Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN KASUS

PSOARIASIS VULGARIS
Diajukan untuk
Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik dan Melengkapi Salah Satu Syarat
Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter
Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin di RSUD dr. H. Soewondo Kendal

Disusun oleh :
Hastyo Wibowo
30101507463

Pembimbing :
dr. M. Nurul Kawakib, Sp. KK

dr. Nur Aeni Mulyaningsih, Sp.KK

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2019

1
BAB I
PENDAHULUAN

Psoariasis merupakan penyakit kulit karena autoimun yang bersifat kronik


dan residif dengan tanda bercak eritema berbatas tegas, skuama kasar, berlapis-
lapis, dan transparan disertai fenomen tetesan lilin, Auspitz, dan Kobner. Penyakit
ini tampak sebagai plak tebal, eritematosa, berbatas tegas dan papul-papul yang
tertutup sisik seperti perak, biasanya terdapat di daerah tubuh yang mudah terkena
trauma seperti lutut, siku kulit kepala, punggung, umbilikus, dan lumbal(1).
Prevalensi psoriasis bervariasi berdasarkan wilayah geografis serta etnis. Prevalensi
psoariasis banyak menyerang laki-laki umur 20-39 tahun dan 40-59 tahun pada
wanita. Psoariasis tidak menyebabkan kematian, akan tetapi menyebabkan
gangguan kosmetik. Hal tersebut didukung dengan perjalanan psoariasis yang
kronik residif sehingga membutuhkan waktu lama untuk proses penyembuhan
luka(1).
Faktor lingkungan sangat berpengaruh pada pasien dengan predisposisi
genetik. Beberapa faktor pencetus kimiawi, mekanik, termal, ketegangan emosi,
obat-obatan, obesitas, diabetes melitus maupun sindrom metabolik akan memicu
terjadinya psoriasis.(1)
Faktor yang menyebabkan terjadinya psoariasis dibagi menjadi 3 yaitu faktor
genetik, faktor imunologik, dan faktor pencetus. Faktor imunologik berhubungan
dengan defek genetik psoariasis yang diekspresikan pada salah 1 dari limfosit T.
cepat. Sedangkan faktor pencetus terdiri dari stres psikis yang menjadi faktor
pencetus utama, infeksi fokal, trauma, endokrin, gangguan metabolik, obat,
alkohol, dan merokok. (1)

Pengobatan psoriasis dapat berupa pengobatan sistemik maupun topikal.


Pengobatan sistemik dapat diberikan kortikosteroid, obat sitostatik atau siklosporin.
Psoariasis selain menimbulkan keluhan pada kulit juga menyebabkan kelainan pada
kuku dan sendi. Kelainan pada kuku yang khas adalah adanya pitting nail yang
merupakan lekukan-lekukan miliar(1).

2
BAB II

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. T
Usia : 54 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Kendal
Agama : Islam
Pekerjaan : Pedagang
Tanggal Pemeriksaan : 30 Oktober 2019
1. ANAMNESIS
a. KELUHAN UTAMA
Gatal seluruh tubuh dan bercak tebal
b. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Pasien datang dengan keluhan gatal dan bercak tebal diseluruh
tubuh, terutama pada tangan dan kaki. Keluhan awal dirasakan ditangan
bagian dalam kemudian menjalar ke badan dan tungkai bawah. Keluhan ini
dirasakan pertama kali mendadak gatal, setelah digaruk timbul kulit
menebal disertai sisik, kemudian semakin menyebar ke lengan, tungkai dan
seluruh tubuh. Rasa gatal hilang timbul dan mengganggu aktivitas. Keluhan
semakin memberat jika stres, berkeringat, dan kebersihan kurang. Pasien
menggaruk bagian kulit yang gatal dan memberikan balsem untuk
mengurangi rasa gatal, tapi gatal masih dirasakan dan garukan
menyebabkan luka dibeberapa tempat. Pasien sudah pernah berobat di
RSUD H.Soewondo, setelah berobat penyakit yang dialaminya mengalami
perbaikan dari sebelumnya.
c. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Pasien pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya, lalu berobat dan
lesinya berkurang
Pasien memiliki alergi debu, apabila terkena debu pasien bersin-bersin.

3
d. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Keluarga tidak ada yang memiliki keluhan yang sama dengan pasien.
e. RIWAYAT SOSIAL EKONOMI
Kesan cukup, pasien menggunakan BPJS
2. PEMERIKSAAN FISIK
STATUS GENERALIS
Keadaan umum : Baik
 Kesadaran : Compos mentis
 Status Gizi : Baik
 Tekanan Darah : 125/76 mmHg
 HR ( Nadi ) : 90x/ Menit , reguler, isi dan tegangan cukup
 RR ( Laju Napas) : 22x/ Menit , reguler
 Suhu : 36,3 derajat celcius

STATUS DERMATOLOGIKUS

Gambar 1 Tangan kanan, Gambar 2 Tungkai Bawah


Punggung,
tampak lesi plakat eritema tampak ,lesi
Kanan plakatlesi
tampak eritema
plakatdisertai
eritema
disertai skuama kasar berlapis skuama skuama
disertai kasar berlapis, krusta
kasar berlapis

4
 Lokasi : tungkai bawah dan lengan
 UKK : plakat eritema, skuama kasar tebal berlapis-lapis
 Distribusi : generalisata
3. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan penunjang.
4. DIAGNOSIS BANDING
1) Psoariasis
2) Dermatitis Numularis
3) Ptiriasis Rosea

5. DIAGNOSIS KERJA
Psoariasis Vulgaris Severe
6. PENATALAKSANAAN
o Clobetasol propionate cream 0,05% 10 gr 1 tube dioles 2x1
o Vaseline album dioles 2x1
o Loratadine Tablet 10 mg/hari, selama 7 hari pagi hari

7. PROGNOSIS
quo ad vitam : ad bonam
quo ad functionam : ad bonam
quo ad sanationam : dubia ad bonam
quo ad cosmeticam : dubia ad bonam

5
BAB III

PEMBAHASAN

Dari hasil anamnesis didapatkan bahwa pasien mengeluh gatal pada bagian
tungkai bawah depan kanan dan kiri. Diagnosis ini ditegakkan berdasarkan
anamnesis dan pemeriksaan fisik. Keluhan gatal awalnya terdapat di daerah lengan
kemudian pasien menggaruk dan mengakibatkan lesi baru yang sama dengan lesi
lama. Hal tersebut merupakan ciri khas psoariasis yaitu fenomena kobner(1). Gatal
dirasakan terus-menerus, pasien menggaruk untuk meredakan keluhan akan tetapi
hasil garukan menyebabkan kulit terkelupas dan meninggalkan bintik perdarahan.
Hal tersebut sesuai dengan fenomena Auspitz(1). Pasien merupakan seorang
perokok dan sering mengalami stres, hal tersebut yang menyebabkan seringnya
terjadi kekambuhan pada pasien(1). Kekambuhan tersebut bersifat kronis yang
ditandai dengan hiperproliferasi dan inflamasi epidermis dengan morfologi,
distribusi, dan derajat keparahan yang bervariasi (1,3)
Untuk beberapa dekade, psoriasis merupakan penyakit yang ditandai
dengan terjadinya hiperplasia sel epidermis dan inflamasi dermis. Karakteristik
tambahan berdasarkan perubahan histopatologi yang ditemukan pada plak psoriatik
dan data laboratorium yang menjelaskan siklus sel dan waktu transit sel pada
epidermis. Epidermis pada plak psoriasis menebal dan hiperplastik, dan terdapat
maturasi inkomplit sel epidermal di atas area sel germinatif. Replikasi yang cepat
dari sel germinatif sangat mudah dikenali, dan terdapat pengurangan waktu untuk
transit sel melalui sel epidermis yang tebal. Abnormalitas pada vaskularisasi
kutaneus ditandai dengan peningkatan jumlah mediator inflamasi, yaitu limfosit,
polimorfonuklear, leukosit, dan makrofag, terakumulasi di antara dermis dan
epidermis. Sel-sel tersebut dapat menginduksi perubahan pada struktur dermis baik
stadium insial maupun stadium lanjut penyakit.

Faktor-faktor pencetus :

- faktor genetic
- faktor imunologis

6
- Faktor-faktor psikis, seperti stres dan gangguan emosi. Penelitian menyebutkan
bahwa 68% penderita psoriasis menyatakan stress, dan kegelisahan menyebabkan
penyakitnya lebih berat dan hebat.
- Infeksi fokal. Infeksi menahun di daerah hidung dan telinga, tuberkulosis paru,
dermatomikosis, arthritis dan radang menahun ginjal.
- Penyakit metabolic, seperti diabetes mellitus yang laten.
- Gangguan pencernaan, seperti obstipasi.
- Faktor cuaca. Beberapa kasus menunjukkan tendensi untuk menyembuh pada mus
im panas, sedangkan pada musim penghujan akan kambuh dan lebih hebat.

Pemeriksaan fisik lokalis atau dermatologis didapatkan lesi plakat eritema,


skuama kasar berlapis-lapis, dan terdapat krusta. Plakat dan eritema merupakan lesi
penebalan kulit yang disebabkan reaksi inflamasi yang terjadi. Skuama berlapis-
lapis, kasar dan berwarna putih seperti mika, serta transparan. Besar kelainan
bervariasi: lentikuler, numular atau plakat, dapat berkonfluensi. Pajanan antigen
dari dalam maupun luar kulit akan merangsang sel Langerhans untuk mengikat
antigen-antigen tersebut. Proses inflamasi tersebut juga mendasari hiperproliferasi
epidermis yang normalnya 27 hari menjadi lebih cepat menjadi 3-4 hari sehingga
deferensiasi sel juga terganggu(1)
Pasien pada kasus ini tidak dilakukan pemeriksaan penunjang. Psoariasis
merupakan penyakit kronik dengan remisi dan eksaserbasi kronik, sehingga untuk
menentukan jenis dan tahap psoariasis diperlukan pemeriksaan histopatologi.
Pemeriksaan histopatologi akan didapatkan hyperkeratosis, parakeratosis, mikro
abses munro (kumpulan netrofil leukosit polimorfonuklear yang menyerupai pustul
spongiform kecil) dalam stratum korneum, penebalan suprapapiler epidermis
(menyebabkan tanda Auspitz), dilatasi kapiler papila dermis dan pembuluh darah berkelok-
kelok, infiltrat inflamasi limfohistiositik ringan sampai sedang dalam papila dermis atas.
akantosis, elongasi rete ridges(4).
Diagnosis pasien berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik adalah
psoariasis vulgaris severe. Hal tersebut dikarenakan pada anamnesis didapatkan
keluhan sesuai perjalanan penyakit psoariasis yaitu kronik residif yang dikarenakan

7
adanya faktor pencetus pasien. Selain perjalanan penyakit dari anamnesis juga
didapatkan fenomena khas psoariasis yaitu Kobner dan Auspitz. Hal tersebut
dipastikan lagi dengan pemeriksaan fisik yang didapatkan adanya plakat eritema,
skuama tebal berlapis-lapis, dan krusta(1).
Kemungkinan diagnosis dermatitis numularis dapat disingkirkan berdasarkan
bentuk lesi(1). Lesi akut : plak eritematosa berbentuk koin batas tegas terbentuk dari
papul dan papulovesikel yang berkonfluens. Lambat laun vesikel pecah dan terjadi
(1)
eksudasi dan apabila mongering menjadi kruta kekuningan . Kemunginan
diagnosis ptiriasis rosea dapat disingkirkan karena pada kasus tidak ditemukan
gambaran khas herald patches(3). Lesi berikutnya lebih kecil dari lesi awal, susunan
sejajar kosta menyerupai pohon cemara terbalik
Lesi yang ditemukan pada kasus berupa bercak merah, lesi peninggian (plak)
disertai skuama karena garukan, dan gatal sehingga diagnosis yang paling
memungkinkan dari kasus adalah psoariasis(1,3).
Terapi pada kasus diberikan Vaselin album untuk melembabkan kulit dengan
mencegah pengeluaran cairan dari kulit dan menghindari patogen dan benda asing
untuk masuk ke permukaan luka(5). Lamodex yang berisi Clobetasol merupakan
adenokortikoid topikal yang digunakan sebagai antiinflamasi dengan cara
menghambat migrasi makrofag, menghambat deposisi kolagen, dan pembentukan
keloid. Clobetasol maksimal digunakan 2 minggu karena memiliki berbagai efek
samping seperti penipisan epidermis, rasa terbakar, gatal, iritasi, atrofi (perunahan
kulit), telangiektasis, striae, hipopigmentasi, dermatitis kontak. Pemberian
loratadine karena pasien mengeluh gatal hebat. Loratadine dikonsumsi siang hari
karena memiliki efek susah tidur.(1,6). Terapi ini sudah sesui dengan
penatalaksanaan pada pasien psoariasis. Pasien psoariasis sendiri dapat diberikan
terapi yang terdiri dari pengobatan secara sistemik, pengobatan secara topical.
1. Pengobatan Sistemik
a. Kortikosteroid
Kortikosteroid dapat mengontrol psoriasis dengan dosis ekuivalen
prednisone 30 mg per hari. Setelah membaik dosis diturunkan perlahan-lahan

8
lalu diberikan dosis pemeliharaan. Penghentian obat secara mendadak akan
menyebabkan kekambuhan dan dapat terjadi psoriasis pustulosa generalisata. 2
b. Obat Sitostatik
Obat sitistatik yang biasa digunakan adalah metotrexate. Obat ini bekerja
dengan cara menghambat enzim dihidrofolat reduktase, sehingga menghambat
sintesis timidilat dan purin. Obat ini menunjukkan hambatan replikasi dan fungsi
sel T dan mungkin juga sel B karena adanya efek hambatan sintesis. Efek samping
dari penggunaan MTX adalah nyeri kepala, alopecia, saluran cerna, sumsul tulang,
hepar dan lien. Pada saluran cerna berupa nausea, nyeri lambung, stomatitis
ulcerosa dan diare. Pada reaksi yang hebat dapat terjadi enteritis hemoragik dan
perforasi intestinal. Depresi sumsum tulang menyebabkan timbulnya leucopenia,
trombositopenia dan kadang-kadang anemia. Pada hepar dapat terjadi fibrosis dan
sirosis.
2. Pengobatan Topikal
a. Preparat Ter
Obat topikal yang biasa digunakan adalah preparat ter, yang efeknya adalah
anti radang. Menurut asalnya preparat ter dibagi menjadi 3, yakni yang berasal
dari:
 Fosil, misalnya iktiol.
 Kayu, misalnya oleum kadini dan oleum ruski.
 Batubara, misalnya liantral dan likuor karbonis detergens
Preparat ter yang berasal dari fosil biasanya kurang efektif untuk psoriasis,
yang cukup efektif ialah yang berasal dari batubara dan kayu. Ter dari batubara
lebih efektif daripada ter berasal dari kayu, sebaliknya kemungkinan
memberikan iritasi juga besar. Pada psoriasis yang telah menahun lebih baik
digunakan ter yang berasal dari batubara, karena ter tesbut lebih efektif
daripada ter yang berasal dari kayu dan pada psoriasis yang menahun
kemungkinan timbulnya iritasi kecil. Sebaliknya pada psoriasis akut dipilih ter
dari kayu, karena jika dipakai ter dari batu bara dikuatirkan akan terjadi iritasi
dan menjadi eritroderma.

9
b. Kortikosteroid
Kortikosteroid topikal memberi hasil yag baik. Potensi dan vehikulum
bergantung pada lokasinya. Pada skalp, muka dan daerah lipatan digunakan
krim, di tempat lain digunakan salap. Pada daerah muka, lipatan dan genitalia
eksterna dipilih potensi sedang, bila digunakan potensi kuat pada muka dapat
memberik efek samping di antaranya teleangiektasis, sedangkan di lipatan
berupa strie atrofikans. Pada batang tubuh dan ekstremitas digunakan salap
dengan potensi kuat atau sangat kuat bergantung pada lama penyakit. Jika telah
terjadi perbaikan potensinya dan frekuensinya dikurangi.
c. Calcipotriol
Calcipotriol ialah sintetik vitamin D. Preparatnya berupa salep atau krim
50 mg/g. Perbaikan setelah satu minggu. Efektivitas salep ini sedikit lebih baik
daripada salap betametason 17-valerat. Efek sampingnya pada 4 – 20% berupa
iritasi, yakni rasa terbakar dan tersengat, dapat pula telihat eritema dan
skuamasi. Rasa tersebut akan hilang setelah beberapa hari obat dihentikan.
d. Tazaroten
Merupakan molekul retinoid asetilinik topikal, efeknya menghambat
proliferasi dan normalisasi petanda differensiasi keratinosit dan menghambat
petanda proinflamasi pada sel radang yang menginfiltrasi kulit. Tersedia dalam
bentuk gel, dan krim dengan konsentrasi 0,05 % dan 0,1 %. Bila
dikombinasikan dengan steroid topikal potensi sedang dan kuat akan
mempercepat penyembuhan dan mengurangi iritasi. Efek sampingnya ialah
iritasi berupa gatal, rasa terbakar dan eritema pada 30 % kasus, juga bersifat
fotosensitif.

10
BAB IV
KESIMPULAN
Telah dilaporkan kasus dengan diagnosa Psoariasis Vulgaris pada pasien
Ny. T usia 54 th. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
fisik. Dari anamnesis pasien mengeluh gatal lengan dan tungkai bawah. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan gambaran ujud kelainan kulit berupa Plakat
eritematosa disertai skuama tebal bersisik dengan susunan polisiklik berbatas tegas
(sirkumskrip), dengan penyebaran lokalisata di lengan dan tungkai bawah. Dari
hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat disimpulkan bahwa pasien menderita
psoariasis vulgaris. Penatalaksanaan yang diberikan pada pasien salep Clobatasol
propionate dioles 2x1, Vaseline album dioles 2x1, Loratadine Tablet 10 mg/hari,
selama 7 hari pagi hari. Psoariasis merupakan penyakit kronis dan residif yang tidak
dapat diprediksi keluhan dan pemicunya. Hal tersebut menyebabkan proses
pengobatan yang panjang sehingga pengobatan selain berkhasiat juga harus aman
untuk digunakan jangka lama. Pasien juga di edukasi untuk menjaga kebersihan
kulit, dan Mencegah garukan dan gosokan. Hindari stress dan kelelahan serta
Minum obat dan kontrol ke dokter secara teratur.

11
DAFTAR PUSTAKA
1. Aisah, Siti dalam Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, editor Djuanda, Adhi.,
Hamzah, Mochtar., Aisah, Siti., Edisi Keenam. 2009. Jakarta : FK UI. Hal.,
189-203
2. Zangeneh, et al. 2013. Psoariasis-Type, Causes, and Medication. INTECH.
http://dx.doi.org/10.5772/54728
3. Fitri, Kurnia. 2017. Psoariasis Vulgaris. Lampung. JAgromedUnila Vol.4
No. 1
4. Raghuveer, et al. 2015. A Clinico Histopatological Study Psoariasis.
Kamtaka India. International of Journal of Scientific Study
5. Ali, M. T. et al. (2018) ‘Evaluation of wound healing effect of eel mucus
ointment (Belutidine) in mice by incision model’, Journal of Natural
Remedies, 18(1). doi: 10.18311/jnr/2018/18107.
6. Goodman dalam Pharmacological Basic Therapeutics. 2009. Mc Graw Hill
: USA.
7. Jama Dermatol. 2013. Psoariasis Severity and The Prevalence of Major
Medical Comorbidities: A Population based Study. Sweden. 149(10): 1173–
1179. doi:10.1001/jamadermatol.2013.5015

12

Anda mungkin juga menyukai