Anda di halaman 1dari 8

Wednesday, March 2, 2016

MAKALAH PROBLEMATIKA FIQIH KONTEMPORER

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
1. Akibat arus modrenisasi yang meliputi hampir sebagian besar Negara-negara yang dihuni
mayoritas umat islam. Dengan adanya arus modrenisasi tersebut, mangakibatkan
munculnya berbagai macam perubahan dalam tatanan sosial umat islam, baik yang
menyangkut Ideologi Politik, Sosial, Budaya dan sebagainya. Berbagai perkembangan
tersebut seakan-akan cenderung menjauhkan umat dari nilai-nilai agama. Hal tersebut
terjadi karena aneka prubahan tersebut banyak melahirkan simbol-simbol sosial dan
kultural yang secara eksplisit tidak memiliki simbol keagamaan yang telah mapan, atau
disebabkan kemajuan modrenisasi tidak diimbangi dengan pembaharuan pemikiran
keagamaan.

2. Telah mapannya sistem pemikiran barat1[1] di mayoritas negeri muslim secara faktual
lebih mudah diterima dan diamalkan apa lagi sangat didukung oleh kekuatan yang
bersifat struktural maupun kultural, namun masyarakat islam dalam penerimaan konsepsi
barat tersebut tetap merasakan adanya semacam “kejanggalan” baik secara psikologis,
sosiologis maupun politis. Tetapi karena belum terwujudnya konsepsi islam yang lebih
kotekstual, maka dengan rasa ketidak berdayaan mereka mengikuti saja konsepsi yang
tidak islami. Hal tersebut akhirnya menggugah naluri pakar hukum islam yang lebih
relevan dengan perkembangan zaman.

1[1] Hukum Positif


B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa tujuan Fiqh Kontemporer ?
2. Bagaimana Pemikiran Islam Tentang Fiqh Kontemporer ?
3. Apa saja ruang lingkup kajian Fiqh Kontemporer?

C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui tujuan fiqh kontemporer.
2. Untuk mengetahui pemikiran Islam Tentang Fiqh Kontemporer.
3. Untuk mengetahui Ruang lingkup kajian Fiqh Kontemporer.
4. Untuk Mengetahui Metode Fiqh Kontemporer.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Tujuan Fiqh Kontemporer


Dr. Yusuf Qardlawi dalam salah satu kitabnya secara implisit mengungkapkan
betapa perlunya fiqh kontemporer.
Dengan adanya kemajuan yang cukup mendasar, timbul pertanyaan bagi kita,
mampukah ilmu fiqh menghadapi zaman modern?. Masih relevankah hukum islam -yang
lahir 14 abad silam- diterapkan sekarang?. Tentu saja kita, sebagai muslim, akan
menjawabnya. Hukum islam mampu menghadapi zaman, dan masih relevan untuk
diterapkan “tidak asal bicara, memang. Tapi, untuk menuju kesana, perlu syarat yang
harus dijalani secara konsekuen. Untuk merealisir tujuan penciptaan fiqh kontemporer
tersebut Qardlawi menawarkan konsep ijtihad. ijtihad yang perlu di buka kembali.
Manapaak-tilasi apa yang telah dilakukan ulama salaf. Dalam hal yang berkaitan dengan
hukum kemasyarakatan, kita perlu bebas madzhab2[2].

Pandangan Prof. Said Rramadan tentang hal serupa. Semua pendapat yang harus
di timbang dengan kriteria Al-Qur’an dan As- sunnah. Dan semua manusia sesudah
Rasulullah SAW dapat berbuat keliru. Dalam segala hal dimana tidak ada teks yang
mengikat, maka pertimbangan masalah sajalah yang mengikat. dan bahwa aturan demi
maslahah dapat berubah bersama perubahan keadaan di masa, terdahulu: “Di mana ada
maslahah disanalah letak jalan Allah”. Perbedaan antara syari’ah (Sebagaimana
tercantum dalam Al-Qura’an dan As-sunnah) yang mengikat abadi dengan dalil- dalil
yang diterangkan oleh para fuqoha’ seharusnya memeberikan pengaruh yang sangat sehat
terhadap umat islam pada zaman ini.
Pernyataan diatas dapat kita ambil kesimpulan khususnya berkenaan dengan
munculnya isu fiqih kontemporer tersebut, yakni: bagaimanapu pemikiran ulama bisa di
pertanyakan kembali berdasarkan kriteria Al-Qur’an dan As-Sunnah di sisi lain
pertimbangan maslahah dapat di jadikan rujukan dalam upaya penyesuaian fiqh dengan
zaman yang berkembang. Terakhir, perbedaan antara syari’ah dengan fiqih menjadi
peluang timbulnya pengkajian fiqih kontemporer. Demikianlah sekelumit beberapa latar
belakang munculnya isu fiqih kontemporer yang dapat penulis kemukakan.

B. Berbagai pemikiran Islam tentang Fiqh Kontemporer


Prof. Dr. Haru Nasution membagi ciri pemikiran islam ke dalam tiga zaman,
yakni zaman klasik ( abad VII-XII ) zaman ini disebut juga oleh beliau sebagai zaman
rasional, zaman pertengahan ( tradisional ) abad XIII-XVIII dan zaman modern

2[2] Sumber kajian Fiqh ( Syafi’i, Hambali, Maliki, Hanafi)


(kontemporer) abad XIX-? . Berdasarkan kriteria di atas, fiqih klasik yang di maksud
adalah pola pemahaman fiqih abad VII-XII, sedangka fiqih kontemporer, adalah pola
pemahaman fiqih abad XIX dan seterusnya. Yang menjadi fokus kajian disini adalah;
adakah relevansinya antara pola pemahaman fiqih kontemporer dengan fiqih klasik, lalu
di mana letak relevansi pemahaman antara kedua zaman tersebut?

Menurut Prof. Dr. Harun Nasution, metode berpikir ulama klasik terkait langsung
dengan al-qur’an dan hadist, sehingga banyak melahirkan ijtihad yang kualitatif, hal ini
banyak di contohkan oleh para sahabat nabi terutama Umar bin Khattab. Metode berpikir
itu pulalah yang di tiru oleh imam-imam mazhab fiqih seperti imam Malik, Abu hanafiah,
Syafi’i, dan ibnu hambal. Juga oleh para mutakallimin seperti: Washil bin ‘Atha’, Abu al-
huzail, Al-jubba’i, Al-asy’ari, Al-maturidi, dan Al-ghozali.
Sedangkan pemikiran zaman pertengahan, berbeda dengan pemikiran zaman
klasik, menjadi terikat sekali dengan hasil pemikiran para ulama zaman klasik. Ruang
geraknya sempit, pemikiran rasional diganti dengan pola pemikiran tradisional. Dalam
menghadapi maslah-masalah baru mereka tidak lagi secara langsung menggali ke al-
qur’an dan hadist tetapi lebih banyak terikat denga produk pemikiran ulama abad klasik.
Sehingga orisinalitas pemikiran semakin berkurang dan cenderung dogmatis. Maka
bekulah pemikiran serta kurang mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman.
Corak pemikiran ini menampilkan sosok ulama islam abad pertengahan dengan
pola penalaran fiqih yang tradisional. Di zaman modern inipun masih banyak umat islam
yang terpaku dengan pola pemikiran islam abad pertengahan tersebut hanya sebagian
kecil yang sudah mulai memakai pola pemikiran rasional zaman klasik.
Sebenarnya bila umat islam ingin maju dan punya kemampuan untuk
mengantisipasi perkembangan zaman modern, pola permikiran rasional para sahabat dan
ulama klasik sudah selayaknya untuk dikembangkan lagi disinilah letak relevansinya
antar fiqih kontemporer dengan fiqih klasik nantinya, yakni relevan dalam pola penalaran
fiqhiyahnya, walaupun akan menghasilkan produk fiqih yang berbeda karena perbedaan
situasi dan kondisi yang ada.

C. Ruang Lingkup Kajian fiqh Kontemporer


Yang dimaksud dengan ruang lingkup kajian fiqih kontemporer disini mencakup:
pertama, masalah-masalah fiqih yang berhubungan dengan situasi kontempoerer
(modern). Kedua, wilayah kajian dalam alqur-an dan hadist.
1. Kajian fiqih kontemporer tersebut dapat di kategorikan ke dalam beberapa aspek:
a. Aspek hukum keluarga, seperti: pembagian harta waris, akad via telepon, perwakafan,
nikah hamil, KB, dll.
b. Aspek ekonomi, seperti: Sistem bungan dalam bank, zakat mal dalam perpajakan,
kredit dan arisan, zakat profesi, asuransi, dll.
c. Aspek pidana, seperti: Hukum potong tangan, hukum pidana islam dalam sistem
nasional,dll.
d. Aspek kewanitaan, seperti: busana muslimah (jilbab), wanita karir, kepemimpinan
wanita, dll.
e. Aspek medis, seperti: pencakokan bagian organ tubuh, pembedaha mayat, kontasepsi
mantap, rekayasa genetika, pemilihan jenis kelamin, ramalan genetika, konseling
genetika, perubahan genetika, revolusi biologik, cloning, percobaan dengan tubuh
manusia, penyeberang jenis kelamin dari pria ke waniat atau sebaliknya, kornea mata,
bayi tabung, bank susu, bank darah, bank sperma, vasektomi dan tubektomi dalam aneka
variasinya, transfusi darah, insemniasi sperma manusia dengan hewan, dll.
f. Aspek teknologi, seperti: penyembelihan hewan secara mekanis, seruan azan atau
basmalah dengan kaset, makmum kepada radio atau televisi, memberi salam dengan bel,
penggunaan hisab dengan meninggalkan rakyat, dll.
g. Aspek politik (kenegaraan) yakni tentang perdebatan sekitar istilah ‘negara islam’
proses pemilhan pemimpin, loyalitas kepada penguasa, dsb.
h. Aspek yang berkaitan dengan pelaksanaan ibadah, seperti,; tabungan haji, tayamum
dengan selain tanah (debu), ibadah qurban dengan uang, menahan haid karena demi
ibadah haji, dan lain-lain.
itulah hal-hal yang sering jadi bahan kajian di tengah-tengah masyarakat muslim
di tengah-tengah masyarakat muslim dewasa ini, tentu banyak hal lainnya yang penulis
ketahui atau belum menjadi isu fiqh kontemporer. 3[3]
Mengenai wilayah kajian yang berkenaan dengan al-qur’an dan hadits yang erat
hubungannya dengan fiqih kontemporer, antara lain adalah maslahah4[4] metodelogi
pemahaman hukum islam, yang perlu dilakukan pengakajian mendalam lagi, persoalan
histories dan sosiologis ayat-ayat al-qur’an maupu hadist nabi, kajian tentang
maqoosiduttasrii’ ( tujuan hukum) dan hubungannya dengan formalitas
hukum,keterbukaan kembali pintu ijtihad, soal kemaslahatan umum, adat istiadat
masyarakat yang berlaku, tentang teori nasakh dan teori I’llat hukum, tentang ijma’, dll.
Menurut penulis ruang lingkup kajian fiqih kontemporer tidak terlepas dari aspek
material dan formalnya hukum islam, serta mana yang permanen dalam hukum islam dan
mana yang bersifat relatif (berubah) atau ghoiruttasyri’. Kajian tentang aspek moralitas
dan formalitas hukum inilah yang menjadi ajang kajian fiqih kontemporer ini.
Dapatlah kita kemukakan bahwa persoalan fiqih kontemporer di masa akan
datang lebih komplit lagi dibanding yang kita hadapi hari ini. Hal tersebut disebabkan
arus perkembangan zaman yang berdampak kepada semakin terungkapnya berbagai
persoalan umat manusia, baik hubungan antara sesama maupun dengan kehidupan alam
sekitarnya.Kompleksitas masalah tersebut tentunya akan membutuhkan pemecahan
masalah berdasarkan nilai-nilai agama. Disinilah letak betapa pentingnya rumusan ideal
moral maupun formal dari fiqih kontemporer tersebut, yang tidak lain bertujuan untuk
menjaga keutuhan nilai ketuhanan, kemanusiaan dan kealaman, terutama yang
menyangkut dengan aspek lahiriyah kehidupan manusia di dunia ini.

3[3] Kajian Fiqh Nabawi & Fiqh Kontemporer H.E. Hassan Saleh

4[4] kebaikan
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Adanya fiqih kontemporer yaitu pemikiran ulama/ijtihad berdasarkan kriteria Al-
Qur’an dan As-Sunnah di sisi lain pertimbangan maslahah dapat di jadikan rujukan dalam
upaya penyesuaian fiqh dengan zaman yang berkembang. dan perbedaan antara syari’ah
dengan fiqih menjadi peluang timbulnya pengkajian fiqih kontemporer.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin , Bey. Terjemah Sunan An-Nasai, Semarang : CV Syi Syifa, 1992.
Qardhowi , Yusuf. Fatwa – fatwa Kontenporer, Jakarta : Gema Insani Press, 1996.
Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemah , Depok : Al-Quran Tajwid , 2008.
Saleh, Hasan . Kajian Fiqh Nawawi & Fiqh Kontemporer , Jakarta : Rajawali Press ,
2008.
Anwar, Syahrul. ilmu fiqh dan usul fiqh, Bogor : Ghalia Indonesia, 2010.
Al Qardhawi, Yusuf. Ijtihad Kontemporer, Surabaya : Risalah Gusti, 1995
Mubarok, Jaih. Fiqh Kontemporer, Bandung : Pustaka Setia, 2003.

Anda mungkin juga menyukai