Anda di halaman 1dari 12

 

 MAKALAH ASWAJA

Semester 2 / Fakultas Agama Islam / PAI B10

Mabadi khoirul Ummah

Dosen Pengampu : Nur Rois M,Pd.I

Disusun Oleh :

Nama : Muhammad Luthfil Chakim (20106011288)

1
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS WAHID HASYIM SEMARANG
TAHUN AKADEMIK 2021
BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Muktamar NU ke-13, tahun 1935, antara lain memutuskan sebuah


kesimpulan, bahwa kendala utama yang menghambat kemampuan umat
melaksanakan amar ma’ruf nahi al-Munkar dan menegakkan agama adalah karena
kemiskinan dan kelemahan di bidang ekonomi. Maka, muktamar mengamanatkan
PBNU untuk mengadakan gerakan penguatan ekonomi warga. Para pemimpin NU
waktu itu menyimpulkan bahwa kelemahan ekonomi ini bermula dari lemahnya
sumber daya manusianya (SDM). Mereka lupa meneladani sikap Rasulullah
sehingga kehilangan ketangguhan mental. Setelah diadakan pengkajian,
disimpulkan ada beberapa prinsip ajaran Islam yang perlu ditanamkan kepada
warga NU agar bermental kuat sebagai modal perbaikan sosial ekonomi yang
disebut Mabadi Khaira Ummah, atau langkah awal membangun umat yang baik.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana sejarah lahirnya Mabadi Khaira Ummah ?


2. Apa saja yang mendasari terbentuknya Mabadi Khaira Ummah ?
3. Apa saja butir-butir yang ada pada Mabadi Khaira Ummah ?

C.TUJUAN MABADI KHOIRO UMMAH

  1. Untuk mengetahui apa itu mabadi khairu ummah


    2. Untuk mengetahui perkembangan di masyarakat pedesaan
3.untuk mengetahui strategi dakwah di pedesaan

2
BAB II

PEMBAHASAN

1. Sejarah Lahirnya Mabadi Khaira Ummah.

            Munculnya gerakan Mabadi Khaira Ummah didorong oleh adanya


kesadaran di kalangan para pemimpin NU bahwa untuk mewujudkan cita-cita dan
tujuan NU maka harus ada dukungan dari umat yang memiliki sifat-sifat terpuji,
mental kejuangan yang tinggi, dan mampu mengemban tugas agama maupun
organisasi. Gagasan untuk membentuk karakter warga nahdliyyin melalui Mabadi
Khaira Ummah itu muncul pada saat Kongres PBNU ke-13 yang juga
mengamanatkan agar NU merintis pemberdayaan ekomoni umat. Untuk itu, perlu
adanya pembinaan umat lebih dulu sebagai basis dari usaha pembentukan Khaira
Ummah. Pada sisi yang lain gerakan memasyarakatkan Mabadi Khaira Ummah,
dilakukan bebarengan dengan gerakan pemasyarakatan NU ke luar pesantren,
sehingga upaya pembinaan dan penggalangan tersebut tidak hanya mempunyai
dampak ke dalam tetapi juga mempunyai dam pak ke luar, yaitu suatu umat yang
dapat dijadikan panutan (uswatun hasanah).

Upaya penanaman Mabadi Khaira Ummah dilakukan dengan memberikan


penjelasan secara teru menerus melalui berbagai temoat dan kesempatan,
khususnya pada malam pertemuan Lailatul Ijtima, yang diadakan di tiap-tiap
ranting. Dan melalui instruksi yang dilakukan oleh NU seperti tertuang dalam
INSTRUCTIE KE-11 tentang Program Membangun Umat Islam dan
Pendahulunya Langkah Membangunkan Masyarakat Islam dan Ekonominya serta
melalui usaha-usaha nyata seperti gerakan koperasi atau syirkah ta’awuniyah.
Buah yang dapat dipetik dari upaya tersebut sungguh membanggakan, meskipun
secara kuantitas jumlah warga NU tidak sebanyak saat ini. Hal ini dapat dilihat
dari berbagai hal antara lain : semangat berorganisasi semakin tumbuh dan
berkembang, kegiatan organisasi dalam berbagai bidang makin semarak, kesetiaan
warga semakin kuat dan para kyai pemimpin NU semakin solid. Jika ada selisih
pendapat di antara mereka, maka semata-mata didasarkan atas perbedaan
pendirian bukan perbedaan kepentingan. Semua ini membawa akibat yang sangat

3
baik bagi pembinaan internal (ke dalam) maupun dalam upaya pengembangan NU
secara eksternal (ke luar).

Langkah pembinaan umat yang sangat baik ini, tersendat-sendat karena


pecahnya Perang Dunia Kedua, dan sampai NU menjadi partai politik, gerakan ini
belum ada tanda-tanda diaktifkan kembali. Harapan untuk menghidupkan kembali
gerakan ini pernah terdengar disekitar tahun 1970-an bertepatan dengan
terdengarnya suara ajakan untuk kembali ke khittah, namun suara ini kembali tak
terdengar karena hiruk pikuknya aktivitas politik praktis. Baru setelah NU
bertekad bulat kembali ke khittah 1926 pada tahun 1985, keinginan untuk
meneruskan kembali gerakan Mabadi Khaira Ummah semakin kuat, terutama
setelah muktamar NU ke-28 yang mengamanatkan kepada pengurus besar NU
agar menangani masalah sosial dan ekonomi secara lebih bersungguh-sungguh.

Pada Musyawarah Nasional Alim Ulama NU di Lampung tahun 1992,


gerakan Mabadi Khaira Ummah kembali di munculkan ke permukaan dan bahkan
lebih dikembangkan lagi. Mabadi Khaira Ummah yang pada asalnya hanya terdiri
atas tiga asas, yaitu : Asshidqu, Al Amanah / Alwafa bil Ahdi, dan Atta’awun
sebagaimana yang dirumuskan oleh K.H. Mahfudz Shiddiq selaku Ketua NU pada
tahun 1935. Kemudian dalam Munas di Lampung tahun 1992. Tiga asas tersebut
ditambah dua pin lagi yakni Aladalah dan Alistiqamah, sehingga menjadi lima
butir dan disebut juga sebagai Mabadi’ul Khamsah.

Dasar pemikiran adanya penambahan tersebut adalah perbedaan tantangan


situasional yang berbeda antara tahun 1935 dan tahun-tahun mendatang. Selain itu
juga adanya perbedaan sasaran yang ingin dicapai. Sasaran pada waktu itu hanya
pembentukan jati diri dan watak warga, sedangkan sekarang ini diharapkan
sebagai modal dasar bagi pembentukan tata kehidupan baru yang lebih baik.

Dari latar belakang diatas, maka para ulama memandang perlunya


pembentukan terhadap watak, sikap dan perilaku umat dengan ciri khusus yang
menjadikan warga nahdliyyin mudah dikenali. Pembentukan watak, sikap, dan
perilaku yang khusus ini sangat penting untuk membedakan mana warga
nahdliyyin dan mana yang tidak. Pada sisi lain, mengingat kondisi Indonesia saat
itu belum merdeka dan setiap warga negara diharapkan perjuangan dan
partisipasinya untuk ikut membebaskan bangsa ini dari belenggu penjajahan,
maka pembentukan watak yang spesifik Islam Ahlussunnah Waljamaah semakin
dipandang perlu.

Untuk itu, para ulama dan tokoh-tokoh panutan NU, berusaha untuk
merumuskan watak-watak dasar tersebut. Perumusan ini diharapkan dapat
dilaksanakan oleh warga nahdliyyin dalam kehidupan sehari-hari, sehingga
perilaku ini menjadi ciri khas warga nahdliyyin. Perumusan konsep tentang watak
dasar ini kemudian dibahas oleh ulama NU, sehingga menghasilkan konsep yang
diberi nama Mabadi Khaira Ummah.

4
2. Dasar-dasar Mabadi Khaira Ummah

Mabadi khaira ummah, arti harfiahnya adalah dasar, asas atau prinsip-
prinsip umat yang terbaik. Istilah Mabadi Khaira Ummah digunakan oleh NU
untuk menggambarkan ciri ideal warga NU di mana pun berada dan dengan ciri-
ciri itulah warga NU diharapkan akan dikenal. Mabadi Khaira Ummah juga
mengandung makna adanya usaha sungguh-sungguh dan berkelanjutan untuk
mewujudkan citra ideal warga NU. Dengan kata lain, Mabadi Khaira Ummah
adalah gerakan pembentukan identitas dan karakter warga NU, melalui
penanaman nilai-nilai yang dapat dijadikan prinsip-prinsip dasar.

Gerakan tersebut juga merupakan langkah awal bagi pembentukan umat


terbaik (Khaira Ummah), suatu umat yang mampu melaksanakan tugas amar
makruf nahi munkar. Identitas dan karakter yang dimaksudkan dalam gerakan ini
adalah bagian terpenting dari sikap kemasyarakatan yang termuat dalam Khittah
NU, yang harus dimiliki oleh setiap warga Nu dan dijadikan landasan berfikir,
bersikap, dan bertindak.

Banyak sekali dasar yang digunakan untuk membentuk Mabadi Khaira Ummah,
yaitu :

a.Alquran (sebagai dasar utama)

Dasar Alqurannya adalah firman Allah dalam surat Ali Imran ayat
110 yang artinya : “Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk
manusia menyuruh kepada yang makruf dan mencegah yang munkar, dan
beriman kepada Allah”.

b.Sunnah Rasul

Sedangkan dasar sunnahnya adalah misi utama. Rasulullah yang


berupaya memperbaiki akhlaq manusia sebagaimana sabda Rasulullah saw
yang berbunyi : “Dan tidaklah aku diutus, kecuali untuk menyempurnakan
keutamaan akhlaq yang mulia”. (Al-Hadis)

c.Uswah Hasanah para Ulama Salaf

Sedangkan dasar meniru dan mencontoh perilaku mulia para ulama


salaf adalah dapat dilakukan dengan cara meniru akhlaq mulianya baik
melalui buku cerita, sejarah ulama, manaqib, atau meniru secara langsung
dari kepribadian-kepribadian para ulama salaf tersebut dengan melalui
silaturrahim atau muhibah.

5
3. Butir-butir Mabadi Khaira Ummah

Adapun isi dan kandungan Mabadi Khaira Ummah atau Mabadiul Khamsah
serta uraiannya adalah sebagai berikut :

1. Asshidqu

Asshidqu bermakna jujur atau benar, bersungguh-sungguh, dan terbuka.


Kejujuran/kebenaran adalah kesesuaian antara perkataan dan perbuatan.
Apa yang dilahirkan sama dengan apa yang ada di dalam hati. Jujur itu
meliputi ucapan, perbuatan, dan sikap yang ada didalamnya. Sebagaimana
firman Allah dalam Surat Attaubah ayat 119, yang artinya : “Hai orang-
orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah kamu
bersama orang-orang yang benar”.

Bersungguh-sungguh dilakukan dalam berbagai tugas, baik yang


berhubungan dengan Allah swt maupun tugas-tugas kemasyarakatan.

Sedangkan terbuka merupakan sikap lahir dari kejujuran untuk menghilangkan


kecurigaan antara satu dengan yang lain, kecuali dalam beberapa hal yang
selayaknya harus dirahasiakan.

2. Al-Amanah walwafa bil Ahdi


Al-amanah walwafa bil ahdi berasal dari dua kata, Al-amanah yang
memiliki pengertian yang lebih umum yakni meliputi semua beban yang
harus dilaksanakan, baik ada perjanjian maupun tidak, sedangkan alwafa
bil ahdi hanya berkaitan dengan sesuatu yang terdapat perjanjian. Namun,
kedua istilah itu digabungkan menjadi satu kesatuan. Yang pengertiannya
meliputi dapat dipercaya, setia, dan tepat janji.

Dapat dipercaya adalah sifat yang diletakkan pada seseorang yang dapat
melaksanakan tugas yang dipikulnya, baik yang bersifat diniyah maupun
ijtimaiyah. Setia mengandung pengertian kepatuhan dan ketaatan terhadap Allah
dan pimpinan / penguasa sepanjang tidak memerintah untuk berbuat maksiat.
Sedangkan tepat janji mengandung arti melaksanakan semua perjanjian baik
perjanjian yang dibuat sendiri maupun perjanjian yang melekat karena
kedudukannya sebagai orang mukallaf dan meliputi janji pemimpin terhadap yang
dipimpinnya, janji sesama anggota keluarga dan setiap individu. Allah SWT
berfirman dalam Surat An-Nisa ayat 58, yang artinya : “Sesungguhnya Allah
memerintahkan kamu sekalian untuk menyampaikan amanat kepada yang berhak
menerimanya”.

6
3.Al-adalah

Al-adalah mengandung pengertian bersikap adil dan memberikan hak dan


kewajiban secara proporsional. Bersikap adil dalam menempatkan sesuatu yang
pada tempatnya, berpihak kepada kebenaran, menyalahkan yang salah dan
membenarkan yang benar. Bersikap adil dituntut dari semua pihak lebih-lebih dari
penguasa, hakim, pemimpin, kepala keluarga, orang alim dalam berfatwa, dan
sebagainya.

Setiap orang mempunyai hak dan kewajiban. Hak adalah sesuatu yang mesti
diperolehnya, sedangkan kewajiban adalah sesuatu yang harus dikerjakannya.
Pemberian hak dan pelaksanaan kewajiban bagi setiap orang disesuaikan dengan
kepatutan masing-masing. Allah berfirman dalam Surat An-Nahl ayat 90, yang
artinya : “Sesungguhnya Allah memerintahkan kamu sekalian untuk berlaku adil
dab berbuat kebajikan”.

1. Attaawun
Attaawun merupakan sendi utama dalam tata kehidupan masyarakat,
manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan pihak lain. Pengertian
ta’awun meliputi tolong-menolong, setia kawan, dan gotong royong dalam
kebaikan dan ketakwaan. Ta’awun juga mengandung pengertian timbal
balik dari masing-masing pihak untuk memberi dan menerima. Oleh
kaerna itu, sifat ta’awun mendorong setiap orang untuk berusaha dan
bersikap kreatif agar dapat memiliki sesuatu yang dapat dikembangkan
kepada orang lain. Firman Allah dalam Surat Al-Maidah ayat 2, yang
artinya : “Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan
dan takwa dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan
pelanggaran”.
2. Al-istiqamah

Al-istiqamah mengandung pengertian konsisten, ajeg, berkesinambungan, dan


berkelanjutan. Keajegan adalah tetap dan tidak bergeser dari jalur sesuai dengan
yang ditentukan oleh Allah SWT dan Rasul-Nya serta tuntutan yang diberikan
oleh Salafus Shahih. Kesinambungan artinya keterkaitan antara satu kegiatan
dengan kegiatan yang lain dan antara periode satu dengan periode yang lain.
Sehingga semuanya merupakan satu mata rantai yang tak terpisahkan dan slaing
menopang. Sedangkan berkelanjutan adalah proses pelaksanaan secara terus-
menerus dan idak mengalami kemandegan (statis).\\

7
4. Tujuan Mabadi Khaira Ummah

Sementara itu kebutuhan strategis NU dewasa ini pun semakin berkembang.


NU telah tumbuh menjadi satu organisasi massa besar. Tetapi, meskipun tingkat
kohesi kultural di
antara warga tinggi, kita tidak dapat mengingkari kenyataan,betapa lamban proses
pengembangan tata organisasinya.Dihampir semua tingkatan kepengurusan dan
realisasi
program masih terlihat kelemahan manajemen sebagai problem serius.
Menyongsong tugas-tugas berat di masa datang semua persoalan pembinaan tata
organisasi ini perlu
segera ditangani.

Jika ditelaah lebih mendalam, nyatalah bahwa prinsipprinsip


dasar yang terkandung dalam Mabadi Khaira Ummah tersebut memang amat
relevan dengan dimensi personal dalam pembinaan manajemen organisasi baik
usaha(bisnis) maupun organisasi sosial. Manajemen organisasi yang baik
membutuhkan sumber daya manusia yang tidak saja terampil, tetapi juga
berkarakter terpuji dan bertanggung jawab. Dalam pembinaan organisasi NU,
kualitas sumber daya manusia semacam ini jelas dibutuhkan. Dengan demikian,
gerakan Mabadi Khaira Ummah tidak saja relevan dengan program
pengembangan ekonomi, tetapi juga pembinaanorganisasi pada umumnya.

Kedua hal ini yang akan menjadi arah strategis


pembangkitan kembali gerakan Mabadi Khaira Ummah kita nantinya, di samping
bahwa sumber daya manusia yang dapat dikembangkan melalui gerakan ini pun
akan menjadikader-kader unggul yang siap berkiprah aktif dalam mengikhtiarkan
kemashlahatan umat, bangsa dan negara pada umumnya.

Jika ditelaah lebih mendalam, nyatalah bahwa prinsip-prinsip dasar yang


terkandung dalam Mabadi Khoiru Ummah tersebut memang amat relevan
dengan dimensi personal dalam pembinaan manejemen organisasi, baik
organisasi usaha bisnis maupun organisasi sosial.Managemen organisasi yang
baik membutuhkan sumber daya manusia yang tidak saja terampil, tetapi juga
berkarakter terpuji dan bertanggung jawab.Dalam pembinaan organisasi NU,
kualitas sumber daya manusia semacam ini jelas dibutuhkan.

Dengan demikian, gerakan Mabadi KhoirunUmmah tidak saja relevan dengan


program pengembangan ekonomi, tetapi juga pembinaan organisasi pada
umumnya.

Kedua hal ini yang akan menjadi arah strategis pembangkitan kembali gerakan
Mabadi Khoiru Ummah kita ini pun akan menjadi kader-kader unggul yang siap
berkiprah aktif dalam mengikhtiyarkan kemashlahatan umat, bangsa dan negara
pada umumnya.

8
5.Urgensi dan Pentingnya Penyusunan Peta Dakwah

    \ Peta adalah gambaran permukaan bumi sebagian atau seluruhnya pada bidang
datar, diperkecil dengan skala tertentu dan menggunakan simbol tertentu. Dakwah
adalah mengajak, menyeru, mengundang. Mengajak seseorang pada kebaikan dan
mencegah dari kemungkaran.

Dakwah merupakan suatu yg sangat urgen bagi keberlangsungan agama Islam


sebab dakwah telah dilaksanakan oleh nabi Muhammad SAW. Dan diteruskan
oleh para sahabat, para ulama dan seterusnya.

Berkembangnya Islam sampai saat ini, tidak dapat dipungkiri bahwa itu semua
berkat adanya aktivitas dakwah yang dilakukan oleh para juru dakwah dan para
ulama yang dengan semangat dan keikhlasannya mengembangkan agama Islam
kepada mereka yg belum memeluk agama Islam.

Sejarah memberikan pelajaran pada kita bahwa setiap kelompok yang menyeru
atau mengajak kita pada suatu paham niscaya ada pengikutnya, meskipun paham
itu tidak benar atau bathil. Aliran atau paham yang bathil dapat berkembang
dengan penyiaran yang terus menerus., sebaliknya paham yg benar akan luntur
jika meninggalkan upaya penyiaran dan dakwah. Karna memang suatu hal tidak
akan tersiar dan tersebar dengan sendirinya melainkan harus ada orang yg
menyiarkan dan mendakwahkan hal tersebut.

Jelaslah bahwa dengan aktivitas dan dakwah yang dilakukan oleh umat Islam
terutama tokoh-tokohnya, agama Islam mampu menyebar ke berbagai penjuru
wilayah dunia. Maka urgensi dakwah di dalam agama Islam begitu amat
menentukan bagi masa depan agama ini. Islam tidak akan berkembang dengan
baik tanpa adanya aktivitas dakwah.[1]

Dakwah dalam kontek persoalan yang kita bicarakan saat ini adalah dipandang
sebagai aktualisasi iman yang dimanifestasikan dalam suatu kegiatan manusia
beriman dibidang kemasyarakatan yang dilaksanakan secara teratur untuk
mempengaruh cara merasa, berfikir, bersikap dan bertindak dari manusia pada
dataran kenyataan individual dan sosio-kultural guna mengusahakan terwujudnya
ajaran Islam dalam semua segi kehidupan dengan menggunakan cara tertentu

Dengan demikian, dakwah merupakan paduan antara proses normative dan proses
teknis. Proses normative mengedepankan tentang adanya daerah nilai tertentu
dimana proses tersebut berada, yang memberikan batasan-batasan yang jelas
dalam bimbingan pelaku dakwah. Sedang proses teknis, menekankan adanya

9
perubahan yang fundamental, dari situasi buruk ke situasi yang baik, dari negative
ke situasi yang positif.

Dalam dataran yang demikian itulah, dakwah diharapkan mampu mewujudkan


sikap yang positip tersebut dalam kegiatan nyata dakwah. Sehingga umat Islam
yang semula dipandang sebagai obyek dakwah, akan menempatkan diri sebagai
subyek dakwah, paling tidak ia mampu menempatkan persoalan yang dihadapi
masyarakat obyek dakwah secara keseluruhan untuk dicarikan solusi
pemecahannya. Karena persoalan obyek dakwah menjadi persoalan dakwah.
Inilah kenapa kita penting memahami proses dakwah, dimana proses perubahan
dari yang semula sebagai obyek dakwah menjadi subyek dakwah, menjadi tujuan
penting.

Oleh karena itu, bagian penting yang menjadi persoalan yang kita soroti kali ini
adalah pemahaman kita terhadap manusia dan permasalahannya. Sehingga
gerakan dakwah secara umum dimulai dengan pemahaman Islam, sekaligus
pemahaman terhadap manusia dan lingkungannya yang merupakan wilayah
dakwah. Misalnya tidak hanya persoalan iman dan taqwa saja yang kita bicarakan,
akan tetapi masalah keterbelakangan dan kemiskinan, serta bagaimana cara yang
tepat untuk mengentaskan umat dakwah dari jerat ini, menjadi sangat penting dan
tidak mungkin kita pisahkan dari permasalahan dakwah. Namun, prioritas
permasalahan yang akan kita pecahkan perlu kita tetapkan, agar pemecahannya
tidak terlalu melebar atau bahkan tidak dapat dipecahkan.

Jadi disini pentingnya pemahaman kita tentang dibuatnya prioritas terhadap


permasalahan yang dihadapi umat, yang unsure-unsurnya perlu diketahui para
da’I ataupun penyuluh agama dan pengelola dakwah. Oleh karena itu, peta
dakwah adalah merupakan sajian data disekitar permasalahan itu.
                  

10
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

            Mabadi Khaira Ummah merupakan gerakan pembentukan identitas dan


karakter warga NU, melalui penanaman nilai-nilai yang dapat dijadikan prinsip-
prinsip dasar di dalam kehidupan warga NU baik sebagai masyarakat yang
berbangsa dan bernegara. Mabadi Khaira Ummah berdasar atas tiga pokok yaitu
Al-qur’an, Al-Hadits dan meniru perilaku baik ulama salafus shalikhin.
Prinsip-prinsip yang diajarkan dalam konsep Mabadi Khaira Ummah, terdiri atas :

1. Asshidqu (Sikap jujur, bersungguh-sungguh dan terbuka). Jujur ini


meliputi kejujuran dalam ucapan, perbuatan dan sikap prilaku sehari-hari.
2. Alamanah walwafa bilahdi (senantiasa menepati janji dan memegang
teguh kedisiplinan). Prinsip ini mempunyai arti tanggung jawab manusia
terhadap segala apa yang diamanahkan kepada mereka, baik amanah
dalam masalah duniawi atau amanah dalam masalah ukhirawi.
3. Aladlu (bersikap adil). Artinya akan senantiasa memberikan hak dan
kewajiban terhadap orang yang memilikinya secara proporsional. Mereka
bersikap adil dalam menempatkan sesuatu pada tempatnya, berpihak
kepada kebenaran, menyalahkan yang salah dan membenarkan yang benar.
4. Attaawun (mempunyai kepekaan sosial yang tinggi) terhadap
perkembangan lingkungan serta mempunyai kepedulian terhadap nasib-
nasib kaum lemah yang membutuhkan bantuan dan pembinaan secara
intensif, sehingga mereka menjadi manusia yang mempunyai derajat yang
sama, hak yang sama, serta kesempatan dalam meraih prestasi yang sama
pula.
5. Alistiqamah (memegang teguh terhadap prinsip-prinsip utama walau
dalam kondisi apapun). Konsistensi ini akan berjalan terus tidak
mengalami perubahan walaupun di goyahkan oleh godaan apapun yang
dapat merubah terhadap prinsip dasar Mabadi Khaira Ummah.

11
DAFTAR PUSTAKA

Masyhudi Muchtar,dkk. 2009. Aswaja An-Nahdliyah (Ajaran Ahlussunnah wa al-


jamaah yang berlaku di lingkungan Nahdlatul Ulama). Surabaya : Khalista.

Abdul Wahib,dkk. 2004. Materi Dasar Nahdlatul Ulama (Ahlussunnah


Waljamaah). Semarang : PW LP Ma’arif NU Jawa Tengah.

12

Anda mungkin juga menyukai