Anda di halaman 1dari 24

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah kami ucapkan kepada Allah SWT atas limpahan Rahmat,
Inayah, Taufik dan Hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah
yang berjudul “Bagaimana Islam Membangun Keberagaman”.

Shalawat salam kepada junjungan Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan
sahabat-sahabatnya yang telah memperjuangkan Agama Islam.

Kemudian daripada itu, kami sadar bahwa dalam penyusunan tugas makalah ini
banyak yang membantu terhadap usaha kami, mengingat hal itu dengan segala hormat kami
sampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada dosen pembimbing Pendidikan
Agama Islam Bapak Aimi S.P.I,M.Pd.I.

Atas bimbingan, petunjuk dan dorongan tersebut kami hanya dapat berdo’a dan
memohon kepada Allah SWT semoga amal dan jerih payah mereka menjadi amal soleh di
sisi Allah SWT. Aamiin.

Akhirnya kami berharap semoga tugas makalah ini menjadi butir-butir amalan kami
dan bermanfaat khususnya bagi kami dan para pembaca pada umumnya.

Palembang, 13 November 2019

Penyusun

(Kelompok 5)

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................................................


KATA PENGANTAR .......................................................................................................... i
DAFTAR ISI ........................................................................................................................ ii

BAB I : PENDAHULUAN .................................................................................................. 1


A. Latar Belakang Masalah ............................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ......................................................................................................... 2
C. Tujuan Masalah ............................................................................................................. 2

BAB II : PEMBAHASAN ................................................................................................... 3


A. Definisi keragaman dan keberagamaan ........................................................................ 3
B. Menggali konsep Islam tentang Pluralitas, Toleransi dan Multikulturalisme .............. 7
C. Batasan toleransi dalam perspektif Islam ................................................................... 11
D. Implementasi keragaman dan keberagamaan ............................................................. 15

BAB III : PENUTUP ........................................................................................................ 20


Kesimpulan .......................................................................................................................... 20
Saran..................................................................................................................................................20

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 21

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Masyarakat Indonesia adalah masyarakat majemuk atau "plural society",
(Nasikun, 1989: 31) bahkan ada yang menyebut "dual society". Kemajemukan
masyarakat Indonesia disebabkan oleh keadaan intern tanah air dan bangsa Indonesia
sendiri. Faktor-faktor penyebab pluralitas masyarakat Indonesia adalah : (1) keadaan
geografis, yang merupakan faktor utama terciptanya pluralitas suku bangsa. Wilayah
Indonesia terdiri dari kurang lebih 3000 mil dari Timur ke Barat dan lebih dari 1000 mil
dari Utara ke Selatan. (2) Indonesia terletak antara samudera Indonesia dan Samudera
Pasifik, sangat mempengaruhi terciptanya pluralitas agama di dalam masyarakat
Indonesia. Pengaruh pertama kali yang menyentuh masyarakat Indonesia berupa
pengaruh kebudayaan Hindu dan Budha dari India sejak 400 tahun sesudah Masehi".
Pengaruh agama Hindu, Budha, Islam dan Kristen mempengaruhi kebudayaan
Indonesia yang pluralistic (Ichtiyanto, 2005: 47-48).

Pluralisme merupakan salah satu ciri dari multikulturalisme. Dua ciri lainnya
ialah adanya cita-cita mengembangkan rasa kebangsaan yang sama dan kebanggaan
untuk terus mempertahankan kebhinekaan itu. Secara konstitusional, Indonesia bercita-
cita mewujudkan masyarakat multikultural. Faktanya, masih banyak tantangan yang
harus dihadapi, baik berkait dengan soal-soal kebangsaan maupun keagamaan.
Memerlukan tiga pilar utama untuk menuju masyarakat multikultural tersebut. Pertama,
ialah adanya para pengambil kebijakan publik yang adil yang mampu mengantisipasi
dampak negatif yang akan ditimbulkan oleh kebijakan publik yang akan diambilnya.
Kedua, ialah adanya para pemimpin agama yang berwawasan kebangsaan yang luas dan
lebih mengedepankan agama sebagai nilai daripada agama institusional. Ketiga, ialah
adanya masyarakat yang berpendidikan dan rasional dalam menyikapi keragaman
keagamaan (religious market) dan perubahan sosial (Arif, 2013).

1
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan keragaman dan keberagamaan?
2. Bagaimana konsep Islam tentang Pluralitas, Toleransi dan Multikulturalisme?
3. Bagaimana batasan toleransi dalam perspektif Islam?
4. Bagaimana Implementasi keragaman dan keberagamaan dalam kehidupan sehari
hari?

C. Tujuan Masalah
1. Mengidentifikasi keragaman dan keberagamaan.
2. Mengidentifikasi konsep Islam tentang Pluralitas, Toleransi dan Multikulturalisme.
3. Mengidentifikasi batasan toleransi dalam perspektif Islam.
4. Mengidentifikasi Implementasi keragaman dan keberagamaan dalam kehidupan
sehari hari.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi keragaman dan keberagamaan


Pengertian Keragaman dan Keberagaman Menurut Para Ahli

Keberagaman atau diversity semula dipergunakan dalam pengertian secara


umum sebagai pernyataan bervariasi (Chris Speechley dan Ruth Weatley, 2001: 4).
Namun, keberagaman kemudain berkemabang dan dipergunakan untuk menjelaskan
terdapatnya variasi di tempat pekerjaan, karena dalam suatu organisasi terdapat orang
dengan berbagai latar belakang dan budaya.

Frederick A. Miller dan Judith H. Katz (2002: 198) berpendapat bahwa


keberagaman merupakan tentang identitas sosial kelompok yang meliputi suatu
organisasi. Mereka menyatakan pula bahwa terminologi keberagaman
ataudiversity sering salah dipergunakan, dengan saling mempertukarkan dengan
pengertian affirmative action 1 , equal employment opportunity 2 , dan inclusion 3 , karena
masing-masing mempunyai makna sendiri yang unik.

James L. Gibson, Jhon M. Ivancevich dan James H. Donnelly, Jr. (2000: 43)
berpandangan bahwa keberagaman adalah pebedaan fisik dan budaya yang sangat luas
yang menunjukkan aneka macam perbedaan manusia. Sama halnya dengan Miller dan
Katz, Gibson, Ivancevich, dan Donnelly menilai bahwa banyak pendapat orang tentang
keberagaman yang sangat membingungkan. Keberagaman bukanlah sinonim
untuk equal employment opprtunity atau bukan pula sebagai affirmative
action. Pendapat-pendapat tersebut sejalan dengan analisis Roosevelt Thomas bahwa
istilah keberagaman sering dipergunakan untuk kepentingan politik untuk menjelaskan
tentang humans right4 dan affirmative action.

Lebih lanjut, R. Roosevelt Thomas, Jr. (2006: 203) menyatakan bahwa


keberagaman tenaga kerja dapat terjadi dalam berbagai cara, tidak hanya berupa ras dan

1
Tindakan afirmatif (bersifat menguatkan atau mengesahkan);KBBI
2
Kesempatan kerja yang setara
3
Penyertaan
4
Hak asasi manusia

3
gender, tetapi juga umur, orientasi seksual, latar belakang pendidikan dan asal geografis.
Selanjutnya ditekankan bahwa sebuah organisasi dapat mengalami kekurangan dalam
keberagaman demografis tenaga kerja dan sekarang bahkan terdapat keberagaman lain,
dalam bentuk keberagaman fungsional, produk, pelanggan, dan akuisisi atau merger.
Dengan demikian, keberagaman juga dilihat dari aspek organisasional.

Dari uraian tersebut di atas, tampak bahwa cara para ahli mengungkapkan
pengertian keberagaman sangat bervariasi, namun menunjukkan adanya persamaan.
Keberagaman menyangkut aspek yang sangat luas, dapat dilihat dari tingkatannya dan
faktor yang mempengaruhunya. Keberagamn dapat terjadi pada tingkat individu,
kelompok, organisasi, komunitas, dan masyarakat. Keberagaman juga sangat
dipengaruhi oleh latar belakang demografis dan budaya sumber daya manusia, kondisi
lingkungan internal tempat kerja dan kondisi eksternal masyarakat yang dihadapi.

Dengan demikian, dapat dirumuskan pengertian keberagaman sebagai variasi


dari berbagai macam kombinasi elemen demokrafis sumber daya manusia,
organisasional, komunitas, masyarakat, dan budaya.

Keragaman dan Keberagamaan dalam Islam

Bangsa Indonesia memiliki keragaman yang begitu banyak, tidak hanya masalah
adat istiadat atau budaya seni, bahasa dan ras, tetapi juga termasuk masalah
agama.Walaupun mayoritas penduduk Indonesia memeluk agama Islam, ada beberapa
agama dan keyakinan lain yang juga dianut penduduk ini. Kristen, Katolik, Hindu,
Budha dan Khonghucu adalah contoh agama yang juga tidak sedikit dipeluk oleh warga
Indonesia. Setiap agama tentu punya aturan masing-masing dalam beribadah.Namun
perbedaan ini bukanlah alasan untuk berpecah belah. Sebagai satu saudara dalam tanah
air yang sama, setiap warga Indonesia berkewajiaban menjaga kerukunan umat
beragama di Indonesia agar negara ini tetap menjadi satu kesatuan yang utuh dan
mencapau tujuannya sebagai negara yang makmur dan berkeadilan sosial. Islam dalam
melihat keberagaman merupakan sesuatu yang niscaya dan menjadi realita kehidupan
manusia.Banyak ayat Al-Quran yang menerangkan realitas sunnatullah tersebut.
Diantara ayat AlQuran dalam hal ini adalah :

َ َّ‫ض ُكلُّ ُه ْم َجمِ يعًا أَفَأَنتَ ت ُ ْك ِرهُ الن‬


1. ﴾٩٩﴿ َ‫اس َحتَّى يَ ُكونُواْ ُمؤْ مِ نِين‬ ِ ‫َولَ ْو شَاء َربُّكَ آل َمنَ َمن فِي األ َ ْر‬

4
“Dan jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka
bumi seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka
menjadi orang-orang yang beriman semuanya ?” (QS. Yunus/10:99).

2. َ‫ت َك ِل َم ُة َربِِّك‬ ِ ‫اس ُأ َّم ًة َو‬


ْ ‫) إِال َم ْن َر ِحم َ َربُّكَ َو ِل َذلِكَ َخ َل َق ُه ْم َوتَ َّم‬١١١( َ‫احدَةً َوال يَزَ ا ُلونَ ُم ْختَ ِلفِين‬ َ ‫َو َل ْو شَا َء َربُّكَ َل َجع َ َل ال َّن‬
ِ ‫ألن َجهَ َّنم َ مِنَ ا ْل ِج َّن ِة َوال َّن‬
)١١١( َ‫اس َأ ْج َمعِين‬ َّ ‫أل ْم‬
“ Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu,
tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat, kecuali orang-orang yang diberi
rahmat oleh Tuhanmu. Dan untuk itulah Allah menciptakan mereka”.(QS. Hud/ 11:
118-119).

ِ ‫َولَ ْو شَاء اللّه ُ لَ َجعَلَ ُك ْم أ ُ َّمةً َواحِ َدة ً َولكِن ي‬


َ ‫ُض ُّل َمن يَشَاء َويَ ْهدِي َمن يَشَاء َولَت ُ ْسأَلُ َّن‬
3. ﴾٩٩﴿ َ‫ع َّما ُكنت ُ ْم ت َ ْع َملُون‬
“Dan kalau Allah menghendaki, niscaya Dia menjadikan kamu satu umat (saja),
tetapi Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada
siapa yang dikehendaki-Nya. Dan sesungguhnya kamu akan ditanya tentang apa yang
telah kamu kerjakan.” (QS. AnNahl/16: 93)

4. ﴾٨﴿ ‫ير‬ ِ ‫ي ٍّ َو ََل ن‬


ٍّ ‫َص‬ َّ ‫َولَ ْو شَاء اللَّه ُ لَ َج َعلَ ُه ْم أ ُ َّمةً َواحِ َدة ً َولَكِن يُ ْدخِ ُل َمن َيشَاء فِي َرحْ َمتِ ِه َو‬
ّ ‫الظا ِل ُمونَ َما لَ ُهم ّمِن َو ِل‬
“Dan kalau Allah menghendaki niscaya Allah menjadikan mereka satu umat (saja),
tetapi Dia memasukkan orang-orang yang dikehendaki-Nya ke dalam rahmat-Nya.
Dan orang-orang yang zalim tidak ada bagi mereka seorang pelindungpun dan tidak
pula seorang penolong” (QS. AsySyura/26: 8).

5. َ َ‫ارفُوا إِ َّن أ َ ْك َر َم ُك ْم عِن َد اللَّ ِه أَتْقَا ُك ْم إِ َّن اللَّه‬


‫علِيم َخ ِبير‬ ُ ‫اس إِنَّا َخلَ ْقنَا ُكم ِ ّمن ذَك ٍَّر َوأُنثَى َو َجعَ ْلنَا ُك ْم‬
َ َ‫شعُوبًا َوقَبَائِ َل ِلتَع‬ ُ َّ‫يَا أَيُّ َها الن‬
﴾٣٩﴿
“Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku
supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia
diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu” (QS. al
Hujurat/49: 13).
Disamping Al-Quran menegaskan keniscayaan keberagaman manusia dalam
SARA, Al-Quran juga memerintahkan kepada semua pengikutnya untuk tetap berbuat
baik dan adil kepada sesama manusia, meskipun diluar agamanya. Diantara ayat-ayat
Al-Quran yang memerintahkan berbuat baik dan adil kepada sesama adalah kalam Allah
yang artinya:

1. “Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu
menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah
sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku
tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan
bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan” (QS. Al-Maidah/5:8).
Sejarah Islam telah mencatat tentang para sahabat Rasulullah saw yang
menerapkan hukum secara adil, baik kepada kawan maupun lawan, miskin atau kaya,

5
atau antara muslim dengan non muslim. Dalam hal ini Abu Bakar berkata dalam
khutbah pelatikannya, “Orang yang kuat diantara kalian adalah lemah sehingga aku
mengambil hak darinya, dan orang yang lemah dari kalian adalah kuat, sehingga aku
memberikah hak baginya”.5
Dan Umar ketika mengangkat seorang hakim, Abu Musa alAsy’ari ia berpesan,
“Samakan antara manusia di hadapanmu, di majlismu, dan hukummu, sehingga
orang lemah tidak putus asa dari keadilanmu, dan orang mulia tidak mengharap
kecuranganmu”.(HR. Ad- Daaruquthni).6
Kisah nyata adalah kejadian tentang perselisihan hukum yang terjadi antara
seorang khalifah Ali bin Abi Thalib dengan seorang yahudi. Namun pada akhrinya
hakim memberikan kemenangan kepada orang yahudi, karena Ali bin Abi Thalib
tidak mampu menghadirkan saksi atas klaimnya.7
2. ﴾٠٧﴿ ........................‫َولَقَدْ ك ََّر ْمنَا َبنِي آدَم‬
Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam (QS. Al-Isra‘/17:70).

Ayat ini menunjukkan kemuliaan manusia terlepas indentitasnya. Karena


dalam Islam pada dasarnya semua kedudukan manusia adalah sama. Rasulullah yang
menyatakan bahwa, “Tidak ada kelebihan bagi orang arab atas orang non arab, dan
tidak ada kelebihan bagi non Arab atas orang Arab, dan tidak ada kelebihan bagi
warna merah atas warna hitam kecuali dengan takwa” (HR. Imam Ahmad).
Karenanya Rasulullah, berdiri menghormati jenzah seorang Yahudi yang sedang
lewat didepannya. Ketika ditanya hal terbut, beliau mengatakan, “Bukankah ia juga
seorang manusia?”.(HR. Bukhari dan Muslim).
3. ُُّ ‫طوا ِإلَ ْي ِه ْم ِإ َّن اللَّهَ ي ُِب‬
ُ ‫ار ُك ْم أَن تَبَ ُّرو ُه ْم َوت ُ ْق ِس‬ ِ ِّ‫َال يَ ْن َها ُك ُم اللَّهُ َع ِن الَّذِينَ لَ ْم يُقَاتِلُو ُك ْم فِي الد‬
ِ َ‫ِين َولَ ْم ي ُْخ ِر ُجو ُكم ِ ِّمن ِدي‬
‫اج ُك ْم أَن‬ِ ‫ظاه َُروا َعلَى إِ ْخ َر‬ َ ‫ار ُك ْم َو‬ ِ َ‫ِين َوأَ ْخ َر ُجو ُكم ِ ِّمن ِدي‬ِ ِّ‫ع ِن الَّذِينَ قَاتَلُو ُك ْم فِي الد‬
َ ُ‫﴾إ ِنَّ َما يَ ْن َها ُك ُم اللَّه‬١﴿ َ‫ِطين‬ ِ ‫ْال ُم ْقس‬
﴾١﴿ َ‫ظا ِل ُمون‬ َّ ‫ت ََولَّ ْو ُه ْم َو َمن يَت ََولَّ ُه ْم فَأ ُ ْولَئِكَ ُه ُم ال‬
“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-
orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari
negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.
Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-
orang yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan
membantu (orang lain) untuk mengusirmu. “.(QS. AlMumtahanah/60: 8-9).
Bahkan dalam kondisi perang pun, Islam tetap memerintahkan untuk menjaga
akhlak kasih sayang dengan adanya dilarang keras untuk membunuh orangtua, wanita
dan anak kecil, serta dilarang merusak rumah peribadatan dan menumbangkan

5
Ibnu Hibban,Al-Tsiqat (Bairut: Dar al-Fikr, 1975), 2/157
6
Abdul Karim Zidan,Ushul al-Da‘wah (Maktabah Syamilah,t.t.),1/118
7
Yusuf al-Qardhawi,Merasakan Kehadiran Tuhan, terj.(Yokyakarta: Mitra Pustaka,2003), 237.

6
tumbuh-tumbuhan. Itulah ajaran Islam sejak empat belas abad yang lampau, melalui
khoirul anbiya‘nabi Muhammad saw. Sebuah ajaran yang menebarkan kasih sayang
sekalipun kepada orang yang berbeda kenyakinan.

B. Menggali konsep Islam tentang Pluralitas, Toleransi dan Multikulturalisme

Pluralisme

Pluralisme berasal dari kata pluralis yang berarti jamak, lebih dari satu, atau
pluralizzing sama dengan jumlah yang menunjukkan lebih dari satu, atau lebih dari dua
yang mempunyai dualis, sedangkan pluralisme sama dengan keadaan atau paham dalam
masyarakat yang majemuk bersangkutan dengan system social politiknya sebagai
budaya yang berbeda-beda dalam satu masyarakat.8 Dalam istilah lain plualisme adalah
sama dengan doktrin yang menyatakan bahwa kekuasaan, pemerintahan di suatu Negara
harus dibagi bagikan antara berbagai gelombang karyawan dan tidak dibenarkan adanya
monopoli suatu golongan.9

Dalam kamus filsafat, Pluralisme mempunyai ciri-ciri sebagai berikut; Pertama,


Realitas fundamental bersifat jamak, berbeda dengan dualisme yang menyatakan bahwa
realitas fundamental ada dua dan monisme menyatakan bahwa realitas fundamental
hanya satu. Kedua; Banyak tingkatan hal-hal dalam alam semesta yang terpisah tidak
dapat diredusir dan pada dirinya independent. Ketiga; Alam semesta pada dasarnya
tidak ditentukan dalam bentuk dan tidak memiliki kesatuan atau kontinuitas harmonis
yang mendasar, tidak ada tatanan kohern dan rasional fundamental. Pluralisme agama
adalah sebuah konsep yang mempunyai makna yang luas, berkaitan dengan penerimaan
terhadap agama-agama yang berbeda dan dipergunakan dalam cara yang berlainan
pula.10

Dalam tinjauan normatif pluralitas agama dalam al-Qur’an terdapat ayat-ayat


yang menunjukkan pada nilai-nilai pluralisme, sebagaimana dalam al-Qur’an yang
artinya:

8
Fuad Hasan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi ke II (Jakarta: Balai Pustaka,1990),777.
9
6 Prigoo digdo, Ensiklopedi Umum (Yogyakarta: Kanisius,1990),893.
10
Lorens Bagus, Kamus Filsafat (Jakarta: Gramedia,2006),853

7
“ Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku
supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia
diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa diantara kamu.
Sesungguhnya Allah maha mengetahui lagi maha mengenal.” Qs. Al-Hujarat (49);13

Dalam ayat tersebut Alwi Shihab11 menafsirkan kata lita’arofuu, bukan hanya
berarti berinteraksi, tapi berinteraksi positif, selanjutnya dari akar kata yang sama pula
setiap perbuatan baik dinamakan ma’ruf. Dengan demikian pluralitas memang
dikehendaki-Nya:

“Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu,
tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat.” Surat Hud (11);118

Demikian pluralitas yang dimaksud adalah interaksi saling yang berimplikasi


positif, hal ini tercermin penggunaan kata mukhtalifin lanjut Alwi Shihab yang
berkonotasi positif, take and give, kasih sayang saling menghormati secara damai
terbentuk dalam perbedaan tersebut, Sedangkan kata syiqaq sebaga lawan dari
mukhtalifin bermakna perbedaan yang berkonotasi negative, sehingga perbedaan
pendapat yang membawa pada pertikaian disebut syiqaq dan yang berarti khilaf adalah
perbedaan yang didasari atas saling hormat-menghormati. Hal ini dipertegas dalam surat
Al-Ankabut (29);46.

“ Dan janganlah kamu berdebat dengan ahli kitab, melainkan dengan cara yang
paling baik, kecuali dengan orang-orang zalim diantara mereka, dan katakanlah
kami telah beriman kepada kitab-kitab yang diturunkan kepada kami dan yang
diturunkan kepadamu; Tuhan kami dan Tuhanmu adalah satu; dan kami hanya
kepada-Nya berserah diri.” Qs. Al-Ankabut (29);46.

Selanjutnya, dalam bukunya Anggukan retmis kaki pak kyai Emha Ainun Najib
sampaikan bahwa ditengah pluralitas sosial dan agama di era modern saat ini
merupakan lahan kita untuk menguji dan memperkembangkan kekuatan keIslaman
kita. 12 Karena pemenang didapat dari seleksi ketat antar kompotitor siapa yang
konsisten dengan keimanan dan berpegang tuguh pada ketaqwaannya, maka dialah
pemenangnya.

11
Alwi Shihab, dalam Pengantar “Nilai-nilai pluralisme dalam islam; bingkai gagasan yang beerserak”
ed.sururin, yahun 2005 hal.16.
12
Emha Ainun Najib ”Anggukan retmis kaki pak kyai” Risalah gusti Surabaya, 1995. hal 79.

8
“…. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikanNya satu umat (saja),
tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberianNya kepadamu, maka
berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allahlah kembali kmu
semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu.”
(Al.Maidah (5);48)

Keberagaman merupakan sunnatullah yang harus direnungi dan diyakini setiap


umat, kesadaran umat beragama menjadi kunci bagi keberlangsungan dalam
menjalankan agamanya masingmasing. Setiap agama memiliki substansi kebenaran,
dalam filsafat prenial suatu konsep dalam wacana filsafat yang banyak membicarakan
hakekat Tuhan sebagai wujud absolut merupakan sumber dari segala sumber wujud.
Sehingga semua agama samawi berasal dari wujud yang satu, atau adanya the common
vision menghubungkan kembali the man of good dalam realitas eksoterik agama-agama.
Disamping itu pluralisme harus dipahami sebagai pertalian sejati kebinnekaan dalam
ikatan-ikatan keadaban, bahkan pluralisme adalah suatu keharusan bagi keselamatan
manusia, melalui mekanisme dan pengimbangan masing masing pemeluk agama dan
menceritakan secara obyektif dan transparan tentang histores agama yang dianutnya.
(QS. Al-Baqarah 2:251), kehidupan beragama di masyarakat sering memunculkan
pelbagai persoalan yang bersumber dari ketidak seimbangan pengetahuan agama,
termasuk budaya sehingga agama sering dijadikan kambing hitam sebagai pemicu
kebencian. Padahal fitroh agama masing-masing mengajarkan kebaikan dan
kemanusiaan, seperti dalam, (QS. AlMaidah,5:48). Sayyed Husein Nasr “dalam sebuah
pengantarnya “Islam Filsafat Perenial” dijelaskan” sebuah agama tidak bisa dibatasi
olehnya, melainkan oleh apa yang tidak dicakup olehnya, setiap agama pada hakekatnya
suatu totalitas. 13 Cukup menarik untuk dikaji apa yang disampaikan Sayyed Husein
Nasr tentang pluralisme Agama secara lebih mendalam mengingat beliau merupakan
salah satu tokoh yang secara inten dan serius bergelut tentang masalah pluralisme dalam
ranah filosofis.

Toleransi

Islam mengajak kepada umatnya untuk selalu menjalin kehidupan yang


harmonis antara sesama umat manusia. Agama Islam merupakan agama yang penuh
dengan toleransi. Toleransi dalam Islam bukan hanya terdapat dalam ajarannya saja

13
4 Frithjof Schuon, The Preneal of Fhilosofi Muslim (Bandung: Mizan, 1993),76.

9
secara tekstual, tetapi juga telah menjadi karakter dan tabiat hampir seluruh umat Islam
dari zaman Muhammad SAW sampai sekarang ini.

Agama Islam tidak melarang umatnya untuk melakukan hubungan dengan


orang-orang non Islam, tetapi hubungannya harus sebatas hubungan duniawi saja.
Islam tidak melarang hal ini, sebab menjalin hubungan dengan orang-orang non Muslim
ini merupakan suatu perbuatan yang positif asalkan dalam menjalin hubungan dengan
orang-orang non Islam ini, harus selalu waspada dan menjaga agar tidak terjadi hal-hal
yang tidak diinginkan. Sebab umat-umat non Islam itu selalu ingin menjatuhkan agama
Islam dan dengan adanya toleransi yang dilakukan oleh umat Islam ini, mereka masih
menginginkan yang lain, mereka itu tidak henti-hentinya ingin merongrong agama
Islam dengan jalan apa pun. Dengan adanya toleransi antar umat beragama ini mereka
mengharap umat Islam harus diam jika kaum Penginjil mengkristenkan kaum awam
yang baragama Islam (Rasjidi, 1980 : 49). Kalau sudah pada hal yang demikian, maka
tidak ada toleransi dalam lslam. Toleransi menurut Islam memang positif, tetapi dalam
melaksanakan toleransi itu bukan berarti harus diam terhadap apa yang terjadi pada
agama yang dianut. Seperti yang sudah dijelaskan di atas bahwa toleransi itu hanya
sebatas pada masalah sosial saja bukan masalah akidah. Setiap agama memang
mengajarkan untuk selalu menjalin kehidupan yang rukun dan harmonis dengan orang
yang ada di sekelilingnya, tidak terkecuali Islam. Islam selalu memerintahkan kepada
umatnya untuk selalu menjalin hubungan yang baik dengan sesamanya.

Dengan demikian, maka jelaslah sudah bahwa toleransi menurut padangan Islam
itu positif dan harus selalu dibina, dan dalam usaha membina toleransi ini maka
diperlukan kesadaran dari setiap umat beragama, tanpa adanya itu maka semuanya tidak
ada gunanya. Bahwa persamaan-persamaan antara ajaran agamaagama itu banyak dan
dapat dijadikan kohesi atau perekat kerjasama social, sementara adanya perbedaan itu
hendaknya diangkat menjadi sesuatu yang wajib dihormati oleh sesama umat
beragama(Pengembangan, Islam, & Pehdahuluan, n.d.)

Multikulturalisme

Multikulturalisme adalah kesejajaran budaya. Masing-masing budaya manusia


atau kelompok etnis harus diposisikan sejajar dan setara. Tidak ada yang lebih tinggi
dan tidak ada yang lebih dominan. Melihat istilah ini, multikulturalisme berarti ingin
menumbuhkan sikap ragu-ragu atau skeptis sehingga yang ada hanya relatif. Kemudian

10
juga Prof. Dr. Syafiq A. Mughni, M.A dalam pengantar buku Pendidikan Multikultural
mengatakan “setiap peradaban dan kebudayaan yang ada berada pada posisi yang
sejajar dan sama. Tidak ada kebudayaan yang lebih tinggi atau dianggap tinggi (superior)
dari kebudayaan lain. Ungkapan seperti inilah yang harus disikapi dengan arif dan bijak.
Ungkapan di atas bisa diartikan bahwa semua kebudayaan adalah sama tak ada yang
lebih tinggi. Jika hal ini yang dimaksud berarti istilah baik dan buruk adalah memiliki
makna yang sama. Sebab semua dipukul rata. Tidak ada yang lebih unggul. Padahal
dalam ajaran Islam suatu kebaikan adalah lebih tinggi derajatnya dari sesuatu yang lebih
buruk. Sesuatu yang benar lebih mendapatkan tempat dari pada kesalahan. Islam juga
sangat jelas membendakan haq dan bathil, muslim dan musyrik.

Dari konsep tentang pluralisme, toleransi dan multikulturalisme di atas dapat


difahami bahwa ketiganya berorientasi pada tidak membeda-bedakan antara masing
masing komunitas untuk kontinuitas keharmunisan, tetapi ketiganya juga mempunyai
titik tekan yang berbeda, pluralisme lebih pada nilai-nilai agama, Toleransi pada nilai
kehidupan sehari-hari, sedangkan multikulturalisme pada nilai-nilai budaya (Rakhmat,
2006).14

C. Batasan toleransi dalam perspektif Islam


Toleransi mengandung pengertian kesediaan menerima kenyataan pendapat
yang berbeda-beda tentang kebenaran yang dianut. Dapat menghargai keyakinan orang
lain terhadap agama yang dipeluknya serta memberi kebebasan untuk menjalankan apa
yang dianutnya dengan tidak sinkretisme dan bukan pada prinsip agama yang dianutnya.
Toleransi antar umat beragama dapat diwujudkan dalam bentuk antara lain:

a. Saling menghormati
b. Memberi kebebasan kepada pemeluk agama lain dalam menjalankan ibadah sesuai
dengan agama dan kepercayaannya
c. Tolong-menolong dalam hidup bermasyarakat.

Meskipun demikian antar umat beragama dapat diwujudkan sebagaimana


tersebut di atas, tetapi bukan berarti dalam melaksanakan toleransi ini dengan
mencampur adukkan antara kepentingan sosial dan aqidah. Dalam melaksanakan
toleransi ada batasan-batasan tertentu.

14
https://media.neliti.com/media/publications/61873-ID-islam-dan-pluralisme.pdf. Diakses pada tanggal
30/09/18
11
Menurut Ali Machsum (Rais' Aam Nahdlatul Ulama) :

"Batasan toleransi itu ada menurut keyakinannya masing-masing. Islam


menghormati orang yang beragama Kristen, Budha, Hindu dan agama lainnya. Bukan
karena dia Kristen, Budha atau Hindu tapi Islam menghormati mereka sebagai umat
Allah. Ciptaan Allah yang wajib dikasihi. Islam mewajibkan untuk saling menghormati
sesama umat beragama, tapi akan murtad kalau dengan itu membenarkan agama lain…
…" (Hasanuddin, 1420 H : 42).

Dari pendapat yang disampaikan oleh Ali Machsum, tentang batasan toleransi
ini, membuktikan gambaran bahwa umat beragama bertoleransi dan menghormati orang
lain (umat beragama lain) itu dengan tidak memandang apa agama yang dipeluk oleh
orang tersebut melainkan dengan melihat bahwa dia adalah umat Allah atau ciptaan
Allah yang wajib dikasihi dan dihormati sebab sebagai umat beragama dan umat
manusia wajib saling meghormati dan mengasihi.

15
Toleransi antar umat beragama bukan sinkretisme , seperti yang telah
dijelaskan di atas. Toleransi tidak dibenarkan dengan mengakui kebenaran semua
agama. Sebab orang salah kaprah dalam mengartikan dan melaksanakan toleransi.
Misalnya, ada orang yang rela mengorbankan syari'at agama dengan tidak minta izin
pada tamunya untuk sholat malah menunggui tamunya karena takut dibilang tidak
toleransi dan tidak menghargai tamu. Bukan seperti ini yang diinginkan dalam toleransi
itu, toleransi antar umat beragama yang diharapkan di sini adalah toleransi yang tidak
menyangkut bidang akidah atau dogma masing-masing agama. Melainkan hanya
menyangkut amal sosial antar sesama insan sosial, sesama warga, sehingga tercipta
persatuan dan kesatuan.

Setiap agama mempunyai ajaran sendiri-sendiri dan pada dasarnya tidak ada
agama. yang mengajarkan kejelekan kepada penganutnya. Salah satu tujuan pokok
ajaran agama adalah pemeliharaan terhadap agama itu sendiri, yang antara lain
menuntut peningkatan pemahaman umat terhadap ajaran agamanya serta membentengi
mereka dari setiap usaha pencemaran atau pengaruh lain yang membuat akidah mereka
tidak murni lagi (Quraish Shihab, 1992 : 368). Begitu juga dengan agama Islam, agama
Samawi yang ajarannya berasal dari Allah SWT, tidak menghendaki adanya

15
Paham (aliran) baru yang merupakan perpaduan dan beberapa paham (aliran) yang berbeda untuk mencari
keserasian, keseimbangan, an sebagainya.

12
pencampuran ajarannya dengan ajaran lain. Oleh karena itu untuk mengatisipasi hal
tersebut Islam telah memberikan batasanbatasan pada umatnya dalam melaksanakan
hubungan antar sesama manusia, apalagi dalam melaksanakan toleransi antar umat
beragama. Allah telah menurunkan kitab suci al-Qur'an kepada nabi Muhammad SAW
untuk disampaikan kepada segenap umat manusia, guna dijadikan pegangan dan
pedoman hidup. Dalam kitab suci al-Qur'an inilah terdapat aturan tentang
batasanbatasan dalam bertoleransi antar umat beragama bagi umat Islam. Sebagaimana
firman Allah SWT :

‫إ ِ ن َّ َم ا ي َ نْ َه ا كُ ُم الل َّ ه ُ عَ ِن ال َّ ِذ ي َن ق َ ا ت َل ُو كُ ْم ف ِ ي ال دِ ِّ ي ِن َو أ َ ْخ َر ُج و كُ ْم ِم ْن‬
َ ِ ‫اج كُ ْم أ َ ْن ت َ َو ل َّ ْو هُ ْم ۚ َو َم ْن ي َ ت َ َو ل َّ ُه ْم ف َ أ ُو َٰل َ ئ‬
‫ك‬ ِ ‫ار كُ ْم َو ظَ ا ه َُر وا عَ ل َ َٰى إ ِ ْخ َر‬ ِ َ ‫ِد ي‬
‫ه ُ ُم الظَّ ا لِ ُم و َن‬
Artinya : “Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu
orang-orang yang memerangi kamu karena agama dan mengusir kamu dari
negerimu dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barangsiapa
menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zalim”
(QS. Al-Mumtahanah :9).

Dengan ayat ini, Allah memberi peringatan kepada umat Islam bahwa toleransi
itu ada batasannya. Toleransi antar umat beragama tidak boleh dilaksanakan dengan
kaum atau golongan yang memusuhi umat Islam karena agama dan mengusir orang-
orang Islam dari kampung halamannya, kalau yang terjadi demikian maka umat Islam
dilarang untuk bersahabat dengan golongan tersebut. Bahkan dalam situasi dan kondisi
yang demikian itu, Allah memerintahkan dan mewajibkan kepada umat Islam untuk
berjihad dengan jiwa, raga dan harta bendanya untuk membela agamanya, hal ini
dijelaskan dalam firman Allah SWT:

‫َو ق َ ا ت ِ ل ُوا ف ِ ي سَ ب ِ ي ِل الل َّ ِه ال َّ ِذ ي َن ي ُق َ ا ت ِ ل ُو ن َ كُ ْم َو َال ت َعْ ت َد ُوا ۚ إ ِ َّن الل َّ ه َ َال‬


‫ي ُ ِب ُُّ الْ ُم عْ ت َ ِد ي َن‬
Artinya : "Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi)
janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang melampaui batas" (QS. AlBaqarah : 190).

13
Di samping itu Allah juga memberikan batasan toleransi itu hanya sebatas pada
kepentingan sosial atau kepentingan duniawi saja, tidak boleh menyangkut pautkan
dengan masalah aqidah agama, hal ini dijelaskan dalam firman Allah surat Al-Kafirun
ayat 1-6 :

‫﴾ َو َال أَنت ُ ْم َعا ِبدُونَ َما‬٢﴿ َ‫﴾ َال أ َ ْعبُد ُ َما ت َ ْعبُدُون‬١﴿ َ‫قُ ْل َيا أَيُّ َها ْال َكا ِف ُرون‬
‫﴾ لَ ُك ْم دِينُ ُك ْم‬٥﴿ ُ ‫﴾ َو َال أَنت ُ ْم َعا ِبدُونَ َما أ َ ْعبُد‬٤﴿ ‫﴾ َو َال أَنَا َعا ِبد ٌ َّما َع َبدت ُّ ْم‬٣﴿ ُ‫أ َ ْعبُد‬
﴾٦﴿ ‫ِين‬
ِ ‫يد‬َ ‫َو ِل‬
Artinya : “Katakanlah: "Hai orang-orang yang kafir, aku tidak akan menyembah apa
yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan
kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah.
Untukmulah agamamu, dan untukkulah, agamaku" (Qs. Al-Kafirun : 1-6).

Ayat di atas diturunkan kepada nabi Muhammad pada waktu nabi diajak oleh
kaum Musyrik Mekkah untuk mengadakan kompromi agama. Mereka (kaum Musyrik)
mengajukan syarat yang tidak bisa diterima oleh Nabi, syaratnya yaitu dengan
mengadakan ibadah secara bergantian, maksudnya, pada waktu-waktu tertentu kaum
Musyrik melakukan ibadah seperti yang diajarkan oleh nabi Muharnmad, dan
sebaliknya nabi Muhammad SAW dan pengikutnya pun harus mengikuti ibadah yang
dilaksanakan oleh kaum Musyrik. Tehadap keinginan kompromi semacam itu, Allah
menurunkan wahyu sebagaimana tersebut dalam surat Al-Kafirun bahwa kompromi
agama tidak mungkin dilakukan umat Islam, biarlah dalam hal ibadah ini masing-
masing melaksanakan sesuai dengan keyakinannya (Ahmad Azhar Basyir, 1993 :
240). 16 Dan dengan surat ini secara tidak langsung Allah melarang keras adanya
kompromi agama serta memberi tahu kepada umat manusia terutama umat Muhammad
SAW, bahwa Islam tidak mengenal toleransi dalam hal keimanan dan peribadatan
(Maftuh Adnan, 1992 : 240). Hal ini sudah tidak bisa diganggu gugat, sebagai umat

16
Pengembangan, D., Islam, M., & Pehdahuluan, A. (n.d.). Kajian tentang Toleransi Beragama dalam Surat al-
Kafirun, X(1), 19–31.

14
Islam kita harus bisa melaksanakan semua itu, agar tidak tersesat (Pengembangan et al.,
n.d.).17

D. Implementasi keragaman dan keberagamaan


Implementasi Multikulturalisme dalam dunia Pendidikan

Pendidikan multikulturalisme sangat bermanfaat untuk membangun kohesifitas,


soliditas dan intimitas di antara keragamannya etnik, ras, agama, budaya dan kebutuhan
di antara kita. Paparan di atas juga memberi dorongan dan spirit bagi lembaga
pendidikan nasional untuk mau menanamkan sikap kepada peserta didik untuk
menghargai orang, budaya, agama, dan keyakinan lain. Harapannya, dengan
implementasi pendidikan yang berwawasan multikultural, akan membantu siswa
mengerti, menerima dan menghargai orang lain yang berbeda suku, budaya dan nilai
kepribadian. Lewat penanaman semangat multikulturalisme di sekolah-sekolah, akan
menjadi medium pelatihan dan penyadaran bagi generasi muda untuk menerima
perbedaan budaya, agama, ras, etnis dan kebutuhan di antara sesama dan mau hidup
bersama secara damai. Agar proses ini berjalan sesuai harapan, maka seyogyanya kita
mau menerima jika pendidikan multikultural disosialisasikan dan didiseminasikan
melalui lembaga pendidikan, serta, jika mungkin, ditetapkan sebagai bagian dari
kurikulum pendidikan di berbagai jenjang baik di lembaga pendidikan pemerintah
maupun swasta. Apalagi, paradigma multikultural secara implisit juga menjadi salah satu
concern dari Pasal 4 UU N0. 20 Tahun 2003 Sistem Pendidikan Nasional. Dalam pasal
itu dijelaskan, bahwa pendidikan diselenggarakan secara demokratis, tidak diskriminatif
dengan menjunjung tinggi HAM, nilai keagamaan, nilai kultural dan kemajemukan
bangsa.

Pada konteks ini dapat dikatakan, tujuan utama dari pendidikan multikultural
adalah untuk menanamkan sikap simpati, respek, apresiasi, dan empati terhadap
penganut agama dan budaya yang berbeda. Lebih jauh lagi, penganut agama dan budaya
yang berbeda dapat belajar untuk melawan atau setidaknya tidak setuju dengan ketidak-
toleranan seperti inkuisisi (pengadilan negara atas sah-tidaknya teologi atau ideologi),
perang agama, diskriminasi, dan hegemoni budaya di tengah kultur monolitik dan
uniformitas global.

17
https://istighfarahmq.wordpress.com/2016/11/29/makalah-konsep-islam-tentang-keragaman-dalam-
keberagaman/ diakses pada 30/09/18

15
Dalam sejarahnya, pendidikan multikultural sebagai sebuah konsep atau
pemikiran tidak muncul dalam ruangan kosong, namun ada interes politik, sosial,
ekonomi dan intelektual yang mendorong kemunculannya. Wacana pendidikan
multikultural pada awalnya sangat bias Amerika karena punya akar sejarah dengan
gerakan hak asasi manusia (HAM) dari berbagai kelompok yang tertindas di negeri
tersebut. Banyak lacakan sejarah atau asal-usul pendidikan multikultural yang merujuk
pada gerakan sosial Orang Amerika keturunan Afrika dan kelompok kulit berwarna lain
yang mengalami praktik diskrinunasi di lembaga-lembaga publik pada masa perjuangan
hak asasi pada tahun 1960-an.

Di antara lembaga yang secara khusus disorot karena bermusuhan dengan ide
persamaan ras pada saat itu adalah lembaga pendidikan. Pada akhir 1960-an dan awal
1970-an, suara-suara yang menuntut lembaga-lembaga pendidikan agar konsisten dalam
menerima dan menghargai perbedaan semakin kencang, yang dikumandangkan oleh para
aktivis, para tokoh dan orang tua. Mereka menuntut adanya persamaan kesempatan di
bidang pekerjaan dan pendidikan. Momentum inilah yang dianggap sebagai awal mula
dari konseptualisasi pendidikan multikultural.

Tahun 1980-an agaknya yang dianggap sebagai kemunculan lembaga sekolah


yang berlandaskan pendidikan multikultural yang didirikan oleh para peneliti dan aktivis
pendidikan progresif. James Bank adalah salah seorang pioner dari pendidikan
multikultural. Dia yang membumikan konsep pendidikan multikultural menjadi ide
persamaan pendidikan. Pada pertengahan dan akhir 1980-an, muncul kelompok sarjana,
di antaranya Carl Grant, Christine Sleeter, Geneva Gay dan Sonia Nieto yang
memberikan wawasan lebih luas soal pendidikan multikultural, memperdalam kerangka
kerja yang membumikan ide persamaan pendidikan dan menghubungkannya dengan
transformasi dan perubahan sosial.

Didorong oleh tuntutan warga Amerika keturunan Afrika, Latin/Hispanic, warga


pribumi dan kelompok marjinal lain terhadap persamaan kesempatan pendidikan serta
didorong oleh usaha komunitas pendidikan profesional untuk memberikan solusi
terhadap masalah pertentangan ras dan rendahnya prestasi kaum minoritas di sekolah
menjadikan pendidikan multikultural sebagai slogan yang sangat populer pada tahun
1990-an. Selama dua dekade konsep pendidikan multikultural menjadi slogan yang
sangat populer di sekolah-sekolah AS. Secara umum, konsep ini diterima sebagai strategi

16
penting dalam mengembangkan toleransi dan sensitivitas terhadap sejarah dan budaya
dari kelompok etnis yang beraneka macam di negara ini.

Ide pendidikan multikulturalisme akhirnya menjadi komitmen global


sebagaimana direkomendasi UNESCO pada bulan Oktober 1994 di Jenewa.
Rekomendasi itu di antaranya memuat empat pesan. Pertama, pendidikan hendaknya
mengembangkan kemampuan untuk mengakui dan menerima nilai-nilai yang ada dalam
kebhinnekaan pribadi, jenis kelamin, masyarakat dan budaya serta mengembangkan
kemampuan untuk berkomunikasi, berbagi dan bekerja sama dengan yang lain. Kedua,
pendidikan hendaknya meneguhkan jati diri dan mendorong konvergensi gagasan dan
penyelesaian-penyelesaian yang memperkokoh perdamaian, persaudaraan dan solidaritas
antara pribadi dan masyarakat. Ketiga, pendidikan hendaknya meningkatkan kemampuan
menyelesaikan konflik secara damai dan tanpa kekerasan. Karena itu, pendidikan
hendaknya juga meningkatkan pengembangan kedamaian dalam diri diri pikiran peserta
didik sehingga dengan demikian mereka mampu membangun secara lebih kokoh kualitas
toleransi, kesabaran, kemauan untuk berbagi dan memelihara. Konsep pendidikan
multikultural dalam perjalanannya menyebar luas ke kawasan di luar AS, khususnya di
negara-negara yang memiliki keragaman etnis, ras, agama dan budaya seperti Indonesia.
Sekarang ini, pendidikan multikultural secara umum mencakup ide pluralisme budaya.
Tema umum yang dibahas meliputi pemahaman budaya, penghargaan budaya dari
kelompok yang beragam dan persiapan untuk hidup dalam masyarakat pluralistik.

Pada konteks Indonesia, perbincangan tentang konsep pendidikan multikultural


semakin memperoleh momentum pasca runtuhnya rezim otoriter-militeristik Orde Baru
karena hempasan badai reformasi. Era reformasi ternyata tidak hanya membawa berkah
bagi bangsa kita namun juga memberi peluang meningkatnya kecenderungan
primordialisme. Untuk itu, dirasakan kita perlu menerapkan paradigma pendidikan
multikultur untuk menangkal semangat primordialisme18 tersebut.

Secara generik, pendidikan multikultural memang sebuah konsep yang dibuat


dengan tujuan untuk menciptakan persamaan peluang pendidikan bagi semua siswa yang
berbeda-beda ras, etnis, kelas sosial dan kelompok budaya. Salah satu tujuan penting dari
konsep pendidikan multikultural adalah untuk membantu semua siswa agar memperoleh
pengetahuan, sikap dan ketrampilan yang diperlukan dalam menjalankan peran-peran

18
Perasaan kesukuan yang berlebihan

17
seefektif mungkin pada masyarakat demokrasi-pluralistik serta diperlukan untuk
berinteraksi, negosiasi, dan komunikasi dengan warga dari kelompok beragam agar
tercipta sebuah tatanan masyarakat bermoral yang berjalan untuk kebaikan bersama.
Dalam implementasinya, paradigma pendidikan multikultural dituntut untuk berpegang
pada prinsip-prinsip berikut ini:

1. Pendidikan multikultural harus menawarkan beragam kurikulum yang


merepresentasikan pandangan dan perspektif banyak orang.
2. Pendidikan multikultural harus didasarkan pada asumsi bahwa tidak ada penafsiran
tunggal terhadap kebenaran sejarah.
3. Kurikulum dicapai sesuai dengan penekanan analisis komparatif dengan sudut
pandang kebudayaan yang berbeda-beda.
4. Pendidikan multikultural harus mendukung prinsip-prinisip pokok dalam
memberantas pandangan klise tentang ras, budaya dan agama.
5. Pendidikan multikultural mencerminkan keseimbangan antara pemahaman persamaan
dan perbedaan budaya mendorong individu untuk mempertahankan dan memperluas
wawasan budaya dan kebudayaan mereka sendiri.

Beberapa aspek yang menjadi kunci dalam melaksanakan pendidikan


multikultural dalam struktur sekolah adalah tidak adanya kebijakan yang menghambat
toleransi, termasuk tidak adanya penghinaan terhadap ras, etnis dan jenis kelamin. Juga,
harus menumbuhkan kepekaan terhadap perbedaan budaya, di antaranya mencakup
pakaian, musik dan makanan kesukaan. Selain itu, juga memberikan kebebasan bagi
anak dalam merayakan hari-hari besar umat beragama serta memperkokoh sikap anak
agar merasa butuh terlibat dalam pengambilan keputusan secara demokratis.

Pendidikan multikultural sebagai wacana baru di Indonesia dapat


diimplementasikan tidak hanya melalui pendidikan formal namun juga dapat
dimplementasikan dalam kehidupan masyarakat maupun dalam keluarga. Dalam
pendidikan formal pendidikan multikultural ini dapat diintegrasikan dalam sistem
pendidikan melalui kurikulum mulai Pendidikan Usia Dini, SD, SLTP, SMU maupun
Perguruan Tinggi. Sebagai wacana baru, Pendidikan Multikultural ini tidak harus
dirancang khusus sebagai muatan substansi tersendiri, namun dapat diintegrasikan dalam
kurikulum yang sudah ada tentu saja melalui bahan ajar atau model pembelajaran yang
paling memungkinkan diterapkannya pendidikan multikultural ini. Di Perguruan Tinggi

18
misalnya, dari segi substansi, pendidikan multikultural ini dapat dinitegrasikan dalam
kurikulum yang berperspektif multikultural, misalnya melalui mata kuliah umum seperti
Kewarganegaraan, ISBD, Agama dan Bahasa. Demikian juga pada tingkat sekolah Usia
Dini dapat diintegrasikan dalam kurikulum pendidikan misalnya dalam Out Bond
Program, dan pada tingkat SD, SLTP maupun Sekolah menengah pendidikan
multikultural ini dapat diintegrasikan dalam bahan ajar seperti PPKn, Agama, Sosiologi
dan Antropologi, dan dapat melalui model pembelajaran yang lain seperti melalui
kelompok diskusi, kegiatan ekstrakurikuler dan sebagainya.
Dalam Pendidikan non formal wacana ini dapat disosialisasikan melalui pelatihan-
pelatihan dengan model pembelajaran yang responsive multikultural dengan
mengedepankan penghormatan terhadap perbedaan baik ras suku, maupun agama antar
anggota masyarakat.

Tak kalah penting wacana pendidikan multikultural ini dapat diimplementasikan


dalam lingkup keluarga. Di mana keluarga sebagai institusi sosial terkecil dalam
masyarakat, merupakan media pembelajaran yang paling efektif dalam proses
internalisasi dan transformasi nilai, serta sosialisasi terhadap anggota keluarga. Peran
orangtua dalam menanamkan nilai-nilai yang lebih responsive multikultural dengan
mengedepankan penghormatan dan pengakuan terhadap perbedaan yang ada di sekitar
lingkungannya (agama, ras, golongan) terhadap anak atau anggota keluarga yang lain
merupakan cara yang paling efektif dan elegan untuk mendukung terciptanya sistem
sosial yang lebih berkeadilan.19

19
https://sharingkuliahku.wordpress.com/2011/09/14/implementasi-multikulturalisme-dalam-dunia-
pendidikan/ diakses pada30/09/18

19
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan
keberagaman merupakan variasi dari berbagai macam kombinasi elemen demokrafis
sumber daya manusia, organisasional, komunitas, masyarakat, dan budaya. Sedangkan
keberagamaan yaitu berasal dari kata agama. Dalam pengertian agama terdapat 3 unsur,
ialah manusia, penghambaan dan Tuhan. Maka suatu paham atau ajaran yang mengandung
ketiga unsur pokok pengertian tersebut dapat disebut agama.

Agama Islam menanamkan konsep bahwa Pluralitas, Toleransi dan


Multikulturalisme merupakan keadaan yang harus dihormati dalam kehidupan
bermasyarakat. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk, salah satu contoh
nyata di sekitar kita adalah perbedaan agama. Sebagai umat muslim yang baik dan taat,
dalam bermasyarakat kita harus saling tolong menolong dalam kebaikan. Namun, tentunya
kita harus mampu menyikapi arah tindakan kita dalam bersosialisasi dan berinteraksi dengan
sesama nonmuslim tanpa melewati batasan – batasan hukum dalam Islam.

Saran
Penulis makalah ini tentulah banyak sekali kekuranganya,sehingga diharapkan adanya
saran dan kritik yang bersifat membangun baik dari dosen mata kuliah Study Pendidikan
Agama Islam maupun dari rekan-rekan mahasiswa.

20
DAFTAR PUSTAKA

Al – Qur’an dan Al - Hadits

Arif, D. B. (2013). Membingkai Keberagaman Indonesia: Perspektif Pendidikan


Kewarganegaraan Program Kurikuler. Penguatan Kompetensi Calon Praktikan PPL
Program Studi PPKn, 1–23.
https://duniamanajemen.com/2018/02/makalah-tentang-keberagaman-dalam.html diakses
pada 30/09/18

https://istighfarahmq.wordpress.com/2016/11/29/makalah-konsep-islam-tentang-keragaman-
dalam-keberagaman/ diakses pada 30/09/18

https://sharingkuliahku.wordpress.com/2011/09/14/implementasi-multikulturalisme-dalam-
dunia-pendidikan/ diakses pada30/09/18
http://ucupzrizqy.blogspot.com/2012/12/manusia-agama-dan-keberagaman.html diakses
pada 30/09/18

Pengembangan, D., Islam, M., & Pehdahuluan, A. (n.d.). Kajian tentang Toleransi Beragama
dalam Surat al-Kafirun, X(1), 19–31.
Rakhmat, J. (2006). Islam dan Pluralisme, 2(1), 227–228.
Studies, C. (2013). Language, People, Art, and Communication Studies, 4(2).
Ibnu Hibban,Al-Tsiqat (Bairut: Dar al-Fikr, 1975), 2/157
Abdul Karim Zidan,Ushul al-Da‘wah (Maktabah Syamilah,t.t.),1/118
Yusuf al-Qardhawi,Merasakan Kehadiran Tuhan, terj.(Yokyakarta: Mitra Pustaka,2003), 237.
Fuad Hasan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi ke II (Jakarta: Balai Pustaka,1990),777.
Prigoo digdo, Ensiklopedi Umum (Yogyakarta: Kanisius,1990),893.
Lorens Bagus, Kamus Filsafat (Jakarta: Gramedia,2006),853
Alwi Shihab, dalam Pengantar “Nilai-nilai pluralisme dalam islam; bingkai gagasan yang
beerserak” ed.sururin, yahun 2005 hal.16.
Emha Ainun Najib ”Anggukan retmis kaki pak kyai” Risalah gusti Surabaya, 1995. hal 79.
Frithjof Schuon, The Preneal of Fhilosofi Muslim (Bandung: Mizan, 1993),76.
https://media.neliti.com/media/publications/61873-ID-islam-dan-pluralisme.pdf. Diakses
pada tanggal 30/09/18
Pengembangan, D., Islam, M., & Pehdahuluan, A. (n.d.). Kajian tentang Toleransi Beragama
dalam Surat al-Kafirun, X(1), 19–31.

21
22

Anda mungkin juga menyukai