Promosi Kesehatan New
Promosi Kesehatan New
TINJAUAN PUSTAKA
Ada 2 unit utama di tingkat Pusat yang terkait dalam Promosi Kesehatan, yaitu:
1. Pusat Promosi Kesehatan
2. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
Sebagai unit yang berada dibawah naungan tingkat pusat, maka peran
tingkat Provinsi, khususnya kegiatan yang diselenggrakan oleh Dinas Kesehatan
Provinsi antara lain sebagai berikut:
Menurut Pender (2006, dalam Potter & Perry, 2013) Perubahan perilaku
sehat merupakan suatu usaha untuk berubah yang dapat ditunjukkan dengan
penghentian tingkah laku yang memperburuk kesehatannya atau meningkatkan
tingkah laku sehat. Sedangkan yang dimaksud perilaku hidup sehat adalah
tindakan yang bertujuan untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya
(Maulana, 2007).
Perubahan perilaku sehat menurut Prochaska, Redding, dan Evers (2009, dalam
Kozier et al, 2015) perubahan perilaku sehat antara lain:
1) Tahap Prakontemplasi
Tahap prakontemplasi ialah tahap dimana klien membantah bahwa ia memiliki
masalah, klien tidak tertarik dengan informasi kesehatan atau klien pernah
mengalami kegagalan dalam proses perubahan sehingga masalah yang dihadapi
klien dianggap sebagai takdir dan membiarkannya saja.
2) Tahap Kontemplasi
Pada tahap ini klien menyadari masalah yang dihadapinya itu serius dan perlu
perubahan perilaku maka dari itu klien mulai mencari-cari informasi dan
mengungkapkan rencana untuk mengubah perilakunya.
3) Tahap Persiapan
Klien pada tahap ini sudah mulai membuat rencana khusus yang akan dilakukan
hingga akhir perubahan. Klien menganggap keuntungan perubahan perilaku lebih
banyak daripada kerugiannya.
4) Tahap Tindakan
Pada tahap ini klien sudah melakukan rencana yang telah dibuat sebelumnya
maka dari itu klien membutuhkan motivasi agar semangat dalam menjalani
rencana ini berjalan dengan baik.
5) Tahap Pemeliharaan
6) Tahap Terminasi
Klien pada tahap ini sudah yakin bahwa masalah bukan lagi godaan atau ancaman
bagi kehidupan. Sebagai contoh, klien tadi sudah tidak takut beresiko diabetes
melitus lagi karena ia sudah yakin bahwa dengan menjaga pola makan sehat dan
bergizi akan menurunkan berat badannya.
2. Tanggung jawab yang jelas 5. Ada batasan yang jelas yang telah ditentukan
1. Kerjasama 4. Komunikasi
2. Asertifitas 5. Otonomi
Menurut Maulana (2009) ada beberapa prinsip, model atau bentuk, dan langkah
kegiatan dalam pemberdayaan masyarakat, yaitu:
Prinsip
Kemitraan adalah suatu hubungan atau sebuah kerja sama antara kedua
belah pihak atau lebih, didasarkan pada kesetaraan, keterbukaan, dan saling
menguntungkan atau memberikan manfaat (Depkes RI, 2012). Victoria Health
Promotion Foundation (2011) mengemukakan tujuan dari kemitraan, yang dibagi
menjadi tujuan umum dan khusus. Tujuan umum dari kemitraan adalah untuk
meningkatkan percepatan, efektivitas, serta efisiensi terkait upaya kesehatan dan
upaya pembangunan pada umumnya. Tujuan khususnya adalah berhubungan
dengan aspek rasa di dalam sebuah kesepakatan kerja sama, terkait rasa saling
membutuhkan, percaya, memerlukan, membantu, dll. Hasil yang diharapkan
dengan bermitra berhubungan dengan tujuan yang ditetapkan, yaitu terjadinya
percepatan, efektivitas, dan efisiensi dalam berbagai upaya termasuk
kesehatan.
1. Incidental (sifat kerja sesuai dengan kebutuan sesaat ex: peringatan hari anak
Indonesia)
2. Jangka pendek (proyek dalam kurun waktu tertentu)
3. Jangka panjang (pelaksanaan program tertentu, ex: pemberantasan TB paru)
Menurut Beryl Levinger dan Jean Mulroy (2004), ada empat jenis atau tipe
kemitraan yaitu:
a) Potential Partnership (peduli tetapi belum bekerja bersama secara dekat)
3. Output (terbentuknya jaringan kerja, yang terdiri dari berbagai unsur, dan
jumlah kegiatan yang berhasil terrealisasi dari rencana yang dimiliki)
4) Membuat kesepakatan
a. Metode didaktif, didasarkan atau dilakukan secara satu arah atau one way
method, misalnya ceramah, film, leaflet, buklet, poster, dan siaran radio).
b. Metode sokratik, dilakukan secara dua arah atau two way method.
Metode ini kemungkinan antara pendidik dan peserta didik bersikap aktif
dan kreatif, misalnya diskusi kelompok, debat, panel, forum, buzzfgroup,
seminar, bermain peran, sosiodrama, curah pendapat, demonstrasi, studi
kasus, lokakarya, dan penugasan perorangan).
Pemilihan metode promosi kesehatan harus dilakukan secara cermat dan
tepat agar menjadi metode belajar yang efektif dan efisien ini harus
mempertimbangkan hal-hal berikut.
1. Hendaknya disesuaikan dengan tujuan pendidikan
2. Bergantung pada kemampuan guru atau pendidiknya
3. Kemampuan pendidik
4. Bergantung pada besarnya kelompok sasaran atau kelas
5. Harus disesuaikan dengan waktu pemerian atau penyampaian pesan.
6. Hendaknya mempertimbangkan fasilitas-fasilitas yang ada.
Metode pembelajaran selain terdapat dua jenis, metode pun menurut
Notoatmodjo, 2007) ; Maulana (2009), diklasifikasikan menjadi tiga bagian yaitu,
metode pendidikan individu, kelompok, dan massa. Memiliki pendapat yang sama
menurut Departemen Kesehatan RI menggolongkan metode promosi kesehatan
berdasarkan jumlah sasaran yang ingin dicapai yaitu, pendekatan perorangan,
pendekatan kelompok, dan pendekatan massal.
1. Metode pendidikan individu
a. Bimbingan berisi penyampaian inforasi yang berkenaan dengan masalah
pendidikan, pekerjaan, pribadi, dan masalah sosial yang disajikan dalam
bentuk pelajaran.
b. Konseling adalah proses belajar yang bertujuan memungkinkan konseling
(peserta didik) mengenal dan menerima diri sendiri serta realistis dalam
proses penyelesaian dengan lingkungannya (Nurihsan, 2005)
dalam (Maulana, 2009).
2. Metode pendidikan kelompok
a. Ceramah, ialah pidato yang disampaikan oleh seorang pembicaraa di
depan sekelompok pengunjung atau pendengar. Metode ini dipergunakan
sesuai kondisi–kondisi tertentu.
b. Seminar adalah suatu penyajian (presentasi) dari satu atau beberapa ahli
tentang suatu topik yang dianggap penting dan biasanya dianggap hangat
di masyarakat.
c. Diskusi kelompok, percakapan yang direncakan atau dipersiapkan di
antara tuga orang atau lebih tentang topik tertentu dan salah seorang di
antaranya memimpin diskusi tersebut.
d. Bermain peran (role play), peserta diminta memainkan atau memerankan
bagian-bagian dari berbagai karakter dalam suatu kasus.
e. Simulasi, suatu cara peniruan karakteristik-karakteristik atau perilaku-
perilaku tertentu dari dunia rill sehingga para peserta latihan dapat
berekasi seperti pada keadaan sebenarnya.
3. Metode pendidikan massa
Metode pendidikan massa dilakukan untuk mengonsumsikan pesan-pesan
kesehatan yang ditujukan untuk masyarakat. Pesan yang ingin disampaikan
perlu dirancang agar dapat ditangkap oleh massa.
Metode kesehatan pun dapat digolongkan berdasarkan teknik komunikasi
dan indera penerima dari sasaran promosi kesehatan.
1. Berdasarkan teknik komunikasi
a. Metode penyuluhan langsung.
b. Metode yang tidak langsung.
2. Berdasarkan indera penerima
a. Metode melihat/memperhatikan.
b. Metode pendengaran
c. Metode “kombinasi”
2.4.3 Media Promosi Kesehatan
Dalam melakukan promosi kesehatan perlu diperhatikan media yang
digunakan agar dapat menarik perhatian sasaran dalam mengikuti promosi
kesehatan. Menurut (Kholid, A., 2012) media pembelajaran adalah sarana fisik
untuk menyampaikan isi atau materi pembelajaran seperti buku, film, video dan
sebagainya. Media merupakan alat yang digunakan oleh pendidik dalam
menyampaikan bahan pendidikan atau pengajaran (Maulana, H. D., 2007). Tujuan
dari penggunaan media dalam pengajaran yaitu untuk memperjelas pesan,
mengatasi keterbatasan ruang, waktu tenaga, daya indra, menimbulkan semangat
belajar, interaksi langsung antara peserta didik dan sumber belajar, serta
memungkinkan peserta belajar mandiri sesuai bakat (Simamora, 2009).
Media yang berupa alat peraga berfungsi untuk (Maulana, H. D., 2007):
a. menimbulkan minat sasaran
b. mencapai sasaran yang lebih banyak
c. membantu mengatasi hambatan dalam pemahaman
d. merangsang sasaran untuk meneruskan pesan pada orang lain
e. memudahkan penyampaian informasi
f. memudahkan penerimaan informasi oleh sasaran
g. mempermudah cara penyampaian dan penerimaan informasi oleh
orang banyak.
h. mendorong keinginan untuk mengetahui, mendalami, dan mendapat
pengertian yang lebih baik.
i. membantu menegakkan pengetahuan yang diterima agar bisa lebih
lama tersimpan dalam ingatan.
Pelaksanaan promosi kesehatan membutuhkan media yang dapat
memudahkan aktivitas promosi kesehatan terutama pada saat pendidik (sumber)
tidak dapat bertemu langsung dengan sasaran. Adapun jenis – jenis media
pembelajaran menurut (Kholid, A., 2012) yaitu:
1. Media visual seperti grafik, diagram, chart, bagan, poster, kartun dan
komik
2. Media auditif seperti radio, tape recorder, laboratorium bahasa, dan
sejenisnya
3. Projected still media seperti slide, over head projector, in focus dan
sejenisnya
4. Projected motion media seperti film, televise, video, computer dan
sejenisnya.
Sedangkan, menurut Sharon, S. E. (2005) terdapat enam jenis dasar dari
media pembelajaran, yaitu:
1. Teks, yaitu penyampaian informasi yang berupa tulisan.
2. Media audio, seperti suara latar, musik, atau rekaman suara yang dapat
meningkatkan daya tarik sasaran.
3. Media visual, yaitu media yang memberikan rangsangan - rangsangan visual
seperti gambar/photo, sketsa, diagram, bagan, grafik, kartun poster dan papan
bulletin.
4. Media proyeksi gerak, seperti film geral, film gelang, program TV, video
kaset (CD, VCD, atau DVD).
5. Benda-benda tiruan/miniatur, seperti benda-benda tiga dimensi yang dapat
disentuh dan diraba oleh penerima pesan.
6. Manusia, yang dapat berupa guru, siswa, atau pakar/ ahli dibidang/ materi
tertentu.
Adapun ciri – ciri media pembelajaran menurut (Gerlach & Ely, 1971)
yaitu:
1. Ciri fiksasif
2. Ciri manipulatif
3. Ciri distributif
Kriteria yang harus diperhatikan dalam memilih media pembelajaran
menurut (Kholid, A., 2012) yaitu:
1. Sesuai dengan tujuan atau standar kompetensi yang ingin dicapai.
2. Tepat untuk mendukung isi pelajaran yang sifatnya fakta, konsep, prinsip
dan generalisasi
3. Praktis, luwes dan bertahan
4. Memperhatikan pengelompokan sasaran.
5. Penyaji terampil dalam menggunakan media.
Dalam setiap contoh, perawat terlibat dalam empat fungsi dasar yang
membentuk proses manajemen. Proses manajemen, seperti proses keperawatan,
menggabungkan serangkaian kegiatan pemecahan masalah atau fungsi:
perencanaan, pengorganisasian, memimpin, dan mengendalikan dan
mengevaluasi. Kegiatan ini sekuensial, namun juga terjadi secara bersamaan
untuk mengelola tujuan layanan (Cherry & Jacob, 2011). Sambil melakukan
fungsi-fungsi ini, perawat kesehatan masyarakat paling sering adalah manajer
partisipatif; yaitu, mereka berpartisipasi dengan klien, profesional lain, atau
keduanya untuk merencanakan dan melaksanakan jasa.
Semua orang di tim memiliki kontribusi penting dan unik untuk membuat
untuk upaya pelayanan kesehatan. Seperti pada tim sepak bola, semua anggota
memainkan posisi masing-masing dan bekerja sama dengan anggota lain. Hal ini
juga berlaku pada tim tenaga kesehatan. Perawat komunitas memerlukan
keterampilan dalam berkomunikasi, dalam menafsirkan kontribusi yang unik
perawat ke tim, dan dalam bertindak tegas sebagai mitra sejajar. Peran kolaborator
mungkin juga melibatkan berfungsi sebagai konsultan. Contoh berikut ini
menunjukkan seorang perawat komunitas berfungsi sebagai kolaborator.
Tiga keluarga diperlukan untuk menemukan rumah jompo yang baik bagi
kakek mereka. Perawat kesehatan masyarakat bertemu dengan keluarga, termasuk
anggota tua; membuat daftar fitur yang diinginkan, seperti mandi dan akses ke
berjalan jalan; dan kemudian bekerja dengan pekerja sosial untuk mencari dan
mengunjungi beberapa rumah. Dokter masing-kakek-nenek 'dihubungi untuk
konsultasi medis, dan dalam setiap kasus, anggota lansia dilakukan seleksi akhir.
Dalam situasi lain, perawat komunitas bekerja sama dengan dewan kota,
kepolisian, warga lingkungan, dan manajer gedung tinggi apartemen warga
senior’ untuk membantu sekelompok orang tua mengatur dan lobi untuk jalan-
jalan yang lebih aman. Dalam contoh ketiga, perawat sekolah melihat kenaikan
dalam kejadian penggunaan narkoba di sekolah nya. Dia memulai program
konseling setelah perencanaan bersama dengan siswa, orang tua, guru, psikolog
sekolah, dan satu rehabilitasi obat lokal.
Peran sebagai edukator merupakan salah satu peran penting yang dimiliki oleh
perawat komunitas (Allender, Rector, Warner, 2014). Perawat sebagai pendidik
memiliki tujuan untuk melakukan promosi kesehatan. Penggabungan konten yang
spesifik kedalam disiplin ilmu keperawatan, pengetahuan dari teori edukasi dan
model perilaku sehat dapat memungkinkan pendekatan yang terintegrasi untuk
membentuk perilaku sehat pada peserta didik (klien) (Bastable, 2008). Beberapa
peran perawat sebagai edukator mencakup fasilitator perubahan, kontraktor,
organisator, dan evaluator. Pada lembar tugas ini akan dibahas peran perawat
sebagai fasilitator serta evaluator.
Peran sebagai edukator merupakan salah satu peran penting yang dimiliki oleh
perawat komunitas (Allender, Rector, Warner, 2014). Perawat sebagai pendidik
memiliki tujuan untuk melakukan promosi kesehatan. Penggabungan konten yang
spesifik kedalam disiplin ilmu keperawatan, pengetahuan dari teori edukasi dan
model perilaku sehat dapat memungkinkan pendekatan yang terintegrasi untuk
membentuk perilaku sehat pada peserta didik (klien) (Bastable, 2008). Beberapa
peran perawat sebagai edukator mencakup fasilitator perubahan, kontraktor,
organisator, dan evaluator. Pada lembar tugas ini akan dibahas peran perawat
sebagai fasilitator serta evaluator.
4. Memiliki keterampilan.
Jadi, dalam promosi kesehatan banyak sekali peran perawat yang harus
dilakukan, diantaranya adalah sebagai edukator dan konselor. Kedua peran ini
sangatlah penting untuk digunakan. Peran perawat sebagai konselor dan edukator
memiliki tujuan dan hambatan masing-masing yang harus diselesaikan sehingga
pemeliharaan dan peningkatan kesehatan masyarakat sebagai upaya pencegahan
penyakit dapat tercapai.
Peran perawat yang paling dikenal secara publik adalah pemberi asuhan
atau caregiver. Menjadi seorang caregiver dalam sebuah komunitas, berarti
perawat memastikan bahwa pelayanan kesehatan bukan hanya tersedia secara
individual atau keluarga, tetapi juga dalam tingkat kelompok atau populasi.
Asuhan keperawatan tetap dirancang untuk memenuhi kebutuhan spesifik setiap
kliennya, namun, asuhan keperawatan dalam sebuah kelompok atau populasi
memiliki bentuk tersendiri. Dibutuhkan kemampuan yang berbeda untuk menkaji
kebutuhan massa secara kolektif dan menyalurkannya. Caregiver dalam
keperawatan komunitas memiliki penekanan khusus yang berbeda dari
keperawatan dasar. Terdapat 3 penekanan yaitu holism, promosi kesehatan, serta
keterampilan tambahan. Dalam LTM ini, akan difokuskan penjelasan mengenai
perawat komunitas dalam promosi kesehatan.
Terdapat dua tujuan utama dalam advokasi klien. Yang pertama adalah
agar klien memiliki kuasa atas kebutuhan pelayanan kesehatan dirinya. Sampai
klien dapat mencari informasi yang ia butuhkan dan mengakses pelayanan
kesehatan dan sosial yang tepat, perawat harus berperan sebagai advokator kepada
klien dengan menunjukkan kepada mereka pelayanan apa yang tersedia, untuk
siapa pelayanan tersebut tersedia, dan bagaimana agar dapat mengakses pelayanan
tersebut. Tujuan kedua adalah agar sistem pelayanan kesehatan bisa lebih
responsif serta relevan dalam menunjang kebutuhan klien. Hal ini bisa dicapai
dengan membuat perubahan dalam pelayanan kesehatan yang buruk, sulit diakses,
serta tidak adil.
Daftar Pustaka
Ahmad, Kholid. (2014). Promosi kesehatan. Jakarta: Raja Grafindo.
Alhamda, S. (2015). Buku Ajar Sosiologi Kesehatan. Yogyakarta: Deepublish.
ANA. (2010). Nursing’s social policy statement: the essence of the profession.
Washington: Nursesbooks.org.
Buse, Kent, Mays, Nicholas, and Walt, Gill. (2005). Making health policy 2nd
edition. USA: McGraw-Hill
Canadian Public Health Association. (2010). Public Health - Community Health
Nursing Practice in Canda, Roles and Activities. Ottawa: Canadian Public
Health Association.
Christensen, P. J., & Kenney, J. W. (1996). Nursing process: Application of
conceptual models. USA: Mosby-Year Book, Inc.
DeLaune, S. C., dan Ladner, P. K. (2011). Fundamentals of nursing: Standards
and practices, 4th ed. Delmar Cengage Learning.
Sharon, S. E., James, D. R., Robert, H., & Michael, M. (2005). Instructional
Technology and Media for Learning. New Jersey: Merrill Prentice Hall.