Anda di halaman 1dari 2

Makhluk hidup secara konstan menerima informasi dari, dan berhubungan dengan, lingkungan

sekitarnya. Komunikasi ini dilakukan melalui indera penciuman, perasa, sentuhan, penglihatan dan
pendengaran. Komunikasi dengan individu lain berlangsung dengan menggunakan indera penglihatan
(melakukan kontak mata atau menilai bahasa tubuh) dan suara.

Suara menjadi sarana komunikasi yang penting. Selain sebagai media komunikasi, suara juga dapat
dimanfaatkan sebagai suatu ciri karakter. Suara yang dikeluarkan oleh hewan satu dengan yang lainnya
berbeda, dan anatomi tubuh hewan turut memengaruhi suara yang dikeluarkannya. Spesies hewan
tertentu dapat mengeluarkan suara dengan karakter tertentu pula sehingga hal tersebut dapat dijadikan
salah satu identitasnya. Oleh karena itu, suara dapat pula digunakan sebagai suatu cara identifikasi jenis
spesies (Macaulay Library, 2001).

Hasil pengamatan tentang jenis suara yang dikeluarkan oleh suatu spesies terkait aktivitas tertentu yang
sedang dilakukan spesies teramati tersebut dapat digunakan untuk mengidentifikasi perilaku dan pola
hidup suatu hewan. Aktivitas hewan terkait perilaku tertentu ketika bersuara merupakan suatu
mekanisme yang kompleks dari berbagai aspek seperti neurofisiologis, ekologis dan sosial hewan
tersebut, sehingga data suara dapat digunakan sebagai salah satu acuan dalam memelajari kehidupan
hewan. Hewan, sebagai contoh katak, menggunakan suara sebagai sarana untuk menarik perhatian
pasangan, mengusir saingan, mempertahankan wilayah, dan memperingatkan individu lain mengenai
keberadaan predator. Setiap fungsi komunikasi membutuhkan pertukaran berbagai jenis informasi,
menghasilkan banyak jenis suara dengan sifat fisik yang beragam. Identifikasi dan analisis suara juga
dapat digunakan untuk mengetahui kemampuan belajar hewan. Cabang ilmu yang mempelajari
mengenai suara pada makhluk hidup serta analisisnya dikenal dengan bioakustik (Klinck, 2010).

Amfibi melakukan croak atau bersuara karena memiliki berbagai alasan seperti untuk mengelabui musuh
dan berkomunikasi antar sesama jenisnya (Zainudin dkk. 2011). Suara amfibi berasal dari saccus vocalis
yang terisi oleh udara sehingga membentuk seperti gelembung, kemudian udara tersebut ditekan
sehingga kempis seperti semula yang akan menimbulkan getaran pada kerongkongan berupa suara
(Zainudin dkk. 2011).

Kodok dan katak kawin pada waktu-waktu tertentu, misalnya pada saat bulan mati atau pada ketika
menjelang hujan. Pada saat itu kodok-kodok jantan akan berbunyi-bunyi untuk memanggil betinanya,
dari tepian atau tengah perairan. Beberapa jenisnya, seperti kodok tegalan (Fejervarya limnocharis) dan
kintel lekat alias belentung (Kaloula baleata), kerap membentuk ‘grup nyanyi’, di mana beberapa hewan
jantan berkumpul berdekatan dan berbunyi bersahut-sahutan. Suara keras kodok dihasilkan oleh
kantung suara yang terletak di sekitar lehernya, yang akan menggembung besar manakala digunakan.

Ketersediaan makanan kodok di lingkungan merupakan salah satu sumber daya yang dibutuhkan oleh
kodok. Makanan yang digunakan oleh kodok sebagai sumber energi bagi aktivitas hidupnya (Effendi,
1979). Untuk mendapatkan pertumbuhan yang optimal kodok memerlukan sejumlah makanan yang
baik. Kodok akan memakan segala sesuatu yang hidup dan bergerak serta bentuknya tidak lebih besar
dari tubuhnya (Anonim, 1989). Makanan yang tidak hidup atau tanpa gerakan sering tidak disentuh.
Makanan bagi kodok selain akan membuat pertumbuhan kodok menjadi pesat, juga secara langsung
atau tidak langsung membantu proses reproduksi. Menurut Susanto (1998), makanan amfibia terutama
adalah serangga. Serangga sering dimakan oleh kodok di habitat aslinya, karena kodok menyukai
makanan hidup yang bergerak. Serangga ini pada umumnya aktivitasnya pada malam hari (nocturnal).
Sebagai makanan alami kodok, kehadiran serangga sangat dinantikan oleh kawanan kodok yang sedang
mencari mangsa.

Anda mungkin juga menyukai