Anda di halaman 1dari 3

Program Penanggulangan Sampah di Indonesia: Efektifkah?

Dari data riset Kementerian Kesehatan diketahui hanya 20 persen dari total
masyarakat Indonesia peduli terhadap kebersihan dan kesehatan. Ini berarti, dari 262
juta jiwa di Indonesia, hanya sekitar 52 juta orang yang memiliki kepedulian terhadap
kebersihan lingkungan sekitar dan dampaknya terhadap kesehatan. Hal ini bahkan
dapat dilihat di dalam kebiasaan sehari-hari serta pola sanitasi masyarakat
Indonesia. Misalnya, masih banyak masyarakat Indonesia yang tidak menggunakan
tempat sampah dengan sesuai dengan perannya.
Permasalahan mengenai sampah merupakan hal yang sangat membutuhkan
perhatian serius dari berbagai pihak dan warga sekitar. Karena untuk saat ini sampah
masih menjadi persoalan yang mendapati kegagalan dalam hal penanganannya.
Padahal jika dilihat dari dampak yang pasti terjadi dalam masyarakat jika
penanggulangan sampah tidak ditangani dengan baik akan berimbas pada
menurunnya kualitas kehidupan, keindahan lingkungan, potensi terjadi banjir akan
lebih besar karena tidak menutup kemungkinan sampah area tersebut akan
menghalangi arus air sehingga terjadi bencana alam seperti banjir dan menurunnya
kualitas kesehatan warga masyarakat yang tinggal di sekitar area polusi sampah. Jika
hal ini terus berlangsung dalam jangka panjang maka dapat mempengaruhi arus
investor daerah, daya jual dan daya tarik daerah tersebut akan menurun drastis.
Bahkan menurut ahli kesehatan, polusi sampah mengakibatkan dampak buruk
terhadap kesehatan. Hal ini mengakibatkan berbagai macam penyakit bisa
ditimbulkan di area polusi sampah tersebut seperti terindeksi saluran pencernaan,
tifus, disentri, dan lain-lain. Faktor pembawa penyakit tersebut adalah lalat dan
berkembangnya nyamuk-nyamuk yang menginfeksi manusia dikarenakan sampah
yang menggunung.
Apalagi jika ada sampah -sampah plastik yang tidak bisa diuraikan oleh tanah,
akan mengakibatkan menumpuknya sampah dan limbah. Dampaknya saat musim
hujan tiba, tanah tidak bisa menyerap air dengan baik dan akhirnya terjadilah
pengikisan tanah yang tidak sanggup menahan tekanan air dan lalu menguap mencaari
daratan dan akhirnya akan menyebabkan banjir. Begitupun dampak dari sampah yang
langsung dibakar, bagaimanapun juga sampah yang akan dibakar dipekarangan rumah
memang lebih praktis, tetapi terbayangkah anda dalam jangka waktu panjang cara
seprti ini akan merugikan indiviu berbagai pihak bahkan individu yang tidak
bersalahpun akan terkena imbasnya karena lingkungan yang telah tercemar oleh
polusi yang dihasilkan oleh pembakaran sampah tersebut. Orang yang seharusnya
hidup sehat menjadi sakit dikunjungi berbagai penyakit diantaranya gangguan pada
pernafasan.
Atas permasalahan serius yang terjadi dan sampai saat ini masih terjadi, bukan
berarti pemerintah tidak melakukan tindakan untuk menyelesaikan masalah ini. Telah
banyak upaya yang telah dilakukan pemerintah untuk menangani hal ini, yang
diwujudkan dalam bentuk program kerja. Salah satunya pemerintah menerapkan Hari
Peduli Sampah Nasional diperingati setiap 21 Februari 2005, sebagai peringatan atas
musibah longsornya tempat pembuangan akhir (TPA) Sampah di Leuwigajah,
Cimahi, Jawa Barat, yang menewaskan 157 orang. Menurut Wakil Presiden Jusuf
Kalla, musibah yang terjadi 12 tahun lalu itu harus menjadi pelajaran daerah untuk
mengelola sampah dengan baik. Tidak dapat dilepaskan dari perkembangan manusia.
Semakin maju manusia, sampah yang dihasilkan semakin banyak dan beragam.
Kemajuan industri juga menambah kecepatan volume sampah yang dihasilkan.
Berbagai upaya harus dilakukan untuk mengelola sampah agar tidak menjadi bencana
yang merugikan masyarakat. Di Indonesia telah ada Undang-undang (UU) Nomor 18
tahun 2008 tentang Pengolahan Sampah, Peraturan Pemerintah (PP) 81 Tahun 2012
tentang Sampah Rumah Tangga, Instruksi Presiden hingga Peraturan Menteri tentang
Sampah.
Tidak hanya itu, ada satu program yang sedang dilaksanakan dalam hal
menanggulangi penyebaran sampah plastik. Program penanggulangan sampah plastik
ini dilaksanakan dengan mengenakan biaya bagi konsumen yang membutuhkan
kantong plastik saat berbelanja di ritel modern. Adapun besaran biaya yang dikenakan
untuk kantong plastik per lembarnya diserahkan kepada masing-masing peritel.
Namun yang pasti besaran biaya itu lebih tinggi dari biaya yang pernah diterapkan
pada 2016 lalu atau minimal Rp200 per lembar.
Dengan banyaknya program kerja yang dicanangkan pemerintah untuk
menanggulangi masalah sampah di Indonesia, pertanyaan yang harus dianalisa
selanjutnya adalah, dengan banyaknya program pemerintah untuk menangani hal
tersebut, apakah sudah cukup untuk mengurangi membludaknya sampah di
Indonesia? Faktanya, Persoalan pengelolaan sampah masih menjadi pekerjaan rumah
besar bagi Indonesia. Riset terbaru Sustainable Waste Indonesia (SWI)
mengungkapkan sebanyak 24 persen sampah di Indonesia masih tidak terkelola.
Ini artinya, dari sekitar 65 juta ton sampah yang diproduksi di Indonesia tiap
hari, sekitar 15 juta ton mengotori ekosistem dan lingkungan karena tidak ditangani.
Sedangkan, 7 persen sampah didaur ulang dan 69 persen sampah berakhir di Tempat
Pembuangan Akhir(TPA). Dari laporan itu diketahui juga jenis sampah yang paling
banyak dihasilkan adalah sampah organik sebanyak 60 persen, sampah plastik 14
persen, diikuti sampah kertas (9%), metal (4,3%), kaca, kayu dan bahan lainnya
(12,7%). Sebuah analisis riset Analisis Arus Limbah Indonesia pada tahun 2017 di
Workroom Cofee Jakarta mengakatan bahwa juga ada 1.3 juta sampah plastik per
tahun yang tidak terkelola. Jumlah sampah plastik ini masih dinilai sangat banyak,
mengingat plastik tidak mudah terurai. Jika tidak dikelola di TPA atau didaur ulang,
akan merusak ekosistem. Sampah plastik yang tidak dikelola ini biasanya tertimbun di
tanah, atau ikut mengalir ke lautan.
Berdasarkan data mengenai masih banyaknya sampah yang berkeliaran di
masyarakat setelah diterapkannya berbagai macam program penaggulangan sampah,
siapakah yang salah? Solusi apa yang tepat selain pembuatan program yang
perubahannya tidak teralu signifikan pada pengurangan jumlah sampah?
Sebenarnya, akar dari masalah ini adalah mirisnya moral dari masyarakat.
Sebagaimana pun ketatnya kebijakan yang dibuat, kalau tidak ada kesadaran dari diri
sendiri, apalah arti dari kebijakan? Tidak berarti juga program yang dicanangkan
pemerintah tidak memberikan dampak, hanya saja dampak yang ditimbulkan tidak
signifikan. Hal ini membuat saya berpikir bahwa pemerintah hanya mengambil
tindakan untuk sampah yang timbul. Tapi, akar permasalahan dari hal ini sebenarnya
adalah krisis moral. Apabila telah tertanam pada jiwa setiap individu akan pentingnya
menjaga kebersihan lingkungan, apa yang perlu kita khawatirkan?
Maka dari itu, solusi yang saya bawa adalah semua kalangan di bawah
pengawasan pemerintah harus menanamkan dengan tegas mulai dari lingkup
masyarakat terkecil dan memasukkan kebijakan tersebut ke berbagai system yang
dapat dikontrol pemerintah. Contohnya, secara tegas harus ditanamkan pada semua
jenjang pendidikan di Indonesia. Setelah penerapan kebijakan, harus dilakukan
evaluasi secara berkala.
SD: sesuai dengan interest kartun ttg sampah,
Anak buku saku disuruh brain storming, kira2 ingkungan sampah dsekitar
leboh sadar apabila disuruih berfikir dibnadingkan disuruh jangn buabg sampah
Berapa sampah sdh dia buang, berapa tegusr teman buangf sampaah secara
tidak langsung moral akan tertanamkan

Anda mungkin juga menyukai