Materi Kemuhammadiyahan
Oleh: Imron Baehaqi
Secara etimologis, Muhammadiyah berasal dari bahasa Arab, dari kata “Muhammad“
yaitu nama Nabi dan Rasul Allah terakhir. Muhammad itu sendiri berarti: yang
terpuji. Kemudian mendapatkan tambahan “yah”, yang berfungsi menjeniskan atau
membangsakan atau bermakna pengikut. Jadi Muhammadiyah adalah kelompok
Pengikut Nabi Muhammad SAW.
Mula-mula ajaran ini ditolak, namun berkat ketekunan dan kesabarannya, akhirnya
mendapat sambutan dari keluarga dan teman dekatnya. Profesinya sebagai pedagang
sangat mendukung ajakan beliau, sehingga dalam waktu singkat ajakannya
menyebar ke luar kampung Kauman bahkan sampai ke luar daerah dan ke luar pulau
Jawa. Untuk mengorganisir kegiatan tersebut maka didirikan Persyarikatan
Muhammadiyah. Dan kini Muhammadiyah telah ada diseluruh pelosok tanah air.
Disamping memberikan pelajaran/pengetahuannya kepada laki-laki, beliau juga
memberi pelajaran kepada kaum Ibu muda dalam forum pengajian yang disebut
"Sidratul Muntaha". Pada siang hari pelajaran untuk anak-anak laki-laki dan
perempuan. Pada malam hari untuk anak-anak yang telah dewasa.
KH A Dahlan memimpin Muhammadiyah dari tahun 1912 hingga tahun 1922 dimana
saat itu masih menggunakan sistem permusyawaratan rapat tahunan. Pada rapat
tahun ke 11, Pemimpin Muhammadiyah dipegang oleh KH Ibrahim yang kemudian
memegang Muhammadiyah hingga tahun 1934.Rapat Tahunan itu sendiri kemudian
berubah menjadi Konggres Tahunan pada tahun 1926 yang di kemudian hari berubah
menjadi Muktamar tiga tahunan dan seperti saat ini Menjadi Muktamar 5 tahunan.
2
Tujuan Muhammadiyah
Muhammadiyah adalah salah satu organisasi Islam yang besar di Indonesia. Tujuan
organisasi Muhammadiyah dijelaskan dalam Anggaran Dasar Muhammadiyah Bab
III pasal 6 (enam), sebagai berikut:
“Maksud dan tujuan Muhammadiyah ialah menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam
sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya”
Pada masa berdirinya, sebagai sebuah organisasi yang berasaskan Islam, tujuan
Muhammadiyah yang paling penting adalah untuk menyebarkan ajaran Islam, baik
melalui pendidikan maupun kegiatan sosial lainnya. Selain itu meluruskan keyakinan
yang menyimpang serta menghapuskan perbuatan yang dianggap oleh
Muhammadiyah sebagai bid`ah.
Idiologi Muhammadiyah
ع ِن ْال ُمنْك َِر ۚ َوأُو َٰلَئِ َك ُه ُم ْال ُم ْف ِل ُحو َن ِ َو ْلت َ ُك ْن ِم ْن ُك ْم أ ُ َّمة ٌ يَ ْدعُونَ ِإلَى ْال َخي ِْر َويَأ ْ ُم ُرو َن ِب ْال َمعْ ُر
َ وف َويَ ْن َه ْو َن
3
Terjemah Arti: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-
orang yang beruntung.” (QS. Ali Imran [3]:104)
Terjemahan Makna Bahasa Indonesia (Isi Kandungan) Dan hendaklah di antara kalian
(wahai kaum Mukminin), ada segolongan orang yang mengajak kepada kebaikan dan
memerintahkan kepada yang ma’ruf, yaitu sesuatu yang telah diketahui kebaikannya
menurut syariat dan akal, dan melarang dari kemungkaran, yaitu apa-apa yang
diketahui keburukannya dari segi syariat maupun akal. Mereka itu adalah orang-
orang yang beruntung menggapai surga yang penuh kenikmatan.
A. SEJARAH PERUMUSAN
4. Makin kuatnya berbagai pengaruh dari luar yang langsung atau tidak
berhadapan dengan faham dan keyakinan Muhammadiyah
Bersama dengan perkembangan zaman yang membawa berbagai perubahan
dalam masyarakat, maka tidak ketinggalan pengaruh cara-cara berfikir, sikap
hidup atau pandangan hidup masuk ke tengah-tengah masyara¬kat Indonesia.
Selain banyak yang bermanfaat, tak sedikit yang dapat merusak keyakinan dan
faham Mu¬hammadiyah.
“Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah dan Penyayang. Segala puji bagi Allah
yang mengasuh semua alam; yang Maha Pemurah dan Penyayang; yang memegang
pengadilan pada hari kemudian; Hanya kepada Kau hamba menyembah dan hanya
kepada Kau hamba mohon pertolongan; Berilah petunjuk kepada hamba jalan yang
lempang; Jalan orang-orang yang telah Kau beri kenikmatan, yang tidak dimurkai
dan tidak tersesat lagi”. (al-Qur’an surat al¬Fatihah).
Ketiga Hanya hukum Allah satu-satunya hukum Yang dapat dijadikan sendi
pembentuk pribadi utama, dan mengatur tertib hidup bersama menuju kehidupan
berbahagia-sejahtera Yang hakiki dunia dan akhirat.
Keenam Perjuangan mewujudkan maksud dan tujuan di atas hanya dapat dicapai
apabila dilaksanakan dengan cara berorganisasi.
Pada 18 November 2014, Muhammadiyah genap berusia 102 tahun. Umat Islam dan
bangsa ini patut bersyukur bahwa Muhammadiyah telah banyak berkontribusi positif
bagi pembangunan bangsa, terutama di bidang pendidikan, kesehatan, dan
kesejahteraan sosial melalui amal usahanya yang tersebar di penjuru Tanah Air.
Dakwah Islam mengandung arti panggilan, seruan, dan ajakan untuk berislam, atau
menjadikan Islam sebagai way of life sekaligus sistem nilai yang mengatur kehidupan
ini. Syariat Islam itu sendiri, menurut Ibn Taimiyah dalam Minhaj as-Sunnah an-
Nabawiyyah, dibumikan untuk mewujudkan dan menyempurnakan kemaslahatan
hidup, sekaligus menolak dan meminimalkan kerusakan dan kebangkrutan hidup
manusia. Tujuan utama dakwah Islam adalah mewujudkan tatanan kehidupan
manusia yang penuh kemaslahatan (kebaikan dan kebahagiaan), bukan
kemafsadatan (kerusakan) dan kebangkrutan.
Agar komunitas mad’u itu berdaya, tentu diperlukan edukasi dan pelatihan
keterampilan hidup, keterampilan sosial, dan keterampilan lunak, sehingga
komunitas itu menjadi mandiri secara sosial ekonomi. Dengan kata lain, dakwah
pencerahan seyogianya mampu mengubah komunitas mustahiq (penerima zakat)
menjadi muzaki dan mutashaddiq (pembayar zakat dan pemberi sedekah). Dalam
konteks ini, Rasulullah SAW sejak awal dakwahnya menekankan pentingnya
kemandirian hidup dengan spirit filantropis (semangat berderma, memberi). Bahkan,
Rasulullah SAW dilarang oleh Allah SWT untuk berharap mendapat balasan lebih
banyak dari apa yang telah diberikan. (QS al-Muddatstsir: 6)
Dalam sejarah dakwah Islam, pembentukan mentalitas kemandirian pada diri mad’u
merupakan salah satu faktor determinan keberhasilan dakwah perncerahan itu
sendiri. Meskipun saat di Makkah umat Islam tergolong minoritas, tapi mentalitas
kemandirian mereka sangat kuat. Embargo ekonomi oleh kaum kafir Quraisy
terhadap sahabat Nabi SAW saat itu tidak sedikit pun menggoyahkan mentalitas
mereka. Dakwah pencerahan Nabi SAW itu bermuatan peneguhan akidah dan
pengokohan syakhsyiyyah (keperibadian) yang mandiri.
Pada waktu yang sama, Ali bin Abi Thalib juga diberdayakan untuk menggantikan
tempat tidur Nabi SAW. Setelah dimerdekakan dari perbudakan, Bilal bin Rabah juga
diberdayakan Nabi SAW sebagai muazin karena kompetensinya dalam melantunkan
azan yang sangat bagus. Bahkan, ketika Abu Sufyan menyatakan diri masuk Islam
9
saat Fathu Makkah (pembebasan Kota Makkah), Nabi SAW pun memberdayakannya
sebagai salah satu penulis wahyu Alquran karena mempunyai kompetensi mumpuni
dalam mencatat dan menulis.
Jika jiwa kemandirian itu sudah tertanam kuat dalam diri mad’u, agenda dakwah
pencerahan berikutnya adalah memajukan taraf hidupnya dalam berbagai aspek.
Sedemikian mandirinya, Abdurrahman bin ‘Auf, pebisnis ulung, begitu tiba di
Madinah langsung meminta ditunjukkan di mana pasar. Dia tidak ingin
menggantungkan uluran tangan kaum Anshar, melainkan tergerak untuk
mengembangkan bisnisnya. Dia bertekad menghidupkan dan memajukan pasar Kota
Madinah, dan ternyata berhasil.
Indonesia sebagai negeri muslim terbesar di dunia merupakan ladang subur bagi
gerakan-gerakan Islam untuk menyemai benih-benih ajaran yang mencerahkan
sehingga melahirkan peradaban yang berkemajuan. Indonesia yang penduduknya di
masa lampau mayoritas beragama Hindu dan kepercayaan lokal berubah total
menjadi berpenduduk terbesar umat Islam. Hal itu tidak terlepas dari strategi
berdakwah yang mampu memikat hati dan menawarkan jalan hidup yang memberi
harapan lebih baik bagi masyarakat di negeri kepulauan ini.
10
Kehadiram Islam membawa misi penting untuk mengeluarkan umat manusia dari
segala bentuk kegelapan (kejahiliyahan) menuju pada keadaan terang-benderang,
takhrij min al-dhulumat ila al-nur (QS AlBaqarah: 257). Pesan-pesan Islam seperti
perintah iqra (QS Al-'Alaq: 1-5), al-Quran sebagai hidayah-bayan-furqan (QS Al-
Baqarah: 189), agar setiap umat mengubah nasib dirinya dan memperhatikan masa
depan (QS Ar-ra'du: 11; Al-Hasyr: 18), membebaskan kaum dhu'afamustadh'afin (QS
Al-Ma'unn: 1-7; Al-Balad: 11-16, dst), menjadi khalifah di muka bumi untuk
membangun dan tidak untuk merusak (QS Al-Baqarah: 30; Hud: 61; Al-Baqarah: 11;
dst.); menunjukkan pesan imperatif Allah bahwa ajaran Islam menawarkan
pencerahan bagi umat manusia semesta. Risalah Nabi Muhammad bersama kaum
Muslimun selama 23 tahun telah membawa pencerahan dari bangsa Arab yang
terstruktur dalam sistem jahiliyah menjadi bangsa yang tercerahkan sehingga lahir
Al-Madinah Al-Munawwarah, yakni kota peradaban yang cerah dan mencerahkan.
menyelematkan kehidupan umat manusia di dunia dan akhirat, maka dakwah Islam
itu berwatak pencerahan. Sebaliknya, bukanlah dakwah kalau tidak menyinari atau
tidak mencerahkan kehidupan, baik kehidupan para pemeluknya maupun umat
manusia keseluruhannya.
Dakwah itu harus cerdas-bijaksana (bil-hikmah), edukatif yang baik (wal al-mauidhat
al-hasanah), dan dialogis yang unggul (wa jadil-hum bi-latiy hiya ahsan) sebagaimana
dititahkan Allah (QS Al-Nahl: 125). Adapun secara defenitif, dakwah menurut
Muhammadiyah ialah “panggilan atau seruan bagi umat manusia menuju jalan Allah
(QS Yusuf: 108) yaitu jalan menuju Islam (QS Ali Imran: 19)”. Dakwah sebagai “upaya
tiap muslim untuk merealisasikan (aktualisasi) fungsi kerisalahan dan fungsi
kerahmatan”. Fungsi kerisalahan dari dakwah ialah “meneruskan tugas Rasulullah
(QS AlMaidah: 67) menyampaikan dinul-Islam kepada seluruh umat manusia (QSAli
Imran: 104, 110, 114)”. Sedangkan fungsi kerahmatan berarti “upaya menjadikan
(mengejewantahkan, mengaktualkan, mengoperasionalkan) Islam sebagai rahmat
(penyejahtera, pembahagia, pemecah persoalan) bagi seluruh manusia (QS Al-
Anbiya: 107)”.
Setiap usaha dakwah Islam oleh siapa, kapan, dan di mana pun haruslah membawa
pencerahan dari keadaan "al-dhulumat" atau sistem yang gelap-gulita kepada kondisi
yang serba "al-nur" atau penuh cahaya yang terang di segala lapangan kehidupan.
Dalam bidang sosial-politik, sosial-ekonomi, sosial-budaya, dan aspek-aspek lainnya
melalui dakwah harus terbangun kehidupan umat manusia setahap demi setahap
menuju pada kondisi yang cerah dan mencerahkan. Melaui dakwah haruslah terjadi
bahwa Islam benar-benar menjadi rahmatan lil-'alamin di Indonesia khususnya dan
dunia pada umumnya.
Bagi umat Islam sendiri usaha-usaha dakwah itu harus mencerahkan. Jika umat Islam
sebagai mayoritas masih jauh dari ajarannya, tertinggal di banyak bidang kehidupan,
12
besar kuantitas tetapi minim kualitas, merasa asing di rumahnya sendiri, sulit bersatu
dan masih saling bermusuh- 3 musuhan, serta kalah dalam banyak hal dari umat atau
bangsa lainnya maka berarti usaha-usaha dakwah Islam belum bersifat mencerahkan.
Apalagi manakala atasnama dakwah terjadi pemunduran kehidupan umat, maka
dakwah seperti itu secara tidak disadari bersifat penggelapan, yang tentu saja
bertentangan dengan jiwa dan prinsip dakwah sendiri.
yang maju dalam segala aspek kehidupan sesuai dengan nilai-nilai ajaran agama dan
kebudayaan yang hidup di tubuh bangsa Indonesia.
Khusus bagi umat Islam tentu saja kemajuan itu didasari, dibingkai, dibimbing,
diarahkan, dan diaktualisasika dengan nilai-nilai dasar ajaran Islam, yang
mengandung niali-nilai kemajuan dan pencerahan. Islam sebagai agama yang
mencerahkan (din al-tanwir) dan memajukan peradaban (din al-hadlarah) harus
melekat menjadi bagian penting dari pandangan hidup setiap muslim baik individual
maupun kolektif. Dari pandangan hidup muslim yang mencerahkan dan
berkemajuan itulah lahir atau terbentuk kehidupan masyarakat Indonesia yang
berkemajuan di segala bidang. Lebih jauh lagi, akan lahir atau terwujud peradaban
Indonesia yang utama. Karenanya diperlukan strategi pencerahan dengan melakukan
tranformasi kebudayaan untuk membangun atau mengembangkan kualitas manusia
Indonesia yang berkemajuan.
Manusia Indonesia harus tumbuh menjadi insan yang berkualitas maju seperti gemar
membaca, mencari ilmu, cerdas, kritis, kreatif, inovatif, disiplin, mandiri,
tanggungjawab, dan sifat-sifat berkemajuan lainnya agar mampu dari berbagai
ketertinggalan menuju pada kemajuan hidup yang berkeunggulan. 5 Karakter
manusia Indonesia yang berkemajuan tersebut harus disertai dengan nilai-nilai
kemajuan (keunggulan) moral-spiritual seperti keterpercayaan, ketulusan, kejujuran,
keberanian, ketegasan, ketegaran, kuat dalam memegang prinsip, dan sifat-sifat
moral utama lainnya.
yang modern atau berkemajuan sesuai nilainilai yang hidup dalam masyarakat
Indonesia, termasuk nilai-nilai agama, Pancasila, dan kebudayaan nasional.
Kebudayaan nasional yang dikembangkan bersifat integratif antara kemampuan
merawat nilai-nilai lama yang baik dan mengembangkan nilai-nilai baru yang lebih
baik, termasuk kesediaaan untuk mengadopsi nilai-nilai budaya luar sejauh hal itu
baik dan positif untuk kemajuan.
karena itu, kesempatan untuk memperoleh pendidikan bagi setiap warga negara
harus menjadi tanggungjawab pemerintah secara mutlak. Masyarakat perlu
menyadari bahwa jumlah yang besar tanpa didukung dengan kualitas yang tinggi
tidak akan mampu bersaing dengan bangsa-bangsa lain. Bangsa-bangsa lain di Asia
seperti Cina, Jepang, dan India berkembang menjadi kekuatan baru di dunia, yang
berpeluang menggantikan kekuatan ekonomi Barat. Itu semua dimungkinkan karena
ketersediaan sumberdaya manusia yang berkualitas unggul. Pendidikan nasional
selain mampu menghasilkan manusia Indonesia yang cerdas juga dapat membentuk
watak perilaku utama.
Dalam kehidupan masyarakat, karakter utama itu muncul dalam sifat keteladanan,
keadilan, kejujuran, kebenaran, keberanian, kemerdekaan, kedisiplinan, dan
tanggungjawab. Nilai-nilai utama tersebut harus melekat menjadi karakter bangsa
untuk melawan penyakit mental yang cenderung hedonis, konsumtif, dan menerabas,
yang menyebabkan bangsa Indonesia tertinggal dari bangsa-bangsa lain. Dalam
transformasi kebangsaan itu tidak kalah penting transformasi elite pemimpinnya di
seluruh lapisan struktur, karena baik dan buruknya rakyat tergantung para
pemimpinnya. Di sinilah Muhammadiyah mengedepankan pentingnya
kepemimpinan profetik. Dalam buku "Indonesia Bekemajuan (2014) dideskripsikan
tentang urgensi dan kualitas kepemimpinan profetik. Bahwa Indonesia Berkemajuan
sangat ditentukan oleh karakter kepemimpinan dalam seluruh struktur kehidupan
kebangsaan. Negara dan bangsa berkemajuan memerlukan karakter kepemimpinan
yang progresif, reformatif, inspiratif dan berakhlak mulia yang mampu menyerap
aspirasi masyarakat dan mengkristalisasikan nilai-nilai etika keagamaan sebagai
landasan kebijakan di pelbagai sektor kehidupan kebangsaan. Dalam konteks
kehidupan kebangsaan, kepemimpinan profetik adalah kepemimpinan yang
memiliki komitmen terhadap kebenaran, mendorong terwujudnya keadilan sosial
dan ekonomi, berpihak kepada hak-hak masyarakat, serta mengutamakan
kepentingan bangsa dan negara di atas segalanya. Kepemimpinan profetik memiliki
kualitas ruhaniah yang memadukan keseimbangan hubungan dengan Tuhan dan
dengan sesama umat manusia serta lingkungannya untuk membangun peradaban
hidup yang utama. Kepemimpinan profetik merupakan perpaduan antara kualitas
kenegarawanan dengan kemampuan transformatif, yakni kepemimpinan yang
berkarakter dan berkepribadian kuat, mengutamakan kepentingan bangsa dan
negara, mampu melakukan mobilisasi potensi, mengagendakan perubahan, dan
memproyeksikan masa depan.
Demikian juga, para pemimpin harus menunjukkan keteladanan yang baik dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Keteladanan elite menjadi
kunci penting bagi tumbuhnya kepercayaan, sebagai pusat identifikasi diri bagi
rakyat, serta menjadi modal sosial dan ruhaniah yang berharga untuk kemajuan
bangsa. Khusus untuk membingkai kualitas kepemimpinan Indonesia lima tahun ke
depan, kepemimpinan profetik itu dalam Tanwir 2014 di Samarinda kemudian
dioperasionalkan ke dalam tujuh kriteria pemimpin nasional khususnya calon
presiden dan wakil presiden yaitu: (1) berjiwa relijius, taat beribadah, berintegritas
tinggi, serta sejalan antara kata dan perilaku; (2) memiliki visi dan karakter kuat
sebagai negarawan, yang mampu membangun solidaritas kebangsaan,
mengutamakan kepentingan bangsa dan negara di atas diri sendiri, partai politik, dan
kroni; (3) berani mengambil keputusan strategis dalam memecahkan masalah-
masalah krusial bangsa dengan tetap menghormati dan menjunjung tinggi nilai-nilai
kemanusiaan yang adil dan beradab; (4) mewujudkan tata kelola pemerintahan yang
baik, tegas dalam memberantas korupsi, menegakkan hukum, menyelamatkan aset
dan kekayaan negara; (5) menjaga kewibawaan dan kedaulatan nasional dari berbagai
ancaman dari dalam dan luar negeri; (6) memiliki strategi perubahan yang membawa
pada kemajuan bangsa; dan (7) berkomitmen pada aspirasi politik umat Islam serta
mewujudkan Indonesia berkemajuan. Penutup Gerakan pencerahan memerlukan
langkah pendakian yang terjal dan seringkali tidak populer.
5 Pondok Pesantren 67
10 Rehabilitasi Cacat * 82
11 Sekolah Luar Biasa (SLB) * 71
12 Masjid * 6.118
13 Musholla * 5.080
14 Tanah * 20.945.504 M²
20
Rapat
Tahun ke–
1
Rapat
Tahun ke–
2
Rapat
Tahun ke–
3
Rapat
Tahun ke–
4
Rapat
K.H. Ahmad
1 1912 1923 Yogyakarta Tahun ke–
Dahlan
5
Rapat
Tahun ke–
6
Rapat
Tahun ke–
7
Rapat
Tahun ke–
8
Rapat
Tahun ke–
9
21
Rapat
Tahun ke–
10
Rapat
Tahun ke–
11
Rapat
Tahun ke–
12
Rapat
Tahun ke–
13
Rapat
Tahun ke–
14
Kongres
Surabaya
ke–15
Kongres
Yogyakarta
ke–17
Kongres
Padang
ke–18
Kongres
Surakarta
ke–19
Kongres
Yogyakarta
ke–20
22
Kongres
Makassar
ke–21
Kongres
Semarang
ke–22
Kongres
Yogyakarta
ke–23
Kongres
3 K.H. Hisyam 1934 1937 Banjarmasin
ke–24
Kongres
Jakarta
ke–25
Kongres
Yogyakarta
ke–26
Kongres
Malang
ke–27
Kongres
Yogyakarta
ke–29
Kongres
ke–30
Purwokerto
Fait
1942 1944
Accompli
Ki Bagoes
5 Hadikoesoe
mo
Muktamar
1944 1946 Yogyakarta
Darurat
23
Silahturrah
1946 1950 mi se–
Jawa
Muktamar
1950 1953
ke–31
Muktamar
1953 1956 Purwokerto
ke–32
Buya A.R.
6 Sutan
Mansur
Muktamar
1956 1959 Yogyakarta
ke–33
K.H. M. Muktamar
7 1959 1962 Palembang
Yunus Anis ke–34
Muktamar
1962 1965 Jakarta
ke–35
K.H. Ahmad
8
Badawi
Muktamar
1965 1968 Bandung
ke–36
KH Faqih Muktamar
9 1968 1968 Palembang
Usman ke–37
24
Fait
1968 1971
Accompli
Muktamar
1971 1974 Makassar
ke–38
Muktamar
1978 1985 Surabaya
ke–40
Muktamar
1985 1990 Surakarta
ke–41
Banda Aceh
Sidang
Tanwir &
1998 2000
Rapat
Pleno
Prof. Dr. H.
13 Ahmad Syafii
Maarif
Muktamar
2000 2005 Jakarta
ke–44
25
Muktamar
2005 2010 Malang
ke–45
Prof. Dr. KH.
Din
14
Syamsuddin
MA
Muktamar
2010 2015 Yogyakarta
ke–46
Prof. Dr.
Muktamar
15 K.H. Haedar 2015 2020 Makassar
ke–47
Nashir, M.Si.