Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

Mabadi Khoiru Ummah

Semester 2 / Fakultas Agama Islam / Aswaja

Dosen Pengampu : Nur Rois, M.pd

Disusun Oleh :

Devi Lutfia Fitriana (20106011291)

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS WAHID HASYIM SEMARANG

TAHUN AKADEMIK 2021


KATA PENGANTAR

Pertama-tama kami panjatkan puji syukur atas rahmat & ridho Allah SWT, karena
tanpa rahmat & ridhoNya, penyusun tidak dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan
selesai tepat waktu.

Tidak lupa kami ucapkan terimakasih kepada dosen pengampu mata kuliah Aswaja
yang membimbing kami dalam pengerjaan tugas makalah ini. Kami juga mengucapkan
terimakasih kepada teman-teman kami yang selalu setia membantu dalam hal mengumpulkan
data-data dalam pembuatan makalah ini.
Mungkin dalam pembuatan makalah ini terdapat kesalahan yang belum kami ketahui. Maka
dari itu kami mohon saran &kritik dari teman-teman maupun dosen. Demi tercapainya
makalah yang sempurna.

Grobogan,16 Juli 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..................................................................................... 
KATA PENGANTAR....................................................................................
DAFTAR ISI...................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..........................................................................................
B. Rumusan Masalah....................................................................................

BAB II PEMBAHASAN
A. Sejarah Lahirnya Mabadi’u Khaira Ummah …………......................
B. Dasar-dasar Mabadi’u Khaira Ummah...............................................
C. Butir-butir Mabadi’u Khaira Ummah ……………………………….

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan...............................................................................................

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Muktamar NU ke-13, tahun 1935, antara lain memutuskan sebuah kesimpulan, bahwa
kendala utama yang menghambat kemampuan umat melaksanakan amar ma’ruf nahi al-
Munkar dan menegakkan agama adalah karena kemiskinan dan kelemahan di bidang
ekonomi. Maka, muktamar mengamanatkan PBNU untuk mengadakan gerakan penguatan
ekonomi warga.

Para pemimpin NU waktu itu menyimpulkan bahwa kelemahan ekonomi ini bermula
dari lemahnya sumber daya manusianya (SDM). Mereka lupa meneladani sikap Rasulullah
sehingga kehilangan ketangguhan mental. Setelah diadakan pengkajian, disimpulkan ada
beberapa prinsip ajaran Islam yang perlu ditanamkan kepada warga NU agar bermental kuat
sebagai modal perbaikan sosial ekonomi yang disebut Mabadi Khaira Ummah, atau langkah
awal membangun umat yang baik.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana sejarah lahirnya Mabadi Khaira Ummah ?


2. Apa saja yang mendasari terbentuknya Mabadi Khaira Ummah ?
3. Apa saja butir-butir yang ada pada Mabadi Khaira Ummah ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Lahirnya Mabadi Khaira Ummah.

            Munculnya gerakan Mabadi Khaira Ummah didorong oleh adanya kesadaran di
kalangan para pemimpin NU bahwa untuk mewujudkan cita-cita dan tujuan NU maka harus
ada dukungan dari umat yang memiliki sifat-sifat terpuji, mental kejuangan yang tinggi, dan
mampu mengemban tugas agama maupun organisasi. Gagasan untuk membentuk karakter
warga nahdliyyin melalui Mabadi Khaira Ummah itu muncul pada saat Kongres PBNU ke-13
yang juga mengamanatkan agar NU merintis pemberdayaan ekomoni umat. Untuk itu, perlu
adanya pembinaan umat lebih dulu sebagai basis dari usaha pembentukan Khaira Ummah.
Pada sisi yang lain gerakan memasyarakatkan Mabadi Khaira Ummah, dilakukan bebarengan
dengan gerakan pemasyarakatan NU ke luar pesantren, sehingga upaya pembinaan dan
penggalangan tersebut tidak hanya mempunyai dampak ke dalam tetapi juga mempunyai dam
pak ke luar, yaitu suatu umat yang dapat dijadikan panutan (uswatun hasanah).

Upaya penanaman Mabadi Khaira Ummah dilakukan dengan memberikan penjelasan


secara teru menerus melalui berbagai temoat dan kesempatan, khususnya pada malam
pertemuan Lailatul Ijtima, yang diadakan di tiap-tiap ranting. Dan melalui instruksi yang
dilakukan oleh NU seperti tertuang dalam INSTRUCTIE KE-11 tentang Program
Membangun Umat Islam dan Pendahulunya Langkah Membangunkan Masyarakat Islam dan
Ekonominya serta melalui usaha-usaha nyata seperti gerakan koperasi atau syirkah
ta’awuniyah. Buah yang dapat dipetik dari upaya tersebut sungguh membanggakan,
meskipun secara kuantitas jumlah warga NU tidak sebanyak saat ini. Hal ini dapat dilihat dari
berbagai hal antara lain : semangat berorganisasi semakin tumbuh dan berkembang, kegiatan
organisasi dalam berbagai bidang makin semarak, kesetiaan warga semakin kuat dan para
kyai pemimpin NU semakin solid. Jika ada selisih pendapat di antara mereka, maka semata-
mata didasarkan atas perbedaan pendirian bukan perbedaan kepentingan. Semua ini
membawa akibat yang sangat baik bagi pembinaan internal (ke dalam) maupun dalam upaya
pengembangan NU secara eksternal (ke luar).

Langkah pembinaan umat yang sangat baik ini, tersendat-sendat karena pecahnya
Perang Dunia Kedua, dan sampai NU menjadi partai politik, gerakan ini belum ada tanda-
tanda diaktifkan kembali. Harapan untuk menghidupkan kembali gerakan ini pernah
terdengar disekitar tahun 1970-an bertepatan dengan terdengarnya suara ajakan untuk
kembali ke khittah, namun suara ini kembali tak terdengar karena hiruk pikuknya aktivitas
politik praktis. Baru setelah NU bertekad bulat kembali ke khittah 1926 pada tahun 1985,
keinginan untuk meneruskan kembali gerakan Mabadi Khaira Ummah semakin kuat,
terutama setelah muktamar NU ke-28 yang mengamanatkan kepada pengurus besar NU agar
menangani masalah sosial dan ekonomi secara lebih bersungguh-sungguh.

Pada Musyawarah Nasional Alim Ulama NU di Lampung tahun 1992, gerakan


Mabadi Khaira Ummah kembali di munculkan ke permukaan dan bahkan lebih
dikembangkan lagi. Mabadi Khaira Ummah yang pada asalnya hanya terdiri atas tiga asas,
yaitu : Asshidqu, Al Amanah / Alwafa bil Ahdi, dan Atta’awun sebagaimana yang
dirumuskan oleh K.H. Mahfudz Shiddiq selaku Ketua NU pada tahun 1935. Kemudian dalam
Munas di Lampung tahun 1992. Tiga asas tersebut ditambah dua pin lagi yakni Aladalah dan
Alistiqamah, sehingga menjadi lima butir dan disebut juga sebagai Mabadi’ul Khamsah.
Dasar pemikiran adanya penambahan tersebut adalah perbedaan tantangan situasional
yang berbeda antara tahun 1935 dan tahun-tahun mendatang. Selain itu juga adanya
perbedaan sasaran yang ingin dicapai. Sasaran pada waktu itu hanya pembentukan jati diri
dan watak warga, sedangkan sekarang ini diharapkan sebagai modal dasar bagi pembentukan
tata kehidupan baru yang lebih baik.

Dari latar belakang diatas, maka para ulama memandang perlunya pembentukan
terhadap watak, sikap dan perilaku umat dengan ciri khusus yang menjadikan warga
nahdliyyin mudah dikenali. Pembentukan watak, sikap, dan perilaku yang khusus ini sangat
penting untuk membedakan mana warga nahdliyyin dan mana yang tidak. Pada sisi lain,
mengingat kondisi Indonesia saat itu belum merdeka dan setiap warga negara diharapkan
perjuangan dan partisipasinya untuk ikut membebaskan bangsa ini dari belenggu penjajahan,
maka pembentukan watak yang spesifik Islam Ahlussunnah Waljamaah semakin dipandang
perlu.

Untuk itu, para ulama dan tokoh-tokoh panutan NU, berusaha untuk merumuskan
watak-watak dasar tersebut. Perumusan ini diharapkan dapat dilaksanakan oleh warga
nahdliyyin dalam kehidupan sehari-hari, sehingga perilaku ini menjadi ciri khas warga
nahdliyyin. Perumusan konsep tentang watak dasar ini kemudian dibahas oleh ulama NU,
sehingga menghasilkan konsep yang diberi nama Mabadi Khaira Ummah.

B. Dasar-dasar Mabadi Khaira Ummah

Mabadi khaira ummah, arti harfiahnya adalah dasar, asas atau prinsip-prinsip umat yang
terbaik. Istilah Mabadi Khaira Ummah digunakan oleh NU untuk menggambarkan ciri ideal
warga NU di mana pun berada dan dengan ciri-ciri itulah warga NU diharapkan akan dikenal.
Mabadi Khaira Ummah juga mengandung makna adanya usaha sungguh-sungguh dan
berkelanjutan untuk mewujudkan citra ideal warga NU. Dengan kata lain, Mabadi Khaira
Ummah adalah gerakan pembentukan identitas dan karakter warga NU, melalui penanaman
nilai-nilai yang dapat dijadikan prinsip-prinsip dasar.

Gerakan tersebut juga merupakan langkah awal bagi pembentukan umat terbaik (Khaira
Ummah), suatu umat yang mampu melaksanakan tugas amar makruf nahi munkar. Identitas
dan karakter yang dimaksudkan dalam gerakan ini adalah bagian terpenting dari sikap
kemasyarakatan yang termuat dalam Khittah NU, yang harus dimiliki oleh setiap warga Nu
dan dijadikan landasan berfikir, bersikap, dan bertindak.

Banyak sekali dasar yang digunakan untuk membentuk Mabadi Khaira Ummah, yaitu :

1. Alquran (sebagai dasar utama)

Dasar Alqurannya adalah firman Allah dalam surat Ali Imran ayat 110 yang artinya :
“Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia menyuruh kepada yang makruf
dan mencegah yang munkar, dan beriman kepada Allah”.

1. Sunnah Rasul
Sedangkan dasar sunnahnya adalah misi utama. Rasulullah yang berupaya
memperbaiki akhlaq manusia sebagaimana sabda Rasulullah saw yang berbunyi :
“Dan tidaklah aku diutus, kecuali untuk menyempurnakan keutamaan akhlaq yang
mulia”. (Al-Hadis)
2. Uswah Hasanah para Ulama Salaf

Sedangkan dasar meniru dan mencontoh perilaku mulia para ulama salaf adalah dapat
dilakukan dengan cara meniru akhlaq mulianya baik melalui buku cerita, sejarah ulama,
manaqib, atau meniru secara langsung dari kepribadian-kepribadian para ulama salaf tersebut
dengan melalui silaturrahim atau muhibah.

C. Butir-butir Mabadi Khaira Ummah

Adapun isi dan kandungan Mabadi Khaira Ummah atau Mabadiul Khamsah serta uraiannya
adalah sebagai berikut :

1. Asshidqu

Asshidqu bermakna jujur atau benar, bersungguh-sungguh, dan terbuka.


Kejujuran/kebenaran adalah kesesuaian antara perkataan dan perbuatan. Apa yang dilahirkan
sama dengan apa yang ada di dalam hati. Jujur itu meliputi ucapan, perbuatan, dan sikap
yang ada didalamnya. Sebagaimana firman Allah dalam Surat Attaubah ayat 119, yang
artinya : “Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah kamu
bersama orang-orang yang benar”.

Bersungguh-sungguh dilakukan dalam berbagai tugas, baik yang berhubungan dengan


Allah swt maupun tugas-tugas kemasyarakatan. Sedangkan terbuka merupakan sikap lahir
dari kejujuran untuk menghilangkan kecurigaan antara satu dengan yang lain, kecuali dalam
beberapa hal yang selayaknya harus dirahasiakan.

2. Al-Amanah walwafa bil Ahdi

Al-amanah walwafa bil ahdi berasal dari dua kata, Al-amanah yang memiliki pengertian
yang lebih umum yakni meliputi semua beban yang harus dilaksanakan, baik ada perjanjian
maupun tidak, sedangkan alwafa bil ahdi hanya berkaitan dengan sesuatu yang terdapat
perjanjian. Namun, kedua istilah itu digabungkan menjadi satu kesatuan. Yang pengertiannya
meliputi dapat dipercaya, setia, dan tepat janji.

Dapat dipercaya adalah sifat yang diletakkan pada seseorang yang dapat melaksanakan
tugas yang dipikulnya, baik yang bersifat diniyah maupun ijtimaiyah. Setia mengandung
pengertian kepatuhan dan ketaatan terhadap Allah dan pimpinan / penguasa sepanjang tidak
memerintah untuk berbuat maksiat. Sedangkan tepat janji mengandung arti melaksanakan
semua perjanjian baik perjanjian yang dibuat sendiri maupun perjanjian yang melekat karena
kedudukannya sebagai orang mukallaf dan meliputi janji pemimpin terhadap yang
dipimpinnya, janji sesama anggota keluarga dan setiap individu. Allah SWT berfirman dalam
Surat An-Nisa ayat 58, yang artinya : “Sesungguhnya Allah memerintahkan kamu sekalian
untuk menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya”.
3. Al-adalah

Al-adalah mengandung pengertian bersikap adil dan memberikan hak dan kewajiban
secara pr sesuatu yang pada tempatnya, berpihak kepa oporsional. Bersikap adil dalam
menempatkan da kebenaran, menyalahkan yang salah dan membenarkan yang benar.
Bersikap adil dituntut dari semua pihak lebih-lebih dari penguasa, hakim, pemimpin, kepala
keluarga, orang alim dalam berfatwa, dan sebagainya.

Setiap orang mempunyai hak dan kewajiban. Hak adalah sesuatu yang mesti
diperolehnya, sedangkan kewajiban adalah sesuatu yang harus dikerjakannya. Pemberian hak
dan pelaksanaan kewajiban bagi setiap orang disesuaikan dengan kepatutan masing-masing.
Allah berfirman dalam Surat An-Nahl ayat 90, yang artinya : “Sesungguhnya Allah
memerintahkan kamu sekalian untuk berlaku adil dab berbuat kebajikan”.

4. Attaawun

Attaawun merupakan sendi utama dalam tata kehidupan masyarakat, manusia tidak dapat
hidup sendiri tanpa bantuan pihak lain. Pengertian ta’awun meliputi tolong-menolong, setia
kawan, dan gotong royong dalam kebaikan dan ketakwaan. Ta’awun juga mengandung
pengertian timbal balik dari masing-masing pihak untuk memberi dan menerima. Oleh kaerna
itu, sifat ta’awun mendorong setiap orang untuk berusaha dan bersikap kreatif agar dapat
memiliki sesuatu yang dapat dikembangkan kepada orang lain. Firman Allah dalam Surat Al-
Maidah ayat 2, yang artinya : “Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan)
kebajikan dan takwa dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran”.

5. Al-istiqamah

Al-istiqamah mengandung pengertian konsisten, ajeg, berkesinambungan, dan


berkelanjutan. Keajegan adalah tetap dan tidak bergeser dari jalur sesuai dengan yang
ditentukan oleh Allah SWT dan Rasul-Nya serta tuntutan yang diberikan oleh Salafus Shahih.
Kesinambungan artinya keterkaitan antara satu kegiatan dengan kegiatan yang lain dan antara
periode satu dengan periode yang lain. Sehingga semuanya merupakan satu mata rantai yang
tak terpisahkan dan slaing menopang. Sedangkan berkelanjutan adalah proses pelaksanaan
secara terus-menerus dan idak mengalami kemandegan (statis).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

            Mabadi Khaira Ummah merupakan gerakan pembentukan identitas dan karakter
warga NU, melalui penanaman nilai-nilai yang dapat dijadikan prinsip-prinsip dasar di dalam
kehidupan warga NU baik sebagai masyarakat yang berbangsa dan bernegara. Mabadi Khaira
Ummah berdasar atas tiga pokok yaitu Al-qur’an, Al-Hadits dan meniru perilaku baik ulama
salafus shalikhin.
Prinsip-prinsip yang diajarkan dalam konsep Mabadi Khaira Ummah, terdiri atas :

1. Asshidqu (Sikap jujur, bersungguh-sungguh dan terbuka). Jujur ini meliputi kejujuran
dalam ucapan, perbuatan dan sikap prilaku sehari-hari.
2. Alamanah walwafa bilahdi (senantiasa menepati janji dan memegang teguh
kedisiplinan). Prinsip ini mempunyai arti tanggung jawab manusia terhadap segala
apa yang diamanahkan kepada mereka, baik amanah dalam masalah duniawi atau
amanah dalam masalah ukhirawi.
3. Aladlu (bersikap adil). Artinya akan senantiasa memberikan hak dan kewajiban
terhadap orang yang memilikinya secara proporsional. Mereka bersikap adil dalam
menempatkan sesuatu pada tempatnya, berpihak kepada kebenaran, menyalahkan
yang salah dan membenarkan yang benar.
4. Attaawun (mempunyai kepekaan sosial yang tinggi) terhadap perkembangan
lingkungan serta mempunyai kepedulian terhadap nasib-nasib kaum lemah yang
membutuhkan bantuan dan pembinaan secara intensif, sehingga mereka menjadi
manusia yang mempunyai derajat yang sama, hak yang sama, serta kesempatan dalam
meraih prestasi yang sama pula.
5. Alistiqamah (memegang teguh terhadap prinsip-prinsip utama walau dalam kondisi
apapun). Konsistensi ini akan berjalan terus tidak mengalami perubahan walaupun di
goyahkan oleh godaan apapun yang dapat merubah terhadap prinsip dasar Mabadi
Khaira Ummah.
DAFTAR PUSTAKA

 Masyhudi Muchtar,dkk. 2009. Aswaja An-Nahdliyah (Ajaran Ahlussunnah wa al-jamaah


yang berlaku di lingkungan Nahdlatul Ulama). Surabaya : Khalista.

Abdul Wahib,dkk. 2004. Materi Dasar Nahdlatul Ulama (Ahlussunnah Waljamaah).


Semarang : PW LP Ma’arif NU Jawa Tengah.

Anda mungkin juga menyukai