Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

MABADI KHAIRA UMMAH

Makalah ini di susun untuk memenuhi tugas mata kuliah Aswaja


Dosen Pengampu oleh

Bapak. Dwi Juli Priyono, M,Pd.I

Disusun oleh :

MUHAMMAD ARDIANTO : 2309601068

MUHAMMAD FIRMANSYAH : 2309601096

FAISAL ANDI IHKSAN : 2309601089

FAIDATUR ROCHMATIRRIDLO : 2309601014

ZULFATUS ZAHRA : 2309602008

KELAS : PAI 1B

FAKULTAS TARBIYAH

INSTITUT AGAMA ISLAM AL-QODIRI JEMBER

2023
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb

Pertama-tama kami panjatkan puji syukur atas rahmat & ridho Allah SWT, karena
tanpa rahmat & ridho, penyusun tidak dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik
dan benar.

Tidak lupa kami ucapkan terimakasih kepada Bapak Dwi Juli Priyono M,Pd.I
selaku dosen pengampu mata kuliah Aswaja yang membimbing kami dalam
pengerjaan tugas makalah ini. Kami juga mengucapkan terimakasih kepada teman-
teman kami yang selalu setia membantu dalam hal mengumpulkan data-data dalam
pembuatan makalah ini.

Mungkin dalam pembuatan makalah ini terdapat kesalahan yang belum kami
ketahui.Maka dari itu kami mohon saran & kritik dari teman-teman maupun dosen.
Demi tercapainya makalah yang sempurna.

Jember, 5 Desember 2023


penyusun
DAFTAR ISI

COVER………………………………………………………………………..…………………………..

KATA PENGANTAR……………………………………………………...……………………………..

DAFTAR ISI……...……………………………………………………………………………………….

BAB I PENDAHULUAN

Latar Belakang…..…………………………………………………………………………………

Rumusan Masalah……………………………………………..…………………………………

Tujuan Penulisan……………………………………………………………………………………

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Lahirnya Mabadi Khaira Ummah……………………………………………………

2.2 Dasar-Dasar Mabadi Khaira Ummah……………………………….………………………

2.3 Butir-Butir Mabadi Khaira Ummah……………………………………………….…………

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan……………………………………………………………………………………………..

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………….……….
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Muktamar NU ke-13, tahun 1935, antara lain memutuskan sebuah


kesimpulan, bahwa kendala utama yang menghambat kemampuan umat
melaksanakan amar ma’ruf nahi al-Munkar dan menegakkan agama adalah karena
kemiskinan dan kelemahan di bidang ekonomi. Maka, muktamar mengamanatkan
PBNU untuk mengadakan gerakan penguatan ekonomi warga. Para pemimpin NU
waktu itu menyimpulkan bahwa kelemahan ekonomi ini bermula dari lemahnya
sumber daya manusianya (SDM). Mereka lupa meneladani sikap Rasulullah
sehingga kehilangan ketangguhan mental. Setelah diadakan pengkajian,
disimpulkan ada beberapa prinsip ajaran Islam yang perlu ditanamkan kepada
warga NU agar bermental kuat sebagai modal perbaikan sosial ekonomi yang
disebut Mabadi Khaira Ummah, atau langkah awal membangun umat yang baik.

B. Rumusan Masalah

1.Bagaimana sejarah lahirnya Mabadi Khaira Ummah ?

2.Apa saja yang mendasari terbentuknya Mabadi Khaira Ummah ?

3.Apa saja butir-butir yang ada pada Mabadi Khaira Ummah ?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui sejarah lahirnya Mabadi Khaira Ummah.

2. Untuk mengetahui dasar-dasar Mabadi Khaira Ummah.

3. Untuk mengetahui butir-butir Mabadi Khaira Ummah.


BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Lahirnya Mabadi Khaira Ummah.


Munculnya gerakan Mabadi Khaira Ummah didorong oleh adanya
kesadaran di kalangan para pemimpin NU bahwa untuk mewujudkan cita-cita dan
tujuan NU maka harus ada dukungan dari umat yang memiliki sifat-sifat terpuji,
mental kejuangan yang tinggi, dan mampu mengemban tugas agama maupun
organisasi. Gagasan untuk membentuk karakter warga nahdliyyin melalui Mabadi
Khaira Ummah itu muncul pada saat Kongres PBNU ke-13 yang juga
mengamanatkan agar NU merintis pemberdayaan ekomoni umat. Untuk itu, perlu
adanya pembinaan umat lebih dulu sebagai basis dari usaha pembentukan Khaira
Ummah. Pada sisi yang lain gerakan memasyarakatkan Mabadi Khaira Ummah,
dilakukan bebarengan dengan gerakan pemasyarakatan NU ke luar pesantren,
sehingga upaya pembinaan dan penggalangan tersebut tidak hanya mempunyai
dampak ke dalam tetapi juga mempunyai dam pak ke luar, yaitu suatu umat yang
dapat dijadikan panutan (uswatun hasanah).
Upaya penanaman Mabadi Khaira Ummah dilakukan dengan
memberikan penjelasan secara teru menerus melalui berbagai temoat dan
kesempatan, khususnya pada malam pertemuan Lailatul Ijtima, yang diadakan di
tiap-tiap ranting. Dan melalui instruksi yang dilakukan oleh NU seperti tertuang
dalam INSTRUCTIE KE-11 tentang Program Membangun Umat Islam dan
Pendahulunya Langkah Membangunkan Masyarakat Islam dan Ekonominya serta
melalui usaha-usaha nyata seperti gerakan koperasi atau syirkah ta’awuniyah.
Buah yang dapat dipetik dari upaya tersebut sungguh membanggakan, meskipun
secara kuantitas jumlah warga NU tidak sebanyak saat ini. Hal ini dapat dilihat
dari berbagai hal antara lain : semangat berorganisasi semakin tumbuh dan
berkembang, kegiatan organisasi dalam berbagai bidang makin semarak, kesetiaan
warga semakin kuat dan para kyai pemimpin NU semakin solid. Jika ada selisih
pendapat di antara mereka, maka semata-mata didasarkan atas perbedaan
pendirian bukan perbedaan kepentingan. Semua ini membawa akibat yang sangat
baik bagi pembinaan internal (ke dalam) maupun dalam upaya pengembangan NU
secara eksternal (ke luar).
Langkah pembinaan umat yang sangat baik ini, tersendat-sendat karena
pecahnya Perang Dunia Kedua, dan sampai NU menjadi partai politik, gerakan ini
belum ada tanda-tanda diaktifkan kembali. Harapan untuk menghidupkan kembali
gerakan ini pernah terdengar disekitar tahun 1970-an bertepatan dengan
terdengarnya suara ajakan untuk kembali ke khittah, namun suara ini kembali tak
terdengar karena hiruk pikuknya aktivitas politik praktis. Baru setelah NU
bertekad bulat kembali ke khittah 1926 pada tahun 1985, keinginan untuk
meneruskan kembali gerakan Mabadi Khaira Ummah semakin kuat, terutama
setelah muktamar NU ke-28 yang mengamanatkan kepada pengurus besar NU
agar menangani masalah sosial dan ekonomi secara lebih bersungguh-sungguh.
Pada Musyawarah Nasional Alim Ulama NU di Lampung tahun 1992,
gerakan Mabadi Khaira Ummah kembali di munculkan ke permukaan dan bahkan
lebih dikembangkan lagi. Mabadi Khaira Ummah yang pada asalnya hanya terdiri
atas tiga asas, yaitu : Asshidqu, Al Amanah / Alwafa bil Ahdi, dan Atta’awun
sebagaimana yang dirumuskan oleh K.H. Mahfudz Shiddiq selaku Ketua NU pada
tahun 1935. Kemudian dalam Munas di Lampung tahun 1992. Tiga asas tersebut
ditambah dua pin lagi yakni Aladalah dan Alistiqamah, sehingga menjadi lima
butir dan disebut juga sebagai Mabadi’ul Khamsah.
Dari latar belakang diatas, maka para ulama memandang perlunya
pembentukan terhadap watak, sikap dan perilaku umat dengan ciri khusus yang
menjadikan warga nahdliyyin mudah dikenali. Pembentukan watak, sikap, dan
perilaku yang khusus ini sangat penting untuk membedakan mana warga
nahdliyyin dan mana yang tidak. Pada sisi lain, mengingat kondisi Indonesia saat
itu belum merdeka dan setiap warga negara diharapkan perjuangan dan
partisipasinya untuk ikut membebaskan bangsa ini dari belenggu penjajahan,
maka pembentukan watak yang spesifik Islam Ahlussunnah Waljamaah semakin
dipandang perlu.
Untuk itu, para ulama dan tokoh-tokoh panutan NU, berusaha untuk
merumuskan watak-watak dasar tersebut. Perumusan ini diharapkan dapat
dilaksanakan oleh warga nahdliyyin dalam kehidupan sehari-hari, sehingga
perilaku ini menjadi ciri khas warga nahdliyyin. Perumusan konsep tentang watak
dasar ini kemudian dibahas oleh ulama NU, sehingga menghasilkan konsep yang
diberi nama Mabadi Khaira Ummah.

B. Dasar-dasar Mabadi Khaira Ummah


Mabadi khaira ummah, arti harfiahnya adalah dasar, asas atau prinsip-
prinsip umat yang terbaik. Istilah Mabadi Khaira Ummah digunakan oleh NU
untuk menggambarkan ciri ideal warga NU di mana pun berada dan dengan ciri-
ciri itulah warga NU diharapkan akan dikenal. Mabadi Khaira Ummah juga
mengandung makna adanya usaha sungguh-sungguh dan berkelanjutan untuk
mewujudkan citra ideal warga NU. Dengan kata lain, Mabadi Khaira Ummah
adalah gerakan pembentukan identitas dan karakter warga NU, melalui
penanaman nilai-nilai yang dapat dijadikan prinsip-prinsip dasar.
Gerakan tersebut juga merupakan langkah awal bagi pembentukan umat
terbaik (Khaira Ummah), suatu umat yang mampu melaksanakan tugas amar
makruf nahi munkar. Identitas dan karakter yang dimaksudkan dalam gerakan ini
adalah bagian terpenting dari sikap kemasyarakatan yang termuat dalam Khittah
NU, yang harus dimiliki oleh setiap warga Nu dan dijadikan landasan berfikir,
bersikap, dan bertindak.
Banyak sekali dasar yang digunakan untuk membentuk Mabadi Khaira
Ummah, yaitu
1) Alquran (sebagai dasar utama)
Dasar Alqurannya adalah firman Allah dalam surat Ali Imran ayat 110 yang
artinya : “Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia
menyuruh kepada yang makruf dan mencegah yang munkar, dan beriman
kepada Allah”.

2) SunnahRasul
Sedangkan dasar sunnahnya adalah misi utama. Rasulullah yang berupaya
memperbaiki akhlaq manusia sebagaimana sabda Rasulullah saw yang
berbunyi : “Dan tidaklah aku diutus, kecuali untuk menyempurnakan
keutamaan akhlaq yang mulia”. (Al-Hadis)

3) Uswah Hasanah para Ulama Salaf


Sedangkan dasar meniru dan mencontoh perilaku mulia para ulama salaf
adalah dapat dilakukan dengan cara meniru akhlaq mulianya baik melalui
buku cerita, sejarah ulama, manaqib, atau meniru secara langsung dari
kepribadian-kepribadian para ulama salaf tersebut dengan melalui
silaturrahim atau muhibah.

C. Butir-butir Mabadi Khaira Ummah


Adapun isi dan kandungan Mabadi Khaira Ummah atau Mabadiul
Khamsah serta uraiannya adalah sebagai berikut :

1.Asshidqu

Asshidqu bermakna jujur atau benar, bersungguh-sungguh, dan terbuka.


Kejujuran/kebenaran adalah kesesuaian antara perkataan dan perbuatan. Apa
yang dilahirkan sama dengan apa yang ada di dalam hati. Jujur itu meliputi
ucapan, perbuatan, dan sikap yang ada didalamnya. Sebagaimana firman Allah
dalam Surat Attaubah ayat 119, yang artinya : “Hai orang-orang yang beriman,
bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang
benar”.

Bersungguh-sungguh dilakukan dalam berbagai tugas, baik yang


berhubungan dengan Allah swt maupun tugas-tugas kemasyarakatan.
Sedangkan terbuka merupakan sikap lahir dari kejujuran untuk menghilangkan
kecurigaan antara satu dengan yang lain, kecuali dalam beberapa hal yang
selayaknya harus dirahasiakan.

2. Al-Amanah walwafa bil Ahdi

Al-amanah walwafa bil ahdi berasal dari dua kata, Al-amanah yang
memiliki pengertian yang lebih umum yakni meliputi semua beban yang harus
dilaksanakan, baik ada perjanjian maupun tidak, sedangkan alwafa bil ahdi
hanya berkaitan dengan sesuatu yang terdapat perjanjian. Namun, kedua istilah
itu digabungkan menjadi satu kesatuan. Yang pengertiannya meliputi dapat
dipercaya, setia, dan tepat janji.

Dapat dipercaya adalah sifat yang diletakkan pada seseorang yang


dapat melaksanakan tugas yang dipikulnya, baik yang bersifat diniyah maupun
ijtimaiyah. Setia mengandung pengertian kepatuhan dan ketaatan terhadap
Allah dan pimpinan / penguasa sepanjang tidak memerintah untuk berbuat
maksiat. Sedangkan tepat janji mengandung arti melaksanakan semua
perjanjian baik perjanjian yang dibuat sendiri maupun perjanjian yang melekat
karena kedudukannya sebagai orang mukallaf dan meliputi janji pemimpin
terhadap yang dipimpinnya, janji sesama anggota keluarga dan setiap individu.
Allah SWT berfirman dalam Surat An-Nisa ayat 58, yang artinya :
“Sesungguhnya Allah memerintahkan kamu sekalian untuk menyampaikan
amanat kepada yang berhak menerimanya”.
3.Al-adalah

Al-adalah mengandung pengertian bersikap adil dan memberikan hak


dan kewajiban secara proporsional. Bersikap adil dalam menempatkan sesuatu
yang pada tempatnya, berpihak kepada kebenaran, menyalahkan yang salah dan
membenarkan yang benar. Bersikap adil dituntut dari semua pihak lebih-lebih
dari penguasa, hakim, pemimpin, kepala keluarga, orang alim dalam berfatwa,
dan sebagainya.

Setiap orang mempunyai hak dan kewajiban. Hak adalah sesuatu yang
mesti diperolehnya, sedangkan kewajiban adalah sesuatu yang harus
dikerjakannya. Pemberian hak dan pelaksanaan kewajiban bagi setiap orang
disesuaikan dengan kepatutan masing-masing. Allah berfirman dalam Surat
An-Nahl ayat 90, yang artinya : “Sesungguhnya Allah memerintahkan kamu
sekalian untuk berlaku adil dab berbuat kebajikan”.

4.Attaawun

Attaawun merupakan sendi utama dalam tata kehidupan masyarakat,


manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan pihak lain. Pengertian ta’awun
meliputi tolong-menolong, setia kawan, dan gotong royong dalam kebaikan dan
ketakwaan. Ta’awun juga mengandung pengertian timbal balik dari masing-
masing pihak untuk memberi dan menerima. Oleh kaerna itu, sifat ta’awun
mendorong setiap orang untuk berusaha dan bersikap kreatif agar dapat
memiliki sesuatu yang dapat dikembangkan kepada orang lain. Firman Allah
dalam Surat Al-Maidah ayat 2, yang artinya : “Dan tolong menolonglah kamu
dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa dan jangan tolong-menolong dalam
berbuat dosa dan pelanggaran”.
5.Al-istiqamah

Al-istiqamah mengandung pengertian konsisten, ajeg,


berkesinambungan, dan berkelanjutan. Keajegan adalah tetap dan tidak
bergeser dari jalur sesuai dengan yang ditentukan oleh Allah SWT dan Rasul-
Nya serta tuntutan yang diberikan oleh Salafus Shahih. Kesinambungan artinya
keterkaitan antara satu kegiatan dengan kegiatan yang lain dan antara periode
satu dengan periode yang lain. Sehingga semuanya merupakan satu mata rantai
yang tak terpisahkan dan slaing menopang. Sedangkan berkelanjutan adalah
proses pelaksanaan secara terus-menerus dan idak mengalami kemandegan
(statis).
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Mabadi Khaira Ummah merupakan gerakan pembentukan identitas dan
karakter warga NU, melalui penanaman nilai-nilai yang dapat dijadikan prinsip-
prinsip dasar di dalam kehidupan warga NU baik sebagai masyarakat yang
berbangsa dan bernegara. Mabadi Khaira Ummah berdasar atas tiga pokok yaitu
Al-qur’an, Al-Hadits dan meniru perilaku baik ulama salafus shalikhin.
Prinsip-prinsip yang diajarkan dalam konsep Mabadi Khaira Ummah, terdiri atas :

1.Asshidqu (Sikap jujur, bersungguh-sungguh dan terbuka). Jujur ini meliputi


kejujuran dalam ucapan, perbuatan dan sikap prilaku sehari-hari.

2.Alamanah walwafa bilahdi (senantiasa menepati janji dan memegang teguh


kedisiplinan). Prinsip ini mempunyai arti tanggung jawab manusia terhadap
segala apa yang diamanahkan kepada mereka, baik amanah dalam masalah
duniawi atau amanah dalam masalah ukhirawi.

3.Aladlu (bersikap adil). Artinya akan senantiasa memberikan hak dan kewajiban
terhadap orang yang memilikinya secara proporsional. Mereka bersikap adil
dalam menempatkan sesuatu pada tempatnya, berpihak kepada kebenaran,
menyalahkan yang salah dan membenarkan yang benar.

4.Attaawun (mempunyai kepekaan sosial yang tinggi) terhadap perkembangan


lingkungan serta mempunyai kepedulian terhadap nasib-nasib kaum lemah
yang membutuhkan bantuan dan pembinaan secara intensif, sehingga mereka
menjadi manusia yang mempunyai derajat yang sama, hak yang sama, serta
kesempatan dalam meraih prestasi yang sama pula.
5.Alistiqamah (memegang teguh terhadap prinsip-prinsip utama walau dalam
kondisi apapun). Konsistensi ini akan berjalan terus tidak mengalami
perubahan walaupun di goyahkan oleh godaan apapun yang dapat merubah
terhadap prinsip dasar Mabadi Khaira Ummah.
DAFTAR PUSTAKA
Masyhudi Muchtar,dkk. 2009. Aswaja An-Nahdliyah (Ajaran Ahlussunnah wa al-jamaah yang

berlaku di lingkungan Nahdlatul Ulama). Surabaya : Khalista.

Abdul Wahib,dkk. 2004. Materi Dasar Nahdlatul Ulama (Ahlussunnah Waljamaah). Semarang :

PW LP Ma’arif NU Jawa Tengah.

Anda mungkin juga menyukai