sehingga akan meningkatkan tekanan darah dan
menimbulkan terjadinya proteinuria akibat kerusakan membrane basal pada
glomerulus. Peningkatan sFlt1 diasosiasikan dengan penurunan molekul VEGF dan
PIGF, yang ditunjukkan dengan adanya disfungsi endothelial secara sistemik.
3. Serum level baik sFlt1 maupun PIGF mampu menunjukkan peranan sebagai
marker diagnostic maupun marker prognostik pada pasien dengan preeklampsia.5

5
Gambar 1: Skema yang menunjukkan terjadinya preeklampsia. Proses
yang multipel terjadi, dilihat dari adanya peningkatan sFlt1 yang terlarut di
dalam plasma yang sangat berpotensi untuk memperburuk fungsi fisiologis
endotel maternal, dan atau obesitas. Disfungsi vascular sistemik menunjukkan
manifestasi klinik yang khas pada preeklampsi. Disadur dari Young et al. AT1,
angiotensin II type I; COMET, catechol-Omethyltransferase; HELLP,
hemolysis, elevated liver enzymes, and low platelets syndrome; NK, natural killer.

Peningkatan tekanan darah dapat ditimbulkan oleh peningkatan cardiac


output dan resistensi sistem pembuluh darah. Cardiac output pada pasien dengan
preeklampsia/eklampsia tidak terlalu berbeda pada kehamilan normal di trimester
terakhir kehamilan yang disesuaikan dari usia kehamilan. Bagaimanapun juga
resistensi sistem pembuluh darah pada umumnya diperbaiki. Aliran darah renal dan
angka filtrasi glomerulus (GFR) pada pasien preeklampsia lebih rendah
dibandingkan pada pasien dengan kehamilan normal dengan usia kehamilan yang
sama. Penurunan aliran darah renal diakibatkan oleh konstriksi di pembuluh darah
afferen yang dapat mengakibatkan kerusakkan membran glomerulus dan kemudian

6
meningkatkan permeabilitas terhadap protein yang berakibat proteinuria. Oliguria
yang diakibatkan karena vasokontriksi renal dan penurunan GFR.6
Resistensi vaskular cerebral selalu tinggi pada pasien preeklampsia. Pada
pasien hipertensi tanpa kejang, aliran darah cerebral mungkin bertahan sampai batas
normal sebagai hasil fenomena autoregulasi. Pada pasien dengan kejang, aliran
darah cerebral dan konsumsi oksigen lebih sedikit dibandingkan dengan wanita
hamil biasa dan terdapat penurunan aliran darah dan peningkatan tahanan vaskuler
pada sirkulasi uteroplasental pada pasien preeklampsia.6,7

2.5 Manifestasi Klinik

Pada preeklampsia terjadi vasokonstriksi sehingga menimbulkan gangguan


metabolisme endorgan dan secara umum terjadi perubahan patologi-anatomi
(nekrosis, perdarahan, edema). Perubahan patologi-anatomi akibat nekrosis, edema
dan perdarahan organ vital akan menambah beratnya manifestasi klinis dari
masing-masing organ vital. Preeklampsia dapat mengganggu banyak sistem organ,
derajat keparahannya tergantung faktor medis atau obstetri. Gangguan organ pada
preeklampsia meliputi:7
1. Perubahan pada plasenta dan uterus
Menurunnya aliran darah ke plasenta dapat mengakibatkan solutio plasenta.
Pada hipertensi yang lama akan terjadi gangguan pertumbuhan janin. Pada
hipertensi yang terjadi lebih pendek bisa menimbulkan gawat janin sampai
kematian janin, dikarenakan kurang oksigenasi. Kenaikan tonus uterus dan
kepekaan tanpa perangsangan sering didapatkan pada preeklampsia sehingga
mudah terjadi partus prematur.
2. Perubahan pada ginjal
Perubahan ini disebabkan oleh karena aliran darah ke dalam ginjal menurun,
sehingga filtrasi glomerulus berkurang. Kelainan ginjal berhubungan dengan
terjadinya proteinuria dan retensi garam serta air. Pada kehamilan normal
penyerapan meningkat sesuai dengan kenaikan filtrasi glomerulus. Penurunan
filtrasi akibat spasme arteriolus ginjal menyebabkan filtrasi natrium menurun
yang menyebabkan retensi garam dan juga terjadi retensi air. Filtrasi glomerulus

7
pada preeklampsia dapat menurun sampai 50% dari normal sehingga
menyebabkan dieresis turun. Pada keadaan yang lanjut dapat terjadi oliguria
sampai anuria.7

National Institute of Care Excellent mengelompokkan beberapa manifestasi klinis


preeklampsia, yaitu :

 Sakit kepala hebat tidak bisa hilang dengan obat penghilang rasa sakit
 Penurunan pandangan secara mendadak
 Nyeri pada ulu hati
 Muntah
 Bengkak pada tangan dan kaki secara tiba-tiba
 Peningkatan tekanan darah
 Rasa panas pada ulu hati yang tidak hilang dengan antasida 1,3,8,

2.6 Klasifikasi dan Penegakan Diagnosis Preeklampsia


2.6.1 Klasifikasi Preeklampsia
Seperti telah disebutkan sebelumnya, bahwa preeklampsia didefinisikan
sebagai hipertensi yang baru terjadi pada kehamilan / diatas usia kehamilan 20
minggu disertai adanya gangguan organ. Jika hanya didapatkan hipertensi saja,
kondisi tersebut tidak dapat disamakan dengan peeklampsia, harus didapatkan
gangguan organ spesifik akibat preeklampsia tersebut.1 Preeklampsi
diklasifikasikan menjadi 2 klasifikasi utama yaitu preeklampsia without severe
feature dan preeclampsia with severe feature.

2.6.1.1 Preclampsia Without Severe Feature


Berdasarkan tampilan klinis, berikut merupakan klasifikasi Preeclampsia
Without Severe Feature :
1. Tekanan darah sistolik sekurang-kurangnya 140 mmHg sistolik atau 90 mmHg
diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan lengan yang
sama
2. Trombositopenia : trombosit < 100.000 / mikroliter

8
3. Gangguan ginjal : kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan peningkatan
kadar
kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada kelainan ginjal lainnya
4. Gangguan liver : peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal dan atau
adanya
nyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas abdomen
5. Edema Paru
6. Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus
7.Gangguan pertumbuhan janin yang menjadi tanda gangguan sirkulasi
uteroplasenta :
Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR) atau didapatkan adanya absent
or reversed end diastolic velocity (ARDV)

2.6.1.2 Preeklampsia With Severe Future


Klasifikasi ini ditegakkan dengan criteria dibawah ini, satu saja criteria yang
dijumpai merupakan penegakan diagnosis untuk klasifikasi preeklampsia ini, yaitu
:22
1. Tekanan darah sekurang-kurangnya 160 mmHg sistolik atau 110 mmHg diastolik
pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan lengan yang sama
2. Trombositopenia : trombosit < 100.000 / mikroliter
3. Gangguan ginjal : kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan peningkatan
kadar
kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada kelainan ginjal lainnya
4. Gangguan liver : peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal dan atau
adanya nyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas abdomen
5. Edema Paru
6. Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus
7. Gangguan pertumbuhan janin menjadi tanda gangguan sirkulasi uteroplasenta:
Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR) atau didapatkan absent or
reversed end diastolic velocity (ARDV)

9
2.6.2. Penegakan Diagnosis1,10,11,13
Kriteria Diagnosis Preeklampsia
Kriteria Minimal Preeklampsia
Hipertensi tekanan darah sekurang-kurangnya 140
mmHg sistolik atau 90 mmHg diastolik
pada dua kali pemeriksaan berjarak 15
menit menggunakan lengan yang sama
dan
Protein urin protein urin melebihi 300 mg dalam 24 jam
atau tes urin dipstik > positif 1
Jika tidak didapatkan protein urin, hipertensi dapat diikuti salah satu dibawah ini:
Trombositopeni trombosit <100.000/µL
Gangguan Ginjal kreatinin serum diatas 1,1 mg/dL atau
didapatkan peningkatan kadar kreatinin
serum dari sebelumnya pada kondisi
dimana tidak ada kelainan ginjal lainnya.
Gangguan Liver peningkatan konsentrasi transaminase 2
kali normal dan atau adanya nyeri di daerah
epigastrik/regio kanan atas abdomen
Edema paru
Gejala Neurologis stroke, nyeri kepala, gangguan visus
Gangguan Sirkulasi Uteroplasenta oligohidramnion, Fetal Growth Restriction
(FGR) atau didapatkan adanya Absent or
Reversed End Diastolic Velocity (ARDV)

Kriteria preeklampsia berat (diagnosis preeklampsia dipenuhi dan jika


didapatkan salah satu kondisi klinis di bawah ini):
Hipertensi tekanan darah sekurang-kurangnya 160
mmHg sistolik atau 110 mmHg diastolik
pada dua kali pemeriksaan berjarak 15
menit menggunakan lengan yang sama
Trombositopeni trombosit < 100.000/µL

10
Gangguan Ginjal kreatinin serum 1,1 mg/dL atau didapatkan
peningkatan kadar kreatinin serum dari
sebelumnya pada kondisi dimana tidak ada
kelainan ginjal lainnya
Gangguan Liver peningkatan konsentrasi transaminase 2
kali normal dan atau adanya nyeri di daerah
epigastrik/regio kanan atas abdomen
Edema Paru
Gejala Neurologis stroke, nyeri kepala, gangguan visus
Gangguan Sirkulasi Uteroplasenta oligohidramnion, Fetal Growth Restriction
(FGR) atau didapatkan adanya Absent or
Reversed End Diastolic Velocity (ARDV)

Tabel 3. Kriteria Diagnosis Preeklampsia

Beberapa studi mulai mengembangkan teknologi biokimia sebagai diagnosa


dini preeklampsia dalam lingkungan klinis. Pemeriksaan sFlt1 dan PIGF dalam
antenatal care sudah dilakukan pada beberapa negara. Peningkatan sFlt1 dan
penurunan PIGF plasma merupakan salah satu tanda terjadinya penurunan sirkulasi
ke pembuluh darah fetomaternal.17

Gambar 2 Ilustrasi yang menggambarkan keseimbangan molekul molekul


angiogenik dalam vaskularisasi fetomaternal

11
Gambar 3 Keseimbangan molekul angiogenik terganggu mengakibatkan
peningkatan resiko terhadap preeclampsia

Rasio ini bukanlah merupakan suatu penegakan pasti preeklampsia dengan


menyingkirkan manifestasi klinis yang khas pada preeklampsia, namun hal ini
dapat membantu untuk melihat masa depan kehamilan dengan kondisi materi
angiogenesis yang tidak seimbang. sFlt1/PIGF rasio ketika digunakan sebagai
follow up mampu untuk mendiagnosa dan menggambarkan preeklampsi pada
wanita dengan suspek preeklampsia pada usia kehamilan 20 sampai 34 minggu
kehamilan.17

2.7 Terapi
Preeklampsia adalah diagnosis klinis, tidak ada tes tunggal untuk
preeklampsia yang telah terbukti dapat diandalkan dan tidak emmakan banyak
biaya. Terminasi kehamilan pada dasarnya adalah terapi utama. Selain itu,
preeklamsia adalah proses dinamis multisistemik yang progresif pada beberapa
tingkat variabel. Dokter harus mempertimbangkan risiko ibu dan janin saat
menentukan antara terminasi kehamilan segeradan mempertahankan kehamilan.
Penilaian klinis mencakup evaluasi rutin terhadap kondisi ibu dan janin, usia
gestasi, adanya persalinan, tingkat keparahan proses penyakit, skor Bishop, dan
persetujuan ibu sendiri.11

12
Konsep pengobatannya harus dapat mematahkan mata rantai iskemia regio
uteoplasenter sehingga gejala hipertensi dalam kehamilan dapat diturunkan. Tujuan
dasar penatalaksanaan untuk setiap kehamilan dengan penyulit preeklampsia adalah
sebagai berikut.
1. Terminasi kehamilan dengan trauma sekecil mungkin bagi ibu dan janinnya.
2. Lahirnya bayi yang kemudian dapat berkembang.
3. Pemulihan sempurna kesehatan ibu.

2.7.1 Preeklampsia Without Severe Feature 1,13

a) Kehamilan kurang dari 37 minggu


 Pantau tekanan darah, urine (untuk proteinuria), reflex dan kondisi
janin.
 Konseling pasien dengan keluarganya tentang tanda-tanda bahaya
preeklampsia.
 Lebih banyak istirahat.
 Diet biasa (tidak perlu diet rendah garam).
 Tidak perlu diberi obat-obatan.
Jika rawat jalan tidak mungkin, rawat di rumah sakit:
 Diet biasa.
 Pantau tekanan darah 2 kali , dan urine (untuk proteinuria) sehari
sekali.
 Tidak perlu obat-obatan.
 Tidak perlu diuretik, kecuali jika terdapat edema
paru,dekompensatio kordis atau gagal ginjal akut.
 Jika tekanan diastolik turun sampai normal pasien dapat
dipulangkan.
 Jika tidak ada tanda perbaikan, tetap dirawat. Lanjutkan
penanganan dan observasi kesehatan janin.

13
 Jika terdapat tanda-tanda pertumbuhan janin terhambat,
pertimbangkan terminasi kehamilan. Jika tidak, rawat sampai
aterm.
 Jika proteinuria meningkat, tangani sebagai preeklampsia berat.

b) Kehamilan lebih dari 37 minggu


 Jika serviks matang, pecahkan ketuban dan induksi persalinan
dengan oksitosin atau prostaglandin.
 Jika serviks belum matang, lakukan pematangan dengan
prostaglandin atau kateter folley atau lakukan seksio sesaria.

Gambar 2.1.Manajemen Ekspektatif Preeklampsia Tanpa Gejala Berat

14
2.7.2 Preeclampsia With Severe Feature
Pada prinsipnya untuk klasifikasi ini preeklampsia adalah salah satu indikasi
untuk dilakukan terminasi kehamilan segera.Terminasi yang dilakukan paling
utama diusahakan untuk dilakukan terminasi kehamilan partus pervaginam dengan
prinsip kala dua yang dipercepat untuk mencegah peningkatan tekanan intrakranial
pada ibu.1,9,10
Berdasarkan guideline ACOG 2013, terapi untuk klasifikasi ini, wanita
dengan severe preeclampsia pada usia atau diatas 34 minggu kehamilan, dan
disertai kondisi fetomaternal yang tidak stabil, maka harus dilakukan terminasi
segera sesaat setelah status maternal (tekanan darah ibu) stabil.11
 Kehamilan pervaginam harus selalu diindikasikan apabila tidak dijumpai
adanya kontraindikasi. Walaupun ibu dengan kondisi inkompetibel servix,
lebih dari 60% kasus preeklampsia mampu untuk dilakukan terminasi secara
pervaginam. 11
 Wanita dengan kehamilan dibawah 34 minggu usia kehamilan dengan
fetomaternal yang stabil harus segera dirujuk ke konsultan fetomaternal.
 Hindari resusitasi cairan yang berlebihan karena akan beresiko untuk
terjadinya edema pulmonum , batas untuk resusitasi adalah 150cc/jam.18
 Administrasi MgSO4 harus segera diberikan.11
 Obat antihipertensi sebainya diberikan untuk wanita dengan tekanan darah
sistolik >160-165 mmHg dengan goal tekanan darah <155 mmHg dan
tekanan diastolik ≤ 105 − 110 mmHg.
 Untuk usia kehamilan <34 minggu dan harus segera diterminasi, pemberian
kortikosteroid sebaiknya harus diberikan karena efek yang menguntungkan
terhadap bayi terjadi 12 jam setelah administrasi dosis yang disarankan.
Pada wanita dengan hipertensi yang berat, namun status fetomaternal stabil,
induksi persalinan dapat ditunggu hingga 24-48 jam setelah pemberian
kortikosteroid.

15
Berikut merupakan alur pemberian MgSO4 menurut ACOG 2013:

Tabel 4 : Alur pemberian MgSo4 11

Beberapa negara masih menggunakan beta blocker sebagai pengobatan untuk


anti hipertensi, walaupun efek terhadap pertumbuhan janin cukup besar. APEC
Guideline for Preeclampsia Labetolol diberikan dengan dosis yang tidak lebih dari
20mg untuk mencegah terjadinya hipotensi. Semetara dalam guideline SOGC,
ditulis bahwa pemberian labetolol berbeda beda dosisnya berdasarkan tingginya
tensi ibu saat kejadian preeklampsi.10,11,14

16
2.7.3 Perawatan ICU Pada Pasien Post SC dengan Preeclampsia

Perawatan ICU sering kita jumpai pada beberapa contoh kasus. Berkut
merupakan beberapa indikasi perawatan preeklampsi post SC harus dirawat di ICU:

 Pulmonary edema
 Sepsis
 Intractable hypertension
 Acute renal failure with oliguria or anuria
 Repeated seizures.
 Massive blood loss and disseminated intravascular coagulation
 Neurological impairment requiring ventilation (eg: intracerebral
haemorrhage or infarction, cerebral edema).
 Intra-abdominal pathology (eg: acute fatty liver, liver or arterial aneurysm
rupture, adrenal haemorrhage).

Ada beberapa goals yang merupakan menjadi target dalam management


ICU :
1. Pengobatan untuk hipertensi akut
2. Pencegahan untuk kejang selanjutnya
3. Invasive monitoring dan management cairan
4. Trombofilaksis 22

2.8. Indikasi Sectio Cesaria


Berdasarkan Association of Scientific Medical Societies in Germany
[AWMF] guideline absolute dan relative indikasi untuk seksio sesaria sudah
ditetapkan dalam konsesus ini. Berikut merupakan beberapa indikasi absolute untuk
dilakukan seksio sesaria:
1. Absolut disproportion-Small maternal pelvic
2. Chorioamnionitis
3. Maternal pelvic deformity
4. Eklampsia dan HELLP syndrome
5. Fetal asfiksia dan asidosis
6. Prolaps Umbilical Cord

17
7. Placenta previa
8. Abnormalitas letak dan presentasi
9. Ruptur uterus 23

Indikasi relative untuk seksio sesaria :


1. Cardiotokografi yang abnormal: yang bisa memungkinkan adanya suatu hipoksia
akut atau fetal asfiksi. Jika terjadi fetal asidosis, kelahiran harus dibantu dengan
menggunakan intravaginal operative delvery atau seksio sesaria
2. Tidak dijumpai adanya kemajuan persalinan
3. Previous seksio sesaria : hal ini sudah diakui oleh banyak instansi kesehatan
bahwa dilakukannya sekali seksio sesaria sangat tidak memungkinkan untuk
dilakukan partus pervaginam. 23

2.9 Vaginal Birth After Caesarean


Untuk memprediksi keberhasilan penanganan persalinan bekas seksio
sesaria, beberapa peneliti telah melakukan sistem scoring. Flam dan Geiger. Berikut
merupakan sistem scoring dalam VBAC

Tabel 5. Sistem skoring VBAC

18
Setelah diakumulasikan, maka setiap jumlah memiliki presentasi
keberhasilan.24

Tabel 6. Interpretasi keberhasilan VBAC24

2.10 Pencegahan
Skrining faktor resiko merupakan salah satu cara terbaik untuk pencegahan
preeklampsi. 1,2,3 Pemberian asam folat pada ibu hamil sudah diberlakukan saat ini
untuk menurunkan resiko terjadinya suatu fenomena preeklampsia. Pada suatu studi
kohort prospektif yang besar, ditemukan bahwa suplemen asam folat pada
kehamilan dihubungkan dengan penurunan resiko preeklampsi, walaupun
hubungan ini secara statistic sigmifikan diapat hanya pada wanita dengan
peningkatan resiko preeklampsia. Skala besar randomized control trial secara pasti
membuktikan efek dari pemberian asam folat menurunkan resiko preeklampsi.15
Berbagai Randomized Controlled Trial (RCT) menyelidiki efek
penggunaan aspirin dosis rendah(60-80 mg) dalam mencegah terjadinya
preeklampsia.Beberapa studi menunjukkan hasil penurunan kejadian preeklampsia
pada kelompok yang mendapat aspirin. Berikut beberapa kesimpulan penelitian
mengenai aspirin1 :
1. Penggunaan aspirin dosis rendah untuk pencegahan primer berhubungan dengan
penurunan risiko preeklampsia, persalinan preterm, kematian janin atau neonatus
dan bayi kecil masa kehamilan, sedangkan untuk pencegahan sekunder
berhubungan dengan penurunan risiko preeklampsia, persalinan preterm < 37
minggu dan berat badan lahir < 2500 g
2. Efek preventif aspirin lebih nyata didapatkan pada kelompok risiko tinggi

19
3. Belum ada data yang menunjukkan perbedaan pemberian aspirin sebelum dan
setelah 20 minggu
4. Pemberian aspirin dosis tinggi lebih baik untuk menurunkan risiko preeklampsia,
namun risiko yang diakibatkannya lebih tinggi1
Rekomendasi:
1. Penggunaan aspirin dosis rendah (75mg/hari) direkomendasikan untuk prevensi
preeklampsia pada wanita dengan risiko 2. Apirin dosis rendah sebagai prevensi 1
Pemberian kalsium juga diindikasikan pada daerah dimana sumber kalsium
rendah selama kehamilan untuk pencegahan preeklampsia. Dosis yang
direkomendasikan adalah 1,5 -2,0 g elemental kalsium/hari.1

2.10 Komplikasi
Beberapa studi sudah melakukan penelitian komplikasi maternal maupun
fetal akibat preeklampsia. Studi yang dilakukan di rumah sakit Tirana menunjukkan
adanya komplikasi primer pada severe preeclampsia:18,19,20,21

Primary maternal Total preeclampsia Severe P value


outcomes n (%) preeclampsia n (%)

Eclampsia 11/743 (1.5%) 11/154 (7.1%) P<


0.001

HELLP syndrome 18/743 (2.4%) 18/154 (11.0%) P<


0.001

Stroke 4/743 (0.5%) 3/154 (1.9%) P=


0.105

Pulmonary edema 2/743 (0.25%) 2/154 (1.3%) P=


0.0035

Tabel 7: Komplikasi Primer Preeklampsia

20
Secondary maternal Total preeclampsia Severe P value
outcomes n (%) preeclampsia n (%)

Renal failure 7/743 (0.9%) 4/154 (2.6%) P=


0.107

Admission in ICU 145/743 (19.5%) 110/154 (71.4%) P=


0.007

Caesarean section 413/743 (55.5%) 118/154 (77%) P=


0.508

Placental abruption 32/743 (4.3%) 12/154 (7.8%) P=


0.103

Severe PPH* 24/743 (3.2%) 6/154 (3.9%) P=


0.628

*
Severe Postpartum hemorrhage (> 1000 mL).

Tabel 8: Komplikasi sekunder preeklampsia (komplikasi word)

Pada penelitian yang sama, juga dijumpai komplikasi yang terjadi pada
fetus. Berikut komplikasi yang terjadi pada bayi yang hidup dengan ibu
preeklampsia:

21
Tabel 9 Komplikasi Fetal Preeklampsia

2.10 Prognosis
Preeklampsia adalah penyakit yang mengancam ibu dan bayi.Pada praktek
klinis yang terjadi bahwa deteksi dini memiliki prognosis yang lebih baik dari
keterambatan diagnosis. Keterlibatan organ akan memperburuk kondisi ibu dan
bayi, hipoksia berkepanjangan, fetal stress hingga kepada kematian.1,10,11

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia Himpunan Kedokteran


Fetomaternal. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran: Diagnostik dan Tata
Laksana Preeklampsia. Jakarta: POGI. 2016.
2. English, Fred A, Kenny C Louis, McCarthy, Fergus P. Risk Factors and Effective
Management of Preeclampsia.Dovepress. 2015; (2015):8 7–12p
3. Royal College Obstetrician and Gynaecologist. Information for you:
Preeclampsia.The Information Standard. August 2012;
4. Cormick, Gabriela, Betrán, Ana Pilar, Ciapponi, Agustín. Inter-pregnancy
interval and risk ofrecurrent pre-eclampsia: systematic reviewand meta-analysis.
Biomed Central. 2016; (2016) 13:83
5. Sircar , Monica, Thadhani, Ravi, S. Ananth, Karumanchi. Pathogenesis of
preeclampsia. Walters Kluer Heaths. 2015; 2015 (24):131–138p
6. Cardiovascular Journal of Africa. Preeclampsia. CVJ Africa. 2015
7. Nisha Hariharan, Andrew Shoemaker, Stephen Wagner. Pathophysiology of
Preeclampsia. ClinPath. 2015; 13(2), 33-3p
8. Mihran V. Naljayan &S. Ananth Karumanchi. New Developments in the
Pathogenesis of Preeclampsia. May 2013; 265-270p
9. National Institite of Care and Health Experience. Preeclampsia. NICE Pathway.
June 2017
10. Institute of Obstetricians and Gynaecologists. Royal College of Physicians of
Ireland. June 2016
11. APEC Guideline No 3. Preeclampsia.Alabama Colaborative. 03 June 2015.
12. Laura A. Magee, MD, Vancouver. BC, Anouk. Pels, et al.Diagnosis,
Evaluation, and Management of the Hypertensive Disorders of
Pregnancy:Executive Summary. SOGC Clinical Practice Guideline.
2014;36(5):416–438p
13.L.Verghese, S.Alam, S.Beski, Antenatal screening for pre-eclampsia:
Evaluation of the NICE and pre-eclampsia community guidelines. Informa Health
Care. Feb 2014. 32: 128–131

23
14. Rosemary Townsend, Patrick O'Brien, Asma Khalil, et al. Current best practice
in the management of hypertensive disorders in pregnancy. 27 July
2016 ;2016(9) 94-79p
15. Wu Wen, Guo, Yanfang. Rodger Marc, Folic Acid Supplementation in
Pregnancy and the Risk of Pre-Eclampsia—A Cohort Study. ROCG. 2016
16. WHO. WHO Recommendation Treatment and Prevention. 2016
17. Innovative Medico Forum. Preeclampsia Prediction Panel. De Lath Lab.
2016.;2016 (123): 2856-286p
18. D. Sumangala Devi, Bindu Vijay Kumar. A case of severe preeclampsia
presenting as acute pulmonary oedema.2016 Mar;5(3):899-902p
19. C K Rajamma, P Sridevi. Maternal and Perinatal Mortality and Morbidity in
Hypertensive Disorder Complicating Pregnancy.Elsevier. Feb 2016; 3(11): 211-
206p

20. Eriseida Ndoni, Redi Hoxhallari, Astrit Bimbashi. Evaluation of Maternal


Complications in Severe Preeclampsia in a University Hospital in Tirana. Elsevier.
2016; 8(1): 6-1p

21. Pacarada M, Gashi AM, Beha A. Case Report of Severe Preeclampsia and
Associated Postpartum Complications. Ap Case Report. 26 August 2016; 4(4): 3-
1p
22. Health South Western Sidney. Preeclampsia Management in ICU.Liverpool
Hospital.2016
23. Ioannis Mylonas, Klaus Friese. Review Article: Indications for Risks of Elective
Caesarean Section. 2015 ; 2015(112): 489–95p
24. Royal College Obstetrician and Gyanaecologists. Green Top Guideline No. 45:
Birth After Caesarean Birth. Oct 2015; 31-2p

24
STATUS ORANG SAKIT

Identitas Pasien
Nama : Ny. H
Umur : 25 tahun
Suku : Jawa
Alamat : Jl. Karya No 236 Lk. VII
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : Sarjana
Status Pernikahan : Menikah
Tanggal Masuk : 05 September 2019
Jam Masuk : 22:15 WIB

Anamnese Penyakit
Ny. H, 25 tahun, G2P0A1, Jawa, Islam, Sarjana, Ibu Rumah Tangga, istri dari Tn.
K, 26 th, Mandailing, Islam, SMA, Pegawai Swasta. Datang dengan keluhan
Keluhan utama : Tekanan darah tinggi
Telaah : Hal ini dialami pasien sejak kehamilan memasuki trimester ke-
2. Riwayat darah tinggi sebelum hamil (-), riwayat darah tinggi
di luar kehamilan (-), nyeri kepala (-), pandangan kabur (-), nyeri
ulu hati (-), mual (-), muntah (-), kejang (-), keluar lendir
bercampur darah (-), keluar air-air dari kemaluan (-). Riwayat
mules-mules mau melahirkan (-). BAK dan BAB dalam batas
normal. Pasien merupakan kiriman dari praktek dokter spesialis
obgyn dengan diagnosa: Preeklampsia without Severe feature +
SG + KDR 37 minggu + PK+ AH dan direncanakan dilakukan
SC.
RPT / RPO : -/Tidak jelas
HPHT : 18/12/2018
TTP : 25/09/2019
ANC : Sp.OG 4x

25
Riwayat persalinan :
1. Abortus, 2008, Spontan
2. Hamil ini

Status Presens
Sensorium : Compos mentis Anemia : (-)
Tek.darah : 150/90 mmHg Ikterus : (-)
Frek. Nadi : 80 x/i Sianosis : (-)
Frek. Nafas : 20 x/i Dyspnoe : (-)
Suhu : 36,50C Edema : (-)

Status Generalisata
Kepala : Rc +/+, pupil isokor kanan=kiri
Mata : Konjungtiva Anemis -/-, Skela Ikterik -/-
Thorax : Pulmo : Vesikular +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/-
Cor : BJ I-II regular
Ekstremitas : Oedem -/-, Sianosis -/-

Status Obstetrikus
Abdomen : Membesar asimetris
Tinggi fundus uteri : 3 Jari di bawah Processus xhypoideus (29 cm)
Bagian tegang : Kiri
Bagian terbawah : Kepala
Gerak janin : (+)
His : (-)
DJJ : 144 x/menit, reguler

Status Ginekologis
Inspeksi : Tidak tampak darah dan air ketuban dari kemaluan
Inspekulo : Tidak dilakukan pemeriksaan
VT : Tidak dilakukan pemeriksaan

26
Pemeriksaan Penunjang
Darah Rutin
06 September 2019
Test Result Unit References
Hemoglobin 12.60 g/Dl 12-16
Eritrosit 4.27 106/µL 4.0-5.40
Leukosit 11.88 103/µL 4.0-11.0
Hematokrit 38.80 % 36.0-48.0
Platelet 275 103/µL 150-400
Ureum 17.00 mg/dl 10.0-50.0
SGOT 17.00 U/L 0.00-40.00
SGPT 9.00 U/L 0.00-40.00
Creatinin 0.61 mg/dl 0.6-1.2
Uric Acid 4.30 mg/dl 3.5-7.0
Glukosa ad random 92.00 mg/dl <140
Natrium 142.00 mmol/L 136-155
Kalium 4.50 mmol/L 3.50-5.50
Klorida 114.00 mmol/L 95.00- 103.00
APTT 29.90 Detik 28.6- 42.7
PT 34.4 Detik 11.6-14.5
INR 0.83 Detik 1-1.3
Fibrinogen 464 Mg/dl 240-340 mg/dl
D-Dimer 1370 Mg/dl <500 mg/dl
Anti HCV Non Reactive Non Reactive
Anti HIV Non Reactive Non Reactive
HbsAg Non Reactive Non Reactive

27
Urin Rutin
06 September 2019
Test Result References
Warna Kuning Kuning
Kekeruhan Keruh Jernih
Protein Positif (+) Negatif
Reduksi Negatif Negatif
Bilirubin Negatif Negatif
pH 6.0 4.6-8.0

Hasil USG tanggal 5 September 2019 :

28
Diagnosa:
Preeklampsia without severe feature + SG + KDR 37 minggu + Presentasi Kepala
+ Anak Hidup

Terapi:
 IVFD RL 20 gtt/menit
 IVFD RL + MGSO4 40% (30 cc) maintenance dose -> 14 gtt/i
 IVFD RL + MGSO4 (20 cc) bolus -> 15-20 menit
 Pasang kateter urine
 Inj. Ceftriaxone 2 gr/IV  Profilaksis  Skin test
 Nifedipin 4x10 mg tab bila TD > 180/110 mmHg dengan dosis maksimal
120 mg/ 24 jam

29
Rencana:
 SC di COT
 Konsul ke Anastesi dan perawatan ICU pasca operasi dan Konsul ke
Departemen Perinatologi
 Awasi Vital sign, HIS dan DJJ
 Lapor Supervisor dr.Christoffel L. Tobing, M.Ked (OG) Sp.OG. K  ACC

30
Laporan Sectio Caesaria
Lahir bayi ♂, BB 2100 gr, PB 38 cm, AS: 8/9, Anus (+)

 Pasien dibaringkan di meja operasi dengan posisi supine, infus dan kateter
terpasang baik.
 Dilakukan tindakan anestesi spinal kemudian ditunggu dan pasien diminta
untuk mengangkat kaki, operator memberikan rangsangan nyeri pada
bagian perut dan pasien tidak merasakan nyeri.
 Operator mencuci tangan sesuai dengan standar WHO dan memakai alat
pelindung diri, seperti cap, masker, apron,sepatu boots, baju steril, dan
handscoon steril.
 Dilakukan tindakan aseptik pada lapangan operasi dengan povidone iodine
secara setrifugal ke arah luka, lalu tutup dengan doek steril kecuali lapangan
operasi.
 Time out.
 Berdoa.
 Dilakukan insisi midline pada dinding abdomen insisi dimulai dari kutis,
lalu subkutis, hingga tampak fascia ±12 cm dengan menyisipkan pinset
anatomis di bawah fascia digunting ke atas dan ke bawah, lalu otot
disisihkan secara tumpul. Peritoneum dijepit dan diangkat dengan dua klem
digunting ke arah cranial dan caudal, tidak tampak perlengketan, tampak
uterus gravidarum sesuai usia kehamilan, kemudian dilakukan pemasangan
hack blass.
 Dilakukan insisi pada segmen bawah rahim. Endometrium ditembus secara
tumpul, tampak selaput ketuban menonjol, keluar air ketuban berwarna
jernih, kemudian disuction, lalu sayatan uterus dilebarkan secara tumpul
sesuai arah sayatan. Tampak janin dengan presentasi kepala, kemudian janin
dilahirkan dengan meluksir kepala hingga lahir seluruh tubuh janin. Lahir
bayi laki-laki dengan BB 2100 gram, PB 38 cm, APGAR Score 8/9, anus
(+). Tali pusat diklem di dua tempat ±5 cm dari pangkal dan digunting di
antaranya.

31
 Dilakukan penjepitan pada kedua pinggir luka uterus dengan oval klem, lalu
dilakukan manajemen aktif kala III dengan dilakukan injeksi Oksitosin 10
IU secara intra vena. Kemudian dilakukan peregangan tali pusat terkendali.
 Operator memindahkan klem tali pusat ±5 cm dari pangkalnya, tangan
kanan meraba fundus, terjadi kontraksi, lalu dilakukan peregangan tali pusat
terkendali hingga plasenta lahir.
Kesan: plasenta lahir lengkap.
 Cavum uteri dibersihkan dengan has terbuka menggunakan kasa steril dari
sisa darah dan bekuan darah.
 Uterus dijahit dua lapis. Lapisan pertama subendometrium secara continous
interlocking. Lapisan kedua uterus secara continous hingga plika uterina
dengan benang vicryl 2.0. Kemudian ujung jahitan diklem dan dilakukan
evakuasi tuba ovarium kanan dan kiri.
Kesan: normal.
 Cavum abdomen dibersihkan dari bekuan darah menggunakan kasa steril
yang dijepit dengan klem.
Kesan: bersih, perdarahan terkontrol.
 Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis. Peritoneum dijahit secara
continous suture dengan chromic catgut 2.0. Otot – otot diaproksimasi
secara simple suture dengan benang plain catgut 2.0. Fascia dijahit secara
continous suture dengan benang vicryl 1.0.
 Operator mengajari asisten II cara menggunting benang dengan benar.
 Subkutis dijahit secara simple interupted menggunakan benang catgut 2.0.
Kutis dijahit secara subkutikuler dengan benang vicryl 3.0.
 Penjahitan selesai.
Kesan: perdarahan terkontrol
 Luka operasi ditutup dengan sufratulle, kasa steril, dan hypafix.
 Operasi selesai
 Pasien dipindahkan ke ruang ICU.

32
Instruksi :
 Awasi vital sign, kontraksi, perdarahan pervaginam, dan balance cairan.
 Cek Darah Rutin 2 jam post operasi,

Penatalaksanaan:
 IVFD RL + Oksitosin 10 IU  20 gtt / menit
 IVFD RL + MGSO4 40% (30 cc) -> 14 gtt/i (selama 24 jam)
 Inj. Ceftriaxon 1gr/ 8 jam / IV.
 Inj. Ketorolac 30 mg / 8 jam / IV.
 Inj Ranitidin 50 mg / 12 jam / IV
 Nifedipin 4x10 mg

FOLLOW UP POST OPERASI (KALA IV)

TD N RR T UOP
Waktu Kontraksi P/V
(mmHg) (x/i) (x/i) (0C) (cc)
11.15 120/80 90 20 36,5 + - 200
11.30 120/80 92 20 36,5 + - 200
11.45 120/80 92 20 36,7 + - 200
12.00 120/90 88 20 36,5 + - 220
12.30 120/80 86 20 36,5 + - 300
13.00 120/80 84 20 36,5 + - 300

HASIL LABORATORIUM POST OPERASI SC


Test Result Unit References
Hemoglobin 11.90 g/Dl 12-16
Eritrosit 4.00 106/µL 4.0-5.40
Leukosit 13.64 103/µL 4.0-11.0
Hematokrit 36.30 % 36.0-48.0
Platelet 227 103/µL 150-400

33
FOLLOW UP

Tanggal 06/09/2019 jam 16.30 07/09/2019 jam 08.00


KU Nyeri luka operasi (+) Nyeri luka operasi (+)
Status Present
Sens CM CM
TD (mmHg) 140/90 mmHg 110/60 mmHg
N (x/menit) 82 x/m 80 x/m
RR (x/menit) 20 x/m 20x/m
T (°C) 36.50C 36.80C
Status Obstetri
Abd Soepel, peristaltik (-) Soepel, peristaltik (+) N
TFU 2 jari di bawah pusat 2 jari dibawah pusat
Kontraksi (+) kuat (+) kuat
P/V (-), lochia rubra (+) (-), lochia rubra (+)
BAK Kateter terpasang, UOP: 100 Kateter terpasang, UOP: 100
cc/jam, kuning jernih cc/jam, kuning jernih
BAB (-), flatus (-) (-), flatus (+)
LO Tertutup verban, kesan: kering Tertutup verban, kesan: kering
ASI (+) (+)
Dx Post SC + Preeklampsia without Post SC + Preeklampsia without
severe feature + NH0 severe feature + NH1
Terapi - IVFD RL + Oksitosin 10 IU  - IVFD RL + Oksitosin 10-10-5-5
20 gtt / menit.  20 gtt / menit.
- IVFD RL + MGSO4 40% (30 - IVFD RL + MGSO4 40% (30
cc) -> 12 gtt/i (selama 24 jam) cc) -> 12 gtt/i (selama 24 jam)
- Inj. Ceftriaxone 1gr/ 8 jam / IV - Inj. Ceftriaxone 1gr/ 8 jam / IV.
- Inj. Ketorolac 30 mg / 8 jam / IV - Inj. Ketorolac 30 mg / 8 jam / IV
- Inj Ranitidin 50 mg / 12 jam / IV - Inj Ranitidin 50 mg / 12 jam / IV

34
Rencana - Pasien dirawat di ICU - Pindah ke ruangan (acc
- Awasi VS, Perdarahan anastesi)
pervaginam dan kontraksi - Terapi lanjut
uterus, dan balance cairan - Mobilisasi
- Cek Darah rutin 2 jam post
Operasi

Tanggal 08/09/2019 jam 08.00


KU -
Status Present
Sens CM
TD (mmHg) 120/70 mmHg
N (x/menit) 80 x/m
RR (x/menit) 20 x/m
T (°C) 36.40C
Status Obstetrik
Abd Soepel, peristaltik (+) N
TFU 2 jari di bawah pusat
Kontraksi (+) kuat
P/V (-), lochia rubra (+)
BAK (+) Spontan, Normal
BAB (+), flatus (+)
LO Tertutup verban, kesan: kering
ASI (+)
Dx Post SC + Preeklampsia without severe feature + NH2
Terapi - Diet MB
- IVFD RL  20 gtt / menit.
- Inj. Ceftriaxone 1gr/ 8 jam / IV.
- Inj. Ketorolac 30 mg / 8 jam / IV
- Inj Ranitidin 50 mg / 12 jam / IV

35
Rencana - Aff infus
- Aff kateter
- Terapi oral
- Mobilisasi

36

Anda mungkin juga menyukai