KHITTAH NAHDLIYYAH
1
Diakses dari www.nu-online.com tanggal 25 desember 2007
2
Abdul Muchit Muzadi, Nu dalam Perspektif Sejarah dan Ajaran, (Surabaya: Khalista, 2007), hlm. 45-
47
42
Risalah tersebut oleh berbagai kalangan di NU pada beberapa kesempatan
ditelaah secara kritis dan didiskusikan dengan mendalam. Risalah ini kemudian
disambut dengan hangat oleh tokoh-tokoh muda Nahdlatul Ulama seperti
Abdurrahman Wahid, Dr. Fahmi, Umar Basalim, Slamet Efendi Yusuf, Ikhwan Sam,
Said Budairi, Zamrani (alm.), Mahbub Junaidi (alm.), serta beberapa tokoh muda
lainnya. Mereka menyelnggarakan pertemuan yang kemudian dikenal dengan nama
”Majeis 24” yang akhirnya membentuk ”Tim Tujuh” untuk merancang masa depan
Nahdlatul Ulama dengan khittah. Agar mendapat formulasi yang sesuai dengan
harapan, ra tersebut kemudian dipadukan dengan rancangan lain dari generasi tua.
Konsep hasil perpaduan ini kemudian diramu kembali pada perhelatan Munas Alim
ulama 1983 yang diselenggarakan di asembagus Situbondo. Puncaknya kemudkian
dimatangkan di Muktamar NU ke-27 di Situbondo pada Bulan Desember 1985,
dengan hasil final berupa keputusan untuk kembali ke Khittah 1926.
Garis-garis besar itu sesungguhnya telah dipraktekkan dan diamalkan oleh
para ulama’ dan warga NU. Para ulama sebagai panutan umat merumuskan nilai-
nilai tersebut secara tertulis sebagai pedoman amalan dan pembelajaran terhadap
generasi penerus. Khittah dirumuskan sebagai landasan berfikir, bersikap, cara
pandang dan bertindak warga NU yang harus terwujud dalam kehidupan pribadi
maupun organisasi serta dalam setiap penentuan kebijakan.
Rumusan khittah NU dilandasi oleh mukaddimah yang mencerminkan latar
belakang dan tujuan NU didirikan. Hal itu diketahui melalui Anggaran Dasar dan
Anggaran Rumah Tangga (statuten) jam’iyyah atau organisasi. Dalam pasal 2
Statuten Poerkoempoelan Nahdlatoul Oelama, tujuan NU adalah “Memegang dengan
toegoeh paada salah satoe madzhab imam empat, jaitoe Imam Muhammad bin Idris asj-
Sjafi’I, Imam malik bin Anas, Imam Aboe Hanifah an-Noe’man, atau Imam Ahmad bin
Hambal, dan mengerjakan apa jang menjadi maslahat umat Islam”.
Guna mencapai tujuan tersebut dirumuskan pula rincian usaha yang hendak
dijalankan yaitu (pasal 3):
1) Mengadakan perhoeboengan di antara Oelama jang bermadzhab.
2) Memeriksa kitab-kitab sebeloemnya jang dipakai mengadjar, soepaya diketahui
apakah kitab itoe dari pada kitab-kigtab Ahli Soenah wal djamaah ataoe kitab-kitab
ahli bid’ah.
3) Memperbanjak madrasah-madrasah yang berdasarkan agama Islam.
4) Menjiarkan agama Islam dengan djalan apa sadja jang halal; meperhatikan hal-hal
jang berhoeboengan dengan masdjid-masdjid, soeraoe-soeraoe, dan pondok-pondok,
begitoe joega dengan hal ihwalja anak-anak jatim dan orang-orang fakir miskin.
5) Mendidikan baadan-badan oentoek menadjukan oeroesan pertanian, perniagaan,
poeroesahaan jang toada dilarang oleh sjara’ agama Islam.
Dari rumusan tujuan dan rincian usaha yang dilakukan Nu dapat ditarik
kesimpulan bahwa usaha-usaha NU mencakup; komunikasi antarulama,
kegiatan di bidang keilmuan pengkajian dan pendidikan, peningkatan
penyiaran Islam (dakwah), pembangunan sarana prasarana peribadatan dan
pelayanan sosial, serta peningkatan kualitas hidup masyarakat. Dengan kata
lain, tujuan dan program awal NU memang berwatak sosial keagamaan,
bukan sosial politik.
43
Adapun rumusan Khittah NU dapat dilihat melalui keputusan Muktamar
XXVII NU sebagai berikut: 3
PENGERTIAN
a. Khittah NU: Landasan berpikir, bersikap dan bertindak warga NU.
b. Landasan ini ialah faham ahlussunnah wal jamaah yang diterapkan
menurut kondisi kemasyarakatan di Indonesia.
c. Khittah NU juga digali dari intisari sejarah NU
SIKAP KEMASYARAKATAN NU
a. Sikap tawassuth dan i'tidal:
1) Sikap tengah berintikan keadilan di tengah kehidupan bersama.
2) Menjadi kelompok panutan, bertindak lurus, bersifat membangun, tidak
ekstrem.
b. Sikap tasamuh:
1) Toleran di dalam perbedaan pendapat keagamaan.
2) Toleran di dalam urusan kemasyarakatan dan kebudayaan.
c. Sikap tawazun:
45
g. Warga NU menggunakan hak politiknya secara bertanggung jawab,
menumbuhkan sikap demokratis, konstitusional, taat hukum dan
mengembangkan mekanisme musyawarah.
KHATIMAH
Dari apa yang dirumuskan, bisa dikatakan bahwa Khittah Nahdlatul Ulama
itu secara garis besar mengandung beberapa hal penting;
1. Pembangunan masyarakat dalam bingkai Islam dan memposisikan Islam
sebagai rahmah li al-'âlamîn, yaitu agama yang dapat menjanjikan sebuah
tatanan hidup damai dan sejahtera.
2. Penempatan masyarakat NU sebagai bagian dari masyarakat yang pluralistik.
Dalam hal ini, NU mengutamakan penanaman nilai-nilai Islam sebagai
bagian dari upaya pembangunan bangsa yang demokratis dengan mengikuti
prinsip-prinsipnya yang berlaku.
3. Perujukan kepada mazhab empat (Hanafi, Maliki, Syafi'i dan Hambali) dalam
pengamalan syariat Islam, dan mengacu kepada pemikiran Abu Hasan al-
Asyari dan Abu Mansur al-Maturidi dalam pemahaman teologi, serta
mengacu pada al-Ghazali dan al-Junaidi dalam praktek tashawwuf.
4. Dominasi ulama NU, baik dalam kebijakan maupun keputusan organisasi.
Dalam struktur NU pola ini diimplementasikan dalam dominasi pengurus
Syuriah atas Tanfidziyah.
5. Pelaksanaan program NU sebagai organisasi dîniyyah ijtimâ'iyyah (sosial dan
keagamaan), yang meliputi dakwah, pendidikan dan perekonomian.
6. Penyesuaian diri dengan perubahan dalam masyarakat dan mendorong
perubahan itu sendiri.
7. Tidak terikat dengan satu partai politik manapun.
8. Ikut melakukan pendidikan politik dalam masyarakat dan mendorong
demokratisasi.
46
2. Sosialisai yang bersifat eksternal yang banyak diadakan sosialisasi berbagai
pihak di luar NU dengan para cendekia NU.
Soal Uraian:
Nahdliyyah!
47
48