TINJAUAN PUSTAKA
2.3. ABORTUS
2.3.1. Definisi
Abortus secara definisi diartikan sebagai pengeluaran hasil konsepsi sebelum
janin mampu hidup luar kandungan. Batasan abortus adalah umur kehamilan kurang
dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. 8
2.3.2 Epidemiologi
Faktor Maternal
- Infeksi
Kejadian abortus seringkali dihubungkan dengan adanya infeksi pada wanita
hamil. Beberapa organisme yang sering berdampak pada kehamilan yang
merupakan bakteri, virus, parasite. Beberapa contoh bakteri adalah Listeria
monositogenes, Klamidia trakomatis, Ureaplasma urealitikum, Mikoplasma
hominis, Bakterial vaginosis. Virus yang sering dihubungkan adalah
sitomegalovirus, Rubela, Herpes simpleks virus (HPV), PHuman
immunodeficiency virus (HIV), Parvovirus. Parasit yang sering dihubungkan
adalah Toksoplasmosis gondii, Plasmodium falsiparum, dan juga Treponema
pallidum.
Organisme yang ada dapat menyebabkan metabolic toksik, endotoksin,
eksotosin atau sitokin yang dapat mempengaruhi jani secara langsung, dan
dapat menyebabkan infeksi terhadap janin. Infeksi juga dapat mempengaruhi
plasenta yang berakibat insufisiensi plasenta. Hal-hal tersebut dapat berakibat
kematian janin. Beberapa organisme juga dapat menyebabkan gangguan
implantasi.6
- Lingkungan
Paparan obat, radiasi serta bahan kimia juga merupakan sekiranya 10% dari
terjadinya abortus. Rokok juga memiliki berbagai bahan toksik, antara lain
nikotin yang diketahui memiliki efek vasoaktif sehingga menghambat
sirkulasi uteroplasenta. Karbon monoksida juga menurunkan pasokan oksigen
ibu dan janin serta memacu neurotoksin.6 Toksin yang berasal dari lingkungan
sekitar yang juga memiliki kaitan dengan keguguran, seperti bisphenol A,
phthalate, bifenil poliklorinasi, dan diklorodiphenyltrichloroethane (DDT)
(Krieg, 2016). Pada salah satu laporan Nurses Health Study II, Lawson and
associates (2012) melaporkan terdapat peningkatan risiko keguguran pada
perawat yang terpapar dengan agen sterilisasi, sinar-x, dan obat antineoplastik.
Juga, risiko keguguran yang lebih tinggi ditemukan untuk perawat gigi yang
terpapar lebih dari 3 jam nitro oksida setiap hari. 6,11
- Autoimun
Penyakit autoimun merupakan salah satu penyebab terjadinya abortus. Dapat
dilihat sebagai contoh pada Systematic Lwpws Erythematosws (SLE) dan
Antiphospholipid Antibodies (aPA). Kejadian abortus spontan pada pasien
SLE sekitar 10 %, dibandingkan dengan populasi umum. aPA adalah antibodi
spesifik yang didapati pada seseorang dengan SLE. aPA merupakan antibodi
yang akan berikatan dengan sisi negatif dari fosfolipid. Terdapat 3 bentuk aPA
yang diketahui mempunyai ani klinis yang penting, yaitu Lupus
Anticoagwlant (LAC), anticardiolipin antibodies (aCLs), dan biologically
false-positive untuk syphilis (FP-STS). APS (antipbospholipid syndrome)
Faktor Paternal
- Usia ayah sangat berpengaruh terhadap resiko kejadian aborsi. Sebelum usia
25 tahun, resiko abortus yang disebabkan faktor paternal paling rendah.
Selang 5 tahun, faktor resiko abortus akan terus bertambah. Belum ada
etiologi dipelajari membuktikan, namun diperkirakan kelainan kromosom
pada spermatozoa berpengaruh besar. 11
2.3.4. Klasifikasi
- Abortus iminens
Merupakan abortus tingkat permulaan dan merupakan ancaman terjadinya
abortus, ditandai dengan perdarahan pervaginam, ostium uteri tertutup, dan
hasil konsepsi masih baik di dalam kandungan. Pasien mengeluh mulas sedikit
atau tidak ada keluhan sama sekali kecuali perdarahan pervaginam. Untuk
menentukan prognosis dapat dilakukan dengan melihat kadar hormon hCG
pada urin tanpa pengenceran dan pengenceran 1/10. Jika hasil keduanya
positif, maka prognosis adalah baik. Pemerikaan USG juga dilakukan untuk
mengetahui pertumbuhan janin. Pasien disarankan melakukan tirah baring,
pemberian spasmolitik atau tambahan hormon progesteron dan dipulangkan
setelah tidak terdapat perdarahan dengan edukasi tidak boleh melakukan
hubungan seksual sampai lebih kurang-2'minggu. 6,12
- Abortus insipiens
Abortusinsipiens merupakan abortus yang sedang mengancam yang ditandai
dengan serviks telah mendatar dan ostium uteri telah membuka, namun hasil
konsepsi masih di dalam kal'um uteri dan dalam proses pengeluaran. Pasien
mengeluh mulas karena kontraksi yang sering dan kuat. Besar uterus masih
sesuai dengan usia kehamilan. Pada pemeriksaan USG ukuran uterus masih
sesuai, dan terlihat penipisan serviks uterus atau pembukaannya. Tatalaksana
meliputi pemberian cairan untuk memperbaiki keadaan hemodinamik. Pada
kehamilan kurang dai 12 minggu, dilakukan pengosongan uterus dengan
memakai kuret vakum atau cunam abortus, disusul dengan kerokan memakai
kuret tajam. Pada kehamilan lebih dari 12 minggu, diberikan infus oksitosin
10 IU dalam dekstrose 5% 500 ml sampai terjadi abortus komplit. 6,12
- Aborrtus kompletus
Sering kali disebut sebagai abortus spontan. Pada pemeriksaan ultrasonografi,
akan tampak uterus yang kosong. Penyebab abortus ini mirip dengan
threatened miscarriage.13 Abortus kompletus ditandai dengan telah keluamya
seluruh hasil konsepsi. Pada penderita didapati perdarahan yang sedikit,
ostium uteri sebagian besar telah menutup, dan uterus yang telah mengecil.
Pemeriksaan USG tidak perlu dilakukan bila pemeriksaan klinis telah
memadai. Pemeriksaan tes urin biasanya masih positif sampai 7-10 setelah
abortus. Tidak diperlukan tindakan khusus atau pengobatan, namun pemberian
hematenik dan roboransia dapat diberikan tergantung kondisi pasien 6,12
- Abortus inkompletus
Pada pemeriksaan, akan tampak serviks yang terbuka, dan perdarahan masih
13
terus berlangsung. Abortus inkompletus merupakan pengeluaran sebagian
hasil konsepsi sebelum usia kehamilan 20 minggu dengan masih ada sebagian
konsepsi yang tertinggal di dalam uterus. Pada pemeriksaan vagina, kanalis
servikalis masih terbuka dan teraba jaringan dalam kar,um uteri atau menonjol
pada ostium uteri eksternum. Ciri abortus inkompletus meliputi perdarahan
yang banyak disertai kontraksi, kanalis servikalis yang terbuka, dan sebagian
jaringan telah keluar. Perdarahan biasanya masih terjadi dan pasien dapat jatuh
ke dalam keadaan anemia atau syok. 6,12
- Missed abortion
Missed abortion ditandai dengan telah terjadinya kematian hasil konsepsi di
dalam kandungan, tidak adanya pertambahan tinggi fundus uterus, serta tidak
disertai perdarahan pervaginam, pembukaan serviks maupun kontraksi uterus.
Pada pemeriksaan tes urin kehamilan memberikan hasil negatif, dan pada
pemeriksaan USG didapatkan uterus dan kantong gestasi yang mengecil dan
tidak beraturan. Pada kehamilan kurang dai 12 minggu, dilakukan tindakan
evakuasi berupa dilatasi dan kuretase. Pada kehamilan lebih dari 12 minggu,
dilakukan induksi dengan infus oksitosin intravena. 12
2.3.5. Patofisiologi
2.3.7. Diagnosis
Dalam menegakkan diagnosis abortus, perlu dilakukan pemeriksaan
ginekologi, diantaranya:
1. Inspeksi vulva: perdarahan pervaginam ada/tidak jaringan hasil konsepsi,
tercium/tidak bau busuk dari vulva.
2. Inspekulo: perdarahan dari kavum uteri ostium uteri terbuka atau sudah
tertutup, ada/tidak jaringan keluar dari ostium, serta ada/tidak cairan atau
jaringan berbau busuk dari ostium.
3. Colok vagina: porsio masih tebuka atau sudah tertutup serta teraba atau
tidak jaringan dalam kavum uteri, besar uterus sesuai atau lebih kecil
dari usia kehamilan, tidak nyeri saat porsio digoyang, tidak nyeri pada
perabaan adneksa, dan kavum douglas tidak menonjol dan tidak nyeri.
Pada abortus, peran ultrasonografi sangatlah penting. Ultrasound dapat menilai
adanya janin dan juga adanya aktivitas kardiak janin. Namun demikian, terdapat pula
kekurangan ultrasound dalam menegakkan diagnosis. Terdapat kesimpulan ahli, yang
menyatakan bahwa diagnosis kantung kehamilan yang kosong hanya dapat
ditegakkan ketika diameter kantung kehamilan rata-rata lebih besar dari 20 mm, dan
bahwa panjang crown-rump harus 6 mm atau lebih, sebelum dinyatakan bahwa
aktivitas jantung janin tidak ada. Jika pada pengukuran, ternyata Panjang masih
dibawah angka tersebut, dapat disarankan transvaginal ultrasonografi setidaknya satu
minggu setelah itu. Tenaga medis harus berhati-hati dalam menilai usia gestasional
dan ukuran gestasional sac. Terutama apabila usia kehamilan menurut ukuran
gestasional sac jauh dari perkiraan usia menstruasi, karena mungkin saja terjadi
delayed miscarriage atau missed abortion. 14
2.3.9. KOMPLIKASI
2.4.7. Diagnosis
Biasanya seseorang akan mengalami amenoe yang diikuti dengan perdarahan
ireguler. Beberapa wanita akan akan mengalami pengeluaran mola secara spontan.
Serum B-hCG pada kehamilan mola biasanya meningkat sangat tinggi
dibanding kehamilan biasa. Terkadang tes B-hCG yang terlalu tinggi menghasilkan
tes negative palsu. 11
Ultrasonografi juga merupakan salah satu alat diagnostic pada penyakit
trophoblastic ini. Pada USG, akan tampak massa echogenic uterus dengan banyak
kista anechoic, namun tampa fetus ataupun kantong kehamilan/gestational sac.
Fenomena ini disebut sebagai “snowstorm”. Namun pada usia kehamian yang masih
muda, terkadang gambaran ini kurang khas, dan sering dianggap sebagai missed
abortion ataupun incomplete abortion. 11
2.4.9. Penatalaksanaan
Mola hidatidosa tidak ditangani pada fasilitas kesehatan tingkat pertama,
sehingga pasien harus dirujuk. Bila pada pemeriksaan serviks tertutup, makan harus
dipasang batang laminaria selama 24 jam untuk dilatasi serviks. Mola hidatidosa perlu
di evakuasi secara cepat. Evakuasi biasanya dilakukan dengan aspirasi vakum manual
(AVM), karena jaringan yang dikeluarkan banyak. Sementara evakuasi berlangsung,
perlu diperhatikan cairan pasien. Siapkan darah untuk transfuse. Infus oksitosin 10 IU
dalam 500 ml RL atau NaCl 0,9% dipasang dengan kecepatan 40-60 tetes per menit
(TPM). Penggunaan oksitosin diberikan untuk mencegah perdarahan berlebih. Pada
AVM, perlu diperhatikan perdarahan, resiko sepsis, perforasi uterus, emboli udara,
dan evakuasi uterus yang tidak lengkap. Spesimen yang didapat akan dikirim ke
patologi anatomi untuk dievaluasi jaringannya. Aspirasi atau kuretase kedua dapat
dilakukan 2 minggu setelah tindakan pertama untuk memastikan pengosongan uterus.
15,19
2.4.10 Komplikasi 6
1. Komplikasi non maligna
Perforasi Uterus
Selama kehamilan kadang-kadang terjadi perforasi uterus dan jika terjadi
perforasi maka kuretase harus dihentikan. Laparoskopi atau laparotomi
harus dilakukan untuk mengetahui tempat terjadinya perforasi.
Perdarahan
Merupakan komplikasi yang terjadi sebelum, selama, dan bahkan setelah
tindakan kuretase. Oleh karena itu oksitosin intravena diberikan sebelum
memulai tindakan untuk mengurangi terjadi perdarahan.
DIC
Faktor yang dilepaskan jaringan mola mempunyai aktivitas fibinolitik.
Semua pasien diskrining untuk melihat adanya koagulopati.
Embolisme tropoblastik
Dapat menyebabkan insufisiensi pernapasan akut. Faktor risiko terbesar
terjadi pada uterus yang lebih besar dari yang diharapkan pada usia gestasi
16 minggu. Keadaan ini bisa fatal.
Infeksi pada sevikal atau vaginal.
Perforasi pada dinding uterus yang tipis selama evakuasi mola dapat
menyebabkan penyebaran infeksi. Ruptur uteri spontan bisa terjadi pada
mola benigna dan mola maligna.
2. Komplikasi maligna
Mola invasif atau koriokarsinoma berkembang pada 20% kasus mola dan
identifikasi pasien penting untuk tindakan selanjutnya.Setelah mola komplit
invasi uteri terjadi pada 15% pasien dan metastase teerjadi pada 4 pasien.
Tidak terdapat kasus koriokarsinoma yang dilaporkan setelah terjadi mola
inkomplit meskipun ada juga yang menjadi penyakit trofoblastik non
metastase yang menetap yang membutuhkan kemoterapi.
2.4.11. PROGNOSIS
Kemungkinan berkembangnya neoplasia trofoblas gestasional adalah faktor
yang paling penting. Perdarahan persisten yang tidak biasa setelah segala jenis
kehamilan harus segera dilakukan pengukuran kadar β-hCG serum dan pertimbangan
untuk kuretase diagnostik. Ukuran uterus dinilai bersama dengan pemeriksaan yang
hati-hati untuk metastasis ke saluran genital, yang biasanya tampak sebagai massa
pembuluh darah kebiruan. 11
Setelah diagnosis diverifikasi, selain tingkat serum β-hCG, pencarian untuk
penyakit lokal dan metastasis termasuk tes fungsi hati dan ginjal, USG transvaginal,
CT scan dada atau radiografi, otak dan abdominal-inopelvic CT scan atau pencitraan
MR. Pemeriksaan positronemission tomographic (PET) dan cairan serebrospinal
jarang dilakukan. 11
Penentuan level β-hCG digunakan untuk mengidentifikasi metastasis. Neoplasia
trofoblastik gestasional tampilkan secara klinis menggunakan sistem Federasi
Internasional Ginekologi dan Obstetri (FIGO) (2009). termasuk modifikasi dari skor
indeks prognostik Organisasi Kesehatan Dunia (1983), dengan skor 0 hingga 4
diberikan untuk masing-masing kategori. Wanita dengan skor WHO 0 hingga 6
dianggap memiliki penyakit berisiko rendah, sedangkan wanita dengan skor ≥ 7
dianggap dalam kelompok berisiko tinggi. 11
Skor FIGO 11
2.5.3 Klasifikasi
Berdasarkan lokasinya, kehamilan ektopik dibagi menjadi 5 bagian, yaitu: 6
Kehamilan tuba, meliputi > 95% yang terdiri atas:
Pars ampularis (55 %), pars ismika (25'/"),pars fimbriae (17 %), dan pars
interstisialis (2 %).
Kehamilan ektopik lain (< 5%) antara lain terjadi di serviks uterLis,
ovarium, atau abdominal. Untuk kehamilan abdominal lebih sering
merupakan kehamilan abdo- minal sekunder di mana semula merupakan
kehamilan tuba yang kemudian abortus dan meluncur ke abdomen dari
ostium tuba pars abdominalis (abortus tubaria) yang kemudian
embrio/buah kehamilannya mengalami reimplantasi di kavum abdomen,
misalnya di mesenterium/mesovarium atau di omentum.
Kehamilan intraligamenter, jumlahnya sangar sedikit.
Kehamilan heterotopik, merupakan kehamilan ganda di mana satu janin
berada di kavum uteri sedangkan yang lain merupakan kehamilan
ektopik. Kejadian sekitar satu per 15.000 - 40.000 kehamilan.
2.5.4 Patofisiologi 6
Pada proses awal kehamilan apabila embrio tidak bisa mencapai endometrium
untuk proses nidasi, maka embrio dapat tumbuh di saluran tuba dan kemudian akan
me- ngalami beberapa proses seperti pada kehamilan pada umumnya. Karena tuba
bukan merupakan suatu media yang baik untuk pertumbuhan embrio atau mudigah,
maka pertumbuhan dapat mengalami beberapa perubahan dalam bentuk berikut ini.
Hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi.
Pada implantasi secara kolumner, ovum yang dibuahi cepat mati karena vaskularisasi
kurang dan dengan mudah terjadi resorbsi total. Dalam keadaan ini penderita tidak
mengeluh apa-apa, hanya haidnya terlambat untuk beberapa hari.
Abortus ke dalam lumen tuba. (Abortus tubaria)
Perdarahan yang terjadi karena pembukaan pembuluh-pembuluh darah oleh vili ko-
rialis pada dinding tuba di tempat implantasi dapat melepaskan mudigah dari din-
ding tersebut bersama-sama dengan robeknya pseudokapsularis. Pelepasan ini dapat
terjadi sebagian atau seluruhnya, bergantung pada derajat perdarahan yang timbul.
Bila peiepasan menyeluruh, mudigah dengan selaputnya dikeluarkan dalam lumen
tuba dan kemudian didorong oleh darah ke arah ostium tuba pars abdominalis.
Frekuensi abortus dalam tuba bergantung pada implantasi telur yang dibuahi. Abortus
ke lumen tuba lebih sering terjadi pada kehamilan pars ampularis, sedangkan penem-
busan dinding tuba oleh vili korialis ke arah peritoneum biasanya terjadi pada ke-
hamilan pars ismika. Perbedaan ini disebabkan oleh lumen pars ampularis yang lebih
luas sehingga dapat mengikuti lebih mudah pertumbuhan hasil konsepsi jika diban-
dingkan dengan bagian ismus dengan lumen sempit.
Pada pelepasan hasil konsepsi yang tidak sempurna pada abortus, perdarahan akan
terus berlangsung, dari sedikit-sedikit oleh darah, sehingga berubah menjadi mola
kmenta. Perdarahan yang berlangsung tems menyebabkan tuba membesar dan kebiru-
biruan (hematosalping), dan selanjutnya darah mengalir ke rongga perut melalui os-
tium tuba. Darah ini akan berkumpul di kawm Douglasi dan akan rnembentuk
hematokel retrouterina.
Janin yang dikeluarkan dari tuba dengan masih diselubungi oleh kantong amnion dan
dengan plasenta masih utuh, kemungkinan tumbuh terus dalam rongga perut,
sehingga akan terjadi kehamilan abdominal sekunder. Untuk mencukupi kebutuhan
makanan bagi janin, plasenta dari tuba akan meluaskan impiantasinya ke jaringan
seki- tarnya, misalnya ke sebagian utems, ligamentum latum, dasar panggui, dan usus.
2.5.6 Diagnosis 6
Kesukaran membuat diagnosis yang pasti pada kehamilan ektopik belum
terganggu demikian besarnya sehingga sebagian besar penderita mengalami
abortus tuba atau ruptur ruba sebelum keadaan menjadi jelas. Alat bantu
diagnostik yang dapat digunakan ialah ultrasonografi (USG), laparoskopi atau
kuldoskopi.6
Anamnesis: haid biasanya terlambat untuk beberapa waktu, dan kadang-
kadang terdapat gejala subyektif kehamilan muda.2 Nyeri abdominal terutama
bagian bawah dan perdarahan pervaginam pada trimester pertama kehamilan
merupakan tanda dan gejala klinis yang mengarah ke diagnosis kehamilan
ektopik. Gejala-gejala nyeri abdominal dan perdarahan pervaginam tidak terlalu
spesifik atau juga sensitif.
Pemeriksaan umum: penderita tampak kesakitan dan pucat. Pada
perdarahan dalam rongga perut tanda-tanda syok dapat ditemukan.Pada jenis
tidak mendadak perut bagian bawah hanya sedikit menggembung dan nyeri
tekan.2 Kehamilan ektopik yang belum terganggu tidak dapat didiagnosis secara
tepat semata-mata atas adanya gejala-gejala klinis dan pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan ginekologi: tanda-tanda kehamilan muda mungkin ditemukan.
Pergerakan serviks menyebabkan rasa nyeri. Bila uterus dapat diraba, maka
akan teraba sedikit membesar dan kadang-kadang teraba tumor di samping
uterus dengan batas yang sukar ditentukan. Kavum Douglas yang menonjol dan
nyeri-raba menunjukkan adanya hematokel retrouterina. Suhu kadang-kadang
naik sehingga menyukarkan perbedaan dengan infeksi pelvik. 6
Pemeriksaan laboratorium: pemeriksaan hemoglobin dan jumlah sel darah
merah berguna dalam menegakkan diagnosis kehamilan ektopik terganggu,
terutama bila ada tanda-tanda perdarahan dalam rongga perut. Pada kasus tidak
mendadak biasanya ditemukan anemia, tetapi harus diingat bahwa penurunan
hemoglobin baru terlihat setelah 24 jam.2 Perhitungan leukosit secara berturut
menunjukkan adanya perdarahan bila leukosit meningkat (leukositosis). Untuk
membedakan kehamilan ektopik dari infeksi pelvik dapat diperhatikan jumlah
leukosit. Jumlah leukosit yang lebih dari 20.000 biasanya menunjukkan infeksi
pelvik. 6
Penting untuk mendiagnosis ada tidaknya kehamilan. Cara yang paling
mudah adalah dengan melakukan pemeriksaan konsentrasi hormon β-hCG
dalam urin atau serum. Hormon ini dapat dideteksi paling awal pada satu
minggu sebelum tanggal menstruasi berikutnya. Konsentrasi serum yang sudah
dapat dideteksi ialah 5 IU/L, sedangkan pada urin ialah 20–50 IU/L.6 Tes
kehamilan negatif tidak menyingkirkan kemungkinan kehamilan ektopik
terganggu karena kematian hasil konsepsi dan degenerasi trofoblas
menyebabkan hCG menurun dan menyebabkan tes negatif.2 Tes kehamilan
positif juga tidak dapat mengidentifikasi lokasi kantung gestasional. Meskipun
demikian, wanita dengan kehamilan ektopik cenderung memiliki level β-hCG
yang rendah dibandingkan kehamilan intrauterin.
Kuldosentesis: adalah suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah
terdapat darah dalam kavum Douglas. Cara ini sangat berguna untuk membuat
diagnosis kehamilan ektopik terganggu. Adapun teknik kuldosentesis yaitu:
- Penderita dibaringkan dalam posisi litotomi.
- Vulva dan vagina dibersihkan dengan antiseptik
- Spekulum dipasang dan bibir belakang porsio dijepit dengan
tenakulum, kemudian dilakukan traksi ke depan sehingga forniks
posterior ditampakkan
- Jarum spinal no. 18 ditusukkan ke dalam kavum douglas dan dengan
semprit 10 ml dilakukan pengisapan.
Hasil positif bila dikeluarkan darah berwarna coklat sampai hitam yang
tidak membeku atau berupa bekuan-bekuan kecil.
Hasil negatif bila cairan yang dihisap berupa:
- Cairan jernih yang mungkin berasal dari cairan peritoneum normal
atau kista ovarium yang pecah.
- Nanah yang mungkin berasal dari penyakit radang pelvis atau radang
appendiks yang pecah (nanah harus dikultur).
- Darah segar berwarna merah yang dalam beberapa menit akan
membeku, darah ini berasal dari arteri atau vena yang tertusuk.
Ultrasonografi: Cara yang paling efisien untuk mengeluarkan
adanya kehamilan ektopik adalah mendiagnosis suatu kehamilan
intrauteri. Cara yang terbaik untuk mengkonfirmasi satu kehamilan
intrauteri adalah dengan menggunakan ultrasonografi. Sensitivitas dan
spesifisitas dari diagnosis kehamilan intrauteri dengan menggunakan
modalitas ini mencapai 100% pada kehamilan diatas 5,5 minggu.
Sebaliknya identifikasi kehamilan ektopik dengan ultrasonografi lebih
sulit (kurang sensitif) dan kurang spesifik.
2.5.7 Penatalaksanaan
Tatalaksana umum pasien dengan kehamilan ektopik terganggu secara umum
adalah dengan pengembalian cairan tubuh pasien. Restorasi cairan dilakukan dengan
cairan sotonik NaCl 0,9% atau Ringer Laktat 500ml dalam 15 menit pertama atau 2
liter cairan isotonic dalam 2 jam. Setelah restorasi cairan, pasien perlu di rujuk ke
fasilitas kesehatan yang lebih besar dan memadai. 15
Pasien dengan kehamilan ektopik terganggu direncanakan untuk laparotomi.
Bila terjadi kerusakan berat pada tuba, salpingektomi dapat dilakukan. Namun,
apabila kerusakan tuba ringan, tuba lebih baik dipertahankan setelah pengeluaran
hasil konsepsi. 15