PENDAHULUAN
Pernafasan atau respirasi adalah suatu proses mulai dari pengambilan oksigen,
pengeluaran karbohidrat hingga penggunaan energi di dalam tubuh. Menusia dalam
bernapas menghirup oksigen dalam udara bebas dan membuang karbondioksida ke
lingkungan. Ada beberapa penyakit pernapasan seperti ISPA dan TBC. Penyakit ini bisa
menyebabkan kematian. Dikarenakan penyakit yang bisa menular dan menyebabkan
angka kematian. Sehingga keperawatan paliatif juga berfungsi terhadap penyakit ini.
Lalu bagaimana penyakit ISPA dan TBC terjadi ? dan bagaimana perawatan paliatif
yang akan diberikan ? maka kelompok kami akan membahasanya dalam makalah ini.
1.3 Tujuan
1) Untuk mengetahui anatomi fisiologi sistem pernafasan
2) Untuk mengetahui patologis sistem pernafasan
1
3) Untuk mengetahui pengertian TBC
4) Untuk mengetahui etiologi TBC
5) Untuk mengetahui patofisiologi TBC
6) Untuk mengetahui pelaksanaan medis TBC
7) Untuk mengetahui komplikasi yang terjadi pada TBC
8) Untuk mengetahui pengertian ISPA
9) Untuk mengetahui etiologi ISPA
10) Untuk mengetahui patofisiologi ISPA
11) Untuk mengetahui pelaksanaan medis ISPA
12) Untuk mengetahui komplikasi yang terjadi pada ISPA
13) Untuk mengetahui perawatan paliatif pada penyakit TBC dan ISPA
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Hidung
3
Merupakan tempat masuknya udara, memiliki 2 (dua) lubang (kavum nasi) dan
dipisahkan oleh sekat hidung (septum nasi). Rongga hidung mempunyai permukaan
yang dilapisi jaringan epithelium. Epithelium mengandung banyak kapiler darah
dan sel yang mensekresikan lendir. Udara yang masuk melalui hidung mengalami
beberapa perlakuan, seperti diatur kelembapan dan suhunya dan akan mengalami
penyaringan oleh rambut atau bulu-bulu getar (Syaifudin, 1997). Rongga hidung
mempunyai fungsi sebagai panyaring udara pernapasan oleh bulu hidung dan
menghangatkan udara pernapasan oleh mukosa dimana pelindung dan penyaring
dilakukan oleh vibrissa, lapisan lendir, dan enzim lisozim. Vibrisa adalah rambut
pada vestibulum nasi yang bertugas sebagai penyaring debu dan kotoran (partikel
berukuran besar). Debu-debu kecil dan kotoran (partikel kecil) yang masih dapat
melewati vibrissa akan melekat pada lapisan lendir dan selanjutnya dikeluarkan
oleh refleks bersin. Jika dalam udara masih terdapat bekteri (partikel sangat kecil),
maka enzim lisozom yang menghancurkannya (Irman Somantri, 2008:4). Hidung
berfungsi sebagai jalan napas, pengatur udara, pengatur kelembaban udara
(humidifikasi), pengatur suhu, pelindung dan penyaring udara, indra pencium, dan
resonator suara.
2. Tekak (Faring)
Faring merupakan persimpangan antara rongga hidung ke tenggorokan (saluran
pernapasan) dan rongga mulut ke kerongkongan (saluran pencernaan). Faring
terbagi atas nasofaring, orofaring dan laringofaring (hipofaring) (Joshi A, 2011).
Unsur-unsur faring meliputi mukosa, palut lendir (mukosa blanket) dan otot
(Rusmarjono, 2007).
3. Laring
4
Larings adalah suatu katup yang rumit pada persimpangan antara lintasan
makanan dan lintasan udara. Laring terangkat dibawah lidah saat menelan dan
karenanya mencegah makanan masuk ke trakea. Fungsi utama pada larings adalah
untuk melindungi jalan napas atau jalan udara dari farings ke saluran napas lainnya,
namun juga sebagai organ pembentuk suara atau menghasilkan sebagian besar
suara yang dipakai berbicara dan bernyanyi. Laring terdiri dari epiglotis yaitu katup
kartilago yang menutup dan membuka selama menelan, glotis yaitu lubang antara
pita suara dan laring, kartilago tiroid yaitu kartilago yang terbesar pada trakhea
yang terdapat bagian yang membentuk jakun, kartilago krikoid yaitu cincin
kartilago yang utuh di laring (terletak di bawah kartilago tiroid, kartilago aritenoid
digunakan pada pergerakan pita suara bersama dengan kartilago tiroid, Pita suara
yaitu sebuah ligamen yang dikontrol oleh pergerakan otot yang menghasilkan suara
dan menempel pada lumen laring (Somantri, 2007). Disamping fungsi dalam
produksi suara, ada fungsi lain yang lebih penting, yaitu Larings bertindak sebagai
katup selama batuk, penutupan pita suara selama batuk, memungkinkan terjadinya
tekanan yang sangat tinggi pada batang tracheobronchial saat otot-otot trorax dan
abdominal berkontraksi, dan pada saat pita suara terbuka, tekanan yang tinggi ini
menjadi penicu ekspirasi yang sangat kuat dalam mendorong sekresi keluar.
4. Tenggorokan (Trakea)
5
Tenggorokan berbentuk seperti pipa dengan panjang kurang lebih 10 cm. Di
paru-paru trakea bercabang dua membentuk bronkus. Dinding tenggorokan terdiri
atas tiga lapisan yaitu :
a) Lapisan paling luar terdiri atas jaringan ikat.
b) Lapisan tengah terdiri atas otot polos dan cincin tulang rawan. Trakea tersusun
atas 16–20 cincin tulang rawan yang berbentuk huruf C. Bagian belakang cincin
tulang rawan ini tidak tersambung dan menempel pada esofagus. Hal ini berguna
untuk mempertahankan trakea tetap terbuka.
c) Lapisan terdalam terdiri atas jaringan epitelium bersilia yang menghasilkan
banyak lendir. Lendir ini berfungsi menangkap debu dan mikroorganisme yang
masuk saat menghirup udara. Selanjutnya, debu dan mikroorganisme tersebut
didorong oleh gerakan silia menuju bagian belakang mulut. Akhirnya, debu dan
mikroorganisme tersebut dikeluarkan dengan cara batuk. Silia-silia ini berfungsi
menyaring benda-benda asing yang masuk bersama udara pernapasan.
5. Bronkus
Bronkus merupakan cabang batang tenggorokan. Jumlahnya sepasang,
yang satu menuju paru-paru kanan dan yang satu menuju paru-paru kiri. Kedua
bronkhus yang terbentuk dari belahan dua trakhea pada ketinggian kira-kira
vertebra torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan trakhea dan dilapisi
oleh jenis sel yang sama. Perbedaannya dinding trakea lebih tebal daripada dinding
bronkus. Bronkus yang ke arah kiri lebih panjang, sempit, dan mendatar daripada
yang ke arah kanan. Bronkus akan bercabang menjadi bronkiolus. Bronkus kanan
bercabang menjadi tiga bronkiolus sedangkan bronkus kiri bercabang menjadi dua
bronkiolus.
6
6. Bronkiolus
Bronkiolus merupakan cabang dari bronkus. Bronkiolus bercabang-cabang
menjadi saluran yang semakin halus, kecil, dan dindingnya semakin tipis.
Bronkiolus tidak mempunyai tulang rawan tetapi rongganya bersilia. Setiap
bronkiolus bermuara ke alveolus. Bronkiolus merupakan cabang yang lebih kecil
dari bronkusprinsipalis. Pada ujung bronkioli terdapat gelembung paru atau alveoli.
7. Alveolus
Alveolus merupakan saluran akhir dari alat pernapasan yang berupa gelembung-
gelembung udara. Dindingnya tipis, lembap, dan berlekatan erat dengan kapiler-
kapiler darah. Alveolus terdiri atas satu lapis sel epitelium pipih dan di sinilah darah
hampir langsung bersentuhan dengan udara. Adanya alveolus memungkinkan
terjadinya perluasan daerah permukaan yang berperan penting dalam pertukaran
gas O2 dari udara bebas ke sel-sel darah dan CO2 dari sel-sel darah ke udara
( Purnomo, dkk, 2009). Menurut Hogan (2011), Membran alveolaris adalah
permukaan tempat terjadinya pertukaran gas. Darah yang kaya karbon dioksida
dipompa dari seluruh tubuh ke dalam pembuluh darah alveolaris, dimana, melalui
difusi, ia melepaskan karbon dioksida dan menyerap oksigen.
8. Paru-paru
7
Paru-paru terletak di dalam rongga dada. Rongga dada dan perut dibatasi oleh
suatu sekat disebut diafragma. Paru-paru ada dua buah yaitu paru-paru kanan dan
paru-paru kiri. Paru-paru kanan terdiri atas tiga gelambir (lobus) yaitu gelambir
atas, gelambir tengah dan gelambir bawah. Sedangkan paru-paru kiri terdiri atas
dua gelambir yaitu gelambir atas dan gelambir bawah. Paru-paru diselimuti oleh
suatu selaput paru-paru (pleura). Kapasitas maksimal paru-paru berkisar sekitar 3,5
liter. Udara yang keluar masuk paru-paru pada waktu melakukan pernapasan biasa
disebut udara pernapasan (udara tidal). Volume udara pernapasan pada orang
dewasa lebih kurang 500 ml. Setelah kita melakukan inspirasi biasa, kita masih bisa
menarik napas sedalam-dalamnya. Udara yang dapat masuk setelah mengadakan
inspirasi biasa disebut udara komplementer, volumenya lebih kurang 1500
ml. Setelah kita melakukan ekspirasi biasa, kita masih bisa menghembuskan napas
sekuat-kuatnya. Udara yang dapat dikeluarkan setelah ekspirasi biasa disebut udara
suplementer, volumenya lebih kurang 1500 ml. Walaupun kita mengeluarkan napas
dari paru-paru dengan sekuat-kuatnya ternyata dalam paru-paru masih ada udara
disebut udara residu. Volume udara residu lebih kurang 1500 ml. Jumlah volume
udara pernapasan, udara komplementer, dan udara suplementer disebut kapasitas
vital paru-paru. Masing-masing paru-paru mempunyai apeks yang masing masing
menjorok ke atas 2,5cm di atas klavikula fasies costalis yang berbentuk konfeks
berhubungan dengan dinding dada sedangkan pasies mediestinalis yang berbentuk
conca membentuk pericardium. Pada pertengahan permukaan paruh kiri terdapat
hilus pulmonalis yaitu lekukan dimana bronkus, pembuluh darah, dan saraf masuk
8
ke paru-paru membentuk tradiks pulmonalis, apeks pulmo, basis pulmo, insura atau
fisura.
b) Fisiologi Pernapasan
Pernapasan paru merupakan pertukaran oksigen dan karbondioksida yang terjadi
pada paru. Fungsi paru adalah tempat pertukaran gas oksigen dan karbondioksida pada
pernapasan melalui paru/pernapasan eksterna. Oksigen dipungut melalui hidung dan
mulut. Saat bernapas, oksigen masuk melalui trakea dan pipa bronchial ke alveoli, dan
dapat erat berhubungan dengan darah di dalam kapiler pulmonalis (Syaifudin,
1997:92). Pernapasan dapat berarti pengangkutan oksigen ke sel dan pengangkutan
CO2 dari sel kembali ke atmosfer. Proses ini menurut Guyton dan Hall (1997:597)
dapat dibagi menjadi 4 tahap yaitu:
1. Pertukaran udara paru, yang berarti masuk dan keluarnya udara ke dan dari
alveoli. Alveoli yang sudah mengembang tidak dapat mengempis penuh karena
masih adanya udara yang tersisa didalam alveoli yang tidak dapat dikeluarkan
walaupun dengan ekspirasi kuat. Volume udara yang tersisa ini disebut volume
residu. Volume ini penting karena menyediakan O2 dalam alveoli untuk
menghasilkan darah.
2. Difusi O2 dan CO2 antara alveoli dan darah.
3. Pengangkutan O2 dan CO2 dalam darah dan cairan tubuh menuju ke dan dari
sel-sel.
4. Regulasi pertukaran udara dan aspek-aspek lain pernapasan.
9
2. Influenza (flu), penyakit yang disebabkan oleh virus influenza. Gejala yang
ditimbulkan antara lain pilek, hidung tersumbat, bersin-bersin, dan tenggorokan
terasa gatal.
Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam
hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza
dan bersifat hilang timbul.
Penurunan nafsu makan dan berat badan.
Rinitis
Radang pada rongga hidung akibat infeksi oleh virus, missal virus
influenza.misal Faringitis , Laringitis , Bronchitis , Sinusitis
1. Rinitis juga dapat terjadi karena reaksi alergi terhadap perubahan cuaca, serbuk
sari, dan debu. Produksi lendir meningkat.
10
4. Bronkitis, radang pada cabang tenggorokan akibat infeksi. Penderita mengalami
demam dan banyak menghasilkan lendir yang menyumbat batang tenggorokan
5. Sinusitis, radang pada sinus. Sinus letaknya di daerah pipi kanan dan kiri batang
hidung. Biasanya di dalam sinus terkumpul nanah yang harus dibuang melalui
operasi.
Bronchitis ditandai adanya dilatasi ( ektasis ) bronkus lokal yang bersifat patologis dan
berjalan kronik.
Perubahan bronkus tersebut disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam
dinding bronkus berupa destruksi elemen-elemen elastis dan otot-otot polos
bronkus.
Bronkus yang terkena umumnya bronkus kecil (medium size ), sedangkan
bronkus besar jarang terjadi.
Bronchitis kronis dan emfisema paru sering terdapat bersama-sama pada seorang
pasien, dalam keadaan lanjut penyakit ini sering menyebabkan obstruksi saluran
nafas yang menetap yang dinamakan cronik obstructive pulmonary disease
( COPD ).
11
Kekerapan setinggi itu ternyata mengalami penurunan yang berarti dengan
pengobatan memakai antibiotik. Di Indonesia belum ada laporan tentang anka-
angka yang pasti mengenai penyakit ini.
Penyakit ini dapat diderita mulai dari anak bahkan dapat merupakan kelainan
congenital.
Tuberculosis Paru adalah penyakit radang parenkim paru karena infeksi kuman
mycrobacterium tuberculosis. Tuberculosis paru termasuk suatu pneumonia, yaitu
pneumonia yang disebabkan oleh M. tuberculosis. Tuberculosis Paru mencakup 80%
dari keseluruhan kejadian penyakit tuberculosis, sedangkan 20% selebihnya merupakan
tuberculosis ekstrapulmonar. Diperkirakan bahwa 1/3 penduduk dunia pernah terinfeksi
kuman M. tuberculosis.
12
B. Etiologi
C. Patofisiologi
Penyakit ini dikendalikan oleh respon imunitas perantara sel efektor (makrofag),
sedangkan limphosit (sel T) adalah sel imonoresponsifnya. Imunitas ini biasanya
melibatkan makrofag yang diaktifkan ditempat infeksi oleh limfosit dan limfokin,
respon ini disebut sebagai reaksi hipersensitifitas ( lambat). Basil Tuberkel yang
mencapai permukaan alveolus akan diinhalasi sebagai suatu unit (1-3 basil), gumpalan
basil yang lebih besar cenderung tertahan disaluran hidung dan cabang besar bronkus
dan tidak menyebabkan penyakit. Yang berada dialveolus dibagian bawah lobus atas
paru basil tuberkel ini membuat peradangan. Leukosit polimorfonuklear nampak pada
tempay tersebut dan mempagosit, namun tidak membunuh basil. Hari-hari berikutnya
leukosit diganti oleh makrofag, alveoli yang terserang mengalami konsolidasi dan
timbul gejala pneumoni akut. Pneumoni selluler ini dapat sembuh dengan sendirinya.
13
Proses ini dapat berjalan terus, dan basil terus dipagosit atau berkembang biak di dalam
sel. Basil juga menyebar melalui kelenjar getah bening. Makrofag yang mengadakan
infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu membentuk sel tuberkel epiteloid
yang dikelilingi oleh limfosit (membutuhkan waktu 10-20 hari). Nekrosis bagian sentral
lesi memberikan gambaran yang relatif padat dan seperti keju (nekrosis kaseosa) .
Daerah yang mengalami nekrosis dan jaringan granulasi yang dikelilingi sel epiteloid
dan fibroblas akan menimbulkan respon berbeda. Jaringan granulasi akan lebih
fibroblas membentuk jaringan parut dan ahirnya membentuk suatu kapsul yang
dikelilingi tuberkel.
14
rusak sudah barang tentu menimbulkan kegagalan system dalam tubuh dan akhirnya
menimbulkan kematian.
Penularan TB akan lebih mudah terjadi, antara lain: 1. Hunian padat (Over-
crowding) misalnya di penjara dan di tempat-tempat pengungsian dan yang
kurangberventilasi. 2. Situasi social ekonomi yang tidak menuntungkan misalnya;
malnutrisi, pelayanan kesehatan yang buruk, tunawisma. 3. Lingkungan kerja, misalnya
pertambangan, laboratorium, rumah sakit dll.
E. Gejala / Tanda
Ada beberapa tanda saat seseorang terjangkit TBC paru diantaranya adalah 1.
Malaise : ditemukan beripa anorexia, nafsu makan menurun, BB menurun, sakir kepala,
nyeri otot, keringat diwaktu malam hari 2. Batuk-batuk berdahak dan produktif lebih
dari 2 minggu. 3. Dahak bercampur darah atau pernah bercampur darah. 4. Dada terasa
sakit, nyeri dan sesak pada waktu bernafas. 5. Demam: subfebril, febril ( 40-41derajat
C) hilang timbul dan berkeringat dingin pada malam hari. 6. Penderita tampak kurus
atau BB menurun. Bakteri ini mempunyai masa inkubasi, mulai dari infeksi sampai
pada lesi primer pada paru muncul, kurang lebih 4- 12 minggu, sedangkan pada kasus
ekstra paru biasanya memakan waktu yang lebih lama. Secara umum tingkat atau
derajat penularan penyakit TBC paru tergantung dari banyaknya basil tuberculosis
dalam sputum, virulensi basil, dan peluang adanya pencemaran udara dari batuk, bersin
dan berbicara keras.
F. Komplikasi
Menurut Depkes RI (2002), merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada penderita
tuberculosis stadium lanjut yaitu :
15
Bronkiektasis (pelebaran broncus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan
ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, dan ginjal.
G. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
Kultur Sputum : Positif untuk Mycobacterium tuberculosis pada tahap aktif
penyakit
Ziehl-Neelsen (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan cairan
darah) : Positif untuk basil asam-cepat.
Tes kulit (Mantoux, potongan Vollmer) : Reaksi positif (area indurasi 10 mm
atau lebih besar, terjadi 48-72 jam setelah injeksi intradcrmal antigen)
menunjukkan infeksi masa lalu dan adanya antibodi tetapi tidak secara berarti
menunjukkan penyakit aktif. Reaksi bermakna pada pasien yang secara klinik
sakit berarti bahwa TB aktif tidak dapat diturunkan atau infeksi disebabkan oleh
mikobakterium yang berbeda.
Anemia bila penyakit berjalan menahun
Leukosit ringan dengan predominasi limfosit
LED meningkat terutama pada fase akut umumnya nilai tersebut kembali normal
pada tahap penyembuhan.
GDA : mungkin abnormal, tergantung lokasi, berat dan sisa kerusakan paru.
Biopsi jarum pada jaringan paru : Positif untuk granuloma TB; adanya sel
raksasa menunjukkan nekrosis.
Elektrolit : Dapat tak normal tergantung pada lokasi dan beratnya infeksi; contoh
hiponatremia disebabkan oleh tak normalnya retensi air dapat ditemukan pada
TB paru kronis luas.
b. Radiologi
Foto thorax : Infiltrasi lesi awal pada area paru atas simpanan kalsium lesi
sembuh primer atau efusi cairan perubahan menunjukan lebih luas TB dapat
termasuk rongga akan fibrosa. Perubahan mengindikasikanTB yang lebih berat
16
dapat mencakup area berlubang dan fibrous. Pada foto thorax tampak pada sisi
yang sakit bayangan hitam dan diafragma menonjol ke atas.
Bronchografi : merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat kerusakan
bronchus atau kerusakan paru karena TB.
Gambaran radiologi lain yang sering menyertai TBC adalah penebalan pleura, efusi
pleura atau empisema, penumothoraks (bayangan hitam radio lusen dipinggir paru atau
pleura).
Aktivitas bakterisid
Disini obat bersifat membunuh kuman-kuman yang sedang tumbuh
(metabolismenya masih aktif). Aktivitas bakteriosid biasanya diukur dengan
kecepataan obat tersebut membunuh atau melenyapkan kuman sehingga pada
pembiakan akan didapatkan hasil yang negatif (2 bulan dari permulaan
pengobatan).
Aktivitas sterilisasi
Disini obat bersifat membunuh kuman-kuman yang pertumbuhannya lambat
(metabolismenya kurang aktif). Aktivitas sterilisasi diukur dari angka
kekambuhan setelah pengobatan dihentikan.
Pengobatan penyakit Tuberculosis dahulu hanya dipakai satu macam obat saja.
Kenyataan dengan pemakaian obat tunggal ini banyak terjadi resistensi. Untuk
mencegah terjadinya resistensi ini, terapi tuberculosis dilskukan dengan memakai
perpaduan obat, sedikitnya diberikan 2 macam obat yang bersifat bakterisid. Dengan
17
memakai perpaduan obat ini, kemungkinan resistensi awal dapat diabaikan karena
jarang ditemukan resistensi terhadap 2 macam obat atau lebih serta pola resistensi yang
terbanyak ditemukan ialah INH
2. Keperawatan
Penyuluhan
Pencegahan
Pemberian obat-obatan
OAT (obat anti tuberculosis)
Bronchodilator
Ekspectoran
OBH (obat batuk hitam)
Vitamin
Fisioterapi dan rehabilitasi
Konsultasi secara teratur
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Aktivitas / istirahat
Gejala :
Tanda :
18
Gejala :
Tanda :
Gejala :
a) Anorexia.
b) Tidak dapat mencerna makanan.
c) Penurunan BB.
Tanda :
Gejala :
Tanda :
Gejala :
Tanda :
19
a) Peningkatan frekuensi nafas.
b) Pengembangan pernafasan tak simetris.
c) Perkusi dan penurunan fremitus vokal, bunyi nafas menurun tak secara bilateral
atau unilateral (effusi pleura / pneomothorax) bunyi nafas tubuler dan / atau
bisikan pektoral diatas lesi luas, krekels tercatat diatas apeks paru selam inspirasi
cepat setelah batuk pendek (krekels – posttusic).
d) Karakteristik sputum ; hijau purulen, mukoid kuningatau bercampur darah.
e) Deviasi trakeal ( penyebaran bronkogenik ).
f) Tak perhatian, mudah terangsang yang nyata, perubahan mental ( tahap lanjut ).
6. Keamanan
Gejala :
a) Adanya kondisi penekana imun, contoh ; AIDS, kanker, tes HIV positif (+)
Tanda :
Gejala :
Gejala :
C. Intervensi
Diagnosa Keperawatan 1. :
20
Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengansekresi yang kental/darah.
Kriteria hasil :
Intervensi :
• Jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat
penumpukan sekret di sal. pernapasan.
R/ Batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan tidak efektif, menyebabkan
frustasi.
21
• Ajarkan klien tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi : mempertahankan
hidrasi yang adekuat; meningkatkan masukan cairan 1000 sampai 1500 cc/hari bila
tidak kontraindikasi.
R/ Sekresi kental sulit untuk diencerkan dan dapat menyebabkan sumbatan mukus, yang
mengarah pada atelektasis.
R/ Hiegene mulut yang baik meningkatkan rasa kesejahteraan dan mencegah bau mulut.
Diagnosis Keperawatan 2. :
Kriteria hasil :
Intervensi :
• Berikan posisi yang nyaman, biasanya dengan peninggian kepala tempat tidur. Balik
ke sisi yang sakit. Dorong klien untuk duduk sebanyak mungkin.
R/ Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekpsnsi paru dan ventilasi pada sisi
yang tidak sakit.
22
• Observasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau perubahan
tanda-tanda vital.
R/ Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebagai akibat
stress fisiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syock sehubungan dengan
hipoksia.
• Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin keamanan.
• Jelaskan pada klien tentang etiologi/faktor pencetus adanya sesak atau kolaps paru-
paru.
• Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dengan menggunakan
pernapasan lebih lambat dan dalam.
23
infeksi saluran pernapasan yang berlangsung sampai 14 hari. Yang dimaksud dengan
saluran pernapasan adalah organ mulai dari hidung sampai gelembung paru (alveoli),
beserta organ-organ disekitarnya seperti : sinus, ruang telinga tengah dan selaput paru.
Sebagian besar dari infeksi saluran pernapasan hanya bersifat ringan seperti batuk, pilek
dan tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotik, namun demikian anak akan
menderita pneumoni bila infeksi paru ini tidak diobati dengan antibiotik dapat
mengakibat kematian.
ISPA merupakan kepanjangan dari Infeksi Saluran Pernafasan Akut dan mulai
diperkenalkan pada tahun 1984 setelah dibahas dalam lokakarya Nasional ISPA di
Cipanas. Istilah ini merupakan padanan istilah bahasa inggris yakni Acute Respiratory
Infections (ARI).
ISPA adalah penyakit yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari saluran
nafas mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan
adneksanya, seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura. ISPA umumnya
berlangsung selama 14 hari. Yang termasuk dalam infeksi saluran nafas bagian atas
adalah batuk pilek biasa, sakit telinga, radang tenggorokan, influenza, bronchitis, dan
juga sinusitis. Sedangkan infeksi yang menyerang bagian bawah saluran nafas seperti
paru itu salah satunya adalah Pneumonia.(WHO)
Infeksi saluran pernafasan adalah suatu penyakit yang mempunyai angka kejadian
yang cukup tinggi. Penyebab dari penyakit ini adalah infeksi agent/ kuman. Disamping
itu terdapat beberapa faktor yang turut mempengaruhi yaitu; usia dari bayi/ neonatus,
ukuran dari saluran pernafasan, daya tahan tubuh anak tersebut terhadap penyakit serta
keadaan cuaca (Whaley and Wong; 1991; 1419).
2. Etiologi
Etiologi ISPA terdiri dari lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan richetsia. Bakteri
penyebab ISPA antara lain adalah dari genus Streptococcus, Staphylococcus,
Pneumococcus, Haemophylus, Bordetella dan Corinebacterium. Virus penyebab ISPA
antara lain adalah golongan Miksovirus, Adenovirus, Coronavirus, Picornavirus,
Micoplasma, Herpesvirus dan lain-lain.
Etiologi Pneumonia pada Balita sukar untuk ditetapkan karena dahak biasanya sukar
diperoleh. Penetapan etiologi Pneumonia di Indonesia masih didasarkan pada hasil
penelitian di luar Indonesia. Menurut publikasi WHO, penelitian di berbagai negara
24
menunjukkan bahwa di negara berkembang streptococcus pneumonia dan haemophylus
influenza merupakan bakteri yang selalu ditemukan pada dua per tiga dari hasil isolasi,
yakni 73, 9% aspirat paru dan 69, 1% hasil isolasi dari spesimen darah. Sedangkan di
negara maju, dewasa ini Pneumonia pada anak umumnya disebabkan oleh virus.
a. Faktor Pencetus ISPA
1. Usia
Anak yang usianya lebih muda, kemungkinan untuk menderita atau terkena
penyakit ISPA lebih besar bila dibandingkan dengan anak yang usianya lebih
tua karena daya tahan tubuhnya lebih rendah.
2. Status Imunisasi
Anak dengan status imunisasi yang lengkap, daya tahan tubuhnya lebih baik
dibandingkan dengan anak yang status imunisasinya tidak lengkap.
3. Lingkungan
Lingkungan yang udaranya tidak baik, seperti polusi udara di kota-kota besar
dan asap rokok dapat menyebabkan timbulnya penyakit ISPA pada anak.
b. Faktor Pendukung terjadinya ISPA
1. Kondisi Ekonomi
Keadaan ekonomi yang belum pulih dari krisis ekonomi yang
berkepanjangan berdampak peningkatan penduduk miskin disertai dengan
kemampuannya menyediakan lingkungan pemukiman yang sehat mendorong
peningkatan jumlah Balita yang rentan terhadap serangan berbagai penyakit
menular termasuk ISPA. Pada akhirnya akan mendorong meningkatnya
penyakit ISPA dan Pneumonia pada Balita.
2. Kependudukan
Jumlah penduduk yang besar mendorong peningkatan jumlah populasi
Balita yang besar pula. Ditambah lagi dengan status kesehatan masyarakat
yang masih rendah, akan menambah berat beban kegiatan pemberantasan
penyakit ISPA.
3. Geografi
Sebagai daerah tropis, Indonesia memiliki potensi daerah endemis
beberapa penyakit infeksi yang setiap saat dapat menjadi ancaman bagi
kesehatan masyarakat. Pengaruh geografis dapat mendorong terjadinya
peningkatan kaus maupun kemaian penderita akibat ISPA. Dengan demikian
pendekatan dalam pemberantasan ISPA perlu dilakukan dengan mengatasi
semua faktor risiko dan faktor-faktor lain yang mempengaruhinya.
4. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
25
PHBS merupakan modal utama bagi pencegahan penyakit ISPA.
Perilaku bersih dan sehat tersebut sangat dipengaruhi oleh budaya dan tingkat
pendidikan penduduk. Dengan makin meningkatnya tingkat pendidikan di
masyarakat diperkirakan akan berpengaruh positif terhadap pemahaman
masyarakat dalam menjaga kesehatan Balita agar tidak terkena penyakit ISPA
yaitu melalui upaya memperhatikan rumah sehat dan lingkungan sehat.
5. Lingkungan dan Iklim Global
Pencemaran lingkungan seperti asap karena kebakaran hutan, gas buang
sarana transportasi dan polusi udara dalam rumah merupakan ancaman
kesehatan terutama penyakit ISPA. Demikian pula perubahan iklim gobal
terutama suhu, kelembapan, curah hujan, merupakan beban ganda dalam
pemberantasan penyakit ISPA.
Agen infeksi adalah virus atau kuman yang merupakan penyebab dari
terjadinya infeksi saluran pernafasan. Ada beberapa jenis kuman yang
merupakan penyebab utama yakni golongan A -hemolityc streptococus,
clamydia trachomatis, mycoplasma danstaphylococus, haemophylus
influenzae, pneumokokus.
Usia bayi atau neonatus, pada anak yang mendapatkan air susu ibu
angka kejadian pada usia dibawah 3 bulan rendah karena mendapatkan
imunitas dari air susu ibu. Ukuran dari lebar penampang dari saluran
pernafasan turut berpengaruh didalam derajat keparahan penyakit. Karena
dengan lobang yang semakin sempit maka dengan adanya edematosa maka
akan tertutup secara keseluruhan dari jalan nafas.
Kondisi klinis secara umum turut berpengaruh dalam proses terjadinya
infeksi antara lain malnutrisi, anemia, kelelahan. Keadaan yang terjadi secara
langsung mempengaruhi saluran pernafasan yaitu alergi, asthma serta kongesti
paru.
Infeksi saluran pernafasan biasanya terjadi pada saat terjadi perubahan
musim, tetapi juga biasa terjadi pada musim dingin (Whaley and Wong; 1991;
1420).
3. Patofisiologi
Perjalanan alamiah penyakit ISPA dibagi 3 tahap yaitu :
26
1. Tahap prepatogenesis : penyebab telah ada tetapi belum menunjukkan reaksi apa-
apa.
2. Tahap inkubasi : virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh menjadi
lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya rendah.
3. Tahap dini penyakit : dimulai dari munculnya gejala penyakit,timbul gejala demam
dan batuk.
27
Pathway ISPA
4. Manifestasi Klinis
1. Batuk, pilek dengan nafas cepat atau sesak nafas
Pada umur kurang dari 2 bulan, nafas cepat lebih dari 60 x / mnt.
Penyakit ini biasanya dimanifestasikan dalam bentuk adanya demam, adanya
obstruksi hidung dengan sekret yang encer sampai dengan membuntu saluran
pernafasan, bayi menjadi gelisah dan susah atau bahkan sama sekali tidak mau
minum (Pincus Catzel & Ian Roberts; 1990; 451).
1. Demam.
Pada neonatus mungkin jarang terjadi tetapi gejala demam muncul jika anak sudah
mencaapai usia 6 bulan sampai dengan 3 tahun. Seringkali demam muncul sebagai
tanda pertama terjadinya infeksi. Suhu tubuh bisa mencapai 39,5OC-40,5OC.
2. Meningismus.
28
Adalah tanda meningeal tanpa adanya infeksi pada meningens, biasanya terjadi
selama periodik bayi mengalami panas, gejalanya adalah nyeri kepala, kaku dan
nyeri pada punggung serta kuduk, terdapatnya tanda kernig dan brudzinski.
3. Anorexia.
Biasa terjadi pada semua bayi yang mengalami sakit. Bayi akan menjadi susah
minum dan bhkan tidak mau minum.
4. Vomiting, biasanya muncul dalam periode sesaat tetapi juga bisa selama bayi
tersebut mengalami sakit.
5. Diare (mild transient diare), seringkali terjadi mengiringi infeksi saluran
pernafasan akibat infeksi virus.
6. Abdominal pain, nyeri pada abdomen mungkin disebabkan karena adanya
lymphadenitis mesenteric.
7. Sumbatan pada jalan nafas/ Nasal, pada saluran nafas yang sempit akan lebih
mudah tersumbat oleh karena banyaknya sekret.
8. Batuk, merupakan tanda umum dari tejadinya infeksi saluran pernafasan, mungkin
tanda ini merupakan tanda akut dari terjadinya infeksi saluran pernafasan.
9. Suara nafas, biasa terdapat wheezing, stridor, crackless, dan tidak terdapatnya
suara pernafasan (Whaley and Wong; 1991; 1419).
5. Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosis ISPA oleh karena virus dapat ditegakkan dengan pemeriksaan
laboratorium terhadap jasad renik itu sendiri. Pemeriksaan yang dilakukan adalah:
1. Biakan virus
2. Serologis
3. Diagnostik virus secara langsung.
Sedangkan diagnosis ISPA oleh karena bakteri dilakukan dengan pemeriksaan
sputum, biakan darah, biakan cairan pleura.
Fokus utama pada pengkajian pernafasan ini adalah pola, kedalaman, usaha serta
irama dari pernafasan.
1. Pola, cepat (tachynea) atau normal.
2. Kedalaman, nafas normal, dangkal atau terlalu dalam yang biasanya dapat kita amati
melalui pergerakan rongga dada dan pergerakan abdomen.
3. Usaha, kontinyu, terputus-putus, atau tiba-tiba berhenti disertai dengan adanya bersin.
4. Irama pernafasan, bervariasi tergantung pada pola dan kedalaman pernafasan.
5. Observasi lainya adalah terjadinya infeksi yang biasanya ditandai dengan
peningkatan suhu tubuh, adanya batuk, suara nafas wheezing. Bisa juga didapati
adanya cyanosis, nyeri pada rongga dada dan peningkatan produksi dari sputum.
29
6. Riwayat kesehatan:
7. Penatalaksanaan
30
pemberian makanan dan minuman sebagai bagian dari tindakan penunjang yang penting
bagi pederita ISPA.
Penatalaksanaan ISPA meliputi langkah atau tindakan sebagai berikut :
1. Upaya pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan dengan :
a. Menjaga keadaan gizi agar tetap baik.
b. Immunisasi.
c. Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan.
d. Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA.
2. Pengobatan dan perawatan
Prinsip perawatan ISPA antara lain :
a. Menigkatkan istirahat minimal 8 jam perhari
b. Meningkatkan makanan bergizi
c. Bila demam beri kompres dan banyak minum
d. Bila hidung tersumbat karena pilek bersihkan lubang hidung dengan sapu tangan
yang bersih
e. Bila badan seseorang demam gunakan pakaian yang cukup tipis tidak terlalu ketat.
f. Bila terserang pada anak tetap berikan makanan dan ASI bila anak tersebut masih
menetek
3. Pengobatan antara lain :
a. Mengatasi panas (demam) dengan memberikan parasetamol atau dengan kompres,
bayi dibawah 2 bulan dengan demam harus segera dirujuk. Parasetamol diberikan
4 kali tiap 6 jam untuk waktu 2 hari. Cara pemberiannya, tablet dibagi sesuai
dengan dosisnya, kemudian digerus dan diminumkan. Memberikan kompres,
dengan menggunakan kain bersih, celupkan pada air (tidak perlu air es).
b. Mengatasi batuk. Dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu ramuan
tradisional yaitu jeruk nipis ½ sendok teh dicampur dengan kecap atau madu ½ sendok
teh , diberikan tiga kali sehari.
ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Aktifitas dan istirahat
Gejala : kelelahan, kelemahan.
Tanda : takikardia, penurunan TD, dispnea dengan aktifitas.
31
b. Sirkulasi
Gejala : riwayat demmam rematik, penyakit jantung kongenial, CA paru,
kanker payudara.
Tanda : takikardi, disritmia, edema, murmur aortik, mitral,
stenosis/insufisiensi trikupid; perubahan dalam murmur yang mendahului.
Disfungsi otot papilar.
c. Eliminasi
Gejala : riwayat penyakit ginjal, penurunan frekuensi jumlah urine
Tanda : urine pekat gelap.
d. Nyeri/ketidaknyamanan.
Gejala : nyeri pada dada (sedang sampai berat), diperberat oleh inspirasi,
gerakan menelan, berbaring : hilang dengan duduk, bersandar kedepan
(perikarditis). Nyeri dada/punggung/sendi (endokarditis).
Tanda : gelisah.
e. Pernapasan
Gejala : nafas pendek: nafas pendek kronis memburuk pada malam hari
(miokarditis)
Tanda : dispnea, dispnea noktural, batuk, inspirasi mengi, takipnea, krekels,
ronki, pernapasan dangkal.
f. Keamanan
Gejala : riwayat infeksi virus, bakteri, jamur (miokarditis: trauma dada:
penyakit keganasan/iradiasi torakal.
Tanda : demam
2. Diagnosa keperawatan
a. Peningkatan suhu tubuh b.d proses infeksi
b. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia
c. Nyeri akut b.d inflamasi pada membran mukosa faring dan tonsil
d. Pola napas tidak efektif b.d penurunan ekspansi paru.
3. Intervensi
a. Peningkatan suhu tubuh b.d proses infeksi
Tujuan : suhu tubuh normal berkisar antara 36 – 37,5 °C
Intervensi:
1) Observasi tanda-tanda vital
2) Anjurkan klien/keluarga untuk kompres pada kepala/aksila
3) Anjurkan klien untuk menggunakan pakaian yang tipis dan dapat
menyerap keringat seperti pakaian dari bahan katun.
4) Atur sirkulasi udara
5) Anjurkan klien untuk minum banyak ± 2000 – 2500 ml/hari
6) Anjurkan klien istirahat di tempat tidur selama fase febris penyakit.
7) Kolaborasi dengan dokter:
8) Dalam pemberian terapi, obat antimikrobia
9) Antipiretika
32
b. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d
anoreksia
Tujuan:
1) Klien dapat mencapai BB yang direncanakan mengarah pada BB normal
2) Klien dapat menoleransi diet yang dianjurkan
3) Tidak menunjukkan tanda malnutrisi
Intervensi:
1) Kaji kebiasaan diet, input-output dan timbang BB setiap hari.
2) Berikan makan porsi kecil tapi sering dan dalam keadaan hangat.
3) Tingkatkan tirah baring
4) Kolaborasi: konsultasi ke ahli gizi untuk memberikan diet sesuai
kebutuhan klien
c. Nyeri akut b.d inflamasi pada membran mukosa faring dan tonsil
Tujuan: nyeri berkurang/terkontrol
Intervensi:
1) Teliti keluhan nyeri, catat intensitasnya (dengan skala 0 – 10 ), faktor
yang memperburuk atau meredakan nyeri, lokasi, lama, dan
karakteristiknya.
2) Anjurkan klien untuk menghindari alergen/iritan terhadap debu, bahan
kimia, asap rokkok, dan mengistirahatkan/meminimalkan bicara bila
suara serak.
3) Anjurkan untuk melakukan kumur air hangat
4) Kolaborasi: berikan obat sesuai indikasi (steroid oral, IV, dan inhalasi, &
analgesik)
d. Risiko tinggi penularan infeksi b.d tidak kuatnya pertahanan sekunder
(adanya infeksi penekanan imun)
Tujuan: tidak terjadi penularan, tidak terjadi komplikasi
Intervensi:
1) Batasi pengunjung sesuai indikasi
2) Jaga keseimbangan antara istirahat dan aktivitas
3) Tutup mulut dan hidung jika hendak bersin
4) Tingkatkan daya tahan tubuh, terutama anak dibawah usia 2 tahun,
lansia, dan penderita penyakit kronis. Konsumsi vitamin C, A dan
mineral seng atau anti oksidan jika kondisi tubuh menurun/asupan
makanan berkurang.
5) Kolaborasi pemberian obat sesuai hasil kultur
BAB III
33
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Respirasi adalah peristiwa menghirup atau pergerakan udara dari luar yang
mengandung oksigen (O2) ke dalam tubuh atau paru-paru serta menghembuskan udara
yang banyak mengandung karbondioksida (CO2) sebagai sisa dari oksidasi ke luar
dimana proses pengambilan oksigen dan pengeluaran karbondioksida dalam rangka
memperoleh energi. Sistem pernapasan terdiri atas saluran atau organ yang berhubungan
dengan pernapasan. Jika saluran dan organ ini terganggu karena penyakit atau kelainan
maka proses pernapasan akan terganggu bahkan dapat menyebakan kematian. Beberapa
gangguan pada pernapasan yaitu TBC dan ISPA. Tuberkulosis (TBC) adalah suatu
infeksi menular langsung yang disebabkan oleh kuman mycobacterium tuberculosis.
Sebagian besar penyakit Tuberkulosis menyerang paru-paru tetapi juga mengenai organ
tubuh lainnya. Penatalaksanaannya yaitu pemberian obat untuk tuberkulosis, fisioterapi,
dan rehabilitasi. ISPA adalah penyakit yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih
dari saluran nafas mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah)
termasuk jaringan adneksanya, seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura dimana
ISPA umumnya berlangsung selama 14 hari. Penyebab dari penyakit ini adalah infeksi
agent/ kuman. Penatalaksanaanya yaitu pemberian obat dan pemberian makanan dan
minuman yang bergizi.
3.2 Saran
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan
dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, karena
terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya
dengan judul makalah ini.Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman sudi
memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya
makalah ini dan penulisan makalah di kesempatan- kesempatan berikutnya.Semoga
makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca yang budiman
pada umumnya.
34
DAFTAR PUSTAKA
35
Pearce. C. Evelyn. 1990.Anatomi dan Fisiologi untukparamedis. Jakarta.
Asfilayli, La Ode. 2010. Faktor yang berhubungan dengan perawatan ISPA oleh ibu
pada balita di wilayah kerja puskesmas ambuau indah Kecamatan Lasalimu Selatan
Kabupaten Bton (Sultra) tahun 2010. Stikes Nani Hasanuddin Makassar.
Sulistyoningsih, H dkk. 2010. Faktor faktor yang berhubungan dengan kejadian ISPA
pada balita di wilayah kerja puskesmas jamanis kabupaten tasikmalaya. Prosiding
seminar nasional.
36