Anda di halaman 1dari 25

1

Materi Kemuhammadiyahan
Oleh: Imron Baehaqi

Sejarah Singkat Muhammadiyah


Muhammadiyah didirikan di Kampung Kauman Yogyakarta, pada tanggal 8
Dzulhijjah 1330 H/18 Nopember 1912 oleh seorang yang bernama Muhammad
Darwis, kemudian dikenal dengan KHA Dahlan. Beliau adalah pegawai kesultanan
Kraton Yogyakarta sebagai seorang Khatib dan sebagai pedagang. Melihat keadaan
ummat Islam pada waktu itu dalam keadaan jumud, beku dan penuh dengan amalan-
amalan yang bersifat mistik, beliau tergerak hatinya untuk mengajak mereka kembali
kepada ajaran Islam yang sebenarnya berdasarkan Qur`an dan Hadist. Oleh karena
itu beliau memberikan pengertian keagamaan dirumahnya ditengah kesibukannya
sebagai Khatib dan para pedagang.

Secara etimologis, Muhammadiyah berasal dari bahasa Arab, dari kata “Muhammad“
yaitu nama Nabi dan Rasul Allah terakhir. Muhammad itu sendiri berarti: yang
terpuji. Kemudian mendapatkan tambahan “yah”, yang berfungsi menjeniskan atau
membangsakan atau bermakna pengikut. Jadi Muhammadiyah adalah kelompok
Pengikut Nabi Muhammad SAW.

Mula-mula ajaran ini ditolak, namun berkat ketekunan dan kesabarannya, akhirnya
mendapat sambutan dari keluarga dan teman dekatnya. Profesinya sebagai pedagang
sangat mendukung ajakan beliau, sehingga dalam waktu singkat ajakannya
menyebar ke luar kampung Kauman bahkan sampai ke luar daerah dan ke luar pulau
Jawa. Untuk mengorganisir kegiatan tersebut maka didirikan Persyarikatan
Muhammadiyah. Dan kini Muhammadiyah telah ada diseluruh pelosok tanah air.
Disamping memberikan pelajaran/pengetahuannya kepada laki-laki, beliau juga
memberi pelajaran kepada kaum Ibu muda dalam forum pengajian yang disebut
"Sidratul Muntaha". Pada siang hari pelajaran untuk anak-anak laki-laki dan
perempuan. Pada malam hari untuk anak-anak yang telah dewasa.

KH A Dahlan memimpin Muhammadiyah dari tahun 1912 hingga tahun 1922 dimana
saat itu masih menggunakan sistem permusyawaratan rapat tahunan. Pada rapat
tahun ke 11, Pemimpin Muhammadiyah dipegang oleh KH Ibrahim yang kemudian
memegang Muhammadiyah hingga tahun 1934.Rapat Tahunan itu sendiri kemudian
berubah menjadi Konggres Tahunan pada tahun 1926 yang di kemudian hari berubah
menjadi Muktamar tiga tahunan dan seperti saat ini Menjadi Muktamar 5 tahunan.
2

Tujuan Muhammadiyah

Muhammadiyah adalah salah satu organisasi Islam yang besar di Indonesia. Tujuan
organisasi Muhammadiyah dijelaskan dalam Anggaran Dasar Muhammadiyah Bab
III pasal 6 (enam), sebagai berikut:

“Maksud dan tujuan Muhammadiyah ialah menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam
sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya”

Penjelasan mengenai masyarakat Islam yang sebenar-benarnya oleh Pimpinan Pusat


Muhammadiyah dimaknai sebagai masyarakat tauhid yang moderat, teladan, inklusif
dan toleran, solid dan peduli sesame. Selain itu juga mempunyai makna kesadaran
mengemban amanah sebagai wakil Allah di bumi yang bertugas menciptakan
kemakmuran, keamanan, kenyamanan dan keharmonisan serta cepat menyadari
kesalahan dan kekhilafan untuk kemudian meminta maaf. Sehingga terhindar dari
dosa dan durhaka yang berkepanjangan sebagai upaya mendapatkan kebahagiaan di
akhirat.

Pada masa berdirinya, sebagai sebuah organisasi yang berasaskan Islam, tujuan
Muhammadiyah yang paling penting adalah untuk menyebarkan ajaran Islam, baik
melalui pendidikan maupun kegiatan sosial lainnya. Selain itu meluruskan keyakinan
yang menyimpang serta menghapuskan perbuatan yang dianggap oleh
Muhammadiyah sebagai bid`ah.

Organisasi ini juga memunculkan praktek-praktek keagamaan dan sosial yang


membawa semangat pembaharuan yang hampir belum pernah dikenal sebelumnya
oleh masyarakat, seperti shalat hari raya di lapangan, khutbah dengan bahasa
Indonesia atau daerah, meluruskan arah kiblat, belajar dengan menggunakan bangku
dan meja, mengkoordinir pembagian zakat dan sebagainya.

Idiologi Muhammadiyah

Faktor paling kuat yang menodorng KH Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah


ialah pemahaman dan penghayatannya terhadap sebuah ayat al-Qur’an, yaitu Surat
Ali Imran ayat 104. Yakni, perintah tentang kewajiban melaksanakan dakwah Islam
amar ma’ruf nahi munkar melalui kekuatan organisasi atau persyarikatan. Sebab
kerja dakwah ini sangat berat dan luas, maka memerlukan gerakan yang bersifat
kolektif, kerja bareng, kerjasama dan persyarikatan.

‫ع ِن ْال ُمنْك َِر ۚ َوأُو َٰلَئِ َك ُه ُم ْال ُم ْف ِل ُحو َن‬ ِ ‫َو ْلت َ ُك ْن ِم ْن ُك ْم أ ُ َّمة ٌ يَ ْدعُونَ ِإلَى ْال َخي ِْر َويَأ ْ ُم ُرو َن ِب ْال َمعْ ُر‬
َ ‫وف َويَ ْن َه ْو َن‬
3

Terjemah Arti: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-
orang yang beruntung.” (QS. Ali Imran [3]:104)

Terjemahan Makna Bahasa Indonesia (Isi Kandungan) Dan hendaklah di antara kalian
(wahai kaum Mukminin), ada segolongan orang yang mengajak kepada kebaikan dan
memerintahkan kepada yang ma’ruf, yaitu sesuatu yang telah diketahui kebaikannya
menurut syariat dan akal, dan melarang dari kemungkaran, yaitu apa-apa yang
diketahui keburukannya dari segi syariat maupun akal. Mereka itu adalah orang-
orang yang beruntung menggapai surga yang penuh kenikmatan.

MUQADDIMAH ANGGARAN DASAR MUHAMMADIYAH

A. SEJARAH PERUMUSAN

Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah disusun dan dirumuskan oleh Ki


Bagus Hadikusuino sebagai hasil penyorotan dan pengungkapan kembali terhadap
pokok-pikiran pokok-pikiran yang dijadikan dasar amal usaha dan perjuangan Kyai
Ahmad Dahlan dengan menggunakan wadah persyarikatan Muhamnadiyah.
Rumu¬san “Muqaddimah” diterima dan disahkan oleh Muktamar Muhammadiyah
ke 31 yang dilangsungkan di kota Yogya¬karta pada tahun 1950, setelah melewati
penyempur¬naan segi redaksional yang dilaksanakan oleh sebuah team yang
dibentuk oleh sidang Tanwir. Team ponyem¬purnaan tersebut anggota-anggotanya
terdiri dari – Buya HAMKA, K.H. Farid Ma’ruf, Mr. Kasman Singodime¬djo serta
Zain Jambek.

Muqaddimah Anggaran Dasar Muhamnadiyah disusun dan dirumuakan baru pada


periode Ki Bagus Hadikusu¬mo, sebab-sebabnya antara lain :

1. Belum adanya kepastian rumusan tentang cita-cita dan dasar perjuangan


Muhammadiyah Kyai Ahmad Dahlan membangun Muhammadiyah
bu¬kannya didasarkan pada teori yang terlebih dahulu dirumuskan secara
ilmiyah dan sistematis. Akan teta¬pi apa yang telah diresapinya dari
pemahaman agama yang bersumber pada Al-Qur’an dan Hadits beliau segera
diwujudkan dalam amalan yang nyata. Oleh karena itu Kyai Ahmad Dahlan
lebih tepat dikatakan sebagai seorang ulama yang praktis, bukan¬nya ulama
teoritis.
4

2. Pada awal perjuangan Muhammadiyah, keadaan serupa itu tidak


mengaburkan penghayatan seseorang terhadap Muhammadiyah, baik ia
seorang Muhammadiyah sendiri ataupun seorang luar yang berusaha
memahaminya. Akan tetapi serentak Muhammadiyah semakin luas serta
bertambah banyak anggota dan simpatisannya mengakibatkan semakin jauh
mereka dari sumber gagasan. Karena itu wajar apabila terjadi kekaburan
penghayatan terhadap dasar-dasar pokok yang menjadi daya pendorong Kyai
Ahmad Dahlan dalam menggerakkan persyarikatan Muharrmadiyah.

3. Kehidupan rohani keluarga Muhammadiyah menampakkan gejala menurun,


akibat terlalu berat mengejar kehidupan duniawi. Perkembangan masyarakat
terus maju, ilmu pe¬ngetahuan dan teknologi tidak henti-hentinya
menya¬jikan hal-hal yang membuat manusia kager dan mence-ngangkan,
membuat dunia semakin ciut dan sempit; pengaruh budaya secara timbal-balik
terjadi dengan lancarnya antara satu negara dengan negara lainnya baik yang
bersifat positif ataupun yang bersifat negatif. Keadaan yang serpua itu tidak
terkecuali mengenai masyarakat Indonesia. Tersebab adanya perkembangan
zaman serupa itu yang seluruhnya hampir dapat dinyatakan mengarah kepada
kehidupan duniawi dan sedikit sekali yang mengarah kepada peningkatan
kebahagiaan rohani, menyebabkan masyarakat Indonesia termasuk di
dalamnya keluarga Muhavmadiyah terhimbau oleh gemerlapan kemewahan
duniawi.

4. Makin kuatnya berbagai pengaruh dari luar yang langsung atau tidak
berhadapan dengan faham dan keyakinan Muhammadiyah
Bersama dengan perkembangan zaman yang membawa berbagai perubahan
dalam masyarakat, maka tidak ketinggalan pengaruh cara-cara berfikir, sikap
hidup atau pandangan hidup masuk ke tengah-tengah masyara¬kat Indonesia.
Selain banyak yang bermanfaat, tak sedikit yang dapat merusak keyakinan dan
faham Mu¬hammadiyah.

5. Dorongan disusunnya preambul UUD 1945. Sesaat menjelang proklamasi


Kemerdekaan Negara Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, tokoh-
tokoh pergerakan bangsa Indonesia dihimpun oleh pemerintah Jepang dalam
wadah “Badan Penyelidik” usaha persiapan Kemerdekaan Indonesia
(BPUPKI), yang tugasnya antara lain mempelajari Negara Indonesia Merdeka.
Dan di antara hal yang penting adalah terumuskannya “Piagam Jakarta” yang
kelak dijadikan “Pembu¬kaan UUD 1945” setelah diadakan beberapa
5

perubahan dan penyempurnaan di dalamnya. Pada saat merumuskan materi


tersebut, para pimpinan pergerakan bangsa Indonesia benar-benar
memusyawarahkan secara matang dengan disertai debat yang seru antara satu
dengan yang lain, yang ditem¬puh demi mencari kebenaran. Pengalaman ini
dialami sendiri oleh Ki Bagus Hadikusumo yang kebetulan terlibat di
dalamnya kare¬na termasuk sebagai anggota BPUPKI. Beliau merasakan
betapa pentingnya rumusan Piagam Jakarta, sebab piagam ini akan
memberikan gambaran kepada dunia luar atau kepada siapapun tentang cita-
cita dasar, pandangan hidup serta tujuan luhur bangsa Indonesia bernegara.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada saat periode Ki Bagus
Hadikusumo, adanya “Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah”
benar-benar sudah sa¬ngat diperlukan karena adanya beberapa alasan dan
kenyataan tersebut.

B. FUNGSI MUQADDIMAH AD MUHAMMADIYAH

Bagi persyarikatan Muhammadiyah, Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah


berfungsi sebagai . “Jiwa dan semangat pengabdian serta perjuangan per¬syarikatan
Muhammadiyah”.

C. MATAN ATAU ISI POKOK

Muqoddimah Anggarah Dasar Muhammadiyah

“Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah dan Penyayang. Segala puji bagi Allah
yang mengasuh semua alam; yang Maha Pemurah dan Penyayang; yang memegang
pengadilan pada hari kemudian; Hanya kepada Kau hamba menyembah dan hanya
kepada Kau hamba mohon pertolongan; Berilah petunjuk kepada hamba jalan yang
lempang; Jalan orang-orang yang telah Kau beri kenikmatan, yang tidak dimurkai
dan tidak tersesat lagi”. (al-Qur’an surat al¬Fatihah).

Adapun isi kandungan dari Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah adalah


sebagai berikut:

Pertama Hidup manusia harus mentauhidkan Allah; ber-Tuhan, beribadah serta


tunduk dan taat hanya kepada Allah.

Kedua Hidup manusia adalah bermasyarakat.


6

Ketiga Hanya hukum Allah satu-satunya hukum Yang dapat dijadikan sendi
pembentuk pribadi utama, dan mengatur tertib hidup bersama menuju kehidupan
berbahagia-sejahtera Yang hakiki dunia dan akhirat.

Keempat Berjuang menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam untuk


mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benar¬nya adalah wajib sebagai ibadah
kepa¬da Allah dan berbuat ihsan kepada sesama manusia.

Kelima Perjuangan menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam untuk


mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya hanya akan berhasil bila
mengikuti jejak perjuangan Nabi Muhammad saw.

Keenam Perjuangan mewujudkan maksud dan tujuan di atas hanya dapat dicapai
apabila dilaksanakan dengan cara berorganisasi.

Ketujuh seluruh perjuangan memadu ke satu titik tujuan Muhammadiyah, yakni


“Terwujudnya masyarakat Utama, adil dan makmur yang diridlai Allah Subha¬nahu
wata’ala

Pilar Umat Islam Berkemajuan:

1. Tauhid yang murni


2. Memahmi al-Qur’an dan Sunnah yang mendalam
3. Melembagakan amal sholeh yang fungsional dan solutif
4. Beroreintasi kekiniaan dan masa depan
5. Bersikap toleran, moderat dan suka bekerjasama.

Muhammadiyah Sebagai Gerakan Dakwah Pencerahan

Pada 18 November 2014, Muhammadiyah genap berusia 102 tahun. Umat Islam dan
bangsa ini patut bersyukur bahwa Muhammadiyah telah banyak berkontribusi positif
bagi pembangunan bangsa, terutama di bidang pendidikan, kesehatan, dan
kesejahteraan sosial melalui amal usahanya yang tersebar di penjuru Tanah Air.

Di balik kemampuan Muhammadiyah bertahan dalam menghadapi tantangan dan


terus berkembang maju melampaui usia republik ini terdapat spirit (roh) dinamika
7

gerakan, yaitu dakwah pencerahan. Seperti tecermin pada lambangnya, matahari


bersinar, Muhammadiyah terus menyinari dan mencerahkan umat, bangsa, dan
negeri tercinta.

Dakwah pencerahan (da’wah tanwiriyyah) merupakan terminologi dakwah yang


relatif baru, meskipun dakwah Islam sejak awal sejatinya adalah dakwah pencerahan.
Istilah dakwah pencerahan ini banyak dipopulerkan oleh Pimpinan Pusat
Muhammmadiyah. Menurut Prof Dr Din Syamsuddin, Muhammadiyah dewasa ini
harus mengembangkan model dakwah pencerahan, yaitu dakwah yang
membebaskan (tahrir), memberdayakan (taqwiyah), dan memajukan (taqdim). Inilah
tiga kunci dakwah pencerahan yang menjadi elan vital gerakan Muhammadiyah.

Dakwah Islam mengandung arti panggilan, seruan, dan ajakan untuk berislam, atau
menjadikan Islam sebagai way of life sekaligus sistem nilai yang mengatur kehidupan
ini. Syariat Islam itu sendiri, menurut Ibn Taimiyah dalam Minhaj as-Sunnah an-
Nabawiyyah, dibumikan untuk mewujudkan dan menyempurnakan kemaslahatan
hidup, sekaligus menolak dan meminimalkan kerusakan dan kebangkrutan hidup
manusia. Tujuan utama dakwah Islam adalah mewujudkan tatanan kehidupan
manusia yang penuh kemaslahatan (kebaikan dan kebahagiaan), bukan
kemafsadatan (kerusakan) dan kebangkrutan.

Dakwah Islam itu, pertama-tama harus berorientasi kepada pembebasan manusia


dari kegelapan hidup (zhulumat) menuju cahaya pencerahan (nur), yaitu dari
kegelapan kekufuran menuju cahaya iman; dari kemaksiatan menuju cahaya
ketaatan; dan dari kebodohan menuju cahaya ilmu pengetahuan. Kedua, dakwah
Islam diaktualisasikan dalam bentuk penyampaian misi Islam secara sempurna
kepada umat manusia. Ketiga, menjaga dan melindungi agama Islam dari kesia-siaan
dan penakwilan orang-orang yang tidak memahaminya dengan baik. Keempat,
dakwah Islam juga berperan mewujudkan rasa aman, perdamaian, dan stabilitas
sosial politik di negeri Muslim maupun non-Muslim.

Dakwah pencerahan merupakan paradigma baru mendakwahkan Islam sebagai


sumber nilai, ajaran, dan spirit gerakan. Dakwah pencerahan Muhammadiyah bukan
semata-mata tabligh (menyampaikan ajaran), melainkan ikhraj wa tahrir
(membebaskan) manusia dari segala bentuk keyakinan palsu yang menyelimuti hati
dan pikirannya. Pada tataran tahrir, dakwah pencerahan tidak hanya menyelamatkan
akidah Islam, melainkan juga membangun sistem keyakinan yang benar, kokoh, dan
terbebas dari segala bentuk kemusyrikan, seperti syirik teologi, politik, sosial
ekonomi, bahkan syirik hawa nafsu.

Seiring dengan proses tahrir, dakwah pencerahan Muhammadiyah meniscayakan


perubahan pada diri mad’u (yang didakwahi) dengan program pencerdasan agar
umat memiliki nalar yang sehat, benar, dan positif dalam menghadapi persoalan
hidup. Dakwah pencerahan harus bermuatan pendidikan berpikir positif dan kreatif.
Dengan pencerdasan, umat dibiasakan menjauhi pola-pola hidup yang masih sarat
8

dengan takhayul, bid’ah, dan khurafat (TBC). Dakwah pencerahan membebaskan


umat dari sistem hidup jahiliyah, sebuah sistem kehidupan yang penuh kegelapan
iman, kebobrokan moral, dan kebiadaban perilaku.

Setelah mad’u mengalami pembebasan dan perubahan, dakwah pencerahan


Muhammadiyah perlu mengembangkan program-program pemberdayaan dengan
mengoptimalkan segala potensi mad’u untuk meraih hidup sukses: sukses studi,
berorganisasi, berprofesi, hidup sebagai suami-istri, dan sukses berakhlak Islami.
Karena itu, dakwah pencerahan tak sekadar tabligh, melainkan harus diikuti tau’iyah
(penyadaran) dan peningkatan kualitas hidup umat. Dakwah pencerahan
memerlukan manajemen dakwah yang solid dan efektif untuk, misalnya, melakukan
pendampingan komunitas sasaran dalam pengembangan sumber daya ekonomi,
pemberdayaan ekonomi kreatif, peningkatan mutu hasil pertanian, perkebunan,
perikanan, perhutanan, dan lainnya.

Agar komunitas mad’u itu berdaya, tentu diperlukan edukasi dan pelatihan
keterampilan hidup, keterampilan sosial, dan keterampilan lunak, sehingga
komunitas itu menjadi mandiri secara sosial ekonomi. Dengan kata lain, dakwah
pencerahan seyogianya mampu mengubah komunitas mustahiq (penerima zakat)
menjadi muzaki dan mutashaddiq (pembayar zakat dan pemberi sedekah). Dalam
konteks ini, Rasulullah SAW sejak awal dakwahnya menekankan pentingnya
kemandirian hidup dengan spirit filantropis (semangat berderma, memberi). Bahkan,
Rasulullah SAW dilarang oleh Allah SWT untuk berharap mendapat balasan lebih
banyak dari apa yang telah diberikan. (QS al-Muddatstsir: 6)

Dalam sejarah dakwah Islam, pembentukan mentalitas kemandirian pada diri mad’u
merupakan salah satu faktor determinan keberhasilan dakwah perncerahan itu
sendiri. Meskipun saat di Makkah umat Islam tergolong minoritas, tapi mentalitas
kemandirian mereka sangat kuat. Embargo ekonomi oleh kaum kafir Quraisy
terhadap sahabat Nabi SAW saat itu tidak sedikit pun menggoyahkan mentalitas
mereka. Dakwah pencerahan Nabi SAW itu bermuatan peneguhan akidah dan
pengokohan syakhsyiyyah (keperibadian) yang mandiri.

Dakwah pemberdayaan mengharuskan pelaku dan lembaga dakwah untuk


memahami segala potensi yang dimiliki oleh sasaran dakwah. Ketika hijrah dari
Makkah ke Madinah, Nabi SAW memberdayakan Abu Bakar ash-Shiddiq sebagai
mitra pendamping hijrahnya, sedangkan putra-putrinya, yaitu Abdullah dan Asma’,
diberdayakan sebagai intelijen dan pemasok logistik bagi perjalanan hijrah Nabi SAW
yang waktu itu harus "transit" tiga hari di Gua Tsur sebelum melanjutkan perjalanan
hijrahnya ke Yatsrib (Madinah).

Pada waktu yang sama, Ali bin Abi Thalib juga diberdayakan untuk menggantikan
tempat tidur Nabi SAW. Setelah dimerdekakan dari perbudakan, Bilal bin Rabah juga
diberdayakan Nabi SAW sebagai muazin karena kompetensinya dalam melantunkan
azan yang sangat bagus. Bahkan, ketika Abu Sufyan menyatakan diri masuk Islam
9

saat Fathu Makkah (pembebasan Kota Makkah), Nabi SAW pun memberdayakannya
sebagai salah satu penulis wahyu Alquran karena mempunyai kompetensi mumpuni
dalam mencatat dan menulis.

Jika jiwa kemandirian itu sudah tertanam kuat dalam diri mad’u, agenda dakwah
pencerahan berikutnya adalah memajukan taraf hidupnya dalam berbagai aspek.
Sedemikian mandirinya, Abdurrahman bin ‘Auf, pebisnis ulung, begitu tiba di
Madinah langsung meminta ditunjukkan di mana pasar. Dia tidak ingin
menggantungkan uluran tangan kaum Anshar, melainkan tergerak untuk
mengembangkan bisnisnya. Dia bertekad menghidupkan dan memajukan pasar Kota
Madinah, dan ternyata berhasil.

Demikian pula Utsman bin Affan RA, dengan kemandiriannya, membangun


pertanian, perkebunan, dan peternakan Madinah sehingga dikenal sebagai saudagar
kaya yang gemar bersedekah. Di hari penuh kesulitan menjelang Perang Tabuk,
Utsman mendermakan 950 unta, lalu menggenapinya dengan 50 kuda sebagai logistik
dan perlengkapan perang. Utsman juga menyerahkan uang 1.000 dinar dan beberapa
ons emas kepada Rasulullah SAW untuk keperluan perbekalan perang.

Bahkan, keberdayaan dan kemajuan ekonomi Utsman RA membuatnya menjadi


dermawan sekaligus juga agen pembebasan dan pemerdekaan. Sejak masuk Islam,
Utsman satu-satunya sahabat Nabi yang setiap Jumat selalu memerdekakan budak.
Hingga akhir hayatnya, Utsman telah memerdekakan 2.400 budak yang kemudian
masuk Islam. Itulah dakwah pencerahan Rasulullah yang tidak hanya membuat para
sahabat berkomitmen pada Islam, juga tergerak memberdayakan dan memajukan
umat.

Dalam konteks ini, Muhammadiyah termasuk paling depan dalam memberdayakan


dan mencerahkan umat dan bangsa. Melalui amal usaha yang dikelolanya, terutama
lembaga-lembaga pendidikan dan rumah sakit Islam yang tersebar, Muhammadiyah
telah memainkan peran penting dalam dakwah pencerahan. Dengan da’wah bil
uswah hasanah (keteladanan yang baik) melalui amal usaha yang konkret bagi
gerakan pencerdasan, edukasi, pelatihan, pendampingan, dan penerampilan para
mad’u, niscaya dakwah pencerahan Muhammadiyah akan menunjukkan hasil efektif
dan bermanfaat bagi bangsa dan umat. Semoga
MUHAMMADIYAH DAN GERAKAN PENCERAHAN UNTUK INDONESIA
BERKEMAJUAN

Indonesia sebagai negeri muslim terbesar di dunia merupakan ladang subur bagi
gerakan-gerakan Islam untuk menyemai benih-benih ajaran yang mencerahkan
sehingga melahirkan peradaban yang berkemajuan. Indonesia yang penduduknya di
masa lampau mayoritas beragama Hindu dan kepercayaan lokal berubah total
menjadi berpenduduk terbesar umat Islam. Hal itu tidak terlepas dari strategi
berdakwah yang mampu memikat hati dan menawarkan jalan hidup yang memberi
harapan lebih baik bagi masyarakat di negeri kepulauan ini.
10

Kini misi gerakan-gerakan Islam sesungguhnya masih menghadapi tantangan besar,


yakni bagaimana membebaskan, memberdayakan, dan memajukan umat Islam
maupun masyarakat Indonesia dari berbagai ketertinggalan menuju kehidupan yang
berkemajuan di segala bidang. Tantangan gerakan Islam menjadi lebih berat ketika
berhadapan dengan misi gerakan agama lain yang lebih progresif dan sistematis di
tengah kondisi kehidupan aktual yang semakin kompleks, yang menuntut kehadiran
gerakan-gerakan Islam yang bersifat alternatif. Karenanya perlu meninjau ulang dan
memperbarui pesan, pendekatan, strategi, dan langkahlangkah gerakan Islam agar
selain dapat merawat jumlah kepemelukan umat secara kuantitas, sekaligus secara
kualitas mampu menjadikan pemeluk Islam sebagai umat terbaik (khayr alummah)
di negeri ini.

Kehadiran Muhammadiyah sebagai gerakan Islam yang mengemban misi dakwah


dan tajdid selama perjalanan satu abad lebih, sungguh dituntut untuk memberi
sibghah sekaligus mengubah jalan kehidupan umat dan bangsa ke arah yang lebih
berkemajuan. Di sinilah pentingnya gerakan pencerahan yang menyinari penduduk
negeri, sehingga Indonesia menjadi negara dan bangsa yang berkemajuan. Islam yang
Mencerahkan Islam sesungguhnya agama yang mencerahkan kehidupan umat
manusia (din at-tanwir).

Kehadiram Islam membawa misi penting untuk mengeluarkan umat manusia dari
segala bentuk kegelapan (kejahiliyahan) menuju pada keadaan terang-benderang,
takhrij min al-dhulumat ila al-nur (QS AlBaqarah: 257). Pesan-pesan Islam seperti
perintah iqra (QS Al-'Alaq: 1-5), al-Quran sebagai hidayah-bayan-furqan (QS Al-
Baqarah: 189), agar setiap umat mengubah nasib dirinya dan memperhatikan masa
depan (QS Ar-ra'du: 11; Al-Hasyr: 18), membebaskan kaum dhu'afamustadh'afin (QS
Al-Ma'unn: 1-7; Al-Balad: 11-16, dst), menjadi khalifah di muka bumi untuk
membangun dan tidak untuk merusak (QS Al-Baqarah: 30; Hud: 61; Al-Baqarah: 11;
dst.); menunjukkan pesan imperatif Allah bahwa ajaran Islam menawarkan
pencerahan bagi umat manusia semesta. Risalah Nabi Muhammad bersama kaum
Muslimun selama 23 tahun telah membawa pencerahan dari bangsa Arab yang
terstruktur dalam sistem jahiliyah menjadi bangsa yang tercerahkan sehingga lahir
Al-Madinah Al-Munawwarah, yakni kota peradaban yang cerah dan mencerahkan.

Bangsa Arab yang bertuhankan berhala-berhala menjadi bertauhid. Bangsa yang


semula merendahkan menjadi menjunjung tinggi martabat perempuan. Bangsa yang
amoral menjadi berakhlaq mulia. Fath al-Makkah menjadi simbol dari lahirnya
peradaban umat manusia yang tercerahkan itu. Dari 2 titik peradaban "al-
munawwarah" itulah kemudian Islam meluas ke seluruh kawasan dunia, yang
melahirkan era kejayaan Islam sebagai puncak peradaban yang utama selama lima
sampai enam abad lamanya, tatkala dunia Barat kala itu masih teridur lelap di era
kegelapan. Karenanya, usaha-usaha dakwah untuk mewujudkan Islam dalam
kehidupan pun haruslah membawa dan bersifat mencerahkan. Sejatinya, dengan
sifatnya yang demokratis dan membawa perubahan menuju ke jalan Allah yang
11

menyelematkan kehidupan umat manusia di dunia dan akhirat, maka dakwah Islam
itu berwatak pencerahan. Sebaliknya, bukanlah dakwah kalau tidak menyinari atau
tidak mencerahkan kehidupan, baik kehidupan para pemeluknya maupun umat
manusia keseluruhannya.

Dakwah pencerahan ialah usaha-usaha menyebarluaskan dan mewujudkan ajaran


Islam sehingga melahirkan perubahan ke arah yang lebih baik, unggul, dan utama
dalam kehidupan pemeluknya dan menjadi rahmat bagi masyarakat luas di semesta
alam. Dakwah pencerahan dalam setiap usahanya bersifat membebaskan,
memberdayakan, dan memajukan kehidupan di segala bidang dan lingkup menuju
raihan terwujudnya peradaban yang utama. Dakwah yang demikian memerlulan
pembaruan terus menerus sehingga bersifat unggul dan alternatif. Dakwah secara
konseptual merupakan usaha mengajak pada Islam secara demokratis, bukan
monolitik dan paksaaan. Tak ada sebuah istilah yang paling demokratis dalam
mozaik ajaran Islam kecuali kata dakwah. Dakwah berasal dari akar kata "da'a-yad'u-
da'wata", artinya "memanggil", "menyeru", dan "menjamu". Yakni memanggil,
menyeru, dan menjamu orang agar mau berada di jalan Allah menuju keselamatan
hidup di dunia dan akhirat. Artinya, dakwah dalam pandangan dan praksis apapun
meniscayakan pendekatan, strategi, dan cara yang berproses secara terbuka dan
timbal-balik, bukan yang tertutup dan monolitik.

Dakwah itu harus cerdas-bijaksana (bil-hikmah), edukatif yang baik (wal al-mauidhat
al-hasanah), dan dialogis yang unggul (wa jadil-hum bi-latiy hiya ahsan) sebagaimana
dititahkan Allah (QS Al-Nahl: 125). Adapun secara defenitif, dakwah menurut
Muhammadiyah ialah “panggilan atau seruan bagi umat manusia menuju jalan Allah
(QS Yusuf: 108) yaitu jalan menuju Islam (QS Ali Imran: 19)”. Dakwah sebagai “upaya
tiap muslim untuk merealisasikan (aktualisasi) fungsi kerisalahan dan fungsi
kerahmatan”. Fungsi kerisalahan dari dakwah ialah “meneruskan tugas Rasulullah
(QS AlMaidah: 67) menyampaikan dinul-Islam kepada seluruh umat manusia (QSAli
Imran: 104, 110, 114)”. Sedangkan fungsi kerahmatan berarti “upaya menjadikan
(mengejewantahkan, mengaktualkan, mengoperasionalkan) Islam sebagai rahmat
(penyejahtera, pembahagia, pemecah persoalan) bagi seluruh manusia (QS Al-
Anbiya: 107)”.

Setiap usaha dakwah Islam oleh siapa, kapan, dan di mana pun haruslah membawa
pencerahan dari keadaan "al-dhulumat" atau sistem yang gelap-gulita kepada kondisi
yang serba "al-nur" atau penuh cahaya yang terang di segala lapangan kehidupan.
Dalam bidang sosial-politik, sosial-ekonomi, sosial-budaya, dan aspek-aspek lainnya
melalui dakwah harus terbangun kehidupan umat manusia setahap demi setahap
menuju pada kondisi yang cerah dan mencerahkan. Melaui dakwah haruslah terjadi
bahwa Islam benar-benar menjadi rahmatan lil-'alamin di Indonesia khususnya dan
dunia pada umumnya.
Bagi umat Islam sendiri usaha-usaha dakwah itu harus mencerahkan. Jika umat Islam
sebagai mayoritas masih jauh dari ajarannya, tertinggal di banyak bidang kehidupan,
12

besar kuantitas tetapi minim kualitas, merasa asing di rumahnya sendiri, sulit bersatu
dan masih saling bermusuh- 3 musuhan, serta kalah dalam banyak hal dari umat atau
bangsa lainnya maka berarti usaha-usaha dakwah Islam belum bersifat mencerahkan.
Apalagi manakala atasnama dakwah terjadi pemunduran kehidupan umat, maka
dakwah seperti itu secara tidak disadari bersifat penggelapan, yang tentu saja
bertentangan dengan jiwa dan prinsip dakwah sendiri.

Gerakan Pencerahan Gerakan pencerahan bagi Muhammadiyah sesungguhnya


bukan akan, tetapi telah dimulai sejak Kyai Haji Ahmad Dahlan mendirikan
Muhammadiyah seabad yang silam. Kehadiran Muhammadiyah melalui gerakan
tajdid atau pembaruannya tidak lain sebagai wujud gerakan pencerahan. Gerakan
mengembalikan umat pada sumber ajaran Al-Quran dan Sunnah Nabi yang murni
dengan mengembangkan ijtihad di banyak bidang kehidupan merupakan aktualisasi
dari gerakan pencerahan. Demikian pula dalam hal pelurusan arah kiblat, pembaruan
sistem pendidikan, pemberdayaan masyarakat dhu'afa-mustadl'afin melalui Al-
Ma'un, mendirikan gerakan perempuan Islam berkemajuan yakni Aisyiyah, serta
berbagai dakwah bi-lisan dan bi-lisan yang bersifat maju lainnya sungguh merupakan
wujud nyata dari gerakan Muhammadiyah dalam menghadirkan dakwah
pencerahan. Muhammadiyah bahkan terlibat aktif dalam pergerakan perjuangan
kemerekaan dan pada tanggal 17 Agustus 1945 terlibat aktif dalam meletakkan
fondasi berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Muhammadiyah bukan
hanya berkeringat deras, tetapi bahkan menjadi pendiri Republik ini. Karenanya kini
para anggota, mubalig, aktivis, dan pimpinan Muhammadiyah di mana pun termasuk
yang berada di lingkngan Organisasi Otonom, Majelis, Lembaga, Amal Usaha, dan
seluruh lingkungan Persyarikatan harus secara masif menggerakkan kembali jiwa,
pikiran, dan langkah-langkah pencerahan dalam seluruh aspek yang menjadi bidang
gerakannya.

Gerakan pencerahan dalam Muhammadiyah digelorakan kembali pada Muktamar


ke-46 tahun 2010 di Yogyakarta sebagaimana terkandung dalam "Pernyataan Pikiran
Muhammasiyah Abad Kedua". Dinyatakan, bahwa Muhammadiyah pada abad
kedua berkomitmen kuat untuk melakukan gerakan pencerahan. Gerakan
pencerahan (tanwir) merupakan praksis Islam yang berkemajuan untuk
membebaskan, memberdayakan, dan memajukan kehidupan. Gerakan pencerahan
dihadirkan untuk memberikan jawaban atas problem-problem kemanusiaan berupa
kemiskinan, kebodohan, ketertinggalan, dan persoalan-persoalan lainnya yang
bercorak struktural dan kultural. Gerakan pencerahan menampilkan Islam untuk
menjawab masalah kekeringan ruhani, krisis moral, kekerasan, terorisme, konflik,
korupsi, kerusakan ekologis, dan bentuk-bentuk kejahatan kemanusiaan. Gerakan
pencerahan berkomitmen untuk mengembangkan relasi sosial yang berkeadilan
tanpa diskriminasi, memuliakan martabat manusia laki-laki dan perempuan,
menjunjung tinggi toleransi dan kemajemukan, dan membangun pranata sosial yang
utama. Dengan gerakan pencerahan Muhammadiyah terus bergerak dalam
mengemban misi dakwah dan tajdid untuk menghadirkan Islam sebagai ajaran yang
13

mengembangkan sikap tengahan (wasithiyah), membangun perdamaian,


menghargai kemajemukan, menghormati harkat martabat kemanusiaan laki-laki
maupun perempuan, mencerdaskan kehidupan bangsa, menjunjungtinggi akhlak
mulia, dan memajukan kehidupan umat manusia. Komitmen Muhammadiyah
tersebut menunjukkan karakter gerakan Islam yang dinamis dan progresif dalam
menjawab tantangan zaman, tanpa harus kehilangan identitas dan rujukan Islam
yang autentik.

Muhammadiyah dalam melakukan gerakan pencerahan berikhtiar mengembangkan


strategi dari revitalisasi (penguatan kembali) ke transformasi (perubahan dinamis)
untuk melahirkan amal 4 usaha dan aksi-aksi sosial kemasyarakatan yang memihak
kaum dhu’afa dan mustadh’afin serta memperkuat civil society (masyarakat madani)
bagi kemajuan dan kesejahteraan bangsa. Dalam pengembangan pemikiran
Muhammadiyah berpijak pada koridor tajdid yang bersifat purifikasi dan dinamisaai,
serta mengembangkan orientasi praksis untuk pemecahan masalah kehidupan.
Muhammadiyah mengembangkan pendidikan sebagai strategi dan ruang
kebudayaan bagi pengembangan potensi dan akal-budi manusia secara utuh.
Sementara pembinaan keagamaan semakin dikembangkan pada pengayaan nilai-
nilai aqidah, ibadah, akhlak, dan mu’amalatdunyawiyah yang membangun
keshalehan individu dan sosial yang melahirkan tatanan sosial baru yang lebih relijius
dan humanistik.

Dalam gerakan pencerahan, Muhammadiyah memaknai dan mengaktualisasikan


jihad sebagai ikhtiar mengerahkan segala kemampuan (badlul-juhdi) untuk
mewujudkan kehidupan seluruh umat manusia yang maju, adil, makmur,
bermartabat, dan berdaulat. Jihad dalam pandangan Muhammadiyah bukanlah
perjuangan dengan kekerasan, konflik, dan permusuhan. Umat Islam dalam
berhadapan dengan berbagai permasalahan dan tantangan kehidupan yang
kompleks dituntut untuk melakukan perubahan strategi dari perjuangan melawan
sesuatu (al-jihad li-al-muaradhah) kepada perjuangan menghadapi sesuatu (al-jihad
li-al-muwajahah) dalam wujud memberikan jawaban-jawaban alternatif yang terbaik
untuk mewujudkan kehidupan yang lebih utama.

Adapun dalam kehidupan kebangsaan Muhammadiyah mengagendakan revitalisasi


visi dan karakter bangsa, serta semakin mendorong gerakan mencerdaskan dan
memajukan kehidupan bangsa yang lebih luas sebagaimana cita-cita kemerdekaan
dengan menawarkan rekonstruksi kehidupan kebangsaan yang bermakna menuju
Indonesia berkemajuan. Dalam menghadapi berbagai persaingan peradaban yang
tinggi dengan bangsa-bangsa lain dan demi masa depan Indonesia yang lebih maju
maka diperlukan transformasi kehidupan bangsa di berbagai bidang kehidupan.
Kualitas Manusia Bagi Muhammadiyah, salah satu agenda gerakan pencerahan yang
harus terus menerus diikhtiarkan secara lebih masif dan bersifat transformatif ialah
mengembangkan kualitas manusia Indonesia agar menjadi insan yang berkemajuan.
Yaitu insan atau manusia yang memiliki jiwa, pikiran, sikap, dan tindakan-tindakan
14

yang maju dalam segala aspek kehidupan sesuai dengan nilai-nilai ajaran agama dan
kebudayaan yang hidup di tubuh bangsa Indonesia.

Khusus bagi umat Islam tentu saja kemajuan itu didasari, dibingkai, dibimbing,
diarahkan, dan diaktualisasika dengan nilai-nilai dasar ajaran Islam, yang
mengandung niali-nilai kemajuan dan pencerahan. Islam sebagai agama yang
mencerahkan (din al-tanwir) dan memajukan peradaban (din al-hadlarah) harus
melekat menjadi bagian penting dari pandangan hidup setiap muslim baik individual
maupun kolektif. Dari pandangan hidup muslim yang mencerahkan dan
berkemajuan itulah lahir atau terbentuk kehidupan masyarakat Indonesia yang
berkemajuan di segala bidang. Lebih jauh lagi, akan lahir atau terwujud peradaban
Indonesia yang utama. Karenanya diperlukan strategi pencerahan dengan melakukan
tranformasi kebudayaan untuk membangun atau mengembangkan kualitas manusia
Indonesia yang berkemajuan.

Manusia Indonesia harus tumbuh menjadi insan yang berkualitas maju seperti gemar
membaca, mencari ilmu, cerdas, kritis, kreatif, inovatif, disiplin, mandiri,
tanggungjawab, dan sifat-sifat berkemajuan lainnya agar mampu dari berbagai
ketertinggalan menuju pada kemajuan hidup yang berkeunggulan. 5 Karakter
manusia Indonesia yang berkemajuan tersebut harus disertai dengan nilai-nilai
kemajuan (keunggulan) moral-spiritual seperti keterpercayaan, ketulusan, kejujuran,
keberanian, ketegasan, ketegaran, kuat dalam memegang prinsip, dan sifat-sifat
moral utama lainnya.

Dalam konteks kehidupan kolektif bemasyarakat dan berbangsa sifat-sifat maju


tersebut juga harus diimbangi atau disertai dengan nilai-nilai sosial yang utama
seperti solidaritas, toleransi, empati, harmoni, dan lainlain. Keunggulan moral-
spiritual dan sosial tersebut harus benar-benar autentik, tidak bersifat kulitluar
(pesona lahiriah) dan sekadar menjadi jargon seperti selama ini sering ditampilkan,
tetapi teraktualisasikan dalam konsistensi kata dan laku. Apalagi sekadar jadi
komoditi politik murahan. Warga bangsa harus terus dicerahkan kualitas dirinya agar
tumbuh menjadi manusia Indonesia yang cerdas dan maju sebagaimana spirit dan
cita-cita nasinoal yang dikehendaki para pendiri negara ini. Bukan menjadi manusia
yang hipokrit dan penuh topeng pesona, kata tak sejalan tindakan, tidak
bertanggungjawab atau mudah melepaskan amanat, tidak berdisiplin murni, malas,
menerabas, jiwa budak, bebal, dan sifat-sifat lemah karakter lainnya sebagaimana
pernah ditulis oleh antropolog Koentjaraningrat dan budayawan Mohtar Lubis.
Menurut Sutan Takdir Alisyahbana dalam polemik kebudayaan tahun 1933, bahwa
jika bangsa Indonesia ingin maju sejajar dengan bangsa-bangsa Barat harus mampu
menunjukkan diri sebagai manusia modern dan membuang alam pikiran dan sikap
mental yang "pra-Indinesia".

Dalam transformasi manusia Indonesia yang berkemajuan tersebut meniscayakan


strategi kebudayaan, termasuk pendidikan, yang mencerahkan. Dalam
mengembangkan kebudayaan diarahkan pada pembentukan kebudayaan Indonesia
15

yang modern atau berkemajuan sesuai nilainilai yang hidup dalam masyarakat
Indonesia, termasuk nilai-nilai agama, Pancasila, dan kebudayaan nasional.
Kebudayaan nasional yang dikembangkan bersifat integratif antara kemampuan
merawat nilai-nilai lama yang baik dan mengembangkan nilai-nilai baru yang lebih
baik, termasuk kesediaaan untuk mengadopsi nilai-nilai budaya luar sejauh hal itu
baik dan positif untuk kemajuan.

Nilai-nilai budaya khas Indonesia yang dikembangkan jangan kembali ke belakang


yang sifatnya lapuk, yang oleh WS Rendra disebut kebudayaan "kasur tua". Dalam
buku "Indonesia Berkemajuan" (2014) Muhammadiyah memandang bahwa sebagai
bagian dari strategi kebudayaan, ikhtiar membangun Indonesia Berkemajuan
menuntut dikembangkannya pendidikan yang mencerahkan. Kutipan lemgkap dari
pemikiran dalam buku tersebut bahwa, Indonesia Berkemajuan meniscayakan
dukungan sumberdaya manusia yang cerdas dan berkarakter utama. Manusia yang
cerdas adalah manusia Indonesia seutuhnya yang memiliki kekuatan akal budi,
moral, dan ilmu pengetahuan yang unggul untuk memahami realitas persoalan serta
mampu membangun kehidupan kebangsaan yang bermakna bagi terwujudnya cita-
cita nasional. Manusia Indonesia yang cerdas memiliki fondasi iman dan taqwa yang
kokoh, kekuatan intelektual yang berkualitas, kepribadian yang utama, dan menjadi
pelaku kehidupan kebangsaan yang positif sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung
dalam Pancasila. Sumberdaya manusia Indonesia yang cerdas dan berkarakter utama
hanya dapat dihasilkan oleh sistem pendidikan yang "mencerdaskan kehidupan
bangsa" sebagaimana diamanatkan Pembukaan UUD 1945. Pendidikan tersebut
dalam prosesnya tidak hanya menekankan pada kemampuan membaca, menulis, dan
berhitung, tetapi sekaligus sebagai proses aktualisasi diri yang mendorong peserta
didik untuk memiliki ilmu pengetahuan tinggi dan berkeadaban mulia. Karenanya,
pendidikan nasional yang selama ini berlaku harus direkonstruksi menjadi sistem
pendidikan yang mencerahkan, dengan visi terbentuknya manusia pembelajar yang
bertaqwa, berakhlak mulia, dan berkemajuan. Sedangka misinya ialah: (1) Mendidik
manusia agar memiliki kesadaran ilahiah, jujur, dan berkepribadian mulia; (2)
Membentuk manusia berkemajuan yang memiliki jiwa pembaruan, berfikir cerdas,
kreatif, inovatif, dan berwawasan luas; (3) 6 Mengembangkan potensi manusia
berjiwa mandiri, beretos kerja keras, wirausaha, dan kompetetif; (4) Membina peserta
didik agar menjadi manusia yang memiliki kecakapan hidup dan ketrampilan sosial,
teknologi, informasi, dan komunikasi; (5) Membimbing peserta didik agar menjadi
manusia yang memiliki jiwa, daya-cipta, dan kemampuan mengapresiasi karya seni-
budaya; dan (6) Membentuk kader bangsa yang ikhlas, bermoral, peka, peduli, serta
bertanggungjawab terhadap kemanusiaan dan lingkungan.

Pendidikan nasional yang holistik tersebut melibatkan seluruh elemen bangsa


sehingga menjadi gerakan dan strategi kebudayaan nasional yang menyeluruh
menuju kemajuan hidup bangsa yang bermartabat. Jumlah penduduk Indonesia yang
besar memiliki arti strategis bagi pengembangan sumberdaya manusia yang unggul
dan berfungsinya lembaga pendidikan holistik menuju Indonesia berkemajuan. Oleh
16

karena itu, kesempatan untuk memperoleh pendidikan bagi setiap warga negara
harus menjadi tanggungjawab pemerintah secara mutlak. Masyarakat perlu
menyadari bahwa jumlah yang besar tanpa didukung dengan kualitas yang tinggi
tidak akan mampu bersaing dengan bangsa-bangsa lain. Bangsa-bangsa lain di Asia
seperti Cina, Jepang, dan India berkembang menjadi kekuatan baru di dunia, yang
berpeluang menggantikan kekuatan ekonomi Barat. Itu semua dimungkinkan karena
ketersediaan sumberdaya manusia yang berkualitas unggul. Pendidikan nasional
selain mampu menghasilkan manusia Indonesia yang cerdas juga dapat membentuk
watak perilaku utama.

Dalam kehidupan masyarakat, karakter utama itu muncul dalam sifat keteladanan,
keadilan, kejujuran, kebenaran, keberanian, kemerdekaan, kedisiplinan, dan
tanggungjawab. Nilai-nilai utama tersebut harus melekat menjadi karakter bangsa
untuk melawan penyakit mental yang cenderung hedonis, konsumtif, dan menerabas,
yang menyebabkan bangsa Indonesia tertinggal dari bangsa-bangsa lain. Dalam
transformasi kebangsaan itu tidak kalah penting transformasi elite pemimpinnya di
seluruh lapisan struktur, karena baik dan buruknya rakyat tergantung para
pemimpinnya. Di sinilah Muhammadiyah mengedepankan pentingnya
kepemimpinan profetik. Dalam buku "Indonesia Bekemajuan (2014) dideskripsikan
tentang urgensi dan kualitas kepemimpinan profetik. Bahwa Indonesia Berkemajuan
sangat ditentukan oleh karakter kepemimpinan dalam seluruh struktur kehidupan
kebangsaan. Negara dan bangsa berkemajuan memerlukan karakter kepemimpinan
yang progresif, reformatif, inspiratif dan berakhlak mulia yang mampu menyerap
aspirasi masyarakat dan mengkristalisasikan nilai-nilai etika keagamaan sebagai
landasan kebijakan di pelbagai sektor kehidupan kebangsaan. Dalam konteks
kehidupan kebangsaan, kepemimpinan profetik adalah kepemimpinan yang
memiliki komitmen terhadap kebenaran, mendorong terwujudnya keadilan sosial
dan ekonomi, berpihak kepada hak-hak masyarakat, serta mengutamakan
kepentingan bangsa dan negara di atas segalanya. Kepemimpinan profetik memiliki
kualitas ruhaniah yang memadukan keseimbangan hubungan dengan Tuhan dan
dengan sesama umat manusia serta lingkungannya untuk membangun peradaban
hidup yang utama. Kepemimpinan profetik merupakan perpaduan antara kualitas
kenegarawanan dengan kemampuan transformatif, yakni kepemimpinan yang
berkarakter dan berkepribadian kuat, mengutamakan kepentingan bangsa dan
negara, mampu melakukan mobilisasi potensi, mengagendakan perubahan, dan
memproyeksikan masa depan.

Kepemimpinan yang dimaksud mampu memadukan kekuatan visi, pengambilan


keputusan, memiliki kapabilitas, integritas, dan akseptabilitas yang kuat sebagai
manifestasi kenegarawanan, serta mampu memecahkan persoalan-persoalan bangsa.
Kepimpinan profetik dalam sebuah sistem pemerintahan dibangun di atas tonggak
wawasan yang visioner. Yakni, kepemimpinan yang memberikan keteladanan dan
bersikap adil terhadap semua golongan, bisa menumbuhkan potensi masyarakat
untuk bersama-sama membangun negara yang adil makmur dan bermakna bagi
17

setiap warga negaranya. Kepemimpinan yang adil akan menghilangkan fanatisme


sempit kelompok dan golongan. Kepemimpinan seperti ini akan bisa 7 memobilisasi
warga masyarakat untuk berjuang, berkorban dan bahkan rela mati demi
pembangunan dan kemajuan. Tiadanya keteladanan pimpinan dan hilangnya sosok
pemimpin yang amanah sangat berpengaruh bagi penegakan nilai-nilai seperti yang
disebutkan di atas. Kepemimpinan profetik memiliki kriteria sebagai berikut: (a)
relijius, kata sejalan dengan tindakan, dan bertanggungjawab; (b) visi dan karakter
kuat sebagai negarawan, yang mengutamakan kepentingan bangsa dan negara
ketimbang diri sendiri, partai politik, dan kroni; (c) berani mengambil berbagai
keputusan strategis dan memecahkan masalah-masalah krusial bangsa; (d)
mewujudkan good governance, tegas dalam melakukan pemberantasan korupsi,
penegakan hukum, serta penyelamatan aset dan kekayaan negara; (e) menjaga
kewibawaan dan kedaulatan nasional dari berbagai ancaman di dalam dan luar
negeri; (f) melepaskan jabatan partai politik dan fungsifungsi lain yang dapat
menimbulkan konflik-kepentingan serta mengganggu jalannya pemerintahan dalam
memimpin bangsa dan negara; dan (g) memiliki strategi perubahan yang membawa
pada kemajuan bangsa. Para pemimpin di berbagai sektor dan tingkatan harus
memiliki dan menjunjung tinggi kebenaran (sidiq), kejujuran (amanah),
menyampaikan kebenaran dan kejujuran (tabligh), dan cerdas dalam mengelola aset
negara (fathanah).

Demikian juga, para pemimpin harus menunjukkan keteladanan yang baik dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Keteladanan elite menjadi
kunci penting bagi tumbuhnya kepercayaan, sebagai pusat identifikasi diri bagi
rakyat, serta menjadi modal sosial dan ruhaniah yang berharga untuk kemajuan
bangsa. Khusus untuk membingkai kualitas kepemimpinan Indonesia lima tahun ke
depan, kepemimpinan profetik itu dalam Tanwir 2014 di Samarinda kemudian
dioperasionalkan ke dalam tujuh kriteria pemimpin nasional khususnya calon
presiden dan wakil presiden yaitu: (1) berjiwa relijius, taat beribadah, berintegritas
tinggi, serta sejalan antara kata dan perilaku; (2) memiliki visi dan karakter kuat
sebagai negarawan, yang mampu membangun solidaritas kebangsaan,
mengutamakan kepentingan bangsa dan negara di atas diri sendiri, partai politik, dan
kroni; (3) berani mengambil keputusan strategis dalam memecahkan masalah-
masalah krusial bangsa dengan tetap menghormati dan menjunjung tinggi nilai-nilai
kemanusiaan yang adil dan beradab; (4) mewujudkan tata kelola pemerintahan yang
baik, tegas dalam memberantas korupsi, menegakkan hukum, menyelamatkan aset
dan kekayaan negara; (5) menjaga kewibawaan dan kedaulatan nasional dari berbagai
ancaman dari dalam dan luar negeri; (6) memiliki strategi perubahan yang membawa
pada kemajuan bangsa; dan (7) berkomitmen pada aspirasi politik umat Islam serta
mewujudkan Indonesia berkemajuan. Penutup Gerakan pencerahan memerlukan
langkah pendakian yang terjal dan seringkali tidak populer.

Gerakan ini memerlukan fondasi ideologi yang dibangun dengan keyakinan,


pemikiran, dan praksis transformatif yang kokoh. Memilih gerakan pencerahan yang
18

bersifat membebaskan, memberdayakan, dan memajukan kehidupan umat dan


bangsa sebagaimana sejarah Muhammadiyah generasi awal, akan berhadapan
dengan sangkar-besi kekuatan tradisionalisme dan pragmatisme yang terbiasa
dengan raihan-raihan nilai-guna yang selama ini membuat dirinya nyaman, sehingga
setiap perubahan berarti ancaman dan kehilangan. Bagi gerakan sosial-keagamaan
seperti Muhammadiyah, gerakan pencerahan yang berat dan mendaki itu harus
berhadapan dengan realitas alam pikiran yang hedonistik, materialistik, pragmatik,
dan oportunustik yang selalu mengedepankan hal-hal yang bersifat sesaat. Selain itu,
gerakan pencerahan juga meniscayakan konsistensi dari para pelaku perubahan itu
sendiri, bahwa 8 Allah Subhanahu Wata’ala tidak akan mengubah keadaan suatu
kaum atau bangsa apabila mereka sendiri tidak mau mengubah nasibnya (QS Ar-Ra’d
[13]: 11).

Dengan pesan Al-Quran tersebut, berarti gerakan pencerahan dari Muhammadiyah


untuk Indonesia berkemajuan hanya akan kahir manakala Muhammadiyah sendiri
terlebih dulu harus cerah dan mencerahkan! Maukah dan mampukah para anggota,
kader, dan pimpinan Muhammadiyah berkomitmen kuat menghadapi rintangan dan
tantangan yang terjal seperti itu demi mengusung gerakan pencerahan? Nashrun min
Allah wa Fathun Qarib.
Faktor Keberhasilan Muhammadiyah:

 Doktrin Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah Islam, amar ma’ruf nahi


munkar

 Keteladan yang ditunjukkan oleh para pendiri, pimpinan dan tokoh


Muhammadiyah

 Semangat dan besarnya dukungan warga Muhammadiyah dalam kegiatan


dakwah Islam dan gerakan syiar persyarikatan Muhammadiyah

 Ketertiban administrasi organisasi Muhammadiyah

 Kekuatan jaringan Muhammadiyah, baik di dalam atau luar negeri. Termasuk


dukungan pemerintah Indonesia.

 Amal usaha Muhammadiyah yang tersebar di seluruh Indonesia


19

Data Amal Usaha Muhammadiyah

Jenis Amal Usaha Jumlah


1 TK/TPQ 4.623
2 Sekolah Dasar (SD)/MI 2.252
3 Sekolah Menengah Pertama (SMP)/MTs 1.111

4 Sekolah Menengah Atas (SMA)/SMK/MA 1.291

5 Pondok Pesantren 67

Jumlah total Perguruan tinggi 171


6 Muhammadiyah
7 Rumah Sakit, Rumah Bersalin, BKIA, BP, dll 2.119

8 Panti Asuhan, Santunan, Asuhan Keluarga, 318


dll.
9 Panti jompo * 54

10 Rehabilitasi Cacat * 82
11 Sekolah Luar Biasa (SLB) * 71
12 Masjid * 6.118

13 Musholla * 5.080

14 Tanah * 20.945.504 M²
20

Daftar Nama Ketua Umum PP Muhammadiyah:

Awal Akhir Tempat


No Ketua Rapat/
Foto menjab menjab Musyawara Ket.
. Umum Muktamar
at at h[2]

Rapat
Tahun ke–
1

Rapat
Tahun ke–
2

Rapat
Tahun ke–
3

Rapat
Tahun ke–
4

Rapat
K.H. Ahmad
1 1912 1923 Yogyakarta Tahun ke–
Dahlan
5

Rapat
Tahun ke–
6

Rapat
Tahun ke–
7

Rapat
Tahun ke–
8

Rapat
Tahun ke–
9
21

Rapat
Tahun ke–
10

Rapat
Tahun ke–
11

Rapat
Tahun ke–
12

Rapat
Tahun ke–
13

Rapat
Tahun ke–
14

Kongres
Surabaya
ke–15

2 K.H. Ibrahim 1923 1934


Kongres
Pekalongan
ke–16

Kongres
Yogyakarta
ke–17

Kongres
Padang
ke–18

Kongres
Surakarta
ke–19

Kongres
Yogyakarta
ke–20
22

Kongres
Makassar
ke–21

Kongres
Semarang
ke–22

Kongres
Yogyakarta
ke–23

Kongres
3 K.H. Hisyam 1934 1937 Banjarmasin
ke–24

Kongres
Jakarta
ke–25

Kongres
Yogyakarta
ke–26

Kongres
Malang
ke–27

K.H. Mas Kongres


4 1937 1942 Medan
Mansur ke–28

Kongres
Yogyakarta
ke–29

Kongres
ke–30
Purwokerto
Fait
1942 1944
Accompli
Ki Bagoes
5 Hadikoesoe
mo
Muktamar
1944 1946 Yogyakarta
Darurat
23

Silahturrah
1946 1950 mi se–
Jawa

Muktamar
1950 1953
ke–31

Muktamar
1953 1956 Purwokerto
ke–32
Buya A.R.
6 Sutan
Mansur
Muktamar
1956 1959 Yogyakarta
ke–33

K.H. M. Muktamar
7 1959 1962 Palembang
Yunus Anis ke–34

Muktamar
1962 1965 Jakarta
ke–35

K.H. Ahmad
8
Badawi
Muktamar
1965 1968 Bandung
ke–36

KH Faqih Muktamar
9 1968 1968 Palembang
Usman ke–37
24

Fait
1968 1971
Accompli

Muktamar
1971 1974 Makassar
ke–38

K.H. A.R. Muktamar


10 1974 1978 Padang
Fachruddin ke–39

Muktamar
1978 1985 Surabaya
ke–40

Muktamar
1985 1990 Surakarta
ke–41

K.H. Ahmad Muktamar


11 1990 1995 Yogyakarta
Azhar Basyir ke–42

Prof. Dr. H. Muktamar


12 1995 1998
Amien Rais ke–43

Banda Aceh

Sidang
Tanwir &
1998 2000
Rapat
Pleno
Prof. Dr. H.
13 Ahmad Syafii
Maarif
Muktamar
2000 2005 Jakarta
ke–44
25

Muktamar
2005 2010 Malang
ke–45
Prof. Dr. KH.
Din
14
Syamsuddin
MA
Muktamar
2010 2015 Yogyakarta
ke–46

Prof. Dr.
Muktamar
15 K.H. Haedar 2015 2020 Makassar
ke–47
Nashir, M.Si.

Anda mungkin juga menyukai