Anda di halaman 1dari 4

A.

Seni dan Budaya Islam di Nusantara


Pengertian seni, budaya dan adat istiadat

Pengertian Seni

Kata “seni” adalah sebuah kata yang semua orang di pastikan mengenalnya, walaupun
dengan kadar pemahaman yang berbeda. Konon kabarnya kata seni berasal dari kata “SANI”
yang kurang lebih artinya “Jiwa Yang Luhur/ Ketulusan jiwa”. Mungkin saya memaknainya
dengan keberangkatan orang/ seniaman saat akan membuat karya seni, namun menurut kajian
ilimu di eropa mengatakan “ART” (artivisial) yang artinya kurang lebih adalah barang/ atau
karya dari sebuah kegiatan. Namun kita tidaka usah mempersoalkan makna ini, karena
kenyataannya kalu kita memperdebatkan makna yang seperti ini akan semakain memperkeruh
suasana kesenian, biarlah orang memilih yang mana terserah mereka.

pengertian Budaya

Budaya secara harfiah berasal dari bahasa latin yaitu Colere yang memiliki arti
mengerjakan tanah, mengolah, memelihara ladang. (menurutSoerjanto Poespowardojo 1993).
Budaya merupakan keseluruhan sistem gagasan tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka
kehidupan masyarakat yang dijadikan miliki diri manusia dengan cara belajar. Budaya berasal
dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau
akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia.

Pengertian adat istiadat.

Adat Istiadat adalah aneka kelaziman dalam suatu negeri yang mengikuti pasang naik dan
pasang surut situasi masyarakat. Kelaziman ini pada umumnya menyangkut pengejawatahan
unjuk rasa seni budaya masyarakat, seperti acara-acara keramaian anak negeri, seperti
pertunjukan randai, saluang, rabab, tari-tarian dan aneka kesenian yang dihubungkan dengan
upacara perhelatan perkawinan, pengangkatan penghulu maupun untuk menghormati kedatangan
tamu agung. Adat istiadat semacam ini sangat tergantung pada situasi sosial ekonomi
masyarakat. Bila sedang panen baik biasanya megah meriah, begitu pula bila keadaan
sebaliknya. Adat adalah gagasan kebudayaan yang terdiri dari nilai-nilai kebudayaan, norma,
kebiasaan, kelembagaan, dan hukum adat yang lazim dilakukan di suatu daerah.

Seni budaya lokal sebagai bagian dari tradisi islam di nusantara

Masyarakat Indonesia sebelum kedatangan Islam ada yang sudah menganut agama Hindu
dan Budha maupun menganut kepercayaan adat setempat. Para muballigh berpendapat bahwa
agar bisa diterima oleh masyarakat setempat, Islam harus menyesuaikan diri dengan budaya
lokal maupun kepercayaan yang sudah dianut dengan tidak menyimpang dari ajaran
Islam.Selanjutnya terjadi proses akulturasi (percampuran budaya). Proses
ini menghasilkan budaya baru yaitu perpaduan antara budaya setempat dengan budaya Islam.
Setiap wilayah di Indonesia mempunyai tradisi yang berbeda, oleh karena itu proses akulturasi
budaya Islam dengan budaya setempat di setiap daerah terdapat perbedaan.

1. Sumatera

Budaya yang sudah mengakar di Sumatera adalah budaya Melayu berupa kesusasteraan.
Akulturasi antara dua budaya tersebut menimbulkan kesusasteraan Islam. Sehingga para ulama
disamping sebagai pendidik agama juga dikenal sebagai sastrawan, misalnya Hamzah Fansuri,
Syamsudin (Pasai), Abdurrauf (Singkil), dan Nuruddin ar Raniri. Ketiga ulama tersebut banyak
menulis sastra Melayu yang bercorak tasawwuf. Beberapa karya besar
dari masa ini adalah Syarab al ‘Asyiqin dan Asrar al ‘Arifin (Hamzah Fansuri), Nur al Daqaiq
(Syamsudin), Bustan al Salatin (Nuruddin al Raniri). Karya-karya lainnya adalah Taj al Salatin,
Hikayat Iskandar Dzulqarnain, Hikayat Amir Hamzah, dan Hilayat Aceh. Karya-karya tersebut
sebagian besar berbentuk prosa. Bentuk sastra Melayu lainnya adalah syair dan pantun.

2. Jawa

Sebelum Islam datang, di Jawa terdapat budaya Jawa Kuno sebagai hasil akulturasi
dengan budaya India yang masuk bersama agama Hindu dan Budha. Bila dibandingkan dengan
budaya Melayu, pengaruh budaya Islam terhadap budaya Jawa lebih kecil. Hal ini terlihat
misalnya pada penggunaan huruf Arab lebih kecil dibanding huruf Jawa, kedua bentuk puisi
lebih sering digunakan dibanding prosa. Wayang
adalah salah satu budaya Jawa hasil akulturasi dengan budaya India. Cerita-cerita pewayangan
diambil dari kitab Ramayana dan Bharatayudha. Setelah terjadi akulturasi dengan Islam tokoh-
tokoh dan cerita pewayangan diganti dengan cerita yang bernuansa Islam.
Demikian juga dengan wayang golek
di daerah Sunda, cerita-ceritanya merupakan gubahan dari cerita-cerita Islam seperti tentang
Amir Hamzah (Hamzah adalah paman Rasulullah SAW).

3. Sulawesi

Meskipun masyarakat Sulawesi baru memeluk Islam pada abad ke-17, namun mereka
mempunyai keteguhan terhadap ajaran Islam. Karya budaya mereka yang bersifat Islami banyak
berupa karya sastra terjemahan dari karya berbahasa Arab dan Melayu, seperti karya Nuruddin al
Raniri. Karya lain yang bersifat asli adalah La Galigo (syair kepahlawanan raja Makassar).
Selain
kesenian di atas terdapat pula bentuk kesenian visual (seni rupa) seperti seni kerajinan, seni
murni, seni terapan dan ornament (hiasan). Ornament terdapat pada wadah, senjata, pakaian dan
buku. Bentuk hiasan pada ornament diambil dari bentuk flora, fauna dan grafis meniru gaya
hiasan Arab. Bentuk ornamen pada pakaian diwujudkan melalui teknik batik, sulam dan bordir.
B. Macam-macam Tradisi seni, budaya dan adat istiadat di nusantara.
Apresiasi terhadap tradisi dan upacara adat

Setiap daerah dimana Islam masuk sudah terdapat tradisi masing-masing. Ada yang
merupakan pengaruh Hindu dan Budha adapula tradisi asli yang sudah turun temurun. Seperti
halnya di Sumatera, di daerah lainpun para muballigh memilih mempertahankannya namun
meberikan warna Islam.
Berikut ini beberapa contoh seni, budaya dan adat istiadat kesukuan di Indonesia yang
bernuansa Islam :

1. Tahlilan

Tahlilan adalah upacara kenduri atau selamatan untuk berdoa kepada Allah dengan
membaca surat Yasin dan beberapa suray dan ayat pilihan lainnya, diikuti kalimat-kalimat tahlil
(laailaaha illallah), tahmid (alhamdulillah) dan tasbih (subhanallah). Biasanya diselenggarakan
sebagai ucapan syukur kepada Allah SWT (tasyakuran) dan mendoakan seseorang yang telah
meninggal dunia pada hari ke 3, 7, 40, 100, 1.000 dan khaul (tahunan). Tradisi ini
berasal dari kebiasaan orang-orang Hindu dan Budha yaitu kenduri, selamatan dan sesaji. Dalam
agama Islam tradisi ini tidak dapat dibenarkan karena mengandung kemusyrikan. Dalam tahlilan
sesaji digantikan dengan berkat atau nasi dan lauk-pauk yang dibawa pulang oleh peserta. Ulama
yang mengubah tradisi ini adalah Sunan Kalijaga dengan maksud agar orang yang baru masuk
Islam tidak terkejut karena harus meninggalkan tradisi mereka, sehingga mereka kembali ke
agamanya.

2. Sekaten

Sekaten adalah upacara untuk memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW di


lingkungan Keraton Yogyakarta atau Maulud. Selain untuk Maulud sekaten diselenggarakan
pula pada bulan Besar (Dzulhijjah). Pada perayaan ini gamelan Sekati diarak dari keraton ke
halaman masjid Agung Yogya dan dibunyikan siang-malam sejak seminggu sebelum 12 Rabiul
Awwal.
Tradisi ini dipelopori oleh Sunan Bonang. Syair lagu berisi pesan tauhid dan setiap bait
lagu diselingi pengucapan dua kalimat syahadat atau syahadatain, kemudian menjadi sekaten.

3. Gerebeg Maulud

Acara ini merupakan puncak peringatan Maulud. Pada malam tanggal 11 Rabiul Awwal
ini Sri Sultan beserta pembesar kraton Yogyakarta hadir di masjid Agung. Dilanjutkan
pembacaan pembacaan riwayat Nabi dan ceramah agama.

4. Takbiran
Takbiran dilakukan pada malam 1 Syawal (Idul Fitri) dengan mengucapkan takbir
bersama-sama di masjid/mushalla ataupun berkeliling kampung (takbir keliling).

5. Muludan

Peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW dilakukan dengan mengadakan


Muludan. Peringatan ini dipelopori oleh Sultan Muhammad Al Fatih untuk membangkitkan
semangat pasukan Muslim pada perang Salib. Peringatan maulid Nabi sebenarnya tidak
diperintahkan oleh Nabi melainkan budaya agama semata. Di
Indonesia peringatan ini dilaksanakan oleh seluruh lapisan masyarakat, dari Presiden sampai
rakyat di desa. Kegiatan ini diisi dengan pembacaan riwayat Nabi (Barzanji) maupun kegiatan
lainnya seperti perlombaan.

6. Tabut/Tabuik

Dilaksanakan pada hari Asyura (10 Muharram) untuk memperingati pembantaian Hasan
dan Husain bin Ali bin Abi Thalib (cucu Rasulullah) oleh pasukan Yazid bin Muawiyah di
Karbela. Dilakukan dengan mengarak usungan berwarna-warni (tabut) di pinggir pantai
kemudian dibuang ke laut lepas. Pengarakan biasanya dilaksanakan setelah terlaksananya acara
lainnya dengan menghidangkan beraneka macam hidangan makanan.
Upacara ini dilaksanakan secara turun temurun di daerahh Pariaman (Sumatera Barat)
dan Bengkulu.

7. Adat Basandi Syara, Syara Basandi Kitabullah

Masyarakat Minangkabau dikenal kuat dalam menjalankan agama Islam, sehingga adat
mereka dipautkan dengan sendi Islam yaitu Al Quran (Kitabullah). Adat Minangkabau kental
dengan nuansa Islam sehingga melahirkan semboyan adat basandi syara, syara basandi
Kitabullah (Adat bersendikan syara dan syara bersendikan Kitab Allah).

Anda mungkin juga menyukai