Farmakokinetik
Kloramfenikol merupakan suatu antibiotik yang memiliki mekanisme kerja
menghambat sisntesis protein pada tingkat ribosom. Obat ini mengikatkan
dirinya pada situs-situs terdekat pada subunit 50S dari ribosom RNA 70S.
Kloramphenikol menyekatkan ikatan persenyawaan aminoacyl dari molekul
tRNA yang bermuatan ke situs aseptor kompleks mRNA ribosom. Ikatan tRNA
pada kodon-nya tidak terpengaruh. Kegagalan aminoacyl untuk menyatu
dengan baik dengan situs aseptor menghambat reaksi transpeptidase yang
dikatalisasi oleh peptidyl transferase. Peptida yang ada pada situs donor pada
kompleks ribosom tidak ditransfer ke asamamino aseptornya, sehingga sintesis
protein terhenti (Katzung, 2004).
Untuk penggunaan secara topikal pada mata, kloramfenikol diabsorpsi
melalui cairan mata. Berdasarkan penelitian, penggunaan kloramfenikol pada
penyakit mata yaitu katarak memberi hasil yang baik namun hasil ini sangat
dipengaruhi oleh dosis dan bagaimana cara mengaplikasikan sediaan tersebut.
Jalur ekskresi kloramfenikol utamanya melalui urine. Perlu diingat untuk
penggunaan secara oral, obat ini mengalami inaktivasi di hati. Proses absorsi,
metabolisme dan ekskresi dari obat untuk setiap pasien, sangat bervariasi,
khususnya pada anak dan bayi. Resorpsinya dari usus cepat dan agak lengkap.
Difusi kedalam jaringan, rongga, dan cairan tubuh baik sekali, kecuali kedalam
empedu. Kadarnya dalam CCS tinggi sekali dibandingkan dengan antibiotika
lain, juga bila terdapat meningitis. Plasma-t1/2-nya rata-rata 3 jam. Didalam
hati, zat ini dirombak 90% menjadi glukoronida inaktif. Bayi yang baru
dilahirkan belum memiliki enzim perombakan secukupnya maka mudah
mengalami keracunan dengan akibat fatal. Ekskresinya melalui ginjal, terutama
sebagai metabolit inaktif dan lebih kurang 10 % secara utuh (Tjay dan Rahardja,
2008).
Farmakodinamik :
F A R M A K O T E R A P I |1
Kloramfenikol bekerja dengan menghambat sintesis protein kuman. Obat ini terikat
pada ribosom sub unit 50s dan menghambat enzim peptidil transferase sehingga
ikatan peptida tidak terbentuk pada proses sintesis protein kuman.
Farmakokinetik :
Setelah pemberian oral, kloramfenikol diserap dengan cepat. Kadar puncak dalam
darah tercapai hingga 2 jam dalam darah. Untuk anak biasanya diberikan dalam
bentuk ester kloramfenikol palmitat atau stearat yang rasanya tidak pahit. Bentuk
ester ini akan mengalami hidrolisis dalam usus dan membebaskan kloramfenikol.
Masa paruh eliminasinya pada orang dewasa kurang lebih 3 jam, pada bayi berumur
kurang dari 2 minggu sekitar 24 jam.Kira-kira 50% kloramfenikol dalam darah
terikat dengan albumin.Obat ini didistribusikan secara baik ke berbagai jaringan
tubuh, termasuk jaringan otak, cairan serebrospinal dan mata.
F A R M A K O T E R A P I |2
Pada gagal ginjal, masa paruh kloramfenikol bentuk aktif tidak banyak berubah
sehingga tidak perlu pengurangan dosis.Dosis perlu dikurangi bila terdapat
gangguan fungsi hepar (Raymond, 2009)
Indikasi
Untuk terapi infeksi superficial pada mata dan otitis eksterna yang
disebabkan oleh bakteri, blepharitis, katarak, konjungtifitis bernanah, traumatik
karatitis, trakhoma dan ulcerative keratitis (McEvoy, 2002).
Kontraindikasi
Mekanisme Kerja
Efek Samping
Rasa pedih dan terbakar mungkin terjadi saat aplikasi kloramfenikol pada
mata. Reaksi hipersensitivitas dan inflamasi termasuk konjunctivitis, terbakar,
angioneuro edema, urtikaria vesicular/ maculopapular dermatitis (jarang
terjadi) (McEvoy, 2002).
F A R M A K O T E R A P I |3
Tjay, T. H. dan Rahardja K. 2008. Obat-Obat Penting. Jakarta : Elex Media
Komputindo
McEvoy, G. K. 2002. AHFS Drug Information. USA : American Society of Health
System Pharmcists.
F A R M A K O T E R A P I |4
F A R M A K O T E R A P I |5
F A R M A K O T E R A P I |6
TUGAS FARMAKOTERAPI
STUDI KASUS
DI SUSUN OLEH:
Anggita Setiya Dama Yanti 115130100111025/B
Rinda Wulandari 115130100111043/B
Dina Anisa Isnu Hidayati 115130100111046/B
Tri Ratih Ayu Permata Sari 115130101111029/B
Mohammad Rizki Ramadhani 115130101111045/B
Brasilia Septya Ayu 115130101111046/B
Ricko Ardya Pradana 115130101111032/B
Septian Vidya Pangastuti 115130101111041/B
Irina Natalena Osanti 115130107111015/B
Ahmad Lega 115130107111013/B
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2013
F A R M A K O T E R A P I |7
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah Studi Kasus Farmakoterapi “Mastitis pada Sapi” ini tepat pada waktunya
sesuai dengan yang telah ditetapkan.
Kami menyadari bahwa didalam pembuatan makalah ini berkat bantuan dan
tuntunan Tuhan Yang Maha Esa dan tidak lepas dari bantuan berbagai pihak yang
telah berkontribusi dalam penyelesaian makalah ini dengan sebaik-baiknya. Untuk
itu dalam kesempatan ini penulis menghaturkan rasa hormat dan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu dalam pembuatan makalah
ini.
Kami menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih dari jauh
dari kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, kami
telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga
dapat selesai dengan baik. Oleh karena itu, tim penulis (Kelompok 4) dengan segala
kerendahan hati dan dengan tangan terbuka menerima masukan,saran dan usul guna
penyempurnaan makalah ini.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca
dan teman-teman sekalian khususnya para calon dokter hewan.
Hormat Kami,
Kelompok 4
F A R M A K O T E R A P I |8
DAFTAR ISI
Cover ....................................................................................................... 1
F A R M A K O T E R A P I |9
BAB I
PENDAHULUAN
F A R M A K O T E R A P I | 10
bersifat akut, tanda-tanda radang jelas ditemukan, seperti : kebengkakan
ambing, panas saat diraba, rasa sakit, warna kemerahan dan terganggunya
fungsi. Air susu berubah sifat, seperti : pecah, bercampur endapan atau
jonjot fibrin, reruntuhan sel maupun gumpalan protein. Proses yang
berlangsung secara subakut ditandai dengan gejala sebagaimana di atas,
namun derajatnya lebih ringan, ternak masih mau makan dan suhu tubuh
masih dalam batas normal. Proses berlangsung kronis apabila infeksi dalam
suatu ambing berlangsung lama, dari suatu periode laktasi ke periode
berikutnya. Proses kronis biasanya berakhir dengan atropi kelenjar
mammae.
Infeksi ini mudah sekali menular ke ternak sehat lainnya. Sebagian
besar infeksi disebabkan oleh bakteri pathogen melalui lubang putting susu
kemudian ke dalam ambing dan berkembang di dalamnya, sehingga
menimbulkan reaksi peradangan. Penularan mastitis adalah dari seekor sapi
ke sapi lain dan dari kuarter terinfeksi ke kuarter normal bisa melalui tangan
pemerah, kain pembersih, mesin pemerah dan lalat.
1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui cara menentukan masalah pada pasien
1.3.2 Untuk mengetahui cara mengetahui tujuan terapi
1.3.3 Untuk mengetahui cara memilih P-Treatment dan P-Drugs yang tepat
1.3.4 Untuk mengetahui cara menuliskan resep yang benar untuk pasien
1.3.5 Untuk mengetahui cara memberi informasi, instruksi, dan perhatian
kepada pasien
F A R M A K O T E R A P I | 11
1.3.6 Untuk mengetahui cara melakukan hasil terapi dan evaluasi
1.4 Manfaat
Manfaat yang didapatkan dari pembuatan makalah studi kasus ini
adalah diharapkan seluruh mahasiswa dapat memecahkan masalah studi
kasus dan dapat membuat resep yang baik dan benar.
F A R M A K O T E R A P I | 12
BAB II
PEMBAHASAN
2.2 Masalah/Diagnosa
AMBULATOR
Signalement :
Nama Pemilik/Alamat : Tn. Rizky/Karangploso 61
Jenis Hewan : Sapi
Nama Hewan : Mina
Keterangan : Betina, 2 tahun
BB/T : 800 kg/40 °C
F A R M A K O T E R A P I | 13
Katalase. Dengan menggunkan leukosit count dapat diketahui
jumlah sel leukosit. Leukosit merupakan bagian penting dalam
pertahanan tubuh terhadap agen-agen iritasi. Jumlah leukosit
diperkirakan lebih dari pada sel-sel di dalam susu dan akan
bertambah banyak mengikuti invasi bakteri pathogen di dalam
ambing. Metode mikroskopik untuk mengetahui jumlah sel-sel
somatic per ml susu. Reaksi negatif bila jumlah selnya 0-200.000
per ml susu dengan prosentase sel polimorfonuklearnya 0-24%.
Trace diperkirakan jumlah selnya 150.000-500.000 per ml susu,
dengan prosentase PMN 30-40%.
- Positif 1 : jumlah selnya 400.000-1.500.000 per ml susu
dengan sel PMN 40-60%
- Positif 2 : jumlah selnya 800.000-5.000.000 per ml susu
dengan sel PMN 60-70%
- Positif 3 : jumlah selnya di atas 5 juta dan sel PMN 80%
Pada diagnosis melalui pemeriksaan fisik terhadap susu yang diduga
mastitis dapat dilakukan dengan uji reagen CMT, pereaksi IPB-1
atau dapat menggunakan deterjen sebagai alternatif pengganti
reagen CMT dan pereaksi IPB-l. Deterjen atau surfaktan merupakan
salah satu komposisi reagen CMT yang dapat digunakan secara
langsung, lebih murah dan mudah didapatkan di lapangan untuk
mendeteksi mastitis pada sapi perah, guna mengetahui peningkatan
kadar sel leukosit dalam susu mastitis. Penelitian menggunakan
surfaktan pada deteksi mastitis bertujuan untuk mengetahui
keefektifan bentuk, jenis deterjen dan konsentrasi dari deterjen
(Rahmawati, 2008).
Deterjen sebagai bahan untuk mendeteksi mastitis subklinis, yang
diasumsikan bahwa deterjen mengandung alkyl aryl sulfonat yang
merupakan bahan kimia yang terdapat dalam reagen “Scalm Mastitis
Test” dan mengandung pH indikator. Reaksi antara deterjen dengan
Deoksiribo Nucleic Acid (DNA) dalam inti sel adalah menentukan
F A R M A K O T E R A P I | 14
jumlah somatik. Konsentrasi sel 150.000-200.000 sel per ml susu
maka presipitasi akan terbentuk (Rahmawati, 2008 ).
2.4.1 Advice
Penularan mastitis dari seekor sapi ke sapi lain dan dari kuarter
terinfeksi ke kuarter normal bisa melalui tangan pemerah, kain
pembersih, mesin pemerah dan lalat. Oleh karena itu
kebersiahan dan cara pemerahan yang benar harus dilakukan
untuk meminimalisir penularan.
Sanitasi kandang merupakan faktor yang cukup berpengaruh
dari infeksi mastitis ini. Peternak dapat menjaga kebersihan
kandang dengan tidak membiarkan adanya genangan air,
membersihkan sisa jerami yang tercecer dibawah kandang.
Jika ternak terinfeksi mastitis, seperti munculnya warna merah
pada ambing dan ketika menyetorkan susu pada TPS susu
mengalami pecah pada uji alcohol. segera laporkan kepada
petugas kesehatan hewan atau dokter hewan untuk segara
dilakukan pengobatan.
Melaksanakan masa kering kandang selama 6 sampai 7 minggu
secara baik dengan cara : pada minggu pertama; hari ke 1 sampai
ke 3 sapi diperah satu kali, hari ke 4 sapi boleh diperah sekali
lagi lalu dihentikan atau jangan diperah lagi, hari ke 5 sampai ke
8 ambing mulai mengecil dan pembentukan susu terhenti.
F A R M A K O T E R A P I | 15
Melaksanakan program pemeriksaan mastitis secara teratur
setiap bulan dan pemeriksaan mastitis terhadap sapi laktasi yang
akan di beli.
Selain itu juga dapat melakukan dipping putting setelah proses
pemerahan dengan menggunakan antiseptic seperti iodine 0,5 –
1 %. Untuk meminimalisir adanya infeksi.
F A R M A K O T E R A P I | 16
2.4.3 P-Drug
Penentuan P-Drug berdasarkan Jenis Obat : Antibiotik Menghambat Sintesa Protein
F A R M A K O T E R A P I | 17
ribosom 50S subunit yang dimiliki Dosis dan sediaan :
bakteri, pembentukan ikatan ini - Oral
akan menghambat ikatan peptide - Injeksi
pada sebagaian besar bakteri aerob
gram positif berbentuk cocci
termasuk Staphylococcus dan
Steptococcus kecuali Streptococcus
faecalis.
Efek obat
Namun akan terjadi resistensi silang
terjadi antara lincosamides dan
eritromisin yang akan bertindak
sebagai bakteriostatik.
F A R M A K O T E R A P I | 18
dapat melewati plasenta dengan akan menyebabkan homeostasis, ruminansia sebagai obat anti
ditemukannya 5-20% kadar obat hipertermia, gangguan pernafasan, diare karena akan
pada sirkulasi janin sedangkan dan takipnea. memperparah diare. Obat ini
ditemukannya 50% kadar obat ada juga tidak menyebabkan
air susu. Volume distribusi pada sapi Interaksi obat : teratogenik. Obat ini boleh
mencapai 0,8 L/kg. Eritromycin digunakan pada pasien yang
akan diekskresikan seluruhnya pada sedang bunting dengan
empedu tetapi sebagian juga akan syarat manfaat lebih besar
dimetabolisme pada hati melalui N- daripada resiko.
demethylation metabolism aktif.
Hanya 2-5% dari dosis obat yang Dosis dan Sediaan :
tidak diekresikan melalui urin. Half Untuk infeksi dosis yang
life obat ini pada sapi adalah 190 diberikan adalah 4-8 mg/Kg
menit. BB secara intramuscular.
Pada pengobatan mastitis
Farmakodinamik : dilakukan pada masa kering
Mekanisme kerja dengan membersihkan air
Erythromycin merupakan agen susu dan mengeluarkan pada
bakteriostatik tetapi dalam quarter yang terkena
konsentrasi dosis tinggi juga sebagai mastitis. Kemudian
bakterisida. Erythromycin bertindak membersihkannya dengan
dengan mengikat subunit 50S desinfektan lalu melakukan
ribosom pada bakteri, sehingga akan injeksi pada ambing yang
menghambat pembentukan ikatan terkena mastitis.
peptide. Sediaan:
Efek obat Tablet 500 mg
Erythromycin memiliki aktivitas in Kapsul 250 mg
vitro terhadap bakteri gram positif Sirup 200 mg
berbentuk cocci termasuk
Stapylococcus serta Staphylococcus,
dan gram positif berbentuk brasil
yaitu Bacillus anthracis,
Corynebacterium, Clostridium sp.,
Listeria. Beberapa strain basil gram
negatif, termasuk Haemophilus,
Pasturella, dan Brucella. Beberapa
F A R M A K O T E R A P I | 19
strain Actinomyces, Mycoplasma,
Chlamydia, Ureaplasma, dan
Rickettsia adalah juga dihambat oleh
eritromisin.
3 Chloramphenicol Farmakokinetik : Efek samping: Indikasi : Rp 5.700,-/kapsul
Chloramphenicol akan cepat diserap Efek samping pada hewan Chloramphenicol digunakan
setelah pemberian obat peroral dilaporkan tidak terlalu signifikan. untuk berbagai infeksi pada
dengan puncak serum terjadi sekitar Namun, ada beberapa laporan hewan yang disebabkan
30 menit setelah pemberian obat. mengenai toksisitas sumsum bakteri anaerob.
Chloramphenicol secara luas akan tulang. Tanda awal yang terjadi
didistribusikan keseluruh tubuh. adalah vacuolation dari banyak sel Kontra indikasi:
Dengan kadar tertinggi terdapat di awal myeloid dan erythroid, Chloramphenicol memiliki
hati, dan ginjal tetapi obat mencapai lymphocytopenia, dan kontraindikasi pada pasien
tingkat terapeutik pada jaringan dan neutropenia. Efek lain antara lain yang hypersensitive, karena
cairan termasuk vitreous humor, anoreksia, muntah, diare, dan akan mengakibatkan
serta cairan synovial. Konsentrasi depresi. toksisitas hematopoietic,
pada CNS mencapai 50% ketika sehingga penggunaan obat
terjadi meninges dengan jeda wakti Interaksi obat : harus hati-hati pada pasien
4-6 jam sebelum puncak. dengan kelainan hematolgi
Konsentrasi Chloramphenicol pada terutama anemia non-
prostat sekitar 50% diserum. Hanya regeneratif.
sebagian kecil obat yang Chloramphenicol juga harus
diekskresikan melalui urin sehingga hati-hati dalam
tidak dianjurkan untuk hewa dengan penggunaannya pada pasien
gangguan infeksi saluran kemih. dengan gangguan hati atau
Chloramphenicol yang terikat fungsi ginjal sebagai
protein plasma sekitar 30-60% dan akumulasi obat.
memasuki air susu dan plasenta.
Chloramphenicol sebagian besar Dosis dan sediaan :
dimetabolisme pada hati melalui Tablet 5 mg x 20 x 4 butir
glucuronidative. Sehingga hanya 5-
15% obat yang tidak dieskresikan
melalui urin.
Farmakodinamik :
Mekanisme kerja
F A R M A K O T E R A P I | 20
Chloramphenicol bertindak sebagai
antibiotic bakteriostatik tetapi
dengan konsentrasi yang lebih tinggi
sebagai bakterisida.
Chloramphenicol akan mengikat
subunit 50S ribosom pada bakteri
sehingga memecah protein bakteri.
Chloramphenicol memiliki afinitas
untuk ribosom mitokondria.
Efek obat
Chloramphenicol memiliki
spectrum luas dari aktivitas terhadap
organisme gram positif dan
negative. Gram negative aerobic
positif yang rentan termasuk
Staphylococcus dan Streptococus.
Obat ini juga efektif terhadap
beberapa gram negative aerob
termasuk Neissiera, Brucella,
Salmonella, Shigella, Haemophilus,
Clostridium, Bacteroides,
Fusobacterium, dan Veillonella.
4 Oxytetracycline, Farmakokinetik : Efek Samping : Indikasi :
Tetracycline Baik diserap per oral. Bioaviabilitas Pada pemberian overdosis per oral Board spectrum antibiotic
60-80% dapat menyebabkan vomiting, mengatasi infeksi yang
anorexia, dan/atau diare. disebabkan oleh bakteri yang
Farmakodinamik : peka terhadap tetracycline
Mekanisme kerja Interaksi obat : dan turunannya pada pedet,
Bacteriostatic, menghambat sintesis Efek obat dapat terganggu oleh non-lactating dairy cattle
protein dengan mengganggu ikatan bakterisidal seperti penicillin, sapi potong, babi, ikan dan
pada ribosom 30S pada organisme cephalosporins, dan unggas
yang peka. aminoglycosides
Efek obat Kontra Indikasi :
Antibiotik bakteriostatic Kontra indikasi pada hewan
yang hypersensitif terhadap
F A R M A K O T E R A P I | 21
oxytetracycline atau
tetracycline lainnya.
1 Lincomicin HCl ++ ++ ++ ++
2 Erytromicin +++ ++ ++ ++
3 Chloramphenicol + ++ + +
4 Oxytetracycline, Tetracycline ++ ++ + ++
Kesimpulan: Dipilih obat Erytromicin karena kerja farmakokinetik dan farmakodinamik yang sesuai dengan kondisi
pasien, harganya yang terjangkau dan sedikit menimbulkan efek samping. Selain itu obat ini merupakan obat
rekomendasi yang banyak digunakan pada cattle/sapi. Tetapi penggunaan yang berlebihan dapat menyebabkan muntah
dan diare. Untuk infeksi dosis yang diberikan adalah 600 mg/kuarter ambing secara intramamari. Pada pengobatan
mastitis dilakukan pada masa kering dengan membersihkan air susu dan mengeluarkan pada kuarter yang terkena
mastitis. Kemudian membersihkannya dengan desinfektan lalu melakukan infus pada ambing yang terkena mastitis.
F A R M A K O T E R A P I | 22
No Jenis obat Efficacy Safety Suitability Cost
F A R M A K O T E R A P I | 23
perlahan 1 hari sekali
sebagai dosis tunggal atau
dibagi menjadi 2 dosis q12h
hingga 3 hari. hindari
administrasi IV secara
cepat.
2 Phenylbutazone Farmakokinetik : Efek samping : Indikasi :
Pada administrasi oral Dapat menyebabkan iritasi analgesic/anti-
phenylbutazone diabsorbsi melalui lambung atau usus halus dengan inflammatory, antipyrexic
lambung dan intestine. Obat berbagai derajat keparahan yang pada anjing, ternak dan babi
didistribusikan keseluruh tubuh dapat menimbulkan lt GI blood
dengan level yang tinggi ketika loss. Efek resultan yang timbul Kontra indikasi:
sampai di liver, jantung, paru-paru karena iritasi adalah muntah Pasien dengan riwayat
ginjal dan darah dan/atau anorexia abnormalitas hematologi
atau abnormalitas bone
Farmakodinamik : Interaksi obat : marrow, riwayat GI ulcers,
Mekanisme kerja Mekanisme kerja obat dapat dan hewan penghasil susu
Menghambat COX dengan mempengaruhi level serum dan
demikian menurunkan sintesis durasi dari kerja obat lain seperti Dosis dan Sediaan :
prostaglandin. phentoin, valproic acid, oral Bentuk obat :
Efek obat anticoagulants, Injeksi IV, tablet,bolus,oral
Analgesik, anti-inflammatory, antiinflammatory agents lain, pasta,oral gel, powder
antipiretik, dan mild uricosuric sulfonamides, dan sulfonylurea
properties. antidiabetic agents
3 Aspirin Farmakokinetik : Efek samping: Indikasi : Rp 944,000 /
Aspirin cepat diabsorpsi di Dapat menyebabkan iritasi Analgesic, antipiretik, anti
500ml
lambung dan usus halus proksimal lambung atau usus halus dengan inflamasi.
pada hewan monogastrik. berbagai derajat keparahan yang
Absorpsi lambat dari GIT pada dapat menimbulkan GI blood Kontra indikasi:
ternak tetapi kira-kira 70% dari loss. Efek resultan yang timbul Kontra indikasi pada pasien
dosis oral akan diserap karena iritasi adalah muntah yang memiliki
dan/atau anorexia. hipersensitivitas pada obat
ini, pasien dengan bleeding
Farmakodinamik : Interaksi obat : ulcers, hemorrhagic
Mekanisme kerja Obat dengan mekanisme urine disorders, asthma, atau renal
alkalinize (acetazolamide, insufficiency
F A R M A K O T E R A P I | 24
Mekanisme kerja dengan sodium bicarbonate), Urinary
menghambat cyclooxygenase acidifying drugs (methionine, Dosis dan sediaan :
(sintesis prostaglandin) dengan ammonium chloride, ascorbic Cattle (analgesia/
menurunkan sintesis dari acid), Furosemide, Phenobarbital, antipyrexia):
prostaglandin dan Corticosteroids. a) 50 - 100 mg/kg PO q12h
thromboxanes (Jenkins 1987)
b) 100 mg/kg PO q12h
(Koritz 1986)
F A R M A K O T E R A P I | 25
Asam Tolfenamic merupakan asam Tolfenamic atau
inhibitor poten enzim dengan sensitivitas
siklooksigenase, sehingga diketahui non steroid anti-
menghambat sintesis mediator inflamasi atau hewan
inflamasi penting seperti dengan gangguan
tromboksan (Tx) B2 dan coagulative tidak boleh
prostaglandin ( PG ) E2 . Kerjanya diobati dengan obat ini.
tidak hanya oleh sintesis
prostaglandin, tetapi juga memiliki Dosis dan sediaan :
tindakan antagonis langsung pada Mengobati mastitis dosis 4
reseptor . mg/kg BB (1ml/10 kg BB)
Efek obat dosis tunggal secara
menunjukkan ditandai sifat intravena
analgesik dan anti - piretik. Sediaan :
Tolfenamic acid dikenal sangat Injeski dalam botol 50 ml,
efektif setiap kali untuk 100 ml, 250 ml
mengurangi peradangan, demam
dan nyeri.
F A R M A K O T E R A P I | 26
2.5 Penulisan Resep Obat
Pro : Up
Nama Hewan : Mina
Umur/BB : 2 thn/800 kg
Alamat : Karangploso 61, Malang
F A R M A K O T E R A P I | 27
pada ternak. Efek samping yang diakibatkan antara lain menyebabkan iritasi, vomit dan
anorexia. Pemberiannya dengan diinjeksikan melalui Intra Vena dengan dosis
80ml/injeksi dengan dosis tunggal secara intravena. Penggunaan analgesik harus
dihabiskan untuk menghindari inflamasi sekunder.
BAB III
PENUTUP
F A R M A K O T E R A P I | 28
Seekor sapi yang menderita mastitis dilakukan penangan dengan pemberian obat
golongan Antibiotik Menghambat Sintesa Protein yaitu Erytromicin 2 kali sehari. Erytromicin
merupakan antibiotik yang mengikat subunit 50S ribosom pada bakteri sehingga menghambat
pembentukan ikatan peptida. Obat ini jarang menimbulkan efek samping. Aplikasi obat ini
dengan cara intramamari. Selain itu ditambahkan obat analgesik untuk mengurangi efek
inflamasi dan nyeri.
Treatment non-drug juga diperlukan. Treatment ini berupa pembersihan ambing sapi
yang terkena mastitis dengan air hangat dan juga dapat dilakukan dipping dengan
menggunakan alkohol 70 %, Chlorhexidine 0,5%, kaporit 4% dan Iodophor 0,5 – 1%.
DAFTAR PUSTAKA
F A R M A K O T E R A P I | 29
Aulia, Erwin S. 2008. Hubungan Antara Mastitis dengan Kandungan Kadar Garam (NaCl)
pada Susu Sapi Perah. Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya. Malang.
Hidayat A., drh., 2008, Buku Petunjuk Praktis untuk Peternak Sapi Perah tentang, Manajemen
Kesehatan Pemerahan, Dinas Peternakan Propinsi Jawa Barat.
Klastrup, O., G. Bakken, J. Bramley and R. Bushnell. 1987. Environmental influences on
bovine mastitis. Bulletin of the international dairy federation, No. 217, 37 pages.
Rahayu, Imbang Dwi, drh. 2008. Mastitis pada Sapi Perah. Fakultas Pertanian Peternakan
Universitas Muhammadiyah. Malang.
Rahmawati. 2008. Deterjen Sebagai Pereaksi Alternatif Untuk Mendeteksi Mastitis Subklinis
Pada Sapi Perah. Surabaya : Airlangga University Library.
Subronto. 2003. Ilmu Penyakit Ternak (Mamalia) I. Edisi Kedua. Yogyakarta : Gadjah Mada
University Press. 309 – 351.
F A R M A K O T E R A P I | 30