Radikal bebas merupakan atom atau molekul yang sifatnya sangat tidak stabil
(mempunyai satu elektron atau lebih yang tanpa pasangan). Radikal bebas ini berbahaya
karena amat reaktif mencari pasangan elektronnya. Radikal bebas yang terbentuk dalam
tubuh akan mengahasilkan radikal bebas yang baru melalui reaksi berantai yang akhirnya
terus bertambah. Selanjutmenyerang sel-sel tubuh sehingga akan terjadi kerusakan jaringan
(Sibeua, 2004). Tubuh secara terus menerus membentuk radikal oksigen dan spesies reaktif
lainnya, terutama dihasilkan oleh netrofil, makrofag dan sistem Xatin oksidase (Khlifi et al,
2005). Radikal bebas ini dibentuk melalui mekanisme metabolisme normal (Desmarchelier et
al, 2005). Senyawa radikal bebas tersebut timbul akibat berbagai proses kimia kompleks
dalam tubuh, berupa hasil sampingan dari proses oksidasi atau pembakaran sel yang
berlangsung pada waktu bernapas, metabolisme sel, olahraga yang berlebihan, peradangan
atau ketika tubuh terpapar polusi lingkungan seperti asap kendaraan bermotor, asap rokok,
bahan pencemar, dan radiasi matahari atau radiasi kosmis (Karyadi, 1997). Makanan tertentu
seperti makanan cepat saji (fastfood), makanan kemasan, makanan kaleng juga berpotensi
meninggalkan racun dalam tubuh karena kandungan lemak, pengawet serta sumber radikal
bebas (Sibeuea, 2004). Sehingga tubuh memerlukan antioksidan yang dapat membantu
Carbon tetraclorida (CCl4) adalah salah satu radikal bebas yang dibentuk dari reaksi CH4
dan Cl2 dengan bantuan sinar ultraviolet (ECO-USA, 2006). Sedangkan menurut WHO
(2002), carbon tetraclorida (CCl4) adalah bahan kimia toksik yang diproduksi secara tidak
alami yang secara luas digunakan sebagai bahan pendingin (refrigerator) lemari es dan bahan
2002). Carbon tetraclorida (CCl4) dapat masuk ke dalam tubuh melalui saluran cerna
(digestion) dan saluran nafas (respiration) melalui paruparu Selain itu, karbon tetraclorida
juga digunakan sebagai bahan pembersih untuk keperluan rumah tangga dan sebagai
pemadam api karena sifatnya yang tidak mudah terbakar (Tuminah, 2000).
Paru-paru adalah organ tubuh yang berperan dalam sistem pernapasan (respirasi) yaitu
proses pengambilan oksigen (O2) dari udara bebas melalui saluran napas (bronkus) sampai ke
dinding alveoli (kantong udara). Oksigen tersebut akan ditransfer ke pembuluh darah yang di
dalamnya terdapat sel-sel darah merah untuk dibawa pada sel-sel di berbagai organ tubuh lain
sebagai energi dalam proses metabolisme. Dengan adanya fungsi paru-paru tersebut, dapat
dipahami bahwa paru-paru merupakan organ paling terbuka dengan polusi udara terhadap
Menurut Syahruddin (2006) bahan pencemar yang masuk ke dalam paruparu secara
umum akan mengakibatkan gangguan pada saluran napas atau ADRS dan juga kanker paru-
paru. Adult Respiratory Distress Syndrome (ADRS) yaitu merupakan keadaan darurat medis
yang dipicu oleh berbagai proses akut yang berhubungan langsung ataupun tidak langsung
dengan kerusakan paru-paru bahkan sampai terjadi kanker paru-paru (Syahruddin, 2006).
Senyawa bahan pencemar tersebut dapat merusak paru-paru dengan menyerang lemak tak
jenuh dalam membran sel dan akibat yang ditimbulkan bersifat irreversible (tidak
terpulihkan) (Susanto, 2008). Gambaran patologi dari kerusakan paru-paru yaitu adanya
proliferasi sel-sel alveolus, perluasan proliferasi alveolus, bahkan benjolan berbentuk bulat
Untuk mengantisipasi terjadinya ADRS maupun kanker paru yang diakibatkan oleh
radikal bebas, salah satu pencegahannya adalah dengan mengkonsumsi berbagai macam buah
dan sayuran yang banyak mengandung dapat memberikan elektronnya dengan cuma-cuma
kepada molekul radikal bebas tanpa terganggu sama sekali fungsinya dan dapat memutus
reaksi berantai dari radikal bebas (Kumalaningsih, 2007). Antioksidan dapat dibagi menjadi
dua yaitu antioksidan yang diproduksi di dalam tubuh (endogen) dan antioksidan yang tidak
salah satunya adalah terdapat dalam buah pepaya. Pepaya adalah buah tropis yang merupakan
sumber vitamin C yang tinggi sehingga dipercaya dapat digunakan sebagai pelindung tubuh
dari berbagai kerusakan yang disebabkan oleh radikal bebas. Menurut Soenardi (2004), buah
yang tidak mengenal musim ini diketahui banyak mengandung vitamin C dan juga beta
karoten sebagai sumber antioksidan yang baik. Kandungan serat di dalamnya juga halus,
sehingga baik dikonsumsi oleh kalangan balita sampai usia lanjut. Pada tàhun 1997 the World
secara teratur baik untuk menangkal kanker paruparu, pankreas, payudara, kandung kemih,
Pada hasil penelitian yang dilakukan oleh Mun’im (2006) bahwa pemberian buah merah
sebagai antioksidan pada tikus yang diinduksi dengan Tetrabenzene dapat mengurangi
proliferasi sel alveolus paru-paru secara signifikan. Hasil penelitian serupa juga dilakukan
oleh Santoso (2006) yang menunjukkan bahwa pemberian Curcumin berpengaruh terhadap
zona perluasan proliferasi alveolus paru-paru setelah diinduksi dengan DMBA. Berdasarkan
belum diketahuinya penggunaan buah papaya sebagai antioksidan dengan berbagai macam
kandungan yang telah diketahui seperti di atas maka perlu dilakukan penelitian mengenai
pengaruh pemberian buah pepaya (Carica papaya L) terhadap anatomi alveolus paru-paru
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah apakah
pemberian buah papaya (Carica papaya) berpengaruh terhadap perubahan anatomi alveolus
1.3 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian buah papaya (Carica
papaya) terhadap perubahan anatomi alveolus paru-paru mencit yang diinhalasi dengan CCl4
(Carbon Tetraclorida).
1. Buah pepaya dapat dijadikan sebagai obat alternatif dalam pengobatan berbagai
macam penyakit misalnya penyakit degeneratif yang disebabkan oleh radikal bebas.
2. Dapat memberikan informasi pada masyarakat tentang buah papaya sebagai tanaman
berkhasiat obat.
.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1.1 Morfologi Pepaya (Carica papaya L)
Tanaman pepaya sudah lama dikenal oleh petani di Indonesia. Tanaman tersebut diduga
berasal dari kawasan sekitar Meksiko dan Coasta Rica. Tanaman buah-buahan yang termasuk
dalam famili Caricaceae cukup banyak. Namun demikian, hanya pepaya yang bernilai
2000).
Pepaya adalah monodioecious (berumah tunggal sekaligus berumah dua) dengan tiga
kelamin yaitu: tumbuhan jantan, betina, dan banci. Batang pohon pepaya perdu, tingginya ±
10 m, tidak berkayu, silindris, berongga, dan berwarna putih kehijauan. Daunnya tunggal,
bulat, ujung meruncing, pangkal bertoreh, tepi bergerigi, berdiameter 25-75 cm, pertulangan
menjari, panjang tangkai 25-100 cm, dan berwarna hijau (BAPPENAS, 2000).
Bunga pepaya tunggal, berbentuk bintang, terletak di ketiak daun, dan berkelamin satu
atau berumah dua. Bunga jantan mempunyai kelopak kecil, berwarna kuning, mahkota
berbentuk terompet, sedangkan bunga betina berdiri sendiri, mahkota lepas, kepala putik
berjumlah lima, dan berwarna putih kekuningan. Bentuk buah bulat hingga memanjang,
dengan ujung biasanya meruncing. Warna buah ketika muda hijau gelap, dan setelah masak
berwarna hijau muda hingga kuning. Bentuk buah membulat bila berasal dari tanaman betina
dan memanjang (oval) bila dihasilkan oleh tanaman sempurna. Daging buah berasal dari
karpela yang menebal dan berwarnakuning hingga merah tergantung varietasnya. Bagian
tengah buah berongga. Dan bijinya bulat atau bulat panjang, kecil, bagian luar dibungkus
selaput berlendir (pulp) yang berisi cairan yang berguna untuk mencegahnya dari kekeringan,
masih muda berwarna putih setelah tua berwarna hitam. Akarnya tunggang dan berwarna
Menurut BAPPENAS (2000), klasifikasi dari pepaya (Carica papaya) sebagai berikut :
Divisi Spermatophyta
Kelas Dicotyledonae
Bangsa Cistales
Suku Caricaceae
Marga Carica
merupakan salah satu bentuk pigmen dari karoten (carotenoid) yang berfungsi sebagai
penawar yang kuat untuk oksigen reaktif (suatu radikal bebas destruktif`) (Tim Redaksi
Vitahealth, 2004).
Penelitian epidemiologis telah menunjukkan adanya hubungan terbalik antara asupan
karoten dengan insidensi penyakit kanker. Karoten membantu mencegah kerusakan jaringan
dan DNA, kondisi yang menjadi prasyarat untuk terjadinya inisiasi kanker. Karoten juga
sebagai stimulator enzim penghancur karsinogen (zat penyebab kanker), meningkatkan efek
sel darah putih dan menstimulasi kemampuan tubuh untuk mengubah substansi toksik
menjadi senyawa tidak berbahaya. Fungsi lain betakaroten adalah meningkatkan system
penyakit pada penderita kanker payudara, kandung kemih, kepala leher, serta mengurangi
komplikasi penyakit diabetes (Tim Redaksi Vitahealth, 2004). Selain betakaroten, buah
pepaya juga kaya akan vitamin C yang merupakan sumber antioksidan yang baik, sehingga
mampu mencegah kerusakan sel yang disebabkan radikal bebas. Mengkonsumsi setengah
buah pepaya ukuran sedang sehari mampu memenuhi kebutuhan vitamin C harian seorang
manusia dewasa. Pepaya juga mengandung sedikit kalsium dan besi (Kumalaningsih,2006).
Menurut Ashari (2004), kandungan gizi untuk 100 g daging buah papaya adalah sebagai
berikut :
Tabel 2.1 Kandungan gizi dan unsur penting untuk 100 g daging buah papaya
Departemen Pertanian. 2002 Manfaat pepaya dalam kehidupan sehari-hari sangat banyak
sekali. Menurut Setiawan (2006), manfaat pepaya diantaranya adalah sebagai berikut :
a) Buah pepaya digunakan sebagi buah pencuci mulut dan juga sebagai pensuplai
nutrisi/gizi terutama vitamin A dan C. Buah pepaya masak yang mudah rusak perlu
diolah dijadikan makanan seperti sari pepaya, dodol pepaya. Dalam industri makanan
buah pepaya sering dijadikan bahan baku pembuatan (pencampur) saus tomat yakni
b) Dalam industri makanan, akarnya dapat digunakan sebagai obat penyembuh sakit ginjal
c) Daunnya sebagai obat penyembuh penyakit malaria, kejang perut dan sakit panas.
Bahkan daun mudanya enak dibuat untuk lalapan dan untuk menambah nafsu makan,
serta dapat menyembuhkan penyakit beri-beri dan untuk menyusun ransum ayam.
d) Batang buah muda dan daunnya mengandung getah putih yang berisikan enzim pemecah
protein yang disebut “papaine” sehingga dapat melunakkan daging, untuk bahan
kosmetik, pada industri minuman digunakan sebagai penjernih, serta digunakan dalam
e) Bunga pepaya yang berwarna putih dapat dirangkai dan digunakan sebagai “bunga
2. Antioksidan
Antioksidan adalah senyawa yang mempunyai struktur molekul yang dapat memberikan
elektronnya dengan cuma-cuma kepada molekul radikal bebas tanpa terganggu sama sekali
fungsinya serta dapat memutus reaksi berantai dari radikal bebas (Kumalaningsih, 2007).
Dalam arti sempit antioksidan merupakan suatu senyawa yang mudah sekali teroksidasi dan
dapat mencegah terjadinya reaksi antioksidasi radikal bebas dalam oksidasi lipid
(Ardiansyah, 2007). Apabila antioksidan bertemu dengn radikal bebas maka akan segera
teroksidasi, sehingga dengan demikian jaringan/organ tubuh yang sehat akan terlindung dari
Selanjutnya (Voight, 1995) antioksidan dari karakter fenolit, misalnya difenol sederhana
radikal yang terbentk ditangkap dan diubah menjadi produk yang stabil. Prinsib dari
mekanisme pemutusan rantai terdapat dalam perpindahan sebuah atom hodrogen pada radikal
alkil peroksida. Dengan ini radikal yang diperlukan untuk penyambungan rantai ditangkap.
Langkah pertama dalam pembentukan suatu radikal semikinon yang beraksi dengan sebuah
Menurut Favier (1995) dalam Magdalena (2002) secara garis besar antioksidan dapat
a) Antioksidan Enzimatik
Oksidase Inhibitor.
selama radikal bebas berlangsung. Misalnya: Vitamin A (Beta-Karoten), Vitamin B2, Vitamin
C, Vitamin E, Glutation, Manitol, Probucol, N-Acetyl Cystein, dan Co-Enzim Q10. Menurut
Kumalaningsih (2007), atas dasar fungsinya antioksidan dapat dibedakan menjadi 5 yaitu :
1) Antioksidan Primer
Antioksidan ini berfungsi untuk mencegah pembentukan radikal bebas baru karena ia
dapat merubah radikal bebas yang ada menjdi molekul yang berkurang dampak negatifnya,
yaitu sebelum sempat bereaksi. Contoh: Katalase, Glutation Peroksida, Protein pengikat
2) Antioksidan Sekunder
Antioksidan ini merupakan senyawa yang berfungsi menangkap radikal bebas serta
mencegah terjadinya reaksi berantai sehingga tidak terjadi kerusakan yang lebih besar.
Misalnya vitamin C, vitamin E, dan beta karoten yang diperoleh dari buah-buahan.
3) Antioksidan Tersier
biomolekuler yang disebabkan oleh radikal bebas. Contoh: Enzim-enzim yang memperbaiki
4) Oxygen Scavanger
Antioksidan yang termasuk dalam Oxygen Scavanger adalah antioksidan yang mampu
Chelators atau Sequesstrants adalah senyawa yang dapat mengikat logam sehingga logam
tersebut tidak dapat mengkatalis reaksi oksidasi. Sehingga kerusakan dapat dicegah. Contoh:
asam sitrat dan asam amino. Menurut Sri (2006), berdasarkan sumbernya antioksidan dapat
dibedakan menjadi:
1. Antioksidan Endogen
Antioksidan endogen adalah antioksidan yang dibuat oleh tubuh kita sendiri yang
(seng). Dengan demikian pengendalian tahap awal radikal bebas yang terbentuk pada
tingkat awal memerlukan bantuan mineral Mn, Cu, dan Zn. Selenium (Se) juga
b. Glutathione Peroksidase
bersama-sama dengan enzim katalase dan menjaga konsentrasi oksigen akhir agar
stabil dan tidak berubah menjadi prooksidan. Enzim ini berada di eritrosit (sel darah
merah).
c. Katalase
Enzim katalase berada pada endoplasmic reticulum dalam sel, pada pulmonary
epithelium type II, pada clara cell dan ada pula di dalam alveolar macrophage
(Mukono, 2005). Enzim ini disamping mendukung aktivitas enzim SOD juga dapat
2. Antioksidan Eksogen
Antioksidan eksogen adalah antioksidan alami yang diperoleh dari tanaman diantaranya
Vitamin C adalah substansi yang larut dalam air. Vitamin ini diyakini menjadi antioksidan
dalam cairan ekstraseluler yang paling penting dan mempunyai aktivitas intraseluler yang
baik (Tuminah, 1999). Menurut Sri (2006), vitamin C merupakan antioksidan yang berperan
penting dalam membantu menjaga kesehatan sel, meningkatkan penyerapan asupan zat besi
dan memperbaiki system kekebalan tubuh. Sumber vitamin C yang penting berada dalam
b. Betakaroten
Betakaroten merupakan salah satu bentuk pigmen dari karoten (carotenoid). Betakaroten
merupakan salah satu bentuk senyawa karoten sebagai penawar yang kuat untuk oksigen
reaktif (suatu radikal bebas destruktif) (Tim Redaksi Vitahealth, 2004). Hidajat (2005),
menambahkan bahwa betakaroten sebagai antioksidan yang larut dalam lemak yang dapat
menjaga terhadap proses pengrusakan oksidasi dinding sel yang terdiri dari lemak.
c. Vitamin E (Tokoferol)
Vitamin E adalah substansi yang larut dalam lemak merupakan antioksidan utama dalam
semua membrane seluler dan melindungi asam lemak tak jenuh terhadap peristiwa oksidasi
pertumbuhan kanker payudara manusia pada kultur melalui induksi berhentinya sintesis
DNA,
diferensiasi sel, dan apoptosis. Vitamin E berfungsi mencegah penyakit hati, membantu
memperlambat penuaan karena oksidasi, serta mensuplai oksigen ke darah sampai ke seluruh
tubuh.
d. Flavonoid
Senyawa flavonoid adalah suatu kelompok senyawa fenol terbesar yang ditemukan di
alam. Senyawa-senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu, biru, dan sebagian zat
berwarna kuning yang ditemukan pada tumbuhan (Lenny, 2006). Senyawa flavonoid ini
e. Senyawa Fenolik
tumor setelah inisiasi melalui cell cycle arrest (Jenny et al, 2006).
Salah satu bahan kimia yang terkandung dalam pepaya (Carica papaya) adalah vitamin C
dan juga beta karoten. Vitamin C (Asam askorbat) merupakan koenzim atau askorbat pada
berbagai reaksi di dalam tubuh. Salah satu peran utamanya yaitu dalam proses hidroksi lisin
Karotenoid merupakan pigmen warna kuning sampai merah yang terdapat pada berbagai
sayuran dan buah. Karotenoid yang terkandung di dalam papaya berfungsi sebagai
antioksidan. Karotenoid dapat membantu sistem kekebalan tubuh dengan cara melindungi
reseptor sel-sel fagosit/pemakan (sel-sel darah putih yang mampu menelan kuman) dari
meningkatkan pula proliferasi sel-sel T dan B yang berfungsi sebagai sistem kekebalan
seluler, menstimulir fungsi efektor (fungsi membunuh) dari sel-T, meningkatkan kemampuan
sel-sel pembunuh tumor seperti makrofag, dan juga meningkatkan produksi beberapa jenis
menghambat oksidasi lemak. Oksidasi lemak terdiri dari tiga tahap utama yaitu :
a. Inisiasi
Pada tahap inisiasi terjadi pembentukan radikal asam lemak, yaitu suatu senyawa turunan
asam lemak yang bersifat tidak stabil dan sangat reaktif akibat hilangnya satu atom hidrogen.
RH R* + H*
b. Propagasi
Pada tahap ini, radikal asam lemak akan bereaksi dengan oksigen membentuk radikal
peroksi.
R* + O2 ROO*
c. Terminasi
Radikal peroksi hasil dari propagasi lebih lanjut akan menyerang asam lemak
ROO* + RH ROOH + R*
Hidroperoksida yang terbentuk bersifat tidak stabil dan akan terdegradasi lebih lanjut
menghasilkan senyawa-senyawa karbonil rantai pendek seperti aldehida dan keton yang
Menurut Syahruddin (2006), saluran penghantar udara hingga mencapai paru-paru adalah
Udara dari luar akan masuk lewat rongga hidung (cavum nasalis). Rongga hidung
berlapis selaput lendir, di dalamnya terdapat kelenjar minyak (kelenjar sebasea) dan kelenjar
keringat (kelenjar sudorifera). Selaput lendir berfungsi menangkap benda asing yang masuk
lewat saluran pernapasan. Selain itu, terdapat juga rambut pendek dan tebal yang berfungsi
menyaring partikel kotoran yang masuk bersama udara. Di dalam rongga hidung juga
terdapat banyak konka yang mempunyai banyak kapiler darah yang berfungsi
b) Faring (Tekak)
(nasofaring) pada bagian depan dan saluran pencernaan (orofaring) pada bagian
belakang. Pada bagian belakang faring (posterior) terdapat laring (tekak) tempat
terletaknya pita suara (pita vocalis). Masuknya udara melalui faring akan
menyebabkan pita suara bergetar dan terdengar sebagai suara. Makan sambil berbicara dapat
mengakibatkan makanan masuk ke saluran pernapasan karena saluran pernapasan pada saat
tersebut sedang terbuka. Walaupun demikian, saraf kita akan mengatur agar peristiwa
menelan, bernapas, dan berbicara tidak terjadi bersamaan sehingga mengakibatkan gangguan
kesehatan.
c) Tenggorokan (Trakea)
Tenggorokan berupa pipa yang panjangnya ± 10 cm, terletak sebagian di leher dan sebagian
di rongga dada (torak). Dinding tenggorokan tipis dan kaku, dikelilingi oleh cincin tulang
rawan, dan pada bagian dalam rongga bersilia. Siliasilia ini berfungsi menyaring benda-benda
Tenggorokan (trakea) bercabang menjadi dua bagian, yaitu bronkus kanan dan bronkus kiri.
Struktur lapisan mukosa bronkus sama dengan trakea, hanya tulang rawan bronkus bentuknya
tidak teratur dan pada bagian bronkus yang lebih besar cincin tulang rawannya melingkari
lumen dengan sempurna. Bronkus bercabang-cabang lagi menjadi bronkiolus. Bronkus kanan
lebih pendek dan lebih lebar daripada kiri, sedikit lebih tinggi dari arteri pulmonalis dan
mengeluarkan sebuah cabang utama lewat di bawah arteri yang disebut sebagai bronkus lobus
bawah. Brokus kiri lebih panjang dan lebih langsing dari yang kanan dan berjalan di bawah
arteri pulmonalis. Cabang utama brokus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronchus
lobaris dan kemudian menjadi lobus segmentalis. Percabangan ini berjalan terus menjadi
bronchus yang ukurannya semakin kecil, sampai akhirnya menjadi bronkiolus terminalis
yaitu saluran udara terkecil yang tidak mengandung alveoli (kantong udara).
e) Alveolus
Alveolus merupakan kantong udara terminal yang berhubungan erat dengan jaringan kaya
pembuluh darah. Ukurannya bervariasi, tergantung lokasi anatominya. Ada 2 tipe sel epitel
alveolus, yaitu tipe 1 berukuran besar, datar, dan berbentuk skuamosa, dan bertanggung
jawab untuk pertukaran udara. Sedangkan tipe 2 yaitu pneumosit granular, tidak ikut serta
dalam pertukaran udara. Sel tipe 2 inilah yang memproduksi surfaktan, yang melapisi
alveolus dan mencegah kolapnya alveolus. Oleh karena alveolus berselaput tipe dan di situ
banyak bemuara kapiler darah maka memungkinkan terjadinya difusi gas pernafasan dan
g) Paru-Paru
Paru-paru terletak di dalam rongga dada bagian atas, di bagian samping dibatasi oleh otot
dan rusuk dan di bagian bawah dibatasi oleh diafragma yang berotot kuat. Paru-paru ada dua
bagian yaitu paru-paru kanan (pulmo dekster) yang terdiri atas 3 lobus dan paru-paru kiri
(pulmo sinister) yang terdiri atas 2 lobus. Paru-paru dibungkus oleh dua selaput yang tipis,
disebut pleura. Selaput bagian dalam yang langsung menyelaputi paru-paru disebut pleura
dalam (pleura visceralis) dan selaput yang menyelaputi rongga dada yang bersebelahan
dengan tulang rusuk disebut pleura luar (pleura parietalis). Antara selaput luar dan selaput
dalam terdapat rongga berisi cairan pleura yang berfungsi sebagai pelumas paru-paru. Cairan
pleura berasal dari plasma darah yang masuk secara eksudasi. Dinding rongga pleura bersifat
Paru-paru tersusun oleh bronkiolus, alveolus, jaringan elastik, dan pembuluh darah. Paru-
paru berstruktur seperti spon yang elastis dengan daerah permukaan dalam yang sangat lebar
diameter ± 1 mm, dindingnya makin menipis jika dibanding dengan bronkus. Bronkiolus
tidak mempunyai tulang rawan, tetapi rongganya masih mempunyai silia dan di bagian ujung
mempunyai epithelium berbentuk kubus bersilia. Bronkiolus berakhir pada gugus kantung
udara (alveolus).
Alveolus terdapat pada ujung akhir bronkiolus berupa kantong kecil yang salah satu
sisinya terbuka sehingga menyerupai busa atau mirip sarang tawon. Oleh karena alveolus
berselaput tipis dan di situ banyak bermuara kapiler darah maka memungkinkan terjadinya
Menurut Iwan (2007), secara garis besar paru-paru berfungsi sebagai beikut:
1. Mengalirkan oksigen dari udara atmosfer ke darah vena dan mengeluarkan gas
4. Pertukaran gas-gas
abnormal dari sel-sel yang mengalami proliferasi. Sel-sel kanker berasal dari sel-sel yang
terhadap sel-sel normal tubuh. Mereka tidak memberi respon terhadap pengendalian diri
tentang ukuran sel atau tentang laju pertumbuhan proliferasi sel. Bukti yang mulai terkumpul
menunjukkan bahwa kelainankelainan penting dari sel kanker kelihatannya terletak pada
membran sel itu. Kelainan-kelainan pada membran yang penting ini dapat mengakibatkan
penerimaan abnormal terhadap sinyal kontrol atau memberi respon yang abnormal
terhadapnya. Ada juga bukti bahwa peristiwa-peristiwa pada membran sel penting untuk
Radikal bebas merupakan salah satu produk reaksi kimia dalam tubuh berupa atom gugus
yang mempunyai elektron yang tidak berpasangan pada orbit luarnya (Sumonggo, 2007).
Menurut Sri (2006), radikal bebas adalah salah satu produk reaksi kimia dalam tubuh dimana
senyawa kimia ini sangat reaktif dan mengandung unpaired elektron pada orbital luarnya
sehingga sebagian besar radikal bebas ini bersifat tidak stabil. Radikal bebas dapat berfungsi
sebagai pengoksidasi maupun pereduksi, sehingga radikal bebas dapat merusak komponen-
komponen sel tubuh Menurut Sumonggo (2007), secara umum radikal bebas dapat dibagi
menjadi 2 yaitu:
Radikal bebas endogen dihasilkan oleh sejumlah reaksi seluler yang dikatalisis oleh besi
(Fe-2) dan reaksi enzimatik seperti lipooksigenase, peroksidase, NADPH oksidase dan xantin
oksidase (Tuminah, 2000). Oksigen merupakan pereaksi radikal yang bebas dan selektif.
Melalui enzim dalam tubuh oksigen dapat berubah menjadi Reactive Oxigen Species (ROS).
Peristiwa ini berlangsung saat proses sintesa energi oleh mitokondria atau proses
detoksifikasi yang melibatkan enzim sitokrom P-450 di hati. ROS endogen diantaranya :
a) Superoksid (O2)
Superoksid (O2) merupakan spesi hasil penambahan satu electron pada O2. Secara
normal radikal bebas diproduksi di dalam tubuh memalui proses enzimatik maupun non-
reaksi xantin oksidase pada pembentukan urat, autooksidasi katekolamin yang merupakan
Hidrogen peroksida bukan suatu radikal bebas, tetapi dapat mengawali terbentuknya
Produksinya meningkat jika konsentrasi O2 juga meningkat. Keunikan hidrogen peroksida ini
adalah mampu menembus membran sel sehingga apabila sistem proteksi di luar sel sedikit
atau menurun maka dengan adanya transition metal (Fe 2+) akan terbentuk radikal hidroksil
(OH*).
Radikal Hidroksil adalah spesi yang sangat reaktif dan hampir semua molekul di dalam
Radikal bebas juga dapat berasal dari luar tubuh seperti berbagai polutan lingkungan yaitu
emisi kendaraan bermotor dan industri, asbes, asap rokok, radiasi ionisasi, infeksi bakteri,
jamur dan virus, serta paparan zat kimia (termasuk obat) yang bersifat mengoksidasi
(Sumonggo, 2007).
2.2. Efek Radikal Bebas pada Sistem Biologis
Dalam sistem biologis, radikal bebas akan dengan mudah menyerang dan merusak
berbagai makromolekul organik seperti protein, karbohidrat, lemak, dan nukleotida sehingga
dapat terjadi kelainan metabolik maupun seluler apabila mekanisme protektif terhadap radikal
Menurut Muhilal (1991) kerusakan yang dapat ditimbulkan oleh serangan radikal bebas
antara lain:
a. Membran sel
Komponen utama penyusun membran adalah berupa asam lemak tak jenuh yang
merupakan bagian dari fospolipid dan juga protein. Perusakan bagian dalam pembuluh darah
akan mempermudah pengendapan berbagai zat pada bagian yang rusak tersebut, termasuk
kolesterol sehingga timbul penyakit atherosclerosis. Serangan radikal hidroksil pada asam
lemak tak jenuh dimulai dengan interaksi oksigen pada rangkaian karbon pada posisi tak
jenuh sehingga terbentuk lipid hidroperoksida yang selanjutnya merusak bagian sel di mana
b.Kerusakan protein
Kerusakan protein akan mengakibatkan kerusakan jaringan tempat protein itu berada,
sebagai contoh kerusakan protein pada lensa mata mengakibatkan terjadinya katarak.
c. Kerusakan DNA
Radikal bebas hanya salah satu dari banyak faktor yang menyebabkan kerusakan DNA.
Penyebab lain misalnya virus, radiasi dan zat kimia karsinogen. Sebagai akibat kerusakan
DNA ini dapat timbul penyakit kanker. Kerusakan dapat berupa kerusakan awal, fase transisi,
dan permanent.
d.Peroksida lipida
Lipida dianggap molekul yang paling sensitif terhadap serangan radikal bebas sehingga
terbentuk lipid peroksida. Terbentuknya lipid peroksida yang selanjutnya dapat menyebabkan
kerusakan lain dianggap salah satu penyebab pula terjadinya berbagai penyakit degeneratif.
Autoimun adalah terbentuknya antibodi terhadap suatu sel tubuh biasa. Pada keadaan
normal antibody hanya terbentuk bila ada antigen yang masuk dalam tubuh. Adanya antibody
untuk sel tubuh biasa dapat merusak jaringan tubuh dan sangat berbahaya.
f. Proses ketuaan
Radikal bebas dapat dipunahkan dengan antioksidan tetapi tidak pernah mencapai 100%,
sehingga secara pelan dan pasti terjadi kerusakan jaringan oleh radikal bebas yang tidak
terpunahkan. Radikal bebas memang berbahaya tetapi radikal bebas sendiri mempunyai efek
yang berguna dalam sistem biologis salah satu diantaranya seperti radikal bebas yang
diproduksi leukosit dan makrofag dalam menghadapi zat-zat patogen. Radikal bebas berperan
jantung koroner dan stroke (Green Media, 2008). Mekanisme terjadinya penyakit degeneratif
sangat berhubungan sekali dengan adanya radikal bebas yang diakibatkan oleh keadaan stress
Menurut Sukandar (2006) keadaan stress oksidatif membawa pada kerusakan oksidatif
mulai dari tingkat sel, jaringan, hingga organ tubuh yang dapat memicu adanya penyakit
degeneratif. Berbagai penyakit yang telah diteliti dan diduga kuat berkaitan dengan aktifitas
radikal bebas diantaranya asma dan ARDS (paru-paru), coronary thrombosis (jantung), solar
Karbon tetraclorida adalah produk hasil karbon disulfida atau reaksi dari disulfida dengan
sulfur monoklorida (Winaya, 2005). Karbon tetraclorida tidak dapat larut dalam air namun
dapat larut dalam alkohol, kloroform, ether, dan minyak volatil. Karbon tetraclorida cair
berwarna jernih dan mudah menguap sehingga jarang ditemukan dalam bentuk cair. Sebagian
besar CCl4 di lingkungan dapat ditemukan dalam bentuk gas, hanya sedikit yang terlarut
dalam air. Sifatnya stabil, meskipun dapat diuraikan oleh reaksi kimia untuk mencapai kadar
separuhnya. Pada rentang tahun 1980-1990 diperkirakan kadar CCl4 di atmosfer mencapai
0,5-1 mg/m3. Karbon tetraclorida menyebabkan kerusakan lapisan ozon dan pemanasan
dan bahan profelan untuk kaleng aerosol. Karbon tetraclorida juga digunakan sebagai bahan
pembersih untuk keperluan rumah tangga dan sebagai pemadam api karena sifatnya yang
tidak mudah terbakar. Saat ini, karbon tetraclorida masih banyak digunakan sebagai pestisida
Mekanisme toksisitas karbon tetraclorida sebagai sumber radikal bebas berawal dari
hemolytic cleavage ikatan C-Cl oleh sitokrom P-450 yang menghasilkan radikal bebas
P-450 system
menyediakan energi cukup untuk menyebabkan hemolytic fission pada ikatan kovalen
bebas yaitu : UV
Radikal trichlorometil kemudian menyerang asam lemak enoic pada membran RE,
menyebabkan terbentuknya radikal bebas yang kedua dalam asam lemak. Asam lemak
tersebut kemudian diserang oleh O2 dan terjadilah peroksidasi lemak yang merusak membran
Beberapa informasi telah menyebutkan bahwa pengaruh dari karbon tetraklorida pada
kesehatan dapat menyebabkan kerusakan hati, ginjal, system syaraf dan penyakit lainnya
(ECO-USA, 2006). Dalam lingkungan kehidupan, manusia dan hewan terinduksi karbon
tetraclorida terutama melalui udara. Rata-rata saat ini seluruh populasi terinduksi karbon
tetraclorida dengan dosis 0,10-0,27 mg/kg BB (WHO, 2002). Dosis yang lebih tinggi dapat
terjadi pada industri yang menggunakan bahan baku karbon tetraclorida. Karbon tetraclorida
dapat diabsorbsi melalui saluran pernafasan dan pencernaan pada manusia dan binatang.
Karbon tetraclorida terdistribusi keseluruh tubuh dengan konsentrasi tertinggi di hepar, otak,
menyebabkan Adult Respiratory Distress Syndrome (ADRS) yaitu merupakan keadaan darurat
medis yang dipicu oleh berbagai proses akut yang berhubungan langsung ataupun tidak
langsung dengan kerusakan paru-paru. Selain itu, efek dari CCl4 pada kesehatan paru-paru
dapat menyebabkan kanker paru-paru. Kanker adalah suatu neoplasma ganas yang berasal
dari sel. Neoplasma adalah masa abnormal dari sel-sel yang mengalami proliferasi. Sel-sel
kanker berasal dari sel-sel yang sebelumnya normal. Menurut analisa terakhir, sifat-sifat sel
kanker adalah “antisocial” terhadap sel-sel normal tubuh. Mereka tidak memberi respon
terhadap pengendalian diri tentang ukuran sel atau tentang laju pertumbuhan proliferasi sel.
BAB III
METODE PENELITIAN
Lengkap (RAL) dalam 5 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan yang digunakan adalah kontrol
positif (mencit yang diinhalasi CCl4 dengan LC 50% dalam waktu sehari 2 jam dengan
ketentuan (1 jam, istirahat 15 menit, lalu 1 jam lagi) selama 2 minggu), kontrol negatif
(mencit tanpa diinhalasi CCl4 dan tanpa pemberian buah pepaya), dan kelompok mencit yang
diinhalasi CCl4 dengan LC 50% dalam waktu sehari 2 jam dengan ketentuan (1 jam, istirahat
15 menit, lalu 1 jam lagi) selama 2 minggu, kemudian diberi buah pepaya selama satu bulan
dengan 3 dosis berbeda yaitu dosis 1 sebesar 0,13 g/hari/mencit, dosis 2 sebesar 0,26
a. Variabel bebas: Pemberian buah papaya dengan tiga dosis yang berbeda:
Penelitian ini menggunakan hewan coba mencit (Mus musculus) dari strain Balb/c dengan
a. Hewan coba yang digunakan adalah Mus musculus dari strain Balb/c
Sebelum diberi perlakuan, mencit terlebih dahulu diaklimatisasi selama 4 hari (Winaya
et,al, 2005). Mencit diaklimatisasi dalam kandang berupa bak plastik berukuran 29 (p) x 11
(l) x 12 (t) cm3, ditutup dan diberi alas serbuk gergaji. Ruangan percobaan bersuhu 27oC
(Budi, 2006). Mencit diberi makan pellet dan diberi air minum dari PDAM.
1. Kelompok kontrol positif: mencit yang diinhalasi dengan CCl4 dengan LC 50%
dalam waktu sehari 2 jam dengan ketentuan (1 jam, istirahat 15 menit, lalu 1 jam lagi)
2. Kelompok kontrol negatif: mencit tanpa diinhalasi CCl4 dengan LC 50% dan juga
3. Kelompok I: mencit diinhalasi CCl4 dengan LC 50% dalam waktu sehari 2 jam
dengan ketentuan (1 jam, istirahat 15 menit, lalu 1 jam lagi) selama 2 minggu, dan
diberi buah pepaya dengan dosis 1 sebesar 0,13 g/hari/mencit selama satu bulan.
4. Kelompok 2: mencit diinhalasi CCl4 dengan LC 50% dalam waktu sehari 2 jam
dengan ketentuan (1 jam, istirahat 15 menit, lalu 1 jam lagi) selama 2 minggu, dan
diberi buah pepaya dengan dosis 2 sebesar 0,26 g/hari/mencit selama satu bulan.
5. Kelompok 3: mencit diinhalasi CCl4 dengan LC 50% dalam waktu sehari 2 jam
dengan ketentuan (1 jam, istirahat 15 menit, lalu 1 jam lagi) selama 2 minggu, dan
diberi buah pepaya dengan dosis 3 sebesar 0,52 g/hari/mencit selama satu bulan.
sebesar 100 gram/hari. Untuk mengetahui penghitungan dosis dari buah pepaya maka
didapatkan dengan cara mengkonversikan dosis manusia ke dosis mencit. Sesuai dengan
Kusumowati (2004) dalam Nailil (2007), factor konversi dari manusia ke mencit dengan
berat badan untuk manusia 70 kg dan berat badan mencit 20 g adalah sebesar 0,0026. Jadi
100 g x 0,0026 = 0,26 g. Pada penelitian ini menggunakan tiga dosis dengan menaikkan dosis
efektif dan juga menurunkan dosis efektif menggunakan deret hitung, maka diperoleh tiga
dosis yaitu :
diinhalasi CCl4 dengan LC 50% dalam waktu sehari 2 jam dengan ketentuan (1 jam, istirahat
15 menit, lalu 1 jam lagi) selama 2 minggu. Pada waktu penelitian ini, dalam waktu sehari 2
jam dengan ketentuan (1 jam, istirahat 15 menit, lalu 1 jam lagi) selama 2 minggu tersebut
sudah dapat menyebabkan perubahan anatomi pada alveolus mencit yang ditandai dengan
adanya proliferasi sel dan juga adanya perluasan proliferasi sel alveolus paru-paru mencit
tersebut. Sehingga waktu ini sudah dapat dijadikan sebagai pertanda adanya tingkat
kerusakan pada alveolus paru-paru mencit yang pada akhirnya nanti dapat menyebabkan
Pada waktu penelitian, perlakuan inhalasi pada mencit dilakukan sebagai berikut:
1. Kotak ruang untuk inhalasi dibersihkan dahulu lalu ditutup dengan penutup dari kayu.
2. Karbon tetrachlorida (CCl4) dengan LC 50% sebesar 3 ml (sesuai dengan penelitian
3. Kapas dicelupkan dalam beker gelas yang telah berisi (CCl4) dengan LC 50% sebesar
3 ml.
4. Kapas yang sudah tercelup dengan (CCl4) dengan LC 50% sebesar 3 ml tersebut
7. Setelah mencit istirahat 15 menit, lalu mencit dimasukkan lagi dalam ruang inhalasi
selama 1 jam.
8. Setelah 1 jam mencit dimasukkan dalam ruang inhalasi lalu mencit diangkat.
9. Setelah akhir perlakuan, mencit dimasukkan kembali dalam kandang dan diberi pakan
10. Kegiatan 2-8 diulang lagi sampai mencit perlakuan semua selesai
analitik sebanyak 0,13 g (dosis 1), 0,26 g (dosis 2), dan 0,52 g (dosis 3). Setelah buah pepaya
tersebut ditimbang dengan timbangan analitik, kemudian buah pepaya tersebut diberikan
kepada masing-masing kelompok mencit yaitu kelompok I, II, dan III setiap hari selama 1
c) Pembedahan Mencit
Pada akhir perlakuan, semua mencit dibius dengan kloroform 90%. Kemudian dilakukan
pembedahan dan diambil sample paru-paru mencit tersebut. Sampel paru-paru mencit
tersebut kemudian disimpan pada botol yang telah diisi formalin 10%. Paru-paru yang
diawetkan dalam formalin 10% tersebut diambil dan selanjutnya dibuat preparat histologi
Setelah semua mecit dibedah dan diambil paru-parunya, kemudian dilakukan pembuatan
6). Dari hasil preparat histologi tersebut, selanjutnya diamati tentang proliferasi alveolus dan
Data hasil pengamatan tingkat kerusakan alveolus mencit yang ditandai dengan adanya
proliferasi alveolus dan juga perluasan proliferasi alveolus mencit untuk tiap kelompok
4.1 Pengaruh Pemberian Buah Pepaya terhadap Proliferasi Alveolus Paru-Paru Mencit
Pemberian buah pepaya pada dosis 3(0,52 gram); 2(0,26 gram); dan 1(0,13 gram)
menunjukkan notasi yang sama atau tidak berbeda nyata pada tiap perlakuan, tetapi ke-3
perlakuan dosis tersebut berbeda nyata dengan perlakuan kontrol (+). Pengaruh pemberian
buah pepaya tertinggi terhadap proliferasi alveolus paru-paru ditemukan pada kontrol (+).
Adanya pengaruh pemberian buah pepaya terhadap proliferasi alveolus paru-paru mencit,
diduga karena adanya kandungan Vitamin C dan juga beta karoten yang cukup tinggi yang
berperan sebagai antioksidan eksogen atau antioksidan alami dalam menghambat proliferasi
alveolus paru-paru mencit (Sasmito, 2006). Menurut Lenny (2006) kandungan Vitamin C dan
sitotoksik, sehingga proliferasi dari pertumbuhan sel yang tidak normal dari sebagian sel-sel
jaringan tubuh dapat berhenti. Hal ini sejalan dengan pendapat Meiyanto dan Septisetyani,
(2005) yang menyatakan bahwa Vitamin C mampu menghambat aktivasi proliferasi sel
karsinogen (carcigonic), sedangkan dalam penelitian lainnya yang dilakukan oleh Indra
(2006) menunjukkan bahwa beta-karotin bisa berubah bentuknya di dalam tubuh menjadi
asam retinoic, sejenis zat yang sering digunakan untuk mengobati jenis-jenis penyakit kanker
tertentu.
Karbon tetrachlorida (CCl4) masuk dalam tubuh melalui respirasi inhalasi kemudian
masuk dalam paru-paru menuju alveolus. Alveolus terdapat pada ujung akhir bronkiolus
berupa kantong kecil yang banyak mengandung kapiler darah sehingga memungkinkan
terjadinya difusi gas pernafasan. Di dalam alveolus, (CCl4) sebagai radikal bebas berefek
dalam mengoksidasi lipid sehingga terbentuk lipid peroksida pada membran alveolus yang
Kerusakan DNA ini merupakan proses oksidasi yang dapat menyebabkan terjadinya
kanker. Sel yang berisi DNA menjadi rusak dan membelah sebelum DNA-nya sempat
diperbaiki sehingga akan menyebabkan perubahan genetik yang merupakan langkah pertama
pada karsinogenesis yang ditandai dengan adanya proliferasi sel (Tuminah, 1999). Hal ini
sejalan dengan pendapat Tirta (2008), yang menyatakan bahwa pada kasus kanker apoptosis
(kematian sel) menurun sangat drastis bahkan sel kanker bersifat immortal. Immortalitas
kanker disebabkan oleh hilangnya mekanisme DNA repair dalam sel, sehingga dengan tidak
adanya kemampuan koreksi DNA sebelum sel tersebut membelah, sel menganggap dirinya
layak untuk direplikasi. Checkpoint sudah tidak ada artinya lagi di sini, akibatnya walaupun
sel membawa abnormalitas di dalamnya akan melewati fase-fase dalam siklus sel secara
transformasi akan terjadi tidak terkendali hingga sel kanker berhasil membentuk klonal
(kelompok) dan sebagian dari klonal tersebut ada yang lepas dari induknya kemudian mampu
untuk bermigrasi ke jaringan normal di sekitarnya dan yang lebih jauh (metastasis) lalu
4.2 Pengaruh Pemberian Buah Pepaya terhadap Perluasan Proliferasi Alveolus Paru-
Paru Mencit.
Perlakuan dosis 3 (0,52 gram), dosis 2 (0,26 gram); dan dosis 1 (0,13 gram) mempunyai
pengaruh yang sama terhadap perluasan proliferasi alveolus paru-paru mencit tetapi berbeda
nyata dengan perlakuan kontrol (+) dan kontrol (-). Adanya pengaruh pemberian buah pepaya
terhadap perluasan proliferasi alveolus paru-paru mencit, diduga karena adanya kandungan
Vitamin C dan juga beta karoten pada buah papaya sebagai antioksidan (Sasmito, 2006).
macam yaitu amitosis, mitosis, dan meiosis. Mitosis adalah pembelahan duplikasi dimana sel
memproduksi dirinya sendiri dengan jumlah kromosom sel anak sama dengan jumlah
kromosom sel induk. Fase pembelahan mitosis dinamakan fase M meliputi 4 tahap
pembelahan yaitu profase, metafase, anafase, dan telofase. Mitosis mempunyai fungsi antara
lain; menjaga agar factor genetik tetap, mengganti sel yang rusak, serta reproduksi dan
Reproduksi dan pertumbuhan sel yang tidak normal dapat terjadi karena adanya efek
radikal bebas misalnya karbon tetrachlorida (CCl4) yang menyerang membran sel yang berisi
DNA sehingga terjadi kerusakan DNA. CCl4 tersebut merusak susunan DNA normal dan
mematikan mekanisme perbaikan DNA. Mekanisme yang dimiliki DNA tersebut adalah
mekanisme DNA repair (perbaikan DNA) yang terjadi pada fase tertentu dalam siklus sel
Sel yang berisi DNA yang telah rusak mengakibatkan sel menjadi abnormal dalam
pembelahannya (proliferasi) (Tuminah, 1999). Proliferasi sel yang semakin banyak akan
pembelahan sel yang berisi DNA secara terus menerus dan cepat tetapi DNA repair tidak
sanggup lagi untuk memperbaiki kerusakan DNA tersebut sehingga sel tumbuh semakin
dibanding dengan satu jenis antioksidan saja. Sebagai contoh vitamin C (asam askorbat)
dengan betakaroten yang merupakan senyawa untuk mencegah reaksi oksidasi lemak. Terkait
dengan fungsi vitamin C pada buah pepaya, Sri (2006) menjelaskan bahwa salah satu fungsi
vitamin C pada paru-paru adalah membantu mencegah kerusakan jaringan dan DNA, serta
sebagai stimulator enzim penghancur proliferasi sel karsinogen (zat penyebab kanker)
sehingga perluasan prolifeasi sel dapat dihambat. Enzim yang dimaksud adalah enzim
katalase. Enzim katalase salah satunya berada pada pulmonary ephitelium tipe II (Mukono,
2005). Enzim ini bekerja bersama-sama dengan aktivitas enzim SOD yang berperan dalam
mengkatalisa H2O2 dalam tubuh menjadi oksigen dan air, sehingga konsentrasi oksigen akhir
stabil dan tidak berubah menjadi prooksidan. Perluasan proliferasi sel akan terhambat dengan
adanya mekanisme kerja dari vitamin C dan betakaroten sebagai stimulator enzim
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian buah pepaya dapat menghambat
perluasan proliferasi alveolus mencit pada penelitian ini, tergolong efektif. Hal ini
menunjukkan bahwa pemberian buah pepaya mampu menghambat perluasan proliferasi
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Pemberian buah pepaya (Carica papaya L) dapat menghambat proliferasi serta perluasan
proliferasi alveolus paru-paru mencit (Mus musculus) yang diinhalasi dengan CCl4
(Carbon Tetraclorida)
2. Dosis pemberian buah pepaya (Carica papaya L) yang paling baik yaitu pada dosis III
Tetraclorida)
DAFTAR PUSTAKA
1. Al-Qardhawi, Yusuf. 1999. As-Sunnah sebagai sumber IPTEK dan Peradaban. Jakarta:
Pustaka Al-Kaustar
Erlangga
5. Destipande et al. 1996. Nutritional and Health Aspect of Food Antioxidan., In : Madhavi
ECOUSA,2006.CarbonTetrachlorida.http://www.damandiri.or.id/detail.php?568. Diakses
13 Desember 2011
6. Favier, A.E. Cader, j., Kalyanawarman, B., Fontcave,M and Pierre,J.L.1995. Analysis of
8. Halliwell B., Gutteridge JMC. 1999. Free Radicals in Biology and Medicine 3 rd Edition.
9. Harliansyah, 2001. Mengunyah Halia Menyah Penyakit. Dalam: Paksi Jurnal Indonesia
10. Hidajat, Boerhat. 2005. Penggunaan Antioksidan Pada Anak (The Use of Antioksidant in
Childrent). Dalam: Naskah Lengkap Continuing Education Ilmu Kesehatan Anak XXXV
Kapita Selekta Ilmu Kesehatan Anak IV Surabaya: FK UNAIR Dr. Soetomo Indra. 2006.
11. Jenie, Riris Istighfari. 2006. Efek Antiangiogenik Ekstrak Etanolik Daun Sambung Nyawa
(Gynura procumbens) Pada Membran Korio Alantois (CAM) Embrio Ayam. Dalam:
Majalah Farmasi Indonesia, 17(1), 50-55. Yogyakarta: Farmasi Universitas Gadjah Mada.
12. Kimball, John W. 1994. Biologi Jilid I. Jakarta: Erlangga Koeman, J.H. 1987. Pengantar
Sovia. 2006. Senyawa Flavonoida, Feniproponoida dan Alkaloida. Dalam: Karya Ilmiah.
Medan: Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Sumatera Utara.
14. Lokapirnasari, Widya. 2001. Prospek Pemanfaatna Daun Pepaya Untuk Meningkatkan
Produksi Telur, Warna Kuning Telur dan Konsumsi Pakan Pada Ayam Buras. Dalam:
Jurnal Penelitian Medika Eksakta Vol.2 No.1 Surabaya: Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Airlangga.
15. Magdalena, Maria. 2002. Pengaruh Pemberian Ekstrak Meniran (Phyllanthus niruri Linn)
Terhadap Petanda Kerusakan Hepatoseluler Tikus Strain Wistar Yang Diinduksi Dengan
12-13.
Warna.http://www.kompas.com/kompascetak/0307/21/inspirasi/439339.htm.Tanggal
17. Mun’im, Abdul.dkk. 2006. Uji Hambatan Tumorigenesis Sari Buah Merah (Pandanus
18. Kefarmasian, Vol III, No. 3.Meiyanto, Edi. 2005. Efek Antiproliferatif dan Apoptosis
Fraksi Fenolik Ekstrak Etanolik Daun Gynura procumbens Terhadap Sel Hela. Dalam:
19. Muhillal. 1991. Teori Radikal Bebas Dalam Gizi dan Kedokteran. Dalam: Jurnal Cermin
Dunia Kedokteran No. 73. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi Departemen
Terhadap Pertumbuhan in vivo Tumore Kelenjar Susu Mencit Tinjauan Khusus Aktivitas
Putra, Effendi. 2003. Keracunan Bahan Organik dan Gas di Lingkungan Kerja dan
21. PedulliG.F., Lucarini M., Pedrelli P. 1997. Bond Dissociantion Energies of Phenolic and
Amine Antioxidants. Dalam Minisci F (Ed). Free Radical in Biological and Enviroment.
22. Rahmawati, Yulia. 2003. Efek Pemberian Dekok Meniran Terhadap Glomerolus Ginjal
Tikus Strain Wistar Di Induksi CCl4. Skripsi Tidak Dipublikasikan. Malang: FKUB
Injury Mediated Free Radical and Other Reactive Oxigen Metabolite.In : The American
24. Robinson, T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi Edisi 6. Dalam T.Sutrisno
(Ed). Bandung : Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. ITB Hal : 191-202.
25. Santoso, Heri. 2006. Doksisiklin Selama Masa Organogenesis Pada Struktur Histologi
Organ Hati dan Ginjal Fetus Mencit. Dalam: Jurnal Penelitian Biosciaence Vol.3 No. 1
Hal. 15-27. Kalimantan Selatan: Program Studi Biologi Universitas Lambung Mangkurat
26. Sastrosupadi, Adji. 2000. Rancangan Percobaan Praktis Bidang Pertanian. Yoyakarta:
Kanisius Syahruddin, Elisna. 2006. Kanker Paru. Unrestricted Educational Grant from
28. Sumonggo, Iha. 2007. Mengenal dan Menangkal Radikal Bebas. Madiun: Blog SMK 3
29. Susanto, Hadi. 2008. Vitamin E, Panjang Umur dan Pencegah Penyakit. http://www,
30. Sukandar,Enday. 2006. Stres Oksidatif Sebagai Faktor Risiko Penyakit Kardiovaskular
31. Sri Kumalaningsih. 2006. Antioksidan Alami. Surabaya: Trubus Agrisarana Tim Redaksi
Vita Health, 2004. Seluk Beluk Food Supplement. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Umum
33. Tuminah, Sulistyowati. 1999. Pencegahan Kanker dengan Antioksidan. Dalam: Jurnal
Cermin Dunia Kedokteran No. 122. Jakarta: Pusat Penelitian Penyakit Tidak Menular dan
34. Wicaksono. Pengaruh Pemberian Dekok Meniran Terhadap Kadar Gluthation Hepar
Tikus (Strain Wistar) yang Diinduksi CCl4. Malang: Fakultas Kedokteran Universitas
Brawijaya.
35. Winaya, Ida Bagus. 2005. Perubahan Morfologi Hati dan Ginjal yang Di Induksi Carbon
Universitas Udayana.
36. WHO. 2002. Carbon Tetrachloride Health and Safety Guide.
10 Desember 2011.