Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Masalah
Manusia sebagai makhluk holistik dipengaruhi oleh lingkungan dalam
dirinya dan lingkungan luar baik keluarga, kelompok maupun komunitas.
Dalam berhubungan dengan lingkungan, manusia harus mengembangkan
strategi koping yang efektif agar mampu beradaptasi (Susilowati, 2005).
Kegagalan dalam memberi koping yang sesuai dengan tekanan yang
dialami dalam jangka panjang mengakibatkan individu mengalami berbagai
macam gangguan mental. Gangguan mental tersebut sangat bervariatif,
tergantung dari berat ringannya sumber tekanan, perbedaan antar individu,
dan latar belakang individu yang bersangkutan (Siswanto, 2007).
Kesehatan jiwa tidak hanya terkait dengan gangguan jiwa. Ada

beberapa aspek yang mempengaruhi kesehatan jiwa, misalnya: kualitas


Sumber Daya Manusia dalam mengawasi emosional, kemudian aspek sosial
yakni kejadian di lingkungan yang berdampak pada gangguan jiwa seperti
tindakan kekerasan dan merasa tidak nyaman. Saat ini lebih dari 450 juta
penduduk dunia hidup dengan gangguan jiwa. Di Indonesia berdasarkan data
Riset Kesehatan Dasar ( RISKESDAS) tahun 2007, menunjukkan gangguan
mental emosional seperti gangguan kecemasan dan depresi sebesar 11, 6 %
dari populasi orang dewasa. Jumlah populasi orang dewasa di Indonesia
kurang lebih 150. 000. 000 orang yang mengalami gangguan mental
emosional (Sunaryo, 2004).
Menarik diri adalah pengalaman kesendirian secara individu dan
dirasakan segan oleh orang lain dan sebagai keadaan negatif dan mengancam
( Nanda, 2005- 2006). Sedangkan menurut Townsend, yang dikutip
Kusumawati, 2010, isolasi sosial adalah keadaan kesepian yang dialami oleh
seseorang karena orang lain menyatakan sikap negatif dan mengancam.
Menarik diri bisa diperoleh dari orang tua yang sebelumnya juga
menderita menarik diri atau dari faktor genetic. Orang tua penderita menarik
diri, salah satu kemungkinan anaknya 7%-16% mengalami menarik diri, bila
keduanya menderita 40%-68%, saudara tiri kemungkinan menderita 0, 9%-
1,8%, saudara kembar 2%-15%, dan saudara kandung 7%-15% (Townsend,

1
dikutip Yosep, 2010).
Menurut data di Amerika Serikat:
1. Setiap tahun terdapat 300. 000 pasien menarik diri mengalami episode akut.
2. Prevalensi menarik diri lebih tinggi dari penyakit Alzheimer, Mutiple Sklerosis,
Diabetes Melitus, dan penyakit otot.
3. 20% -50% pasien menarik diri melakukan percobaan bunuh diri, dan 10%
diantaranya berhasil.
4. Angka kematian pasien menarik diri 8x lebih tinggi daripada kematian
penduduk pada umumnya. (Yosep, 2010).

Berdasarkan data di Rumah Sakit Jiwa Daerah (RSJD) Klaten, pada


bulan Agustus tahun 2010 pasien yang masuk ke rumah sakit sebanyak 2294
penderita. 1162 (50,65%) mengalami perilaku kekerasan, 462 ( 20,13%)
menderita halusinasi, 374 (16,30%) menderita menarik diri, 130 ( 5,66%) mengalami
harga diri rendah dan 21 ( 0,91) mengalami defisit perawatan diri. Kemudian data
pencatatan di bangsal Instalasi Perawatan Intensif Psikiatri ( IPIP) RSJD Klaten,
pada bulan Agustus terdapat 380 (40%) pasien mengalami gangguan perilaku
kekerasan, 142, 5 (25%) pasien mengalami ganguan halusinasi, 85, 5 (20%) pasien
mengalami menarik diri, 34,2 (10%) pasien menderita harga diri rendah, dan 9,23
(3%) pasien mengalami waham dan 5, 9(2%) pasien mengalami defisit perawatan diri.

1.2.Identifikasi Masalah
Berdasarkan fenomena diatas maka peneliti ingin melakukan penelitian tentang “Asuhan
Keperawata jiwa dengan menarik diri pada Nn. S di Bangsal Instalasi Perawatan Intensif
Psikiatri Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. RM Soedjarwadi, Klaten”.

1.3.Tujuan Penulisan
1.Tujuan umum
Perawat mampu menerapkan asuhan keperawatan jiwa pada Nn. S.
2.Tujuan khusus
a. Mampu melakukan pengkajian pada Nn. S dengan masalah menarik diri.
b. Mendiagnosis keperawatan berdasarkan data yang diperoleh untuk mengatasi
masalah menarik diri pada Nn. S.

2
c. Melakukan perencanaan keperawatan kesehatan yang tepat untuk mengatasi
menarik diri pada Nn. S.
d. Melaksanakan perencanaan keperawatan menarik diri pada Nn. S.
e. Mengevaluasi untuk melihat keberhasilan yang sesuai dengan rencana tindakan
keperawatan yang telah diberikan pada Nn. S.

1.4.Manfaat Penulisan
1. Bagi pasien dan keluarga
Agar pasien dan keluarga dapat mengetahui dan memahami tentang pengertian,
penyebab, tanda, dan gejala serta tindakan pengobatan menarik diri.
2. Bagi perawat
Dapat digunakan sebagai acuan dalam merawat pasien dengan menarik
diri, sehingga mampu memberikan perawatan yang lebih baik terhadap klien.
3. Bagi peneliti selanjutnya
Dapat menggunakan penelitian ini sebagai perbandingan dan acuan peneliti-
peneliti lebih lanjut dan dapat dikembangkan lagi untuk penelitian
pengetahuan menarik diri.
4. Rumah Sakit
Dapat digunakan sebagai acuan dalam mengembangkan mutu pelayanan
pada klien menarik diri.
5. Pembaca
Untuk memperkaya kajian tentang masalah kesehatan jiwa, khususnya pada masalah
kesehatan menarik diri.

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1.Dasar Dasar Kesehatan Keperawatan Jiwa


a. Defenisi Sehat Jiwa
Kesehatan jiwa adalah perasaan sehat dan bahagia serta mampu mengatasi
tantangan hidup,dapat menerima orang lain sebagaimana adanya serta
mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain.

Menurut WHO (2011), yang dimaksud dengan sehat jiwa adalah “a state of well-being
in
which every individual realizes his or her own potential, can cope with the normal stresses
of life, can work productively , and is able to make a contribution to her or his community”
Berdasarakan defenisi diatas jelaslah bahwa sehat jiwa itu bukan hanya sekedar bebas dari
gangguan jiwa akan tetapi, seseorang yang sehat jiwanya adalah seseorang yang mengerti
dan menyadari kemampuan yang dimilikinya, bisa mengatasi stres dalam kehidupan sehari –
hari, dapat bekerja secara produktif dan berkontribusi di masyarakat dimana dia berada.
Menurut WHO (2011), yang dimaksud dengan sehat jiwa adalah “a state of well-being
in
which every individual realizes his or her own potential, can cope with the normal stresses
of life, can work productively , and is able to make a contribution to her or his community”
Berdasarakan defenisi diatas jelaslah bahwa sehat jiwa itu bukan hanya sekedar bebas dari
gangguan jiwa akan tetapi, seseorang yang sehat jiwanya adalah seseorang yang mengerti
dan menyadari kemampuan yang dimilikinya, bisa mengatasi stres dalam kehidupan sehari –
hari, dapat bekerja secara produktif dan berkontribusi di masyarakat dimana dia berada.
Menurut WHO (2011), yang dimaksud dengan sehat jiwa adalah “a state of well-being
in
which every individual realizes his or her own potential, can cope with the normal stresses
of life, can work productively , and is able to make a contribution to her or his community”
Berdasarakan defenisi diatas jelaslah bahwa sehat jiwa itu bukan hanya sekedar bebas dari
gangguan jiwa akan tetapi, seseorang yang sehat jiwanya adalah seseorang yang mengerti
dan menyadari kemampuan yang dimilikinya, bisa mengatasi stres dalam kehidupan sehari –
hari, dapat bekerja secara produktif dan berkontribusi di masyarakat dimana dia berada.
Menurut WHO (2011), yang dimaksud dengan sehat jiwa adalah “a state of well-being
in
which every individual realizes his or her own potential, can cope with the normal stresses
of life, can work productively , and is able to make a contribution to her or his community”
Berdasarakan defenisi diatas jelaslah bahwa sehat jiwa itu bukan hanya sekedar bebas dari
gangguan jiwa akan tetapi, seseorang yang sehat jiwanya adalah seseorang yang mengerti
dan menyadari kemampuan yang dimilikinya, bisa mengatasi stres dalam kehidupan sehari –
hari, dapat bekerja secara produktif dan berkontribusi di masyarakat dimana dia berada.
Menurut WHO (2011), yang dimaksud dengan sehat jiwa adalah “a state of well-being
in
which every individual realizes his or her own potential, can cope with the normal stresses
of life, can work productively , and is able to make a contribution to her or his community”
Berdasarakan defenisi diatas jelaslah bahwa sehat jiwa itu bukan hanya sekedar bebas dari
gangguan jiwa akan tetapi, seseorang yang sehat jiwanya adalah seseorang yang mengerti
4
dan menyadari kemampuan yang dimilikinya, bisa mengatasi stres dalam kehidupan sehari –
hari, dapat bekerja secara produktif dan berkontribusi di masyarakat dimana dia berada.
Menurut WHO (2011), yang dimaksud dengan sehat jiwa adalah “a state of well-being
in
which every individual realizes his or her own potential, can cope with the normal stresses
of life, can work productively , and is able to make a contribution to her or his community”
Berdasarakan defenisi diatas jelaslah bahwa sehat jiwa itu bukan hanya sekedar bebas dari
gangguan jiwa akan tetapi, seseorang yang sehat jiwanya adalah seseorang yang mengerti
dan menyadari kemampuan yang dimilikinya, bisa mengatasi stres dalam kehidupan sehari –
hari, dapat bekerja secara produktif dan berkontribusi di masyarakat dimana dia berada.
Menurut WHO (2011), yang dimaksud dengan sehat jiwa adalah “a state of well-being
in
which every individual realizes his or her own potential, can cope with the normal stresses
of life, can work productively , and is able to make a contribution to her or his community”
Berdasarakan defenisi diatas jelaslah bahwa sehat jiwa itu bukan hanya sekedar bebas dari
gangguan jiwa akan tetapi, seseorang yang sehat jiwanya adalah seseorang yang mengerti
dan menyadari kemampuan yang dimilikinya, bisa mengatasi stres dalam kehidupan sehari –
hari, dapat bekerja secara produktif dan berkontribusi di masyarakat dimana dia berada.
Menurut suliswati, dkk (2005) dalam bukunya konsep dasar keperawatan
jiwa mengatakan bahwa keperawatan jiwa merupakan suatu bidang spesialisasi
dari praktik keperawatan, yang menetapkan teori prilaku sebagai ilmunya dan
penggunaan diri secara terapeutik sebagai kiatnya.
Praktik keperawatan jiwa terjadi dalam konteks sosial dan lingkungan.
Keperawatan jiwa merupakan salah satu dari lima inti disiplin kesehatan mental.
Perawat jiwa menggunakan pengetahua dari ilmu ilmu psikososial, biofisik ,
teori teori kepribadian dan prilaku manusia untuk menurunkan suatu kerangka
kerja teoritik yang menjadi landasan praktik keperawatan. Saat ini berkembang
perawatan sebagai profesi yaitu perawatan sebagai elemen inti dari semua
praktik kepetawatan.Pelayanan keperawatan jiwa di indonesia di mulai di
bukanya rumah sakit jiwa pertama di bogor pada tahun 1882 dan sampai
sekarang telah berdiri 32 rumah Sakit jiwa milik pemerintah di 25 provinsi di
indonesia.
Pada awalnya praktik keperawatan jiwa di Rumah Sakit Jiwa di lakukan
dengan cara “custidial care”. Kemudian berkembang terapi kejang listrik dan
lain lain. Perawatan secara “custodial care” mulai berangsur angsur berubah.
Pasien mulai di latih bekerja sasuai kemampuan, walaupun ruangan masih
dikunci dan pasien belum boleh keluar ruangan.
Berdasarkan undang undang No.3 Tahun 1966 tentang kesehatan jiwa,
terjadi “modernisasi” karena upaya kesehatan jiwa dilaksanakan secara
komprehensif (promottif, preventif, kuratif, rehabilitatif). Pelayanan ditujukan

5
pada individu dan masyarakat.Melalui program kesehatan jiwa menjadi pusat
pembinaan kesehatan jiwa masyarakat. Pelayanan perawatan kesehatan jiwa
bukan hanya di tujukan pada klien gangguan jiwa tetapi juga dengan berbagai
masalah psikososial, yang ditujukan pada semua orang dan lapisan masyarakat
sehungga tercapai sehat mental dan hidup harmonisserta produktif.
Kesehatan jiwa merupakan kondisi yang memfasilitasi secara optimal dan
selaras dengan orang lain, sehingga tercapai kemampuan menyesuaikan diri
dengan diri sendiri, orang lain, masyarakat dan lingkungan , keharmonisan
fungsi jiwa, yaitu sanggup menghadapi problem yang biasa terjadi dan merasa
bahagia.
Sehat secara utuh mencakup aspek fisik, mentalm sosial dan pribadi yang dapat
di jelaskan sebagai berikut :
Kesehatan fisik, yaitu proses fungsi fisik dan fisiologis, kepadanan dan
efesiensinya. Indikator sehat fisik yang paling minimal adalah tidak ada
disfungsi dengan indikator lain (misalnya tekanan darah, kadar kolestrol, denyut
nadi, dan jantung juga kadar monoksida) yang biasa di gunakan untuk menilai
berbagai derajat kesehatan.
Kesehatan mental/psikologis/jiwa, yaitu secara primer tentang perasaan
sejahtera secara subjektif, suatu penilaian diri tentang perasaan seseorang
mencakup area seperti konsep diri tentang kemampuan seseorang, kebugaran
dan energi, perasaan sejahtera, dan kemampuan pengendalian diri internal;
indikator mengenai keadaan sehat mental atau psikologis atau jiwa yang
minimal adalah tidak meras tertekan atau depresi.

b.Keperawatan Jiwa
Keperawatan jiwa adalah pelayanan keperawatan profesional yang di dasarkan
pada ilmu prilaku, ilmu keprawatan jiwa pada manusia sepanjang siklus
kehidupan dengan respon psikososial yang maladaptif yang disebabkan oleh
gangguan biopsikososial, dengan mengguanakan diri sendiri dan terapi
keperawatan jiwa (komunikasi terapeutik dan terapi modalitas keperawatan
kesehatan jiwa) melalui pendekatan proses keperawatan untuk meningkatkan,
mencegah mempertahankan dan memulihkan masalah kesehatan jiwa klien
(individu, keluarga, kelompok, komunitas).
Keperawatan jiwa adalahb proses interpersonal yang berusaha untuk
meningkatkan dan mempertahankan prilaku sehingga klien dapat berfungsi utuh
sebagai manusia.Tatanana tradisional dari keperawatan jiwa mencakup fasilitas

6
psikiatri, pusat kesehatan mental masyarakat unit psikiatri di rumah sakit umum,
fasilitas-fasilitas tempat tinggal dan praktik pribadi. Dengan di prakarsainya
bentuk baru pelayanan kesehatan, timbul suatu tatanan alternatif sepanjang
rentang asuhan keperawatan jiwa atau tatanan tersebut meliputi pelayanan di
rumah, program rawat inap prasial, hospice, asosiasi perawatan kunjungan, unit
kegawadaruratan, klinik pelayanan utuma, sekolah, penjara, industri, fasilitas
pengelolaan perawatan dan organisasi pemiliharaan kesehatan.
Prinsip keperawatan jiwa berlandaskan paradigma dapat di tinjau dari 4
komponen yaitu :
1. Manusia, fungsi seseorang sebagai makhluk holistik yaitu bertindak, berinteraksi
dan bereaksi dengan lingkungan secara keseluruhan dan setiap individu
mempunyai kebutuhan dasar yang sama dan penting.
2. Lingkungan, manusia sebagai makhluk holistik di pengeruhi oleh lingkungan dari
dalam dirinnya dan lingkungan dari luar, baik keluarga, kelompok, maupun
komunitas.dalam berhubungan dengan linghkungan, manusia harus
mengembangakan strategi koping agar dapat beradaptasi hubungan interpersonal
yang dikembangkan dapat menghasilkan perubahan dari individu.
3. Kesehatan, merupakan salah satu kebutuhan dasa manusia yang menunjukkan
salah satu segi kualitas hidup manusia oleh karena itu setiap individu mempunyai
hak un tuk memperoleh kesehatan yang sama melalui perawatan yang adekuat.
4. Keperawatan, dalam keperawtan jiwa, perawat memandang manusia secara
homolistik dan menggunakan diri sendiri secara terapeutik. Metedologi dalam
keperawatan keperawatan jiwa adalah menggunakan diri secara terapeutik dan
interaksinya interpesonal dengan menyadari diri sendiri, lingkungan , dan
interaksinya dengan lingkungan.kesadadaran ini merupakan dasar untuk
peubahan.Klien bertambah sadarkan diri dan situasinya, sehingga lebih akurat
mangidentifikasi kebutuhan dan masalah serta memilih cara yang sehat untuk
mengatasinya.perawat member stimulus yang onstrutf pada klien berespons secara
konstruktif sehungga akhirnya len belajar cara penanganan masalah yang
merupakan modal dasar dalam menanggapi berbagai masalah kehidupan.
5. Peran fungsi perawat kesehatan jiwa,perawat kesehatan ja merupakan proses
interpersonal yang berupaya untu meningkkatkan dan mempertahankan prilaku
yang mendukung pada fungsi yang terintegrasi sehingga sanggup
mengembangkan diri secara wajar dan dapat melakukan fungsinya dengan
baik,sanggup menjalankan tugasnya sehari-sehari bagaimana mestinya. Dalam

7
upaya mengembangkan pelayanan keperaatan jiwa, perawat sangat penting, untuk
mengetahui dan meyakini akan peran dan fungsnya,serta memahami beberapa
konsep dasar yng berhubungan dengan keperawatan jiwa.
6. Peran perawat psikiatri, peran perawat kesehatan jiwa mempunyai peran yang
spesfik. Aspek dari peran tersebut meliputi kemandirian dan kolaborasi.
a. Pelaksana asuhan keerawatan : perawat memberikkan pelayanan asuhan
keperawatan jiwa kepada individu,keluarga dan komunitas.
b. Pelaksana pendidikan keperawatan :perawat memberikan pendidikan
kesehatan jiwa kepada individu, keluarga dan komunitas agar mampu
melakukan perawatan pada diri sendiri, anggota keluarga dan anggota
masyarakat lain.
c. Pengelola keperawatan :perawat harus menunjukkan sikap kepemimpnan
dan bertanggung jawab dalam mengelola asuhan keperawatan jiwa.

2.2.Ciri-ciri Sehat Jiwa


a. Merasa senang terhadap dirinya serta
1) Mampu menghadapi situasi
2) Mampu mengatasi kekecewaan dalam hidup
3) Puas dengan kehidupannya sehari-hari
4) Mempunyai harga diri yang wajar
5) Menilai dirinya secara realistis, tidak berlebihan dan tidak pula
merendahkan
b. Merasa nyaman berhubungan dengan orang lain serta
1) Mampu mencintai orang lain
2) Mempunyai hubungan pribadi yang tetap
3) Dapat menghargai pendapat orang lain yang berbeda
4) Merasa bagian dari suatu kelompok
5) Tidak "mengakali" orang lain dan juga tidak membiarkan orang lain
"mengakah" dirinya
c. Mampu memenuhi tuntutan hidup serta
1) Menetapkan tujuan hidup yang realistis
2) Mampu mengambil keputusan
3) Mampu menerima tanggungjawab
4) Mampu merancang masa depan
5) Dapat menerima ide dan pengalaman baru
6) Puas dengan pekerjaannya

2.3.Tanda Dan Gejala Gangguan Jiwa


a.Perubahan kepribadian
Gangguan kejiwaan ditandai dengan perubahan kepribadian pada seseorang.
Dikutip dari Psychiatry, orang dengan gangguan jiwa bertindak dan
berperilaku berbeda yang terbilang aneh dan kadang tak masuk akal.
b. Perubahan suasana hati
8
Suasana hati orang yang mengalami gangguan jiwa juga sering kali berubah
tak menentu. Mereka bisa cemas, marah, menangis, atau bahkan melakukan
kekerasan fisik. Dikutip dari Psychology Today, perubahan suasana hati ini
berlangsung dengan cepat, tak menentu, dan tanpa sebab yang jelas.
c. Penarikan diri
Seseorang dengan gangguan kejiwaan dapat menarik diri secara sosial dan
menghabiskan waktu sendiri. Mereka kerap hilang minat pada kegiatan yang
sebelumnya disukai.
d. Kurang merawat diri
Orang dengan masalah kesehatan mental sering mengabaikan kebersihan
diri sendiri. Mereka juga kerap terlibat dalam perilaku yang berisiko seperti
mengonsumsi alkohol, narkoba, dan kekerasan.
e. Putus asa
Gangguan jiwa juga membuat seseorang merasa putus asa. Mereka
berpikiran hidup berjalan sulit dan tak ada harapan untuk memperbaiki
hidup.

f. Tidak logis
Gejala gangguan kejiwaan lainnya adalah berpikiran tidak logis. Mereka
acap kali memiliki keyakinan yang tidak biasa dan berlebihan

2.4. Undang-undang Keperawatan Jiwa

Pasal 4

a. Upaya Kesehatan Jiwa dilakukan melalui kegiatan:


1) promotif;
2) preventif;
3) kuratif; dan
4) rehabilitatif.
5) Upaya Kesehatan Jiwa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh
Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat.

Pasal 5

a. Upaya Kesehatan Jiwa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dilaksanakan secara


terintegrasi, komprehensif, dan berkesinambungan sepanjang siklus kehidupan
manusia.

9
b. Dalam rangka menjamin pelaksanaan Upaya Kesehatan Jiwa yang terintegrasi,
komprehensif, dan berkesinambungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
dilakukan secara terkoordinasi.

c. Ketentuan lebih lanjut mengenai koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diatur dengan Peraturan Presiden.

BAB III
PENUTUP
3.1.Kesimpulan

Kesehatan Jiwa adalah Perasaan Sehat dan Bahagia serta mampu mengatasi
tantangan hidup, dapat menerima orang lain sebagaimana adanya serta mempunyai
sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain.Secara umum diketahui bahwa
gangguan jiwa disebabkan oleh adanya gangguan pada otak tapi tidak diketahui secara
pasti apa yang mencetuskannya. Stress diduga sebagai pencetus dari gangguan jiwa tapi
stress dapat juga merupakan hasil dari berkembangnya mental illness pd diri seseorang.

3.2.Saran

Diharapkan perawat lebih mempelajari mengenai fungsi dan perannya dalam


penanganannya masalah kesehatan jiwa dengan memahami masalah kesehatan jiwa
yang ada serta upaya penanganannya dengan baik.

10
Daftar Pustaka

https://studybilid.com
konsep dasar keperawatan jiwa

11

Anda mungkin juga menyukai