Anda di halaman 1dari 289

ANALISIS PROSES PEMBELAJARAN IPS

PADA ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS TUNANETRA


DI SMALB-A PEMBINA TINGKAT NASIONAL
CILANDAK JAKARTA SELATAN
Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan


Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh:
Nia Nurfitriannih
11140150000090

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019
ABSTRAK
Nia Nurfitriannih, Analisis Proses Pembelajaran IPS pada Anak
Berkebutuhan Khusus Tunanetra di SMALB-A Pembina Tingkat Nasional
Cilandak Jakarta Selatan. Skripsi Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan
Sosial, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah.
Tujuan penelitian ini adalah: (1) Mengetahui proses pembelajaran anak
berkebutuhan khusus tunanetra di SMALB-A Pembina Tingkat Jakarta. (2)
Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi proses pembelajaran IPS pada anak
berkebutuhan khusus tunanetra. (3) Untuk mengetahui kesulitan dan upaya apa
saja yang dilakukan oleh guru dalam menghadapi pemecahan masalah siswa
berkebutuhan khusus tunanetra.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi,
wawancara, dan dokumentasi. Pada observasi, dilaksanakan untuk memperoleh
data mengenai kondisi objek yang diteliti melihat dan mengamati beberapa
kegiatan proses pembelajaran IPS di SMALB-A PTN dilakukan dengan
pertanyaan yang telah disediakan oleh peneliti kemudian peneliti mengambil
dokumentasi melalui dokumen-dokumen internal dan eksternal di SLB-A
Pembina Tingkat Nasional Jakarta.
Hasil penelitian menunjukan bahwa proses pembelajaran IPS di SMALB-
A Pembina menggunakan Kurikulum 2013 dengan pendekatan scientific yang
umumnya diterapkan di sekolah umum, hanya saja terdapat penyesuaian terhadap
peserta didik, dengan mempertimbangkan kemampuan siswa tunanetra, metode
yang digunakan, kebanyakan ceramah dengan kombinasi perpaduan metode yang
lain seperti tanya jawab, media pelajaran yang digunakan pada saat pembelajaran
IPS yaitu media dengan alat peraga yang mudah diraba serta media dengan huruf
braille. Faktor yang mempengaruhi yaitu ada faktor pendukung dari pengalaman
guru-guru di sekolah tersebut yang mumpuni dalam mendidik siswa tunanetra
adapun faktor penghambat yaitu kurangnya media pelajaran di SMALB-A
Pembina. Kesulitan yang dihadapi oleh guru di SMALB-A yaitu kurangnya media
pembelajaran di kelas sehingga membuat siswa mengalami kesulitan dalam
pembelajaran IPS maka upaya yang harus dilakukan adalah proses pembelajaran
di kelas tetap harus dijalankan agar berjalan maksimal dengan melalui
pemanfaatan media yang ada.

Kata Kunci : Tunanetra, IPS, SMALB

i
ABSTRACK
Nia Nurfitriannih, Analysis of Social Studies Learning Process in Children
with Special Needs for the Blind in the Cilandak National Level Trustees in
South Jakarta. Thesis Department of Social Sciences, Faculty of Tarbiyah and
Educational Sciences, UIN Syarif Hidayatullah.
The objectives of this study were: (1) To find out the learning process of
children with special needs who were visually impaired at the Jakarta Level
SMALB-Pembina. (2) Knowing the factors that influence the social studies
learning process in children with special needs visually impaired. (3) To find out
what difficulties and efforts are made by the teacher in dealing with solving
problems of students with special needs visually impaired.
The method used in this research is qualitative method. Data collection
techniques used in this study were observation, interviews, and documentation. In
observations, carried out to obtain data about the condition of the object under
study see and observe several activities in the social studies learning process at
SMALB-A PTN carried out with questions provided by the researcher then the
researcher took documentation through internal and external documents at SLB-A
Level Builder Jakarta National.
The results of the study show that the social studies learning process at
SMALB-A Trustees uses the 2013 curriculum with a scientific approach that is
generally applied in public schools, except that there are adjustments to students,
taking into account the ability of blind students, the method used, most lectures
with a combination of methods others such as question and answer, learning
media used in social studies learning, namely media with easily accessible
teaching aids and media in braille. The influencing factor is that there are
supporting factors from the experience of the teachers in the school that are
qualified in educating blind students as well as the inhibiting factors, namely the
lack of learning media in the SMALB-A Trustees. The difficulties faced by
teachers in SMALB-A are the lack of learning media in the classroom so that
students experience difficulties in social studies learning, so the effort that must
be made is that the learning process in the classroom must be carried out to run
optimally through the use of existing media.

Keyword : Blind, IPS, high school is extraordinary

ii
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb

Alhamdulillah segala puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat


Allah SWT, karena segala nikmat kesehatan, nikmat islam iman serta rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Tidak lupa pula shalawat
dan salam semoga selalu dilimpahkan kepada Baginda Nabi Muhammad SAW
yang telah membimbing umat manusia dari zaman Minadzulumati ilan nur wa
minna dholalah ilal hidayah yaitu dari zaman jalan kegelapan jahiliyah menuju
jalan yang terang benderang dengan Agama Islam yang dibawanya menjadi
penyelamat dan mengantarkan pemeluknya menuju kedamaian di dunia maupun
di akhirat.

Selama penyelesaian skripsi ini, penulis dibantu oleh berbagai pihak yang
telah memberikan dorongan dan dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini. Oleh karena itu dengan kerendahan hati penulis mengucapkan terima
kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ahmad Thib Raya M.A, selaku Dekan Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan.
2. Bapak Dr. Iwan Purwanto, M.Pd selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial dan Bapak Drs. H. Syaripulloh M.Si selaku Sekretaris
Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial.
3. Ibu Tri Harjawati, M.Si selaku Dosen Penasihat Akademik yang telah
membantu selama perkuliahan dari awal semester sampai akhir semester ini.
4. Bapak Muhammad Arif, M.Pd selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah
meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk terus membantu dalam
membimbing sampai selesainya penulisan skripsi.
5. Ibu Zaharah, M.Ed selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah membantu
peneliti selama perkuliahan dari awal semester sampai akhir.
6. Bapak dan Ibu Dosen yang telah memberikan ilmu selama penulis menuntut
ilmu di Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial.

iii
7. Orang tua yang penulis cintai, Jamil dan Ratih Nirmala, yang tidak pernah
henti membantu mendoakan, memotivasi, dan selalu siap dikala penulis
kesulitan.
8. Kakak, Adik dan keponakan yang penulis sayangi, Tikah Nurfitrah, Ilham
Saputra, Khalizah Nur Aini, Almira Ghaniyyu Syafa, dan Attar Ghaniyyu
Sabiq yang selalu setia membantu baik berupa moril ataupun materil dalam
penulisan skripsi ini.
9. Terima kasih kepada kepala sekolah SLB-A Pembina Tingkat Nasional
Jakarta serta guru-guru dan staff pengurus SLB-A PTN atas izin penelitian
yang telah diberikan serta segala informasi dan masukan selama penelitian.
Terima kasih untuk seluruh siswa dan siswi SMALB-A PTN yang telah
berpartisipasi.
10. Terima kasih kepada teman-teman di Balon yang penulis sayangi, Hindatul
Wardah, Zahra Nadhia, Lutviana Safitri, Silvia Kastaini yang telah membantu,
memotivasi dan menemani dalam penyelesaian penulisan skripsi ini serta
tidak lupa kepada Rani, Yunita, Aulia, Chairunnisa, Yayu, dan Vivi yang telah
menemani selama 9 semester dan saling mengingatkan, memberi dukungan
satu sama lain hingga saat ini.
11. Terima kasih kepada teman-teman dan sahabat kelas konsentrasi sosiologi dan
mahasiswa jurusan IPS angkatan 2014, yang mewarnai hari-hari selama
perkuliahan, dukungan, semangat dan doa yang diberikan.
12. Terima kasih kepada Vira sahabat kecilku dari sekolah dasar hingga sekarang
dan teman-teman dekat semasa sekolah madrasah aliyahku, yang selalu
memberikan warna-warni kehidupanku, motivasi semangat dan dukungan
penuh selama penulisan skripsi ini hingga terselesaikan.
13. Terima kasih kepada Aulia, Ega, Dina dan Sahara sahabatku selama sekolah
menengah yang telah bertahan menemaniku memberikan arahan, tujuan,
dukungan penuh dan selalu memberikan kecerian ditengah kesibukan
menyelesaikan skripsi ini.

iv
14. Kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu untuk
membantu dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini, semoga Allah SWT
membalas semua kebaikan.

Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan karena apabila bukan karena Allah


SWT penulis tidak dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini masih
banyak kekurangan di dalamnya, untuk itu penulis memerlukan kritik dan saran
dari pembaca. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan bagi pembaca
serta bagi masyarakat.

Jakarta, 21 Desember 208

Penulis

Nia Nurfitriannih

v
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI

LEMBAR PERNYATAAN KARYA ILMIAH

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI

ABSTRAK ...................................................................................................... i
ABSTRACT .................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR .................................................................................... iii
DAFTAR ISI ................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL .......................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xi

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1


A. Latar Belakang .................................................................................. 1
B. Identifikasi Masalah .......................................................................... 5
C. Pembatasan Masalah ......................................................................... 6
D. Rumusan Masalah ............................................................................. 6
E. Tujuan Penelitian .............................................................................. 6
F. Manfaat Penelitian ............................................................................ 7

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERFIKIR ....................... 9


A. Proses Pembelajaran....................................................................... 9
1. Pengertian Belajar ................................................................. 10
2. Pengertian Mengajar ............................................................. 13
3. Sistem Pembelajaran ............................................................. 15
4. Strategi Pembelajaran............................................................ 16
5. Metode Pembelajaran ............................................................ 18
6. Sumber Belajar ...................................................................... 22

vi
7. Media Pembelajaran .............................................................. 25
8. Evaluasi Pembelajaran .......................................................... 26
B. Anak Berkebutuhan Khusus........................................................... 28
1. Pengertian ABK .................................................................... 29
2. Jenis-Jenis ABK .................................................................... 31
3. Pengertian ABK Tunanetra ................................................... 32
4. Sekolah untuk ABK Tunanetra ............................................. 40
C. Ilmu Pengetahuan Sosial ................................................................... 44
1. Pengertian IPS ....................................................................... 44
2. Ruang Lingkup Kajian IPS ................................................... 49
3. Tujuan Pembelajaran IPS ...................................................... 51
D. Penelitian Relevan ............................................................................. 52
E. Kerangka Berfikir.............................................................................. 56

BAB III METODE PENELITIAN ............................................................... 58


A. Tempat dan Waktu ............................................................................ 58
B. Metode Penelitian.............................................................................. 59
C. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data ........................................ 61
D. Teknik Analisis dan Pengolahan Data .............................................. 67
E. Uji Validitas dan Keabsahan Data .................................................... 71

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .............................. 73


A. Profil SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta ............................. 73
1. Latar Belakang SLB-A PTN ................................................. 73
2. Identitas SLB-A PTN ............................................................ 76
3. Tugas dan Fungsi SLB-A PTN ............................................. 78
4. Visi dan Misi ......................................................................... 78
B. Hasil Penelitian ................................................................................. 79
1. Proses Kegiatan Pembelajaran IPS ....................................... 84
2. Faktor yang Mempengaruhi Proses Kegiatan Pembelajaran 93
3. Kesulitan dan Upaya Menghadapi Pemecahan Masalah ...... 95
C. Pembahasan ....................................................................................... 100

vii
1. Proses Kegiatan Pembelajaran IPS ....................................... 101
2. Faktor yang Mempengaruhi Proses Kegiatan Pembelajaran 112
3. Kesulitan dan Upaya Menghadapi Pemecahan Masalah ...... 115
D. Keterbatasan Penelitian ..................................................................... 122

BAB V PENUTUP .......................................................................................... 123


A. Kesimpulan ....................................................................................... 123
B. Implikasi ............................................................................................ 125
C. Saran .................................................................................................. 125
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 127
LAMPIRAN-LAMPIRAN

viii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Presentase Kehilangan Ketajaman Penglihatan .......................... 33


Tabel 2.2 Komposisi Tunanetra .................................................................. 34
Tabel 3.1 Waktu Kegiatan .......................................................................... 58
Tabel 3.2 Pedoman Observasi ..................................................................... 62
Tabel 3.3 Kisi-kisi Pedoman Wawancara ................................................... 66
Tabel 3.4 Kisi-kisi Pedoman Dokumentasi ................................................. 67
Tabel 4.1 Narasumber Kepala Sekolah dan Guru ....................................... 80
Tabel 4.2 Narasumber Siswa-Siswi SMALB-A PTN ................................. 80
Tabel 4.3 Siswa-Siswi Kelas X ................................................................... 82
Tabel 4.4 Siswa-Siswi Kelas XI.................................................................. 82
Tabel 4.5 Siswa-Siswi Kelas XII ................................................................ 83

ix
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Berfikir ..................................................................... 57


Gambar 4.1 Guru membuka pelajaran di kelas XI....................................... 85
Gambar 4.2 Guru membuka pelajaran di kelas XII ..................................... 86
Gambar 4.3 Media Pembelajaran Globe Timbul ......................................... 88
Gambar 4.4 Penggunaan Media Globe Timbul di kelas XI ......................... 89
Gambar 4.5 Penggunaan Media Globe Timbul di kelas XI ......................... 89
Gambar 4.6 Penggunaan Media Atlas Timbul di kelas X ............................ 90
Gambar 4.7 Media Pembelajaran Atlas Timbul ........................................... 91
Gambar 4.8 Penggunaan Media Peta Timbul di kelas XII........................... 92
Gambar 4.9 Kegiatan Tanya Jawab di Kelas XII ......................................... 92
Gambar 4.10 Guru mendatangi siswa ........................................................... 93
Gambar 4.11 Penggunaan metode ceramah di kelas XII .............................. 107
Gambar 4.12 Penggunaan Media Atlas Timbul di kelas X ............................ 109
Gambar 4.13 Reglet (alat bantu siswa) .......................................................... 110
Gambar 4.14 Hasil Penelitian ........................................................................ 121

x
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lembar Uji Referensi


Lampiran 2 Pedoman Observasi
Lampiran 3 Kisi-kisi Instrumen Wawancara
Lampiran 4 Pedoman Wawancara
Lampiran 5 Hasil Observasi
Lampiran 6 Transkip Wawancara
Lampiran 7 Dokumentasi
Lampiran 8 Progam Tahunan
Lampiran 9 Silabus Satuan Pendidikan
Lampiran 10 Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar
Lampiran 11 Daftar nama guru dan pegawai SLB-A PTN
Lampiran 12 Daftar invetaris ruang SLB-A PTN
Lampiran 13 Daftar nama-nama siswa SMALB-A PTN
Lampiran 14 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Lampiran 15 Surat Keterangan Izin Penelitian
Lampiran 16 Biodata Penulis

xi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setiap anak berhak memiliki hak dan kewajiban. Salah satunya
adalah pendidikan, seorang anak berhak memiliki kesempatan belajar dan
memperoleh ilmu di sekolah manapun yang diinginkan. Pendidikan dapat
dilakukan tanpa mengenal batas usia, ruang dan waktu. Pendidikan juga
tidak mengenal pembatasan kegiatan dan bentuk, aktifitas apapun yang
berguna untuk menambah pengetahuan dan keterampilan tertentu,
sehingga setiap warga negara berhak untuk mendapatkan pendidikan yang
bermutu yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun lembaga-lembaga
non pemerintah.
Menurut UU Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional, Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara1.
Di dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31 Ayat 1, Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 1989 Tentang Sisdiknas Bab III Ayat 5 yang
menyatakan bahwa setiap warganegara memiliki kesempatan yang sama
memperoleh pendidikan. Bunyi ayat ini sejalan dengan Konsep pendidikan
untuk semua (education for all) yang ditegaskan dalam deklarasi universal
Hak Asasi Manusia (HAM) dan slogan tersebut selayaknya mengawal kita
untuk bisa terus peduli dengan isu pendidikan karena hak pendidikan
adalah hak semua orang tanpa memandang kelas, ras, jenis kelamin,
agama, dan bentuk muka,

1
UU Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Lampiran 1

1
2

Maka dapat disimpulkan bahwa setiap warga negara yang di


maksud termasuk anak yang memiliki keterbatasan fisik maupun mental
pun mempunyai hak dan kewajiban yang sama untuk memperoleh
pendidikan. Anak-anak yang memiliki keterbatasan seperti ini mereka
biasa dikenal dengan istilah Anak Berkebutuhan Khusus. Istilah anak
berkebutuhan khusus bukan istilah yang baru melainkan telah banyak
digunakan selama bertahun-tahun untuk mendeskripsikan siswa yang
memiliki keterbatasan fisik dan mental sehingga mengalami kesulitan
belajar.
Ketika sekolah mulai diwajibkan pada 1870, anak-anak yang
memiliki keterbatasan ini dilihat sebagai individu yang tidak cocok untuk
ditempatkan di sekolah umum, mereka dipandang kurang sempurna
sehingga kerap diasingkan dan ditolak oleh masyarakat.
Namun pada akhirnnya pendidikan untuk Anak Berkebutuhan
Khusus (ABK) sudah diatur dalam undang- undang dan hak mereka
memperoleh pendidikan adalah sama dengan orang non ABK. Hak atas
pendidikan bagi ABK atau anak difabel ditetapkan dalam Undang-
Undang No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 32
disebutkan bahwa: “pendidikan khusus (pendidikan luar biasa) merupakan
pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam
mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental,
dan sosial”.2
Maka anak-anak yang memiliki keterbatasan seperti ini di dalam
pendidikannya memiliki sebuah lembaga kependidikan khusus yang
bertujuan untuk memperluas kesempatan kepada anak-anak yang memiliki
keterbatasan ataupun keistimewaan untuk belajar, sehingga mereka dapat
membekali diri untuk dapat mandiri dan berpartisipasi dalam proses
pembangunan bangsa dan negaranya.

2
Mohammad Effendi. Pengantar Pdikopedagogik Anak Berkelainan. (Jakarta: Bumi
Aksara. 2009), h.1.
3

Anak-anak ini berhak mendapatkan pendidikan yang layak dan


tidak dibeda-bedakan dengan anak normal lainnya. Sebagai wujud
kepedulian pemerintah terhadap pendidikan khusus bagi anak
berkebutuhan khusus. ABK pemerintah telah memberikan sarana sekolah
yang lebih dikenal dengan Sekolah Luar Biasa (SLB) sesuai dengan
kekhususannya masing-masing.
Yang termasuk kedalam anak berkebutuhan khusus (ABK) ini
menurut Direktorat Pembinaan Pendidikan Khusus dan Layanan khusus,
dapat dikelompokkan menjadi:
1. Tunanetra atau anak yang mengalami gangguan penglihatan
2. Tunarungu atau anak yang mengalami gangguan pendengaran
3. Tunadaksa atau anak yang mengalami kelainan tubuh atau
gerak
4. Anak berbakat atau anak yang memiliki kecerdasan dan
kemampuan luar biasa
5. Tuna grahita
6. Anak lamban belajar
7. Anak yang mengalami kesulitan belajar spesifik (disleksia)
8. Anak mengalami gangguan komunikasi
9. Tunalaras anak yang mengalami gangguan emosi dan prilaku
10. Anak yang termarginalkan
Tidaklah mudah bagi seorang guru untuk mengajarkan anak yang
berkebutuhan khusus dalam proses kegiatan pembelajaran di kelas. Ketika
seorang guru tersebut tidak biasa dalam menangani kegiatan proses
pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus, maka yang didapat hanya
akan mengalami berbagai kesulitan karena profesi tersebut tidaklah
mudah.
Semua mata pelajaran yang dilakukan dalam pembelajaran
terhadap anak berkebutuhan khusus tentu berbeda-beda pasti memiliki
kekurangan dan kelebihan, khususnya dalam pembelajaran Ilmu
Pengetahuan Sosial (IPS). Masalah yang terjadi di lapangan dalam
4

pembelajaran pada anak berkebutuhan khusus seorang guru memerlukan


kurikulum pembelajaran khusus. Dalam hal ini kurikulum Nasional yang
diterapkan adalah kurikulum 2013. Kurikulum 2013 dikembangkan
dengan membawa amanah harus mampu menumbuhkan nilai-nilai
Pancasila dalam jiwa peserta didik.
Pembelajaran IPS merupakan salah satu mata pelajaran yang
penting untuk dipelajari karena untuk menumbuhkan sikap, kesadaran,
kepedulian, dan toleransi terhadap keragaman sosial budaya masyarakat
bagi anak didik, maka seorang guru IPS berupaya untuk memilih,
menetapkan dan mengembangkan pembelajaran yang memungkinkan
dapat membantu kemudahan, kecepatan, kebiasaan, dan kesenangan anak
didik untuk mempelajari IPS terpadu, sehingga dapat menarik minat anak
didik untuk mempelajarinya.
Permasalahan tentang pembelajaran IPS seperti apa yang akan
diterapkan muncul karena ada perbedaan antara pembelajaran anak normal
dengan anak yang berkebutuhan khusus atau kelainan atau memiliki cacat
tubuh dan mental. Terdapat sejumlah materi pembelajaran IPS yang
seringkali membuat siswa sulit untuk memahaminya ataupun guru yang
sulit untuk menjelaskannya. Kesulitan tersebut dapat terjadi karena materi
tersebut masih abstrak, rumit, asing, dan sebagainya. Untuk mengatasi
kesulitan ini maka perlu dikembangkan sarana belajar IPS yang tepat.
Dengan keterbatasan fisik dan mental, maka sekolah memiliki
sistem pengajaran khusus dalam kegiatan belajar dan mengajar bagi
peserta didiknya Metode pembelajaran yang diterapkan pada sekolah
tersebut bervariasi tergantung kebutuhan. Termasuk dengan kekurangan
dalam penglihatan, Maka pada tanggal 1981 berdirilah Sekolah Luar Biasa
bagian A untuk Tunanetra yang dinamakan Sekolah Luar Biasa-A
Pembina Tingkat Nasional (SLB-A PTN) Jakarta. Dalam SLB-A PTN ini
terdapat jenjang pendidikan mulai dari TKLB, SDLB, SMPLB dan
SMALB. Sekolah ini khusus bagi perserta didik yang memiliki
kekurangan dibidang penglihatan, atau disebut dengan tunanetra.
5

Maka bedasarkan permasalahan yang telah dipaparkan diatas,


penulis sangat ingin meneliti dan mengetahui apakah proses pembelajaran
di Sekolah Luar Biasa-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta berjalan
dengan baik secara efektif dan efesien, maka penulis akan menjawabnya
dengan membuat karya ilmiah yang berkaitan dengan permasalah tersebut
yaitu berjudul “Analisis Proses Pembelajaran IPS Pada Anak
Berkebutuhan Khusus Tunanetra di SMALB-A Pembina Tingkat
Nasional Cilandak Jakarta Selatan”

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka
penulis mengidentifikasi masalah yang berkaitan dengan judul yang akan
dibahas dalam tulisan ini, sebagai berikut :
1. Proses pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus tunanetra masih
belum berjalan dengan optimal.
2. Penggunaan metode pembelajaran belum relevan dengan kondisi anak
berkebutuhan khusus tunanetra.
3. Kurangnya penggunaan media pembelajaran bagi anak berkebutuhan
khusus tunanetra.
4. Interaksi dalam belajar antara guru dengan peserta didik belum
dilakukan secara maksimal.
5. Terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi proses pembelajaran IPS
pada anak berkebutuhan khusus tunanetra
6. Strategi pembelajaran yang dilakukan oleh guru belum relevan dengan
kondisi anak berkebutuhan khusus tunanetra.
7. Terdapat beberapa kesulitan belajar IPS pada anak berkebutuhan
khusus tunanetra.
8. Upaya pemecahan masalah terhadap kesulitan belajar IPS di
SMALB-A Pembina Tingkat Jakarta belum berjalan dengan optimal.
9. Sumber belajar yang digunakan peserta didik belum memadai.
6

10. Sarana dan prasana yang tersedia bagi anak berkebutuhan khusus
tunanetra belum memadai.

C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan uraian identifikasi masalah tersebut, untuk lebih
memperjelas dan memberi arah yang tepat, maka diberikan batasan yang
berkaitan dan sesuai dengan judul yang ada, maka peneliti memberikan
pembatasan masalah pada kajian penelitiannya. Batasan masalah pada
penelitian ini adalah :
1. Proses pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus masih belum
berjalan dengan optimal
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pembelajaran IPS pada anak
berkebutuhan khusus tunanetra
3. Kesulitan dan upaya yang dilakukan oleh guru dalam menghadapi
pemecahan masalah siswa berkebutuhan khusus tunanetra

D. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah yang telah diuraikan di atas,
maka perumusan masalah yang akan menjadi bahan penelitian adalah :
1. Bagaimana proses pembelajaran anak berkebutuhan khusus tunanetra
di SMALB-A Pembina Tingkat Jakarta?
2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi proses kegiatan pembelajaran
IPS pada anak berkebutuhan khusus tunanetra?
3. Kesulitan dan upaya apa saja yang dilakukan oleh guru dalam
menghadapi pemecahan masalah siswa berkebutuhan khusus
tunanetra?

E. Tujuan Penelitian
Setiap penelitian tentunya memiliki tujuan agar penelitian memiliki
arah yang jelas, yaitu hasil akhir yang hendak dicapai dari suatu penelitian.
7

Berdasarkan rumusan masalah yang ada, maka tujuan dari penelitian ini
adalah :
1. Untuk mengetahui proses pembelajaran anak berkebutuhan khusus
tunanetra di SMALB-A Pembina Tingkat Jakarta.
2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi proses
pembelajaran IPS pada anak berkebutuhan khusus tunanetra.
3. Untuk mengetahui kesulitan dan upaya apa saja yang dilakukan oleh
guru dalam menghadapi pemecahan masalah siswa berkebutuhan
khusus tunanetra.

F. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a. Memberikan wawasan, dapat memperoleh informasi, masukan
tentang proses kegiatan pembelajaran IPS di SMALB-A Pembina
Tingkat Jakarta bagi anak berkebutuhan khusus.
b. Menambah dan memperkaya keilmuan Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial bagi anak berkebutuhan khusus.
c. Dapat memberikan sumbangan untuk perkembangan ilmu
pendidikan dan memperkuat wacana untuk meningkatkan kualitas
pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus.
2. Manfaat Praktis
1. Bagi Siswa
a. Bagi siswa di SLB-A Pembina Tingkat Jakarta, hasil penelitian
ini diharapkan dapat meningkatkan upaya berinteraksi sosial
dengan baik khususnya dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan
Sosial.
b. Siswa dapat mengaplikasikan pembelajaran IPS dalam
kehidupan sehari-hari.
2. Bagi Sekolah
8

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi saran bagi


penyelenggaraan pendidikan kebutuhan khusus dan melakukan
pembinaan juga motivasi kepada guru IPS.
b. Sebagai bahan masukan bagi sekolah untuk memperbaiki dan
mengevaluasi kualitas pembelajaran dengan proses kegiatan
pembelajaran IPS bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK).
3. Bagi Penulis
Sebagai rujukan dan sarana untuk menambah wawasan mengenai
proses kegiatan pembelajaran IPS terhadap anak berkebutuhan
khusus pada siswa tunanetra.
BAB II
KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERFIKIR

A. Proses Pembelajaran
Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan kata pembelajaran
berasal dari kata ajar yang berarti petunjuk yang diberikan kepada orang
supaya diketahui atau diturut, sedangkan pembelajaran berarti proses, cara,
perbuatan menjadikan orang atau mahkluk hidup belajar. Menurut Kimble
dan Garmezy pembelajaran adalah suatu perubahan perilaku yang relatif tetap
dan merupakan hasil praktik yang diulang-ulang.1
Proses pembelajaran sering pula disebut proses belajar mengajar.
Belajar mengajar merupakan dua konsep yang tidak bisa dipisahkan satu
sama lain. Belajar menunjuk pada apa yang harus dilakukan oleh seseorang
sebagai subyek yang menerima pelajaran, sedang mengajar menunjuk pada
apa yang harus dilakukan oleh guru sebagai pengajar.
Proses pembelajaran betujuan agar siswa mampu mengembangkan
kemampuan fisik maupun psikis ke dalam tiga ranah. Sehingga pembelajaran
yang berlangsung akan lebih bermakna. Tidak hanya sebatas pengetahuannya
saja, namun lebih pada pengamalan ilmu dan ketrampilan menciptakan
sesuatu sebagai hasil pemahaman ilmu tertentu. Optimalnya proses
pembelajaran dipengaruhi oleh rencana pelaksanaan pembelajaran dan
optimal atau belum metode pembelajaran inquiri dapat dilihat melalui hasil
pembelajaran yang telah dilaksanakan.
Pembelajaran memiliki makna bahwa subjek belajar harus
dibelajarkan bukan diajarkan. Subjek belajar yang dimaksud adalah siswa
atau disebut juga pembelajar yang menjadi pusat kegiatan belajarn. Siswa
sebagai subjek belajar dituntut untuk aktif mencari, dan menyimpulkan suatu
masalah. Selain itu Rombepajung juga berpendapat bahwa pembelajaran

1
M.Thobroni dan Arif Mustofa, Belajar dan Pembelajaran, (Jogjakarta: Ar Ruzz Media,
2011), h. 18.

9
10

adalah pemerolehan suatu mata pelajaran atau pemerolehan suatu


keterampilan melalui pelajaran, pengalaman, atau pengajaran.
Proses pembelajaran sering pula disebut proses belajar mengajar.
Belajar mengajar merupakan dua konsep yang tidak bisa dipisahkan satu
sama lain. Belajar menunjuk pada apa yang harus dilakukan oleh seseorang
sebagai subyek yang menerima pelajaran (sasaran didik), sedang mengajar
menunjuk pada apa yang harus dilakukan oleh guru sebagai pengajar.2
1. Pengertian Belajar
Sebagian orang beranggapan bahwa belajar adalah semata-mata
mengumpulkan atau menghafalkan fakta-fakta yang tersaji dalam bentuk
informasi/materi pelajaran. Orang yang beranggapan demikian biasanya
akan segera merasa bangga ketika anak-anaknya telah mampu
menyebutkan kembali secara lisan (verbal) sebagian besar informasi yang
terdapat dalam buku teks atau yang diajarkan oleh guru.
Di samping itu, ada pula sebagaian orang memandang belajar
sebagai pelatihan belaka seperti yang tampak pada pelatihan membaca
dan menulis. Bedasarkan persepsi semacam ini, biasanya mereka akan
merasa cukup puas bila anak-anak mereka telah mempu memperlihatkan
keterampilan jasmaniah tertentu walaupun tanpa pengetahuan mengenai
arti, hakikat dan tujuan keterampilan tersebut.3
Sebagai landasan penguraian mengenai apa yang dimaksud dengan
belajar, maka dikemukakan beberapa definisi dari beberapa ahli yaitu:4
a. Hilgard dan Bower dalam buku Theories of Learning (1975)
mengemukakan. “Belajar berhubungan dengan perubahan tingkah
laku seseorang terhadap sesuatu situasi tertentu yang disebabkan oleh
pengalamannya yang berulang-ulang dalam situasi itu, di mana
perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atau dasar

2
Roheli, Peranan Perpustakaan dalam Menunjang Proses Pembelajaran, Skripsi Pada
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2005, h. 24
3
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2014), h. 87-88
4
M. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004),
h. 84
11

kecenderungan respon pembawaan, kematangan, atau keadaan-


keadaan sesaat seseorang (misalnya kelelahan, pengaruh obat, dan
sebagainya).”
b. Gagne, dalam buku The Conditions of Learning (1977) menyatakan
bahwa: "Belajar terjadi apabila suatu situasi stimulus bersama dengan
isi ingatan mempengaruhi siswa sedemikiarn rupa sehingga
perbuatannya (performancenya) berubah dari waktu sebelum ia
mengalami situasi itu ke waktu sesudah ia mengalami situasi tadi.”
c. Morgan, dalam buku Introduction to Psychology (1978)
mengemukakan: "Belajar adalah setiap perubahan yang relatif
menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari
latihan atau pengalaman."
d. Witherington, dalam buku Educational Psychology mengemukakan:
"Belajar adalah suatu perubahan di dalam kepribadian yang
menyatakan diri sebagai suatu pola baru daripada reaksi yang berupa
kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian, atau suatu pengertian."
Dari definisi-definisi yang dikemukakan di atas, maka adanya
beberapa elemen yang penting yang mencirikan pengertian tentang
belajar, yaitu :
a. Belajar merupakan suatu perubahan dalam tingkah laku, di mana
perubahan itu dapat mengarah kepada tingkah laku yang lebih baik,
tetapi juga ada kemungkinan mengarah kepada tingkah laku yang
lebih buruk.
b. Belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi melalui latihan atau
pengalaman; dalam arti perubahan-perubahan yang disebabkan oleh
pertumbuhan atau kematangan tidak dianggap sebagai hasil belajar;
seperti perubahan-perubahan yang terjadi pada diri seorang bayi.
c. Untuk dapat disebut belajar, maka perubahan itu harus relatif mantap;
harus merupakan akhir daripada suatu periode waktu yang cukup
panjang. Berapa lama periode waktu itu berlangsung sulit ditentukan
dengan pasti, tetapi perubahan itu hendaknya merupakan akhir dari
12

suatu periode yang mungkin berlangsung berhari-hari, berbulan-bulan


ataupun bertahun- tahun. Ini berarti kita harus mengenyampingkan
perubahan-perubahan tingkah laku yang disebabkan oleh motivasi,
kelelahan, adaptasi, ketajaman perhatian atau kepekaan seseorang,
yang biasanya hanya berlangsung sementara.
d. Tingkah laku yang mengalami perubahan karena belajar menyangkut
berbagai aspek kepribadian, baik fisik. maupun psikis, seperti:
perubahan dalam pengertian, pemecahan suatu masalah/berpikir,
keterampilan, kecakapan, kebiasaan, ataupun sikap.5
Ciri-ciri belajar senada juga diungkapkan oleh Burhanuddin dan
Wahyuni sebagai berikut :6
1. Belajar ditandai dengan adanya perubahan tingkah laku
(charge behavior).
2. Perubahan perilaku relatif permanen.
3. Perubahan perilaku tidak harus segera dapat diamati pada saat
proses belajar berlangsung, perubahan perilaku tersebut bersifat
potensial.
4. Perubahan perilaku merupakan hasil latihan atau pengalaman.
5. Pengalaman atau latihan itu dapat memberi penguatan.
Belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks.
Sebagai tindakan, maka belajar hanya dialami oleh siswa sendiri. Siswa
adalah penentu terjadinya atau tidak terjadinya proses belajar. Proses
belajar terjadi berkat siswa memperoleh sesuatu yang ada di lingkungan
sekitar. Lingkungan yang dipelajari oleh siswa berupa keadaan alam,
benda-benda, hewan, tumbuh-tumbuhan, manusia atau hal-hal yang
dijadikan bahan belajar. Tindakan belajar tentang sesuatu hal tersebut
tampak sebagai perilaku belajar yang tampak dari luar.7

5
Ibid., h. 85
6
M.Thobroni dan Arif Mustofa, Belajar dan Pembelajaran, (Jogjakarta: Ar Ruzz Media,
2011), h. 19
7
Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2013),
h. 7
13

Brown merinci karakteristik pembelajaran sebagai berikut :8


1. Belajar adalah menguasai atau “memperoleh”.
2. Belajar adalah mengingat-ingat infomasi atau keterampilan.
3. Proses mengingat-ingat melibatkan sistem penyimpanan,
memori, dan organisasi kognitif.
4. Belajar melibatkan perhatian aktif sadar dan bertindak menurut
peristiwa-peristiwa diluar serta didalam organisme.
5. Belajar itu bersifat permanen tetapi tunduk pada lupa.
6. Belajar melibatkan berbagai bentuk latihan, mungkin latihan
yang ditopang dengan imbalan dan hukum.
7. Belajar adalah suatu perubahan dalam perilaku.
Bedasarkan pengertian dari beberapa ahli diatas, maka dapat
disimpulkan bahwa definisi arti dari belajar yaitu kegiatan yang berproses
dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam penyelenggaraan
setiap jenis dan jenjang pendidikan. Ini berarti bahwa berhasil atau
gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu amat bergantung pada proses
belajar yang dialami siswa, baik ketika ia berada di sekolah maupun di
lingkungan rumah atau keluarganya sendiri.
Pemahaman yang benar mengenai arti belajar dengan segala aspek,
bentuk, dan manifestasinya mutlak diperlukan oleh para pendidik
khususnya para guru. Kekeliruan atau ketidaklengkapan persepsi mereka
terhadap proses belajar dan hal-hal yang berkaitan dengannya mungkin
akan mengakibatkan kurang bermutunya hasil pembelajaran yang dicapai
peserta didik.
2. Pengertian Mengajar
Kata “teach” atau mengajar berasal dari bahasa Inggris kuno, yaitu
teacen. Kata ini berasal dari bahasa Jerman kuno (Old Teutenic), taikjan,
yang berasal dari kata dasar teik, yang berarti memperlihatkan. Kata
tersebut ditemukan juga dalam bahasa Sanskerta, dic, yang dalam bahasa

8
M.Thobroni dan Arif Mustofa, Belajar dan Pembelajaran, (Jogjakarta: Ar Ruzz Media,
2011), h. 18
14

Jerman kuno dikenal dengan deik. Istilah mengajar (teach) juga


berhubungan dengan token yang berarti tanda atau simbol. Kata token
juga berasal dari bahasa Jerman kuno, taiknom, yaitu pengetahuan dari
taikjan. Dalam bahasa Inggris kuno taecan berarti to teach (mengajar).
Dengan demikian, token dan teach secara historis memiliki keterkaitan.
To teach (mengajar) dilihat dari asal usul katanya berarti memperlihatkan
sesuatu kepada seseorang melalui tanda atau simbol, penggunaan tanda
atau simbol itu dimaksudkan untuk membangkitkan atau menumbuhkan
respons mengenai kejadian seseorang, observasi, penemuan, dan lain
sebagainya. Sejak tahun 1500-an, definisi mengajar (teaching) mengalami
perkembangan secara terus-menerus. Secara deskriptif mengajar diartikan
sebagai proses penyampaian informasi atau pengetahuan dari guru kepada
siswa. Proses penyampaian itu sering juga dianggap sebagai proses
mentrasfer ilmu.9
Berikut pengertian mengajar dari beberapa ahli diantaranya yaitu
:10
1. Arifin mendefinisikan mengajar sebagai “.... suatu rangkaian kegiatan
penyampaianb bahan pelajaran kepada murid agar dapat menerima,
menanggapi, menguasai, dan mengembangkan bahan pelajaran itu”.
2. Tyson dan Caroll, setelah mempelajari secara seksama sejumlah teori
pengajaran, menyimpulkan bahwa mengajar ialah “... a way working
with student .... a process of interaction ... the teacher does something
to student, the students do something in return”. Dari definisi ini
tergambar bahwa mengajar adalah sebuah cara dan sebuah proses
hubungan timbal balik antara siswa dan guru yang sama-sama aktif
melakukan kegiatan.
3. Nasution berpendapat bahwa mengajar adalah “... suatu aktivitas
mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan

9
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta:
Kencama Prenadamedia Group, 2006), h. 95-96
10
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2014), h. 179
15

menghubungkannya dengan anak, sehingga terjadi proses belajar”.


Lingkungan dalam pengertian ini tidak hanya ruang kelas (ruang
belajar) tetapi juga meliputi guru, alat peraga, perpustakaan,
laboratorium, dan sebagainya yang relevan dengan kegiatan belajar
siswa.
4. Tardif mendefinisikan mengajar secara lebih sederhana tetapi cukup
komprehensif dengan menyatakan bahwa mengajar itu pada
prinsipnya adalah “... any action perfomed by an individual (the
teacher) with the intention of facilitating learning in another
individual (the learner). Artinya, mengajar adalah perbuatan yang
dilakukan seseorang (dalam hal ini guru) dengan tujuan membantu
atau memudahkan orang lain (dalam hal ini siswa) melakukan
kegiatan belajar.
Maka dapat disimpulkan bahwa pengertian yang umum dipahami
orang terutama mereka yang awam dalam bidang-bidang studi
kependidikan, mengajar merupakan penyampaian pengetahuan dan
kebudayaan kepada siswa. Dengan demikian, tujuannya pun hanya
berkisar sekitar pencapaian penguasaan siswa atas sejumlah pengetahuan
dan kebudayaan. Sedangkan tugas dan tanggungjawab guru sebagai
pendidik adalah membantu dan membimbing siswa untuk mencapai
kedewasaan seluruh ranah kejiwaan sesuai dengan kriteria yang telah
ditetapkan. Untuk dapat menjalankan tugas dan tanggungjawab itu, guru
berkewajiban merealisasikan segenap upaya yang mengarah pada
pengertian membantu dan membimbing siswa dalam melapangkan jalan
menuju perubahan positif seluruh ranah kejiwaannya.
3. Sistem Pembelajaran
Sistem pembelajaran adalah suatu kombinasi terorganisasi yang
meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan
prosedur yang berinteraksi untuk mencapai suatu tujuan.11

11
Dian Relitawati, Analisis Implementasi Proses Pembelajaran Terhadap Kualitas
Lulusan di SMAN 13 Medan, Tesis Pada Universitas Sumatera Utara, 2009, h. 20
16

Unsur manusiawi dimaksud terdiri atas siswa, guru, dan orang-


orang yang mendukung terhadap keberhasilan proses pembelajaran
termasuk pustakawan, laboratorium, dan tenaga administrasi. Sedangkan
material berupa bahan pelajaran sebagai sumber belajar, seperti: buku,
film, slide suara, foto, CD, dan sebagainya. Fasilitas dan perlengkapan
adalah sesuatu yang mendukung proses belajar mengajar seperti: ruang
kelas, penerangan, komputer, audio visual, dan sebagainya. Prosedur
dimaksud adalah kegiatan yang dilakukan dalam proses pembelajaran
seperti strategi, metode pembelajaran, jadwal pembelajaran, pelaksanaan
evaluasi dan sebagainya.
4. Strategi Pembelajaran
Banyak pendapat ahli yang mendefinisikan strategi belajar-
mengajar dengan berbagai istilah dan pengertian yang berbeda, perbedaan
tersebut sebenarnya hanya terletak pada aksentuasinya saja. Misalnya,
Nana Sudjana mengatakan bahwa strategi belajar-mengajar merupakan
tindakan guru melaksanakan rencana mengajar, yaitu usaha guru dalam
menggunakan beberapa variabel pengajaran (tujuan, metode, alat serta
evaluasi) agar dapat mempengaruhi siswa mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.12
Pada mulanya istilah strategi banyak digunakan dalam dunia
militer yang diartikan sebagai cara penggunaan seluruh kekuatan militer
untuk memenangkan suatu peperangan. Sekarang, istilah strategi banyak
digunakan dalam berbagai bidang kegiatan yang bertujuan memperoleh
kesuksesan atau keberhasilan dalam mencapai tujuan. Misalnya seorang
manajer atau pimpinan perusahaan yang menginginkan keuntungan dan
kesuksesan yang besar akan menerapkan suatu strategi dalam mencapai
tujuannya itu, seorang pelatih akan tim basket akan menentukan strategi
yang dianggap tepat untuk dapat memenangkan suatu pertandingan.
Begitu juga seorang guru yang mengharapkan hasil baik dalam proses

12
Sunhaji, Strategi Pembelajaran dan Konsepnya, Jurnal Pemikiran Alternatif
Pendidikan, Vol. 13, No. 3, 2008, h. 1
17

pembelajaran juga akan menerapkan suatu strategi agar hasil belajar


siswanya mendapat prestasi yang terbaik.13
Dalam dunia pendidikan, strategi diartikan sebagai a plan, method,
or series of activities designed to achieves a particular educational goal.
Jadi dengan demikian strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai
perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk
mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Ada dua hal yang patut dicermati dari pengertian di atas, pertama,
strategi pembelajaran merupakan rencana tindakan (rangkaian kegiatan)
termasuk penggunaan metode dan pemanfaatam berbagai sumber
daya/kekuatan dalam pembelajaran. Ini berarti penyusunan suatu strategi
baru sampai pada proses penyusunan rencana kerja belum sampai pada
tindakan. Kedua, strategi disusun untuk mencapai tujuan tertentu. Artinya,
arah dari semua keputusan penyusunan strategi adalah pencapaian tujuan.
Kemp menjelaskan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu
kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan
pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Senadan dengan
pendapat diatas, Dick dan Carey juga menyebutkan bahwa strategi
pembelajaran itu adalah suatu set materi dan prosedur pembelajaran yang
digunakan secara bersama-sama untuk menimbulkan hasil belajar pada
siswa.14
Dengan demikian, penyusunan langkah-langkah pembelajaran,
pemanfaatan berbagai fasilitas dan sumber belajar semuanya diarahkan
dalam upaya pencapaian tujuan. Oleh sebab itu, sebelum menentukkan
strategi, perlu dirumuskan tujuan yang jelas dapat diukur
keberhasilannya, sebab tujuan adalah rohnya dalam implementasi suatu
strategi.

13
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan,
(Jakarta: Kencama Prenadamedia Group, 2006), h. 125
14
Ibid., h. 126
18

5. Metode Pembelajaran
Metode secara bahasa berasal dari kata “Metha” yang berarti balik
atau belakang, dan hadas yang berarti melalui atau melewati. Dalam
bahasa Arab diartikan sebagai thariqah atau jalan.Dengan demikian,
metode berarti jalan yang harus dilalui untuk mencapai tujuan yang
diinginkan.Kata metode selanjutnya dihubungkan dengan kata “logos”
yang berarti ilmu. Dengan demikian metodologi berarti ilmu tentang
cara-cara atau jalan harus ditempuh untuk mencapai tujuan.15
Metode secara harfiah berarti “cara”. Dalam pemakaian yang
umum, metode diartikan sebagai cara melakukan suatu kegiatan atau cara
melakukan pekerjaan dengan menggunakan fakta dan konsep-konsep
secara sistematis. Dalam dunia psikologi, metode berarti prosedur
sistematis (tata cara yang berurutan) yang biasa digunakan untuk
menyelidiki fenomena (gejala-gejala) kejiwaan seperti metode klinik,
metode eksperimen, dan sebagainya.16
Upaya mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam
kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun tercapai secara optimal, ini
yang dinamakan dengan metode. Ini berarti, metode digunakan untuk
merealisasikan strategi yang telah ditetapkan. Dengan demikian, bisa
terjadi satu strategi pembelajaran digunakan untuk beberapa metode.
Misalnya, untuk melaksanakan strategi ekspositori bisa digunakan
metode ceramah sekaligus metode tanya jawab atau bahkan diskusi
dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia termasuk menggunakan
media pembelajaran. Oleh karenanya strategi berbeda dengan metode.
Strategi menunjuk pada sebuah perencanaan untuk mencapai sesuatu,
sedangkan metode adalah cara yang dapat digunakan untuk melakukan

15
Irma Listianti, Pengaruh Metode Pembelajaran Demonstrasi terhadap Hasil Belajar
Siswa pada Materi Jama’ Qasar kelas VII MTS, Skripsi pada UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
2014, h.10
16
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2014), h. 198
19

strategi. Dengan kata lain strategi adalah a plan of operation achieving


something; sedangkan metode adalah a way in achieving something.17
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa metode
merupakan alat yang digunakan untuk mencapai tujuan. Maka diperlukan
pengetahuan tentang tujuan itu sendiri. Perumusan tujuan yang sejelas-
jelasnya merupakan persyaratan terpentingsebelum seorang guru
menentukan dan memilih metode mengajar yang tepat..
Agar tercapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan seorang
guru harus mengetahui dan menguasai berbagai metode mengajar.
Dengan memiliki pengetahuan mengenai sifat berbagai metode maka
seorang guru akan lebih mudah menetapkan metode yang paling sesuai
dengan situasi dan kondisi yang dihadapinya. Semua metode
pembelajaran bagus, tidak ada yang paling bagus untuk semua situasi dan
kondisi tertentu, tetapi tidak bagus pada situasi lainnya.
Penentuan bagus tidaknya suatu metode pembelajaran bergantung
pada tujuan yang akan dicapai, kondisi lingkungan, peserta didik, fasilitas
dan bahan ajar untuk itulah, maka dalam memilih dan menggunakan
metode pembelajaran hendaknya diperhatikan beberapa kriteria sebagai
berikut:18
a. Metode yang dipergunakan harus dapat membangkitkan minat dan
motif belajar peserta didik
b. Metode yang digunakan dapat merangsang keinginan peserta didik
untuk belajar lebih lanjut.
c. Metode yang digunakan harus dapat memberikan kesempatan bagi
peserta didik untuk mewujudkan hasil karya.

17
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan,
(Jakarta: Kencama Prenadamedia Group, 2006), h. 126-127
18
Irma Listianti, Pengaruh Metode Pembelajaran Demonstrasi terhadap Hasil Belajar
Siswa pada Materi Jama’ Qasar kelas VII MTS, Skripsi pada UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
2014, h.11
20

d. Metode yang digunakan harus dapat menanamkan dan


mengembangkan, nilai-nilai dan sikap peserta didik dalam
kehidupan sehari-hari.
e. Metode yang digunakan harus dapat mendidik pesrta didik untuk
memperoleh pengetahuan melalui usaha sendiri.
Ada tiga macam metode pembelajaran yang dipandang dominan
dalam arti digunakan secara luas sejak dahulu hingga sekarang pada
setiap jenjang pendidikan formal. Dua dari tiga metode pembelajaran
tersebut bersifat khas dan mandiri, sedangkan yang lainnya merupakan
kombinasi antara satu metode dengan metode lainnya. 19
1) Metode Ceramah
Ceramah adalah sebuah metode pembelajaran yang paling klasik,
tetapi masih dipakai orang dimana-mana hingga sekarang. Metode
ceramah ialah sebuah metode dengan menyampaikan informasi dan
pengetahuan secara lisan kepada sejumlah siswa pada umumnya
mengikuti secara pasif. Guru memberikan uraian atau penjelasan
kepada sejumlah murid pada waktu tertentu (waktunya terbatas) dan
tempat tertentu pula. Dilaksanakan dengan bahasa lisan untuk
memberikan pengertian terhadap sesuatu masalah. Dalam metode
ceramah ini murid duduk, melihat dan mendengarkan serta percaya
bahwa apa yang diceramahkan guru itu sendiri dan menghafalnya
tanpa ada penyelidikan lebih lanjut oleh guru yang bersangkutan.20
Dalam hal ini guru biasanya memberikan uraian mengenai topik
(pokok bahasan) tertentu di tempat tertentu dan dengan alokasi
waktu tertentu. Dalam pengajaran yang menggunakan metode
ceramah, perhatian terpusat pada guru (teacher centered).

19
Muhhibin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2014), h. 200
20
Ajrine Rahmah, Pendidikan Agama Islam bagi Anak Tunarungu Studi Kasus di SLB
Bina Insani Depok, Skripsi Pada UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2017, h. 21
21

2) Metode Diskusi
Metode diskusi adalah metode pembelajaran yang sangat erat
hubungannya dengan belajar memecahkan masalah (problem
solving). Metode ini lazim juga disebut sebagai diskusi kelompok
(group discussion) dan resitasi bersama (socialized recitation).
Aplikasi metode diskusi biasanya melibatkan seluruh siswa atau
sejumlah siswa tertentu yang diatur dalam bentuk kelompok-
kelompok. Tujuan penggunaan metode diskusi ialah untuk
memotivasi (mendorong) dan memberi stimulasi (memberi
rangsangan) kepada siswa agar berpikir dengan renungan yang
dalam (reflective thingking)
Pada umumnya, metode diskusi diaplikasikan dalam proses
pembelajaran untuk :
1. Mendorong siswa berpikir kritis
2. Mendorong siswa mengekspresikan pendapatnya secara
bebas
3. Mendorong siswa menyumbangkan buah pikirnya untuk
memecahkan masalah bersama
4. Mengambil satu alternatif jawaban atau beberapa alternatif
jawaban untuk memecahkan masalah bedasarkan
pertimbangan yang seksama.
3) Metode Ceramah Plus
Langkah-langkah yang dapat ditempuh dalam memodifikasi atau
menyesuaikan metode ceramah, antara lain ialah kiat pemaduan
(kombinasi) antara metode tersebut dengan metode-metode lainnya.
Dari kiat pemaduan ini kita dapat memunculkan ragam metode
ceramah baru yang berbeda dari aslinya atau sebut saja “metode
ceramah plus”. Metode ceramah plus tersebut dapat terdiri atas
banyak metode campuran yaitu Metode Ceramah Plus Tanya Jawab
dan Tugas (CPTT), Metode Ceramah Plus Diskusi dan Tugas
22

(CPDT), dan Metode Ceramah Plus Demonstrasi dan Pelatihan


(CPDP).
6. Sumber Belajar
Dalam proses pembelajaran, siswa dituntut tidak hanya belajar
harus dihadiri oleh guru, siswa harus aktif mencari dan berinteraksi
dengan sumber belajar, siswa juga dapat belajar dengan memanfaatkan
sumber belajar yang telah disediakan oleh sekolah baik berupa buku-
buku, majalah, koran, perpustakaan, laboratorium atau kegiatan lain yang
bisa dapat digunakan sebagai sumber belajar. Oleh karena itu sumber
belajar adalah suatu sistem yang terdiri dari sekumpulan bahan atau
situasi yang diciptakan dengan sengaja dan dibuat agar memungkinkan
peserta didik belajar secara individual.
Sumber belajar adalah “Segala daya yang dapat dimanfaatkan
guna memberikan kemudahan kepada seseorang dalam belajarnya.
Sesungguhnya sumber belajar itu banyak jenisnya. Adapun sumber
belajar itu meliputi pesan (message), orang (People), bahan
(materials), alat (device), teknik (tehnique), lingkungan (setting), dan
lainnya yang bisa digunakan untuk memberikan kemudahan bagi
siswa dalam belajar dan menambah pengetahuannya. Dengan sumber
belajar tersebut, maka siswa mendapatkan fasilitas yang dapat
memungkinkannya untuk belajar dengan baik. Jenis-jenis sumber
belajar diantaranya adalah:21
a. Pesan adalah informasi pembelajaran yang akan disampaikan
yang dapat berupa ide, fakta, ajaran, nilai, dan data. Dalam sistem
persekolahan, pesan ini berupa seluruh mata pelajaran yang
disampaikan kepada peserta didik.
b. Orang adalah manusia yang berperan sebagai pencari, penyimpan,
pengolah, dan penyaji pesan. Contohnya guru, dosen,
pustakawan, instruktur, pelatih olahraga, tenaga ahli, produser,
21
Lailatul Badriyah, Pengaruh Sumber Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa Pada
Mata Pelajaran Ekonomi di SMP Bakti Mulya 400 Pondok Pinang Jakarta Selatan, Skripsi pada
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, h. 21
23

peneliti dan masih banyak lagi, bahkan termasuk peserta didik itu
sendiri.
c. Bahan adalah merupakan perangkat lunak (software) yang
mengandung pesan-pesan pembelajaran yang biasanya disajikan
melalui peralatan tertentu ataupun oleh dirinya sendiri.
Contohnya, buku teks, modul, transparasi (OHP), kaset program
audio, kaset program video, program slide suara, pembelajaran
berbasis komputer, film dan lain-lain.
d. Alat adalah perangkat keras (hardware) yang digunakan untuk
menyajikan pesan yang tersimpan dalam bahan. Contohnya,
OHP, proyektor slide, tape recorder, video/CD player, komputer,
proyektor film dan lain-lain.
e. Teknik adalah prosedur atau langkah-langkah tertentu yang
disiapkan dalam menggunakan bahan, alat, lingkungan dan orang
untuk menyampaikan pesan. Misalnya demonstrasi, diskusi,
praktikum, pembelajaran mandiri, sistem pendidikan
terbuka/jarak jauh, tutorial tatap muka dan sebagainya.
f. Latar/lingkungan adalah situasi di sekitar terjadinya proses
pembelajaran tempat peserta didik menerima pesan pembelajaran.
Lingkungan dibedakan menjadi dua macam, yaitu lingkungan
fisik dan lingkungan nonfisik. Lingkungan fisik contohnya,
gedung sekolah, perpustakaan, laboratorium, aula, bengkel dan
lain-lain. Sedangkan lingkungan nonfisik contohnya, tata ruang
belajar, ventilasi udara, cuaca, suasana lingkungan belajar dan
lain-lain.
Sumber belajar ini juga memiliki manfaat yang dapat
memfasilitasi kegiatan belajar agar proses pembelajaran dapat
berjalan dengan efektif dan efisien. Oleh karena itu, manfaat dari
sumber belajar adalah sebagai berikut : 22

22
Eveline Siregar, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2011),
h. 128-129
24

a. Dapat memberikan pengalaman belajar yang lebih konkret


dan langsung, misalnya pergi berdarmawisata ke pabrik-
pabrik, ke pelabuhan, dan lain-lain.
b. Dapat menyajikan sesuatu yang tidak mungkin diadakan,
dikunjungi, atau dilihat secara langsung, misalnya model,
denah, foto, film dan lain-lain.
c. Dapat menambah dan memperluas cakrawala sains yang ada
di dalam kelas, misalnya buku teks, foto, film, narasumber,
dan lain-lain.
d. Dapat memberikan informasi yang akurat dan terbaru,
misalnya buku, teks, buku bacaan, majalah dan lain-lain.
e. Dapat membantu memecahkan masalah pendidikan baik
makro maupun dalam lingkup mikri, misalnya penggunaan
modul untuk
Universitas Terbuka dan belajar jarak jauh (makro), simulasi,
pengaturan lingkungan yang menarik, penggunaan OHP dan
film (mikro).
f. Dapat memberikan motivasi positif, lebih-lebih bila diatur
dan dirancang secara tepat.
g. Dapat merangsang untuk berpikir lebih kritis, merangsang
untuk bersikap lebih positif dan merangsang untuk
berkembang lebih jauh, misalnya dengan membaca buku teks,
buku bacaan, melihat filn dan lain sebagainya yang dapat
merangsang pemakai untuk berpikir, menganalisa dan
berkembang lebih lanjut.
Maka bedasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa
sumber belajar adalah segala sesuatu yang dapat dimanfaatkan oleh
siswa untuk mempelajari bahan dan pengalaman belajar sesuai
dengan tujuan yang hendak dicapai. Dalam proses pembelajaran, guru
perlu menetapkan sumber apa yang dapat digunakan oleh siswa agar
mereka dapat mencapai tujuan yang telah ditentukan.
25

7. Media Pembelajaran
Secara umum media merupakan kata jamak dari “medium”,
yang berarti perantara atau pengantar. Istilah media digunakan juga
dalam bidang pengajaran atau pendidikan sehingga istilahnya menjadi
media pendidikan atau media pembelajaran.
Ada beberapa konsep atau definisi media pendidikan atau media
pembelajaran. Rossi dan Breidle mengemukakan bahwa media
pembelajaran adalah seluruh alat dan bahan yang dapat dipakai untuk
mencapai tujuan pendidikan seperti radio, televisi, buku, koran,
majalah, dan sebagainya. Menurut Rossi alat-alat semacam radio dan
televisi kalau digunakan dan diprogam untuk pendidikan maka
merupakan media pembelajaran.23
Menurut Azhar Arsyad, “pengertian media dalam proses belajar
mengajar cenderung diartikan sebagai alat-alat grafis, photografis, atau
elektronis untuk menangkap, memproses, dan menyusun kembali
informasi visual atau verbal”. Media pembelajaran merupakan salah satu
unsur dalam keberhasilan sebuah proses pembelajaran di dalam kelas.
Bagaimana strategi, dan metode yang dilakukan di dalam kelas akan
mempengaruhi media apa yang digunakan.24
Rowntree mengelompokkan media pembelajaran menjadi tiga
macam dan disebut Modes yaitu: 25
1. Interaksi insani. Media ini merupakan komunikasi langsung
antara dua orang atau lebih. Dalam komunikasi tersebut
kehadiran sesuatu pihak secara sadar atau tidak sadar
mempengaruhi perilaku lainnya.
2. Simbol tertulis. Simbol tertulis merupakan media penyajian
informasi yang paling umum, tetapi tetap efektif. Beberapa

23
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan,
(Jakarta: Kencama Prenadamedia Group, 2006), h. 163
24
Ajrine Rahmah, Pendidikan Agama Islam bagi Anak Tunarungu Studi Kasus di SLB
Bina Insani Depok, Skripsi Pada UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2017, h. 21
25
Nana Syaodih, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2011), h. 108-109
26

penulisan simbol tertulis seperti buku teks, buku paket, paket


progam belajar, modul dan majalah-majalah.
3. Rekaman suara. Berbagai bentuk informasi dapat
disampaikan kepada anak dalam bentuk rekaman suara.
Maka dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa
media pembelajaran merupakan segala bentuk perangsang atau alat
yang disediakan oleh guru untuk mendorong siswa belajar.
8. Evaluasi Pembelajaran
Davies mengemukakan bahwa evaluasi merupakan proses
sederhana memberikan/menetapkan nilai kepada sejumlah tujuan,
kegiatan, keputusan, unjuk-kerja, proses, orang, objek dan masih
banyak yang lain. Sedangkan Wand dan Brown mengemukakan
evaluasi adalah suatu proses untuk menentukkan nilai dari sesuatu.
Menurut Nana Sudjana evaluasi merupakan proses memberikan atau
menentukkan nilai kepada objek tertentu bedasarkan suatu kriteria
tertentu. Pengertian evaluasi belajar dan pembelajaran adalah proses
untuk menentukkan nilai belajar dan pembelajaran yang diaksanakan
dengan melalui kegiatan penilaian dan/atau pengukuran belajar dan
pembelajaran.26
Tiap kegiatan akan memberikan umpan balik, demikian juga
dalam pencapaian tujuan-tujuan belajar dan proses pelaksanaan
mengajar. Umpan balik tersebut digunakan untuk mengadakan
berbagai usaha penyempurnaan baik bagi penentuan dan perumusan
tujuan mengajar, penentuan bahan ajar, strategi dan media mengajar.
Maka dapat disimpulkan bahwa evaluasi belajar berarti penilaian hasil
belajar siswa yang dijadikan tolak ukur tercapainya sebuah kompetensi
pembelajaran yang telah dicapai.
Untuk menilai keberhasilan penguasaan siswa atau tujuan-tujuan
khusus yang telah ditentukkan, diadakan evaluasi. Evaluasi ini disebut

26
Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2013),
h. 191
27

juga evaluasi hasil belajar mengajar. Dalam evaluasi ini disusun butir-
butir soal untuk mengukur pencapaian tiap tujuan khusus yang telah
ditentukan. Kompenen yang dievaluasi dalam pengajaran bukan hanya
hasil belajar mengajar tetapi keseluruhan pelaksanaan pengajaran yang
meliputi evaluasi komponen tujuan mengajar, bahan pengajaran, strategi
dan media pengajaran serta komponen evaluasi mengajar sendiri.27
Pada prinsipnya, evaluasi memiliki ragam yang banyak mulai dari
sederhana sampai paling kompleks diantaranya :28
1. Pre-test dan Post-test
Kegiatan pretest dilakukan guru secara rutin pada setiap akan
memulai penyajian materi baru. Tujuannya untuk
mengidentifikasi saraf pengetahuan siswa mengenai bahan yang
akan disajikan. Kegiatan post test kebalikan dari pretest yaitu
evaluasi yang dilakukan oleh guru pada setiap akhir penyajian
materi. Tujuannya untuk mengetahui taraf penguasaan siswa atas
materi yang telah diajarkan.
2. Evaluasi Prasyarat
Evaluasi ini sangat mirip dengan pretest. Tujuannya untuk
mengidentifikasi penguasaan siswa atas materi lama yang
mendasari materi baru yang akan diajarkan.
3. Evaluasi Diagnostik
Evaluasi ini dilakukan setelah penyajian sebuah satuan pelajaran
dengan tujuan mengidentifikasi bagian-bagian tertentu yang
belum dikuasi oleh siswa.
4. Evaluasi Formatif
Evaluasi jenis ini kurang lebih sama dengan ulangan yang
dilakukan pada setiap akhir penyajian satuan pelajaran atau
modul. Tujuannya untuk memperoleh umpan balik yang mirip

27
Nana Syaodih, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2011), h. 111-112
28
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2014), h. 142-143
28

dengan evaluasi diagnostik, yakni untuk mendiagnosis kesulitan


belaajr siswa.
5. Evaluasi Sumatif
Evaluasi ini kurang lebih sama dengan ulangan umum. Evaluasi
ini lazin dilakukann pada setiap akhir semester atau akhir tahun
ajaran.
6. UAN/UN
Ujian Akhir Nasional atau Ujian Nasional pada prinsipnya sama
dengan evaluasi sumatif dalam arti sebagai alat penentu
kenaikan status siwa.

B. Anak Berkebutuhan Khusus


Dalam UURI nomor 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Bab IV pasal 5 ayat (2), (3) dan (4) dinyatakan bahwa anak berkebutuhan
khusus adalah :29
a. Anak yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual
atau sosial sehingga berhak memperoleh pendidikan khusus
b. Anak di daerah terpencil atau terbelakang serta masyarakat adat yang
terpencil sehingga berhak memperoleh pendidikan layanan khusus
c. Anak yang memiliki potensi kecerdasaan dan bakat istimewa sehingga
berhak memperoleh pendidikan khusus
Dari Undang-Undang tersebut, maka dapat dijabarkan bahwa anak
berkebutuhan khusus adalah :
a. Anak yang memiliki kelainan fisik antara lain tunanetra, tunarungu
dan tunadaksa
b. Anak dengan kelainan emosional mental; anak dengan gangguan
pemusatan perhatian dan hiperaktif, autisme
c. Anak dengan kelainan intelektual yaitu tunagrahita
d. Anak dengan kelainan sosial yaitu tunalaras
e. Anak dengan potensi cerda istimewa dan bakat istimewa

29
UU Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
29

f. Anak di daerah terpencil seperti anak rimba, suku Badui dan lain-lain
1. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus
Ada beberapa istilah yang digunakan untuk menunjukkan keadaan
anak berkebutuhan khusus. Istilah anak berkebutuhan khusus merupakan
istilah baru yang digunakan, ada beberapa istilah lain yang pernah
digunakan diantaranya anak cacat, anak tuna, anak berkelainan, anak
menyimpang dan anak luar biasa, ada satu istilah yang berkembang
secara luas telah digunakan yaitu difabel. Maka sejalan dengan dengan
perkembangan pengakuan hak asasi manusia saat ini, digunakan istilah
anak berkebutuhan khusus bagi anak-anak yang memiliki keterbatasan
dan berkelainan khusus.
Anak berkebutuhan khusus dapat diartikan sebagai anak yang
lambat (slow) atau mengalami gangguan yang tidak akan pernah berhasil
di sekolah umum. Anak berkebutuhan khusus (ABK) juga diartikan
sebagai anak yang mengalami gangguan fisik, mental, inteligensi serta
emosi sehingga diharuskan pembelajaran secara khusus. Pada dasarnya
kelainan pada anak memiliki tingkatan, yaitu dari yang paling ringan
hingga yang paling berat, dari yang kelainan tunggal, ganda hingga
kompleks yang berkaitan dengan emosi, fisik, psikis dan sosial.30
Anak berkebutuhan khusus (ABK) dianggap berbeda dengan anak
normal. Anak berkebutuhan khusus dianggap sebagai anak yang tidak
berdaya dan sering mengalami kesulitan sehingga mereka perlu dibantu
dan dikasihani. Namun pandangan tersebut tidak sepenuhnya benar.
Setiap anak memiliki kekurangan dan juga kelebihan. Oleh karena itu
dalam melihat anak berkebutuhan khusus kita harus melihat dari segi
kemampuan dan tidak kemampuannya. Anak berkebutuhan khusus
memerlukan perhatian yang lebih dengan demikian, mereka akan dapat
mengembangkan potensi yang dimiliknya secara optimal.
2. Jenis-Jenis Anak Berkebutuhan Khusus

30
Jati Rinakri, Pendidikan dan Bimbingan Anak Berkebutuhan Khusus, (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2018), h.6
30

Pengklasifikasian anak berkebutuhan jika dikaitkan dengan


kepentingan pendidikannya khususnya di Indonesia maka untuk
pendidikannya dibedakan menjadi seperti berikut : 31
a. Bagian-A sebutan untuk kelompok anak tunanetra
Anak yang mengalami kekurangan atau kehilangan dalam
penglihatannya, akibat kurang berfungsi indera penglihatan baik
sebagian (low vision) atau kehilangan seluruhan penglihatannya
(buta).
b. Bagian-B sebutan untuk kelompok anak tunarungu
Anak yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan
mendengar baik sebagian (kurang dengar) atau seluruhnya (tuli) yang
diakibatkan karena tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat
pendengaran.
c. Bagian-C sebutan untuk kelompok anak tunagrahita
Anak yang mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata-rata,
mempunyai kelainan mental, atau tingkah laku akibat kecerdasan yang
terganggu.
d. Bagian-D sebutan untuk kelompok anak tunadaksa
Tunadaksa adalah suatu keadaan rusak atau terganggu sebagai akibat
gangguan bentuk atau hambatan pada tulang, otot dan sendi dalam
fungsinya yang normal sehingga mengakibatkan terganggunya fungsi
motorik. Kondisi ini ditandai memiliki kelainan fisik, khususnya
anggota badan, seperti kaki, tangan, atau bentuk tubuh.
e. Bagian-E sebutan untuk kelompok anak tunalaras
Merupakan anak dengan hambatan emosional atau kelainan perilaku
sehingga memiliki perilaku penentangan yang terus-menerus kepada
masyarakat, kehancuran suatu pribadi, serta kegagalan dalam belajar
di sekolah. Dalam hal ini anak yang mengalami hambatan emosi dan

31
Mohammad Effendi, Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan,
(Jakarta: Bumi Aksara, 2008), h.11
31

tingkah laku sehingga kurang dapat atau mengalami kesulitan dalam


menyesuaikan diri dengan baik terhadap lingkungannya dan akan
mengganggu situasi belajarnya.
f. Bagian-F sebutan untuk kelompok anak dengan kemampuan di atas
rata- rata/superior.
g. Bagian-G sebutan untuk kelompok anak tunaganda. Seseorang yang
memiliki kekurangan lebih dari satu.
Di seluruh dunia, prevalensi anak berkebutuhan khusus diperkirakan
sekitar 10-15% dari seluruh populasi penduduk di dunia ini. Sekarang dapat
dibayangkan atau dihitung, berapa jumlah mereka, mungkin mereka adalah
bagian dari kehidupan nuclear family kita. Banyak faktor yang dapat
menyebabkan seseorang menjadi berkebutuhan khusus misalnya saja :
a. Pranatal
Faktor pra natal (sebelum lahir) berkaitan dengan apa yang dilakukan,
dikonsumsi atau kondisi-kondisi yang terjadi dengan di Ibu ketika
mengandung misalnya : Gizi dan makanan yang dikonsumsi ibu
hamil; NAZA; rokok; pemakaian alkohol; infeksi karena meringtis
atau ensefalitis; kelainan kromosom; keracunan meltimerkari;
keracunan timah hitam.
b. Natal
Trauma kepala karena penggunaan alat sewaktu kelahiran; perdarahan
intrakrania sebelum atau sesudah lahir; cedera hipoksia (kekurangan
oksigen) sebelum, selama atau sesudah lahir; cedera kepala yang
berat; prematuritas
c. Prosnatal
Kecelakaan; gangguan gizi yang berat dan yang berlangsung lama
sebelum umur empat (4) tahun sangat mempengaruhi perkembangan
otak dan dapat mengakibatkan retardasi mental; keadaan dapat
diperbaiki dengan memperbaiki gizi sebelum umur enam (6) tahu,
sesudah ini biarpun anak itu dibanjiri dengan makanan bergizi,
inteligensi yang rendah itu sudah sukar ditinggalkan; gangguan
32

penyakit seperti Kwashiorkor, Marasmus, Malnutrisi; gangguan


akibat kekurangan Yodium (GAKY)
d. Lingkungan
Kemiskinan; status ekonomi rendah; pengaruh negatif di dalam rumah
seperti pengabaian anak dan kurangnya perangsangan sosial dan
bahasa mungkin turut berperan dalam berkembangnya kasus yang
ringan32
3. Anak Berkebutuhan Khusus Tunanetra (Anak dengan gangguan
fungsi penglihatan)
Dalam bidang pendidikan luar biasa, anak dengan gangguan
penglihatan lebih akrab disebut anak tunanetra. Tunanetra tidak hanya
untuk sebutan bagi mereka nyang buta, melainkam mereka yang mampu
melihat tetapi terbatas sekali dan kurang dapat dimanfaatkan dalam
kepentingan sehari-hari terutama dalam hal belajar.
Pengertian anak tunanetraadalah individu yang indera
penglihatannya (kedua-duanya) tidak berfungsi sebagai saluran penerima
informasi dalam kegiatan sehari-hari seperti halnya orang awas. Anak-
anak dengan kondisi penglihatan yang termasuk “setengah melihat”,
“low vison”, atau rabun adalah bagian dari kelompok tunanetra.
Anak-anak dengan gangguan penglihatan ini dapat diketahui dengan
kondisi berikut:33
a. Ketajaman penglihatannya kurang dari ketajaman yang dimiliki
orang awas.
b. Terjadi kekeruhan pada lensa atau terdapat cairan tertentu.
c. Posisi mata sulit dikendalikan oleh syaraf otak.
d. Terjadi kerusakan susunan syaraf otak yang
berhubungan dengan penglihatan.

32
Agustyawati dan Solicha, Psikologi Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus, (Jakarta:
Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009), h. 4-6
33
Sutjihati Somantri, Psikologi Anak Luar Biasa, (Bandung: Refika Aditama, 2006) h. 65
33

Salah satu kriteria yang dapat digunakan sebagai dasar


pengklasifikasian anak tunanetra di Indonesia berdasarkan hasil
musyawarah ketunanetraan di Solo tahun 1969 menyatakan bahwa
seseorang dikatakan tunanetra jika ia memiliki visus setralis 6/60 lebih
kecil dari itu atau setelah dikoreksi secara maksimal penglihatannya tidak
memungkinkan lagi menggunakan fasilitas pendidikan dan pengajaran
yang biasa digunakan oleh anak normal/awas.34
Dapat dijelaskan pada Tabel 2.1 berikut:
Tabel 2.1.
Presentase kehilangan ketajaman penglihatan
Snellen (dalam Pecahan) Ketajaman Penglihatan
Meter Feet Efisiensi Kehilangan
6/6 20/20 100,0 0,0
6/9 20/30 91,5 8,5
6/12 20/40 83,6 16,4
6/15 20/50 76,5 23,5
6/21 20/70 64,0 36,0
6/30 20/100 48,9 51,1
6/60 20/200 20,0 80,0

Dari tabel diatas, maka dapat dijelaskan jika seorang anak


mempunyai ketajaman penglihatan 6/15 pada satuan meter atau 20/50
dalam satuan feet berarti ia memiliki kemampuan samadengan 76,5%
dari penglihatan anak normal, jadi efisiensi penglihatan sebesar 76,5%
dan kekurangan sebesar 23,5%. Penggunaan jarak 20 kaki untuk tes
ketajaman penglihatan karena pada jarak tersebut berkas sinar akan
sejajar mencapai mata, dan sedikit akomodasi yang diperlukan untuk
memfokuskan cahaya pada retina sehingga mata dapat benar-benar

34
Mohammad Effendi, Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan, (Jakarta: Bumi
Aksara, 2008), h.31
34

rileks. Dari Tabel 2.2 tersebut maka dapat diklasifikasikan penglihatan


seseorang, yaitu:
Tabel 2.2
Komposisi tunanetra menurut derajat ketunaannya
No. Derajat Kelainan %

1. Normal penglihatan 80,00

2. Kelainan yang dapat diperbaiki 19,75

3. Melihat kelainan dengan layanan khusus 0,20

4. Buta 0,05

Jumlah 100,00

Banyak sekali faktor yang menyebabkan terjadinya tunanetra.


Dahulu kekurangan vitamin A menjadi penyebab utama terjadinya
ketunanetraan, tetapi seiring dengan semakin baiknya pendidikan dan
ekonomi makan avitaminosis A tidak lagi menjadi penyebab utama. Saat
ini, virus dan kelahiran premateur diduga menjadi kebanyakan faktor
penyebab ketunanetraan. Dengan kemajuan teknologi yang semakin
canggih, alat pendidikan bagi anak tunanetra juga berkembang semakin
pesat. Tetapi Braille tetap menjadi media yang sampai saat ini digunakan
oleh seluruh lembaga pendidikan bagi anak tunanetra di dunia ini.
Pada tunanetra penglihatan mereka mengalami gangguan
dibanding dengan anak biasa. Pada organ mata yang tidak normal
menjalankan proses penglihatan sebagai berikut: bayangan benda yang
ditangkap oleh mata tidak dapat diteruskan oleh kornea, lensa mata,
retina, dan ke syaraf karena suatu sebab, misalnya kornea mata
mengalami kerusakan kering, keriput, lensa mata menjadi keruh atau
syaraf yang menghubungkan mata dengan otak mengalami gangguan.
35

Jika mengalami hal seperti ini seseorang dapat dikatakan sebagai


penderita kelainan penglihatan atau tunanetra.35
Dalam perkembangan sosialnya, peserta didik dengan gangguan
penglihatan melakukan interaksi terhadap lingkungannya dengan cara
menyentuh dan mendengar objeknya. Hal tersebut dilakukan karena tidak
ada kontak mata, penampilan ekspresi wajah yang kurang dan kurangnya
pemahaman tentang lingkungannya sehingga interaksi kurang menarik
bagi lawannya.36
Secara etiologi, timbulnya ketunanetraan disebabkan oleh faktor
endogen dan eksogen. Ketunanetraan karena faktor endogen seperti
keturunan, atau karena faktor eksogen seperti penyakit (gula, rubella,
taxoplasmosis, kerusakan syaraf), kecelakaan, obat-obatan dan lain-
lainnya.
Dalam bidang pendidikan luar biasa, anak dengan gangguan
penglihatan lebih akrab disebut anak tunanetra. Tunanetra adalah salah
satu jenis hambatan fisik yang ditandai dengan ketidakmampuan
seseorang untuk melihat baik menyeluruh (total blind) ataupun sebagian
(low vision) dan walaupun telah diberi pertolongan dengan alat-alat
khusus, mereka masih tetap memerlukan pendidikan khusus. Dengan
kata lain tunanetra adalah seseorang yang mengalami gangguan fungsi
penglihatannya secara fungsional dan dalam proses pendidikan
diperlukan pelayanan khusus.
1. Klasifikasi Anak Tunanetra
Secara garis besar anak tunanetra diklasifikasikan menjadi dua
yaitu :
a. Total Blind
Dikatakan buta jika anak sama sekali tidak mampu menerima
rangsang cahaya dari luar (visusnya = 0)

35
Mohammad Effendi, , Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan, (Jakarta: Bumi
Aksara, 2008), h.30
36
Bandi Delphie, Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus, (Bandung: PT Refika
Aditama, 2006), h. 116
36

b. Low Vision
Bila anak masih mampu menerima rangsang cahaya dari luar,
tetapi ketajamannya lebih dari 6/21 atau bedasarkan tes anak
hanya mampu membaca huruf pada jarak 6 meter yang oleh
orang awas dapat dibaca pada jarak 21 meter
Selain dua klasifikasi besar tersebut, tunanetra juga dapat
diklasifikasikan menjadi empat yaitu :
1) Bedasarkan waktu terjadinya penglihatan
a. Tunanetra sebelum dan sejak lahir, yakni mereka yang sama
sekali tidak memiliki pengalaman penglihatan
b. Tunanetra setelah lahir atau pada usia kecil; mereka telah
memiliki kesan-kesan serta pengalaman visual tetapi belum
kuat dan mudah terlupakan
c. Tunanetra pada usia sekolah atau pada masa remaja; mereka
telah memiliki kesan-kesan visual dan meninggalkan
pengaruh yang mendalam terhadap proses perkembangan
pribadi
d. Tunanetra pada usia dewas; pada umumnya mereka yang
dengan segala kesadaran mampu melakukan latihan-latihan
penyesuaian diri
e. Tunanetra dalam usia lanjut; sebagian besar sudah sulit
mengikuti latihan-latihan penyesuaian diri
2) Bedasarkan kemampuan daya penglihatan
a. Tunanetra ringan (defective vision/low vision) yakni mereka
yang memiliki hambatan dalam penglihatan akan tetapi
mereka masih dapat mengikuti progam-progam pendidikan
dan mampu melakukan pekerjaan/kegiatan yang
menggunakan fungsi penglihatan
b. Tunanetra setengah berat (partially sighted) yakni mereka
yang kehilangan sebagian daya penglihatan, hanya dengan
37

menggunakan kaca pembesar mampu mengikuti pendidikan


biasa atau mampu membaca tulisan yang bercetak tebal
c. Tunanetra berat (totally blind) yakni mereka yang sama
sekali tidak dapat melihat
3) Bedasarkan pemerikasaan klinis
a. Tunanetra yang memiliki ketajaman penglihatan kurang
dari 20.200 dan atau memiliki bidang penglihatan kurang
dari 20 derajat
b. Tunanetra yang masih memiliki ketajaman penglihatan
antara 20/70 sampai dengan 20/200 yang dapat melihat
lebih baik melalui perbaikan
4) Bedasarkan kelainan-kelainan pada mata seperti :
a. Myopia; adalah penglihatan jarak jauh, bayangan tidak
terfokus dan jatuh didepan retina. Penglihatan akan menjadi
jelas kalau objek didekatkan. Untuk membantu proses
penglihatan pada penderita Myopia digunakan kacamata
koreksi dengan lensa negatif
b. Hyperopia, adalah penglihatan jarak dekat, bayangan tidak
terfokus dan jatuh dibelakang retina. Penglihatan akan
menjadi jelas jika objek dijauhkan. Untuk membantu proses
penglihatan pada penderita hyperopia digunakan kacamata
koreksi dengan lensa positif
c. Astigmatisme; adalah penyimpangan atau penglihatan kabur
yang disebabkan karena ketidakberesan pada kornea mata
atau pada permukaan lain pada bola mata sehingga
bayangan benda baik pada jarang dekat maupun jauh tidak
terfokus jatuh pada retina. Untuk membantu proses
penglihatan pada penderita astigmatisme digunakan
kacamata koreksi dengan lensa silindris.37

37
Agustyawati dan Solicha, Psikologi Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus, (Jakarta:
Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009), h. 10-12
38

2. Sebab-Sebab terjadinya ketunanetraan


Ketunanetraan disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya :
a) Faktor pre-natal
Faktor ini sangat erat hubungannya dengan masalah keturunan
dan pertumbuhan seorang anak dalam kandungan antara lain :
1. Keturunan; biasanya ketunanetraan yang disebabkan oleh
faktor keturunan terjadi dari hasil perkawinan bersaudara,
sesama tunanetra atau mempunyai orangtua yang tunanetra.
Ketunanetraan akibat faktor keturunan antara lain retinitis,
pigmentosa, penyakit pada retina umumnya merupakan
keturunan. Penyakit ini sedikit demi sedikit menyebabkan
mundur dan memburuknya retina.
2. Pertumbuhan seorang anak dalam kandungan
Biasanya disebabkan karena proses pertumbuhan dalam
kandungan seperti : Gangguan waktu ibu hamil; penyakit
menahun semisal TBC sehingga merusak sel-sel darah
tertentu selama pertumbuhan janin dalam kandungan;
infeksi atau luka yang dialami oleh ibu hamil akibat terkena
rubella atau cacar air; infekasi karena penyakit kotor;
kurangnya vitamin tertentu.
b) Post-natal
Penyebab ketunanetraan yang terjadi pada masa post-natal
dapat terjadi sejak atau setelah bayi lahir antara lain: kerusakan
pada mata atau saraf mata pada waktu persalinan, akibat
benturan alat-alat benda keras; pada waktu persalinan, ibu
mengalami penyakit gonorrhoe sehingga bekasil gonorrhoe
menular pada bayi, yang pada akhirnya setelah bayi lahir
mengalami sakit dan berakibat hilangnya daya penglihatan;
mengalami penyakit mata yang menyebabkan ketunanetraan
39

semisal xeropthalmia, trachoma, catarac, glaucoma,


kerusakan mata yang disebabkan terjadinya kecelakan.38
3. Cara membantu mengatasi keterbatasaan anak tunanetra:39
a) Menyediakan dan memberikan alat pendidikan khusus
tunanetra.
Alat pendidikan bagi tunanetra dapat dibagi menjadi tiga
bagian yaitu alat pendidikan khusus alat bantu peraga seperti
alat pendidikan khusus: reglet dan stylus; mesin tik braille;
komputer dengan progam braille; printer braille; abacuss;
kalkulator bicara; kertas braille; penggaris braille; kompas
bicara
b) Alat bantu khusus
Alat bantu pendidikan bagi anak tunanetra sebaiknya
menggunakan materi perabaan dan pendengaraan
1. Alat bantu perabaan sebagai sumber belajar
menggunakan buku-buku dengan huruf braille
2. Alat bantu pendengaran sebagai sumber belajar
diantaranya talking books (buku bicara), kaset (suara
binatang), CD, kamus bicara
c) Alat peraga
Alat peraga taktual atau audio yaitu peraga yang dapat diamati
melalui perabaan atau pendengaraan. Alat peraga tersebut
antara lain ;
1. Benda asli: makanan, minuman, binatang peliharaan,
tubuh anak itu sendiri, tumbuhan/tanaman, elektronik,
kaset dan lain-lain
2. Benda asli yang diawetkan: binatang liar/buas yang
sulit didapatkan
3. Benda asli yang dikeringkan
38
Ibid., h. 12-14
39
Agustyawati dan Solicha, Psikologi Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus, (Jakarta:
Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009), h. 20-24
40

4. Benda/model tiruan: model kerangka manusia, model


alat pernafasan dan lain-lain
5. Gambar timbul sesuai dengan bentuk asli: grafik,
diagram dan lain-lain
6. Gambar timbul skematik: rangkaian listrik, denah dan
lain-lain
7. Peta timbul: provinsi, pulau, negara, dataran, benua dan
lain-lain
8. Globe timbul
9. Papan baca
10. Papan baku
d) Menyediakan dan memberikan alat pendidikan khusu bagi low
vision
Alat bantu pendidikan dan peraga bagi anak low vision dibagi
tiga yaitu alat bantu optik dan non optik serta alat peraga
1. Alat bantu optik antara lain: kacamat, kacamata
perbesaran, syand magnifer, hand magnifer, kombinasi,
telescop, CCTV
2. Alat bantu non optik antara lain: kertas bergaris tebal,
spidol, spidol hitam, pensil hitam tebal, buku-buku
dengan huruf yang diperbesar, penyangga buku, lampu
meja, typoscope, tape recorder, bingkai untuk menulis
3. Alat peraga bagi anak low vision seperti gambar-
gambar yang diperbesar, benda asli, benda yang
diawetkan, benda asli yang dikeringkan dan
benda/model tiruan
e) Membangun mental kemandirian.
4. Sekolah Untuk Anak Berkebutuhan Khusus Tunanetra
Anak berkebutuhan khusus yang mengalami kecacatan fisik, yaitu
tunanetra, tunarungu/wicara, tunadaksa, tunamental, tunalaras dan anak
41

berbakat, mereka juga memiliki jenis dan bentuk pelayanan pendidikan


bagi anak berkebutuhan khusus secara umum dan khusus.
a. SLB (Sekolah Luar Biasa)
Kepanjangan dari SLB adalah Sekolah Luar Biasa yang bertujuan
untuk memberikan pendidikan bagi anak-anak yang memiliki
kertebatasan fisik, emosi ataupun mental yang biasa disebut dengan
Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Pendidikan Luar Biasa
merupakan bentuk pelayanan pendidikan khusus bagi anak yang
memiliki kekurangan fisik ataupun kekurangan mental.
Didirikannya SLB ini ditinjau dari beberapa aspek, aspek-aspek
tersebut yaitu :
1. Dasar Pedogogis
Dengan memberikan pelayanan pendidikan yang sistematis
dan terarah, anak-anak berkelainan diharapkan menjadi warga
masyarakat/warga Negara yang terampil dan dapat mandiri,
serta bertanggung jawab terhadap kehidupan dan
penghidupannya, serta tidak teralalu menggantungkan diri
pada orang lain.
2. Dasar Psikologis
Dengan pendidikan yang baik pada mereka dapat
dikembangkan kepercayaan diri sendiri dan harga dirinya.
Dengan latihan serta pendidikannya yang baik dapat mengatasi
kelainannya, serta kecacatannya tidak dirasakan sebagai beban.
3. Dasar Sosiologis
Meskipun cacat dia akan mampu berkomunikasi dengan
lingkungannya bahkan dapat ikut serta secara akrif dalam
masyarakat. Dengan demikian, usia memiliki status sebagai
warga masyarakat.40

40
Donna Sitta Ariyanti, Perilaku Pencarian Informasi Pemustaka Berkebutuhan Khusus
Pada Perpustakaan Sekolah Luar Biasa-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta, Skripsi pada UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015, h. 16-17
42

Dalam pelaksanaanya, sekolah luar biasa dapat dibedakan menjadi


dua macam, yaitu : 41
a. Sekolah Luar Biasa Pembina, terdiri dari dua macam :
1. Sekolah Luar Biasa Pembina Tingkat Nasional
Adalah sekolah yang melaksanakan latihan dan
penyegaran bagi tenaga kependidikan Sekolah Luar Biasa,
pengolahan dan pemecahan permasalahan di bidang
pembinaannya, serta melaksanakan pengembangan
Sekolah Luar Biasa yang meliputu Tingkat persiapan,
Tingkat Dasar, dan Tingkat Menengah/Lanjutan.
2. Fungsi SLB Pembina Tingkat Nasional
a) Mengadakan pelatihan dan penyegaran bagi tenaga
guru dan tenaga kependidikan lainnya serta
penyelenggara pendidikan luar biasa
b) Melakukan pengkajian di bidang proses belajar
mengajar dan menerapkannya pada Sekolah Luar
Biasa
c) Memberikan bimbingan dan penyuluhan bagi siswa,
orang tua dan masyarakat
d) Mengadakan percontohan pendidikan tingkat
persiapan, tingkat dasar, dan tingkat
menengah/lanjutan
e) Mengadakan pemeriksaan psikologis, medis dan
sosiologis siswa
f) Membina hubungan kerja dan kerjasama
dengan orang tua/masyarakat
g) Melakukan/mengadakan publikasi yang menyangkut
pendidikan luar biasa sesuai dengan kelainannya
h) Melaksanakan urusan tata usaha dan rumah tangga
sekolah

41
Ibid., h. 17-18
43

b. Sekolah Luar Biasa Pembina Tingkat Provinsi


Merupakan sekolah yang melaksanakan penyegaran bagi
tenaga kependidikan serta percontohan penyelenggaraan SLB.
Tugas dan Fungsi SLB Pembina Tingkat Provinsi ialah
melaksanakan latihan dan penyegaran bagi tenaga
kependidikan Sekolah Luar Biasa, pengolahan dan pemecahan
permasalahan di bidang pembinaannya, serta melaksanakan
pengembangan Sekolah Luar Biasa yang meliputu Tingkat
persiapan, Tingkat Dasar, dan Tingkat Menengah/Lanjutan.
b. Guru Kunjung
Model guru kunjung dilakukan dalam upaya pemerataan
pendidikan bagi anak yang berkebutuhan khusus usia sekolah. Oleh
karena sesuatu hal, anak tersebut tidak dapat belajar di sekolah
khusus atau sekolah lainnya seperti tempat tinggal yang sulit
dijangkau, jarak sekolah dan rumah terlalu jauh, kondisi anak
tuenanetra yang tidak memungkinkan berjalan. Kurikulum yang
digunakan pada model guru kunjung adalah kurikulum PLB,
kemudian dikembangkan menjadi progam pendidikan individual
yang disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan anak.42
Pelaksanaan guru kunjung ini bisa dilakukan diberbagai tempat
seperti rumah anak tunanetra itu sendiri atau sebuah penampungan
beberapa anak tunanetra.
c. Pendidikan Inklusif
Pendidikan inklusif adalah pendidikan reguler yang disesuaikan
dengan kebutuhan siswa yang memerlukan pendidikan khusus pada
sekolah reguler dalam satu kesatuan yang sistematik. Kurikulum
yang digunakan adalah kurikulum yang fleksibel, yang disesuaikan
dengan kemampuan dan kebutuhan setiap siswa. Bentuk pelayanan
ini memberikan kesempatan kepada anak berkebutuhan khusus

42
Jati Rinakri, Pendidikan dan Bimbingan Anak Berkebutuhan Khusus, (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2018), h. 48-49
44

untuk belajar bersama-sama dengan anak biasa (normal) di sekolah


umum. Dengan demikian mereka belajar bersama-sama dengan
anak normal dalam satu atap.
Pendidikan inklusif pada dasarnya memiliki dua model yaitu:
1. Model Inklusi Penuh.
Model ini menyertakan peserta didik berkebutuhan khusus untuk
menerima pembelajaran individual dalam kelas reguler.
2. Model Inklusi Parsial.
Model ini mengikutsertakan peserta didik berkebutuhan khusus
dalam sebagian pembelajaran yang berlangsung di kelas reguler
dan sebagian lagi dalam kelas-kelas pull out dengan bantuan
pendamping khusus.43
Pendidikan inklusif tidak mengharuskan semua anak berkebutuhan
khusus berada di kelas reguler setiap saat dengan semua mata
pelajarannya (inklusi penuh). Sebagian anak berkebutuhan khusus
dapat berada di kelas khusus atau ruang terapi dengan kelainannya
yang cukup berat, bagi mereka yang memiliki kelainannya cukup
berat mungkin akan lebih banyak waktunya berada di kelas khusus
pada sekolah reguler, kemudian bagi kelainan yang sangat berat
dapat disalurkan ke sekolah khusus (SLB) jika tidak
memungkinkan di sekolah reguler.

C. Ilmu Pengetahuan Sosial


1. Pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial
Istilah Ilmu Pengetahuan Sosial disingkat IPS seringkali saling
bertukar makna dengan istilah Pendidikan IPS. Secara historis,
perkembangan IPS dan Pendidikan IPS di Indonesia dibahas termasuk
tujuan dan kedudukan IPS dalam sistem Pendidikan Nasional. Ilmu
Pengetahuan Sosial yang disingkat IPS dan Pendidikan IPS atau PIPS

43
Ibid., h. 49-50
45

merupakan dua istilah yang sering diucapkan atau dituliskan dalam


berbagai karya akademik secara tumpang tindih.44
Istilah Ilmu Pengetahuan Sosial disingkat IPS merupakan nama
mata pelajaran di tingkat sekolah atau nama program studi di perguruan
tinggi identik dengan istilah “Social Studies” dalam kurikulum
persekolahan di negara lain, khususnya di negara-negara Barat seperti
Australia dan Amerika Serikat. Nama IPS yang lebih dikenal sosial
studies di negara lain itu merupakan istilah hasil kesepakatan dari para
ahli atau pakar kita di Indonesia.45
Istilah Pendidikan IPS atau PIPS merupakan istilah yang sejajar
dengan istilah Pendidikan IPA. Menurut Prof. Nu’man Somantri, istilah
ini adalah penegasan dan akibat dari istilah IPS-IPA saja agar bisa
dibedakan dengan pendidikan pada tingkat universitas. Dalam lingkup
filsafat ilmu, disiplin ilmu-ilmu sosial dan ilmu pendidikan, istilah
pendidikan IPS belum dikenal baik sebagai subdisiplin ilmu atau cabang
dari disiplin ilmu. Dalam kepustakaan asing, istilah yang lazim
digunakan antara lain Social Studies, Social Education, Social Studies
Education, Social Science Education, Citizenship Education, Studies of
Society and Environment. Perbedaaan istilah ini bukan hanya digunakan
berbeda antarnegara melainkan terjadi perbedaan antarnegara bagian
dalam satu negara.46
Rumusan tentang pengertian IPS telah banyak dikemukakan oleh
para ahli IPS atau social studies. Di sekolah-sekolah Amerika pengajaran
IPS dikenal dengan social studies.47 Jadi, istilah IPS merupakan
terjemahan social studies Dengan demikian IPS dapat diartikan dengan
penelaahan atau kajan tentang masyarakat Dalam mengkaji masyarakat,
guru dapat melakukan kajian dari berbagai perspektif sosial, seperti

44
Sapriya, Pendidikan IPS, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2017), h. 6-7
45
Nadhir dkk, Konsep Dasar IPS, (Bandung: UPI Press, 2006), h. 3
46
Sapriya, Pendidikan IPS, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2017), h. 8
47
Nadhir dkk, Ilmu Pengetahuan Sosial 1, (Learning Assistance Program for Islamic
Schools Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah, 2009), h. 1- 9
46

kajian melalui pengajaran sejarah, geografi, ekonomi, sosiologi,


antropologi, politik-pemerintahan, dan aspek psikologi sosial yang
disederhanakan untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Namun, pengertian IPS di tingkat persekolahan itu sendiri
mempunyai perbedaan makna khususnya antara IPS untuk Sekolah Dasar
(SD) dengan IPS untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan IPS
untuk Sekolah Menengah Atas (SMA). Pengertian IPS di persekolahan
tersebut ada yang berarti progam pengajaran, ada yang berarti mata
pelajaran yang berdiri sendiri, ada yang berarti gabungan (paduan) dari
sejumlah mata pelajaran atau disiplin ilmu.48
Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan suatu bahan kajian terpadu
yang mengkaji serangkaian peristiwa, fakta, konsep dan generalisasi
yang berkaitan dengan isu sosial dan kewarganegaraan. IPS merupakan
mata pelajaran yang memadukan konsep-konsep dasar dari berbagai ilmu
sosial disusun melalui pendidikan dan psikologis serta kelayakan dan
kebermaknaannya bagi siswa dan kehidupannya.
Adanya mata pelajaran IPS para siswa diharapkan dapat memiliki
pengetahuan dan wawasan tentang konsep-konsep dasar ilmu sosial dan
humaniora, memiliki kepekaan dan kesadaran terhadap masalah sosial di
lingkungannya, serta memiliki ketrampilan mengkaji dan memecahkan
masalah masalah sosial tersebut.
Beberapa pengertian tentang sosial studies yang dikembangkan di
Amerika Serikat oleh beberapa tokoh pendidikan terkenal seperti :
1. Edgar B Wesley, yaitu : Social stuies are thr social sciences
simplited for paedagogial purposes in school. The sosial
studies consist og geography history, economic, sociology,
civics and various combination of these subjects.
2. John Jarolimek mengemukakan : The social studies as a part
of elementary school curriculum draw subject-matter
content from the social science, history, sociology, political

48
Nadhir dkk, Konsep Dasar IPS, (Bandung: UPI Press, 2006), h. 7
47

science, social psychology, philosophy, anthropology, and


economic. The social studies have been defined as “those
portion of the social science … selected for instructional
purposes”
Pengembangan IPS di Indonesia banyak mengambil ide-ide dasar
dari pendapat-pendapat yang dikembangkan di Amerika Serikat tersebut
dengan tujuan, materi dan penanganannya dikembangkan sendiri sesuai
dengan tujuan nasional dan aspirasi masyarakat Indonesia. Hal ini
dilakukan pada realitas, gejala dan problem sosial yang menjadi kajian
IPS yang tidak sama dengan negara-negara lain.49
Berikut pengertian IPS yang dikemukakan oleh beberapa ahli
pendidikan dan IPS di Indonesia :
1. Moeljono Cokrodikardjo mengemukakan bahwa IPS adalah
perwujudan dari suatu pendekatan interdisipliner dari ilmu
sosial. la merupakan integrasi dari berbagai cabang ilmu sosial
yakni sosiologi, antropologi budaya, psikologi, sejarah,
geografi, ekonomi, ilmu politik dan ekologi manusia, yang
diformulasikan untuk tujuan instruksional dengan mater dan
tujuan yang disederhanakan agar mudah dipelajari.
2. Nu'man Soemantri menyatakan bahwa IPS merupakan
pelajaran ilimu-ilmu sosial yang disederhanakan untuk
pendidikan tingkat SD, SLTP, dan SLTA. Penyederhanaan
mengandung arti: a) menurunkan tingka kesukaran ilmu-ilmu
sosial yang biasanya dipelajari di universitas menjadi elajaran
yang sesuai dengan kematangan berfikir siswa siswi sekolah
dasar dan lanjutan, b) mempertautkan dan memadukan bahan
aneka cabang ilmu-ilmu sosial dan kehidupan masyarakat
sehingga menjadi pelajaran yang mudah dicerna.

49
Miftahuddin, Revitalisasi IPS dalam Perspektif Global, Jurnal Tribakti, Vol. 27, 2016,
h. 270
48

3. S. Nasution mendefinisikan IPS sebagai pelajaran yang


merupakan fusi atau paduan sejumlah mata pelajaran sosial.
Dinyatakan bahwa IPS merupakan bagian kurikulum sekolah
yang berhubungan dengan peran manusia dalam masyarakat
yang terdiri atas berbagai subjek sejarah, ekonomi, geografi,
sosiologi, antropologi, dan psikologi sosial.
4. Tim IKIP Surabaya mengemukakan bahwa IPS merupakan
bidang studi yang menghormati, mempelajari, mengolah, dan
membahas hal-hal yang berhubungan dengan masalah-masalah
human relationship hingga benan benar dapat dipahami dan
diperoleh pemecahannya. Penyajiannya harus merupakan
bentuk yang terpadu dari berbagai ilmu sosial yang telah
terpilih, kemudian disederhanakan sesuai dengan kepentingan
sekolah-sekolah.50
Dengan demikian, IPS bukan ilmu sosial dan pembelajaran IPS
yang dilaksanakan baik pada pendidikan dasar maupun pada pendidikan
tinggi tidak menekankan pada aspek teoritis keilmuannya, tetapi aspek
praktis dalam mempelajari, menelaah, mengkaji gejala, dan masalah
sosial masyarakat yang bobot dan keluasannya disesuaikan dengan
jenjang pendidikan masing masing.
Kajian tentang masyarakat dalam IPS dapat dilakukan dalam
lingkungan yang terbatas, yaitu lingkungan sekitar sekolah atau siswa
dan siswi atau dalam lingkungan yang luas, yaitu lingkungan negara lain,
baik yang ada di masa sekarang maupun di masa lampau. Dengan
demikian siswa dan siswi yang mempelajari IPS dapat menghayati masa
sekarang dengan dibekali pengetahuan tentang masa lampau umat
manusia.51

50
Nadhir dkk, Ilmu Pengetahuan Sosial 1, (Learning Assistance Program for Islamic
Schools Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah, 2009), h. 1- 10
51
Syafrizal Febriawan, Pembelajaran IPS Terpadu (Studi Kasus di Tiga SMP Negeri
Kota Semarang), Skripsi pada Universitas Negeri Semarang, 2013, h. 15
49

Maka bedasarkan uraian diatas, kegiatan pembelajaran IPS dapat


membahas pada masa lampau, sekarang dan masa mendatang, baik pada
lingkungan yang dekat maupun lingkungan yang jauh dari siswa. IPS
merupakan bidang keilmuan yang sangat dinamis, karena mempelajari
keadaan masyarakat yang cepat perkembangannya.
2. Ruang Lingkup Kajian IPS
Secara mendasar, pembelajaran IPS berkenaan dengan kehidupan
manusia yang melibatkan segala tingkah laku dan kebutuhannya. IPS
berkenaan dengan cara manusia memenuhi kebutuhannya, baik
kebutuhan untuk memenuhi materi, budaya, dan kejiwaannya;
memanfaatkan sumber-daya yang ada dipermukaan bumi; mengatur
kesejahteraan dan pemerintahannya maupun kebutuhan lainnya dalam
rangka mempertahankan kehidupan masyarakat manusia. Ruang lingkup
pengajaran IPS meliputi masalah kehidupan manusia dan masyarakat
(luas maupun setempat). Pengajaran IPS mengkaji hal kehidupan diri
manusia, perekonomian, kemasyarakatan, budaya, hukum, politik,
kesejarahan geografis dan bahkan kehidupan keagamaan.
Singkatnya, IPS mempelajari, menelaah, dan mengkaji sistem
kehidupan manusia di permukaan bumi ini dalam konteks sosialnya atau
manusia sebagai anggota masyarakat. Dengan pertimbangn bahwa
manusia dalam konteks sosial demikian luas, pengajaran IPS pada
jenjang pendidikan harus dibatasi sesuai dengan kemampuan peserta
didik tiap jenjang, sehingga ruang lingkup pengajaran IPS pada jenjang
pendidikan dasar berbeda dengan jenjang pendidikan menengah dan
pendidikan tinggi.
Pada jenjang pendidikan dasar, ruang lingkup pengajaran IPS
dibatasi sampai pada gejala dan masalah sosial yang dapat dijangkau
pada geografi dan sejarah.Terutama gejala dan masalah sosial kehidupan
sehari-hari yang ada di lingkungan sekitar peserta didik MI/SD. Pada
jenjang pendidikan menengah ruang lingkup kajian diperluas. Begitu
50

juga pada jenjang pendidikan tinggi: bobot dan keluasan materi dan
kajian semakin dipertajam dengan berbagai pendekatan.
Sebagaimana telah dikemukakan di depan, bahwa yang dipelajari
IPS adalah manusia sebagai anggota masyarakat dalam konteks
sosialnya, ruang lingkup kajian IPS meliputi (a) substansi materi ilmu-
ilmu sosial yang bersentuhan dengan masyarakat dan (b) gejala, masalah,
dan peristiwa sosial tentang kehidupan masyarakat. Kedua lingkup
pengajaran IPS ini harus diajarkan secara terpadu karena pengajaran IPS
tidak hanya menyajikan materi materi yang akan memenuhi ingatan
peserta didik tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan sendiri sesuai
dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat. Oleh karena itu, pengajaran
IPS harus menggali materi-materi yang bersumber pada masyarakat.
Dengan kata lain, pengajaran IPS yang melupakan masyarakat atau yang
tidak berpijak pada kenyataan di dalam masyarakat tidak akan mencapai
tujuannya.52
Ruang lingkup IPS dibagi menjadi beberapa aspek yaitu :
a. Ditinjau dari ruang lingkup hubungan mencakup hubungan
sosial, hubungan ekonomi, hubungan psikologi, hubungan
budaya, hubungan sejarah, hubungan geografi, dan hubungan
politik.
b. Ditinjau dari segi kelompoknya adalah dapat berupa
keluarga, rukun tetangga, kampung, warga desa, organisasi
masyarakat dan bangsa.
c. Ditinjau dari tingkatannya meliputi tingkat lokal, regional
dan global.
d. Ditinjau dari lingkup interaksi dapat berupa kebudayaan,
politik dan ekonomi.53

52
Nadhir dkk, Ilmu Pengetahuan Sosial 1, (Learning Assistance Program for Islamic
Schools Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah, 2009), h. 1- 11-12
53
Rahmad, “Kedudukan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) pada Sekolah Dasar”, Jurnal
Madrasah Ibtidaiyah, Vol. 2, No. 1, 2016, h. 68-69
51

3. Tujuan Pembelajaran IPS


Tujuan pendidikan nasional menjadi acuan dalam pengembangan
tujuan pendidikan IPS. Tujuan pengajaran Ilmu Pengetahuan Sosial
(IPS), secara umum dikemukakan oleh Fenton adalah mempersiapkan
anak didik menjadi warga negara yang baik, mengajar anak didik agar
mempunyai kemampuan berpikir dan dapat melanjutkan kebudayaan
bangsa.
Selanjutnya, Clark dalam bukunya “Social Studies in Secondary
School”: A Hand Book, menyatakan bahwa IPS menitikberatkan pada
perkembangan individu yang dapat memahami lingkungan sosialnya,
manusia dengan segala kegiatannya dan interaksi antarmereka. Peserta
didik diharapkan dapat menjadi anggota yang produktif, berpartisipasi
dalam masyarakat yang merdeka, mempunyai rasa tanggung jawab,
tolong menolong dengan sesamanya, dan dapat mengembangkan nilai-
nilai dan ide-ide dari masyarakatnya. Menurut Hartono dan Arnicun Aziz
IPS bertujuan untuk pembentukan pengetahuan dan keterampilan
intelektual peserta didik.54
Sama halnya tujuan dalam bidang-bidang yang lain, tujuan
pembelajaran IPS bertumpu pada tujuan yang lebih tinggi. Secara hirarki,
tujuan pendidikan nasional pada tataran operasional dijabarkan dalam
tujuan institusional tiap jenis dan jenjang pendidikan. Selanjutnya
pencapaian tujuan institusional ini secara praktis dijabarkan dalam tujuan
kurikuler atau tujuan mata pelajaran pada setiap bidang studi dalam
kurikulum, termasuk bidang studi IPS. Akhirnya tujuan kurikuler secara
praktis operasional dijabarkan dalam tujuarn instruksional atau tujuan
pembelajaran.
Tujuan kurikuler IPS yang harus dicapai sekurang-kurangnya
meliputi hal-hal berikut:

54
Henni Hendayani, “Pengembangan Materi Ajar Ilmu Pengetahuan Sosial”, Jurnal
Progam Studi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Vol. 1, No. 1, 2017, h. 7-8
52

1. Membekali peserta didik dengan pengetahuan sosial yang


berguna dalam kehidupan masyarakat.
2. Membekali peserta didik dengan kemapuan mengidentifikasi,
menganalisa dan menyusun alternatif pemecahan masalah
sosial yang terjadi dalam kehidupan di masyarakat
3. Membekali peserta didik dengan kemampuan berkomunikasi
dengan sesama warga masyarakat dan dengan berbagai bidang
keilmuan serta berbagai keahlian.
4. Membekali peserta didik dengan kesadaran, sikap mental yang
positif, dan keterampilan terhadap lingkungan hidup yang
menjadi bagian kehidupannya yang tidak terpisahkan
5. Membekali peserta didik dengan kemampuan
mengembangkarn pengetahuan dan keilmuan IPS sesuai
dengan perkembagan kehidupan, perkembangan masyarakat,
dan perkembangan ilmu dan teknologi
Kelima tujuan di atas harus dicapai dalam pelaksanaan kurikulum
IPS di berbagai lembaga pendidikan dengan keluasan, kedalaman dan
bobot yang sesuai dengan jenis dan jenjang pendidikan yang
dilaksanakan.55

D. Hasil Penelitian Yang Relevan


Berdasarkan penelitian yang terdahulu, ada beberapa penelitian
yang memiliki relevansi dengan judul yang diteliti oleh penulis, adapun
penelitian yang mendukung lain seperti berikut:
1. Tesis dengan judul “Analisis Proses Pembelajaran Matematika Pada
Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Sloe Learners di Kelas Inklusi SD Al
Firdaus Surakarta”, karya saudari Fida Rahmantika, Jurusan
Pendidikan Matematika Progam Pascasarjana Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret tahun 2014. Penelitian ini

55
Nadhir dkk, Ilmu Pengetahuan Sosial 1, (Learning Assistance Program for Islamic
Schools Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah, 2009), h. 1- 12
53

membahas tentang kesiapan yang dilakukan oleh guru matematika


dalam menyiapkan media khusus dan sumber belajar untuk siswa ABK
Slow learners yang membuat siswa lebih mudah dan tidak cepat bosan
saat pembelajaran, persiapan yang baik sebelum pembelajaran dan
penyusunan RPP yang baik mampu membantu kelancaran pelaksanaan
pembelajaran dikelas, dan terdapat beberapa kendala yang dialami ABK
Slow Learners selama proses pembelajaran dan penyelesaian kendala
ini perlu di kembangkan lagi agar proses pembelajaran berjalan dengan
baik. Namun penelitian yang akan dilakukan oleh penulis memiliki
perbedaan yaitu penelitian yang dilakukan saudari Fida Rahmantika
memfokuskan kepada bidang studi mata pelajaran Matematika
sedangkan penelitian yang penulis lakukan akan memfokuskan pada
mata pelajaran IPS. Bagi Anak Berkebutuhan Khusus memiliki
perbedaan yaitu penelitian saudari Fida Rahmantika memfokuskan pada
siswa slow learners atau siswa yang indera pendengarannya kurang
sedangkan peneliti akan memfokuskan kepada siswa Tunanetra.
2. Jurnal dengan judul “Layanan Pendidikan Bagi Siswa Tunanetra Low
Vision Kelas V SD Muhammadiyah Bogor”, karya saudari Irma Dewi
Ramadani, dengan jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar tahun terbit
2017. Penelitian ini membahas tentang siswa tunanetra low vision
memperoleh pembelajaran yang sama dengan siswa lainnya tanpa
adanya perbedaan dan perlakuan khusus yang memperhatikan
kemampuan, keterbatasan, kemampuan, dan kebutuhannya. Proses
pembelajaran yang dilakukan di kelas hendaknya juga memperhatikan
prinsip-prinsip yang harus digunakan untuk melayani siswa tunanetra
low vision. Layanan pendidikan untuk siswa tunanetra low vision masih
harus ditingkatkan lagi supaya siswa dapat terlayani sesuai dengan
keterbatasan, kebutuhan dan kemampuan mereka. Namun penelitian
yang akan dilakukan oleh penulis memiliki perbedaan yaitu penelitian
yang dilakukan saudari Irma Dewi Ramadani meneliti siswa tunanetra
pada jenjang tingkatan Sekolah Dasar pada umumnya sedangkan
54

penulis akan meneliti siswa tunanetra pada jenjang tingkatan SMA di


Sekolah Khusus yaitu Sekolah Luar Biasa (SLB).
3. Jurnal dengan judul “Kendala Guru dalam Proses Pembelajaran IPS di
Sekolah yang Menerapkan Pendidikan Inklusi SMP Negeri 2 Sewon”,
karya saudara Saeful Aji Sucipto, dengan jurusan Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial Fakultas Ilmu Sosial Universitas Yogyakarta tahun
2017. Penelitian ini membahas tentang mengenai penyampaian materi
pembelajaran yaitu guru IPS menggunakan metode ceramah dan
diskusi. Kemudian guru IPS melakukakan evaluasi dengan membuat
pertanyaan seputar materi pembelajaran serta guru IPS memiliki
kendala untuk membuat siswa ABK memahami materi pembelajaran
dan ketika menggunakan metode yang melibatkan siswa maka siswa
ABK tidak mampu mengikuti tahapan yang harus dilalui oleh siswa
ketika menerapkan metode pembelajaran tersebut. Namun penelitian
yang akan dilakukan oleh penulis memiliki perbedaan yaitu penelitian
yang dilakukan saudara Saeful Aji Sucipto ini membahas semua proses
pembelajaran dikelas termasuk kendala yang dihadapi oleh guru ketika
dalam proses pembelajaran dikelas inklusi sedangkan penulis akan
meneliti di sekolah luar biasa yang didalam kelas tidak terdapat anak
normal pada umumnya hanya terfokus pada siswa ABK.
4. Skripsi dengan judul “Pembelajaran PAI Bagi Anak Berkebutuhan
Khusus (Tunanetra) di SMPLB Negeri Semarang Tahun Pelajaran
2015/2016”, karya saudari Ria Wulandari, Jurusan Pendidikan Agama
Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri
Walisongo Semarang tahun 2016. Penelitian ini membahas tentang
perencanaan pembelajaran seperti RPP dan silabus menunjang
keberhasilan dalam proses pembelajaran. Pelaksanaan pembelajaran
PAI di kelas menggunakan metode ceramah, tanya-jawab, diskusi dan
latihan. Media yang digunakan meliputi alat bantu khusus yang
menggunakan huruf braile agar memudahkan siswa dalam proses
pembelajaran. Namun penelitian yang akan dilakukan oleh penulis
55

memiliki perbedaan yaitu penelitian yang dilakukan saudari Ria


Wulandari ini membahas semua kegiatan proses pembelajaran ABK
tunanetra dalam bidang mata pelajaran Pendidikan Agama Islam di
jenjang SMPLB, walaupun sama memfokuskan kegiatan proses
pembelajaran ABK tunanetra namun penulis akan meneliti proses
kegiatan pembelajaran ABK di Sekolah Luar Biasa tingkat SMALB
dalam mata pelajaran IPS.
5. Skripsi dengan judul “Manajemen Pembelajaran Siswa Tunanetra
(Studi Kasus di MAN Maguwoharjo Sleman Yogyakarta)”, karya
saudara Johandri jurusan Pendidikan Islam Fakultas Tarbiyah UIN
Sunan Kalijaga Yogyakarta tahun 2008. Penelitian ini membahas
mengenai kurikulum yang digunakan umumnya sama yaitu disusun
sebagai pengembangan dari standar isi, Standar Kompetensi Lulusan
(SKL) yang telah ditetapkan oleh Peraturan Menteri. Pendidikan yang
diberikan memperhatikan dan menyesuaikan kemampuan dan
kebutuhan individual anak. Kendala yang dihadapi yaitu keterbatasan
sarana dan prasarana sebagai penunjang kegiatan pembelajaran siswa
tunanetra, serta kurangnya sejumlah buku diperpustakaan yang masih
belum memadai. Namun penelitian yang akan dilakukan oleh penulis
memiliki perbedaan yaitu penelitian yang dilakukan saudara Johandri
ini membahas kegiatan dan pelayanan siswa tunanetra di tingkat
SMA/MA sekolah umum sedangkan penulis akan melakukan penelitian
yang sama di tingkat SMA namun tidak di sekolah umum melainkan di
tingkat SMA Luar Biasa dimana seluruhnya hanya ada siswa tunanetra.

Bedasarkan tinjauan diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa


penelitian yang akan dilakukan oleh penulis memiliki perbedaan dengan
penelitian diatas. Hasil penelitian diatas yaitu sample yang diambil banyak
berasal dari Anak Berkebutuhan Khusus bersekolah di sekolah umum dan
progam inklusi yang bergabung dengan anak normal lainnya sedangkan
penulis memfokuskan Anak Berkebutuhan Khusus yang memang khusus
56

bersekolah di Sekolah Luar Biasa tidak bersama dengan anak normal pada
umumnya.

E. Kerangka Berfikir
Bedasarkan latar belakang dan landasan teori yang telah
dikemukakan sebelumnya, maka dapat diambil suatu kerangka berfikir
sebagai berikut. Dapat diketahui bahwa proses pembelajaran IPS yang
diterapkan di Sekolah Menengah Atas Luar Biasa tidaklah mudah dan
mengalami kesulitan khususnya pada anak berkebutuhan khusus tunanetra.
Karena terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan atau
kegagalan dalam proses pembelajaran IPS pada anak berkebutuhan khusus
tunanetra khususnya guru IPS yang menangani proses pembelajaran di
kelas agar terciptanya suasana pembelajaran yang maksimal.
Sekolah Menengah Atas Luar Biasa-A (SMALB-A) Pembina
Tingkat Nasional Jakarta merupakan salah satu bagian dari jenjang
sekolah di SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta yang memang
khusus menangani bagian A atau siswa-siswi yang mengalami gangguan
penglihatan (tunanetra). Sekolah ini umumnya sama dengan sekolah
formal umum lainnya hanya saja akan lebih terfokus kepada kemampuan
peserta didik yang berbeda-beda dalam menerima suatu pembelajaran.
Pengajar pada tingkatan SMALB-A ini diharapkan dapat
mengetahui kesulitan dan upaya yang dilakukan dalam menghadapi
masalah-masalah yang dihadapi ketika proses pembelajaran IPS di kelas
sedang berlangsung agar tercipta suasana pembelajaran di kelas bisa
berjalan dengan maksimal.
57

Gambar 2.1

Kerangka Berfikir

Proses Pembelajaran IPS

Faktor-Faktor yang Kesulitan dan Upaya


mempengaruhi yang dihadapi

Anak Berkebutuhan Khusus


Tunanetra
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian


1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Sekolah Luar Biasa-A (SLB-A) Pembina
Tingkat Nasional Jakarta khususnya tingkat SMALB, yang beralamat di
Jl. Pertanian Raya 12 RT 006 RW 04 Lebak Bulus Cilandak Jakarta
Selatan DKI Jakarta, RT.10/RW.4, Lb. Bulus, Cilandak, Kota Jakarta
Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12440 Tlp (021) 7657327
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada awal tahun ajaran baru yaitu semester
ganjil tahun pelajaran 2018/2019.

Tabel 3.1
Waktu Kegiatan Penelitian

No Kegiatan Agustus September Oktober November Desember


2017 2017 2017 2017 2017

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Pengajuan Judul Skripsi

2 Pengumuman Judul
Skripsi
3 Penyusunan Proposal
Skripsi
4 Pengumpulan Proposal
(Gelombang I)
5 Seminar Proposal
(Gelombang I)
6 Revisi Proposal Skripsi

58
59

No Kegiatan Juli Agustus September Oktober November Desember


2018 2018 2018 2018 2018 2018
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
7 Penyusunan Bab I
Pendahuluan
8 Penyusunan Bab II
Kajian Teori
9 Penyusunan Bab III
Metodologi Penelitian
10 Penyusnan Bab IV
Hasil Penelitian dan
Bab V

B. Metode Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. karena sumber
data utama ialah penelitian yang berupa kata-kata dan tindakan orang yang
diamati atau diwawancarai, sedangkan penelitian kualitatif ini bersifat
deskriptif karena penelitian ini dimaksudkan menggambarkan keadaan
yang terjadi.
Metode penelitian kualitatif bersifat deskriptif artinya hasil
eksplorasi atas subjek penelitian atau para partisipan melalui pengamatan
dengan semua variannya, dan wawancara mendalam serta dideskripsikan
dalam catatan kualitatif yang terdiri dari catatan lapangan, catatan
wawancara, catatan pribadi, catatan metodologis, dan catatan teoretis,
karena itu deskripsi yang dibuat harus dapat mengungkap bukan saja apa
yang terlihat tetapi juga bisa memberi keterangan ada apa di balik yang
terlihat.1
Penelitian ini dilakukan dengan tahapan pertama yaitu
menganalisis urgensi pembelajaran IPS bagi anak berkebutuhan khusus
tunanetra dan dikaitkan kepada kesulitan belajar serta pemecahan masalah
dalam menghadapi kesulitan tersebut bagi anak berkebutuhan khusus
tunanetra dalam proses pembelajaran dikelas. Analisis tersebut

1
Nusa Putra. Metode Penelitian Kualitatif Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2013) h. 71
60

dideskripsikan di latar belakang masalah kemudian difokuskan pada


rumusan masalah penelitian. Pada rumusan masalah tersebut telah dibuat
beberapa pertanyaan yang nantinya akan dijawab di bagian hasil
penelitian.
Peran penulis dalam penelitian ini sebagai instrument kunci yang
bertugas mengumpulkan data demi data melalui observasi yang terlibat
langsung dalam proses pembelajaran IPS di dalam kelas, menjadi
interviewer dalam proses wawancara terhadap guru yang terkait di proses
pembelajaran, serta mengumpulkan dokumen-dokumen sebagai data
pelengkap dalam penelitian kualitatif ini yang ditulis berdasarkan kejadian
alamiah, atau kejadian yang sebenarnya pada sebuah objek penelitian.
Ditambahkan oleh Nana Syaodih, penelitian deskriptif dalam
bidang pendidikan dan kurikulum pengajaran merupakan hal yang cukup
penting, mendeskripsikan fenomena-fenomena kegiatan pendidikan,
pembelajaran, implementasi kurikulum pada berbagai jenis, jenjang, dan
satuan pendidikan.2 Pada ciri lainnya, deskriptif kualitatif merupakan
penelitian eksplorasi memainkan peranan yang amat penting dalam
menciptakan hipotesis atau pemahaman orang tentang berbagai variabel
sosial.3
Setelah melakukan penelitian, laporan penelitian ditulis dengan
cara mendeskripsikan kejadian-kejadian pada saat proses pembelajaran,
berbagai konsep yang diterapkan, berikut kurikulum yang diterapkan,
pendekatan, metode, sumber belajar, serta media pembelajaran yang
digunakan pada kegiatan pembelajaran IPS bagi setiap anak berkebutuhan
khusus tunanetra di SMALB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta.

2
Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2013), h.72
3
Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Kencana, 2007), h. 69
61

C. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data


Untuk memperoleh data atau informasi pada suatu aktifitas
penelitian diperlukan suatu teknik. Teknik yang dipilih harus sesuai
dengan situasi dan kondisi data yang dikumpulkan sesuai dengan
permasalahan. Teknik pengumpulan data merupakan hal yang paling
penting dalam penelitian karena tujuan dari penelitian adalah mendapatkan
data. Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen atau alat
penelitian adalah peneliti itu sendiri. Oleh karena itu peneliti sebagai
instrumen juga harus divalidasi seberapa jauh peneliti kualitatif siap
melakukan penelitian yang selanjutnya terjung ke lapangan.4
Setelah mengetahui instrumen utamanya adalah peneliti sendiri,
maka selanjutnya fokus penelitian akan menjadi jelas dan dikembangkan
menjadi instrumen penelitian sederhana yang mampu melengkapi data dan
membandingkan data yang telah ditemukan melalui hasil observasi dan
wawancara di lapangan.
Adapun teknik yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan
data, adalah sebagai berikut:
1. Observasi
Teknik observasi adalah teknik pengumpulan data yang digunakan
untuk menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan
pengindraan, tentu saja indra yang dilibatkan bukan hanya indra
penglihatan melainkan indra lainnya seperti indra pendengaran,
penciuman, perasa dan lain sebagainya.5 Selain itu observasi juga
mempunya tujuan tertentu, pengamatan dengtan tanpa tujuan bukan
merupakan observasi. Tujuan observasi yaitu untuk mendeskripsikan
lingkungan yang diamati, aktivitas-aktivitas yang berlangsung,
individu-individu yang terlibat dalam lingkungan tersebut beserta
aktivitas dan perilaku yang dimunculkan, serta makna kejadian

4
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitaif, Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2012),
h.222
5
Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Kencana, 2007), h.115
62

bedasarkan perspektif individu yang terlibat tersebut.6


Dalam pelaksanaannya digunakan teknik observasi secara
langsung, yaitu teknik pengumpulan data dimana peneliti mengadakan
pengamatan secara langsung terhadap gejala-gejala subyek yang akan
diteliti. Teknik ini digunakan untuk menghimpun data tentang situasi
dan kondisi SMALB-A Pembina Tingkat Jakarta baik mengenai
situasi, kondisi, sarana prasarana, keadaan guru dan peserta didik, juga
akan melihat langsung kegiatan proses pembelajaran siswa tunanetra
dalam pembelajaran IPS.
Tabel 3.2
Pedoman Observasi
Lokasi : ...........
Hari/Tanggal : ...........
Waktu : ...........

No. Aspek yang diamati Hasil Pengamatan


1. Identitas Sekolah
2. Lokasi Sekolah
3. Data Guru dan Karyawan lainnya (SDM)
4. Sarana dan Prasarana
5. Kegiatan Sekolah/Ekstrakurikuler
6. Proses Pembelajaran di kelas
A. Pra-Pembelajaran
1. Memeriksa kesiapan ruang, alat
dan media pembelajaran
2. Memeriksa kesiapan peserta didik
B. Membuka Pelajaran
1. Melakukan apersepsi
2. Menyampaikan kompetensi tujuan
pembelajaran yang ingin dicapai

6
Haris Herdiansyah, Wawancara, observasi, dan Focus Groups sebagai Instrumen
Penggalian Data Kualitatif, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2015), h.132
63

C. Penguasaan Materi
1. Menunjukkan penguasaan
materi pembelajaran
2. Mengaitkan materi pembelajaran
dengan materi lain yang relevan
D. Metode Pembelajaran
1. Menggunakan metode
pembelajaran sesuai dengan
kompetensi yang ingin
dicapai
2. Melaksanakan pembelajaran
secara runtut
3. Menguasai kelas
4. Melaksanakan pembelajaran
yang dapat memacu kebiasaan
posistif peserta didik
5. Melaksanakan pembelajaran sesuai
dengan alokasi waktu
E. Pemanfaatan Media dan Sumber Belajar
1. Menunjukkan keterampilan
dalam memanfaatkan media dan
sumber belajar
2. Menggunakan media dan
sumber belajar yang menarik
3. Melibatkan peserta didik
dalam pemanfaatan media
dan sumber
belajar
64

F. Interaksi dalam pembelajaran


1. Menciptakan suasana yang
menumbuhkan partisipasi aktif
peserta didik melalui guru,
media dan sumber belajar
2. Menciptakan hubungan
antar pribadi yang positif
3. Menunjukkan sikap terbuka dan
responsive terhadap peserta didik
4. Menumbuhkan keceriaan dan
antusiasme peserta didik
G. Penggunaan Bahasa
1. Menggunakan bahasa dengan
baik, jelas dan lancar
2. Menyampaikan pesan dan gaya
yang sesuai
H. Evaluasi Pembelajaran
1. Melakukan penilaian proses
selama pembelajaran
2. Melakukan penilaian akhir sesuai
dengan kompetensi
I. Kegiatan Penutup
1. Melakukan refleksi atau
membuat rangkuman dengan
melibatkan siswa
2. Melakukan tindak lanjut dengan
memberi arahan atau tugas
sebagai kegiatan remedial
65

2. Wawancara
Pengungkapan (enquiring) dilakukan melalui wawancara. Peneliti
mengadakan wawancara terhadap pihak-pihak terkait untuk
mendapatkan data yang diperlukan.7 Wawancara adalah sebuah proses
interaksi komunikasi yang dilakukan oleh setidaknya dua orang, atas
dasar kesediaan dan dalam setting alamiah, di mana arah pembicaraan
mengacu kepada tujuan yang telah ditetapkan dengan mengedepankan
trust sebagai landasan utama dalam proses memahami.8
Dalam penelitian ini, peneliti mewawancarai guru yang menangani
siswa tunanetra, Kepala Sekolah di SLB-A Pembina Tingkat Nasional
Jakarta dengan menggunakan bentuk wawancara formal terstruktur
disertai dengan instrumen wawancara yang berisi daftar pertanyaan,
serta dibantu dengan alat pencatat seperti buku catatn kecil dan alat
perekam suara berupa ponsel. Wawancara dilakukan di ruang kelas
dan di ruang kepala sekolah. Pada saat wawancara, penulis menggali
data melalui pertanyaan-pertanyaan yang sesuai dengan rumusan
masalah, yaitu terkait dengan proses pembelajaran IPS bagi siswa
anak berkebutuhan khusus tunanetra di SLB-A Pembina Tingkat
Nasional Jakarta.

7
Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2013), h. 152
8
Haris Herdiansyah, Wawancara, observasi, dan Focus Groups sebagai Instrumen
Penggalian Data Kualitatif, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2015), h. 31
66

Tabel 3.3
Kisi-kisi Pedoman Wawancara
No. ASPEK MASALAH SUB ASPEK MASALAH
1. Proses Pembelajaran
1. Pelaksanaan proses pembelajaran IPS
didalam kelas

2. Interaksi dalam belajar antara guru dan


siswa

3. Kesulitan dan upaya yang dilakukan oleh


guru dalam menghadapi pemecahan
masalah siswa berkebutuhan khusus
tunanetra
2. Anak Berkebutuhan 1. Kesulitan yang dialami selama proses
Khusus Tunanetra pembelajaran di kelas.
3. SMALB-A Pembina 1. Latar Belakang berdirinya SLB-A
Tingkat Nasional Pembina Tingkat Jakarta
Jakarta 2. Pelayanan bagi anak berkebutuhan
Khusus

3. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu,
dokumen biasanya berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya
monumental dari seseorang. Dokumentasi merupakan pelengkap dari
penggunaan teknik observasi dan wawancara dalam penelitian
kualitatif.9 Metode ini digunakan untuk memperoleh data yang
bersifat dokumentatif. Untuk mendapatkan deskripsi dan pemahaman
mendalam atas fokus penelitian, peneliti akan mengumpulkan
dokumen-dokumen yang berkaitan dengan profil sekolah yang
dijadikan objek penelitian, juga dokumen-dokumen yang dijadikan
acuan dalam proses pembelajaran IPS, mulai dari perencanaan
pembelajaran sampai dengan tahap evaluasi.
Dokumen ini berguna sebagai pembuktian dokumenter dan sebagai
penguat keabsahan data kualitatif dalam penelitian. Setelah semua

9
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitaif, Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2012),
h. 240
67

data didapatkan dari berbagai sumber, barulah peneliti


menggabungkan dan melakukan analisis data tersebut.
Tabel 3.4
Pedoman Dokumentasi
No. Dokumen yang diperlukan Keterangan
1. Profil dan data sekolah
2. Kurikulum
3. Silabus
4. Rancangan Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP)
5. Progam Tahunan
6. Progam Semesteran
7. Sarana dan Prasarana
8. Buku Pembelajaran
9. Media Pembelajaran (Reglet/Alat
Braille)

D. Teknik Analisis dan Pengolahan Data


Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara
sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan,
dokumentasi dan bahan-bahan lain sehingga mudah dipahami dan
temuannya untuk menjawab permasalahan-permasalahan yang ada dalam
penelitian sehingga dapat diinformasikan kepada orang lain. Analisis data
dilakukan dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori,
menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam
pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat
kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang
lain.10
Dalam menganalisis data, digunakan teknik deskriptif kualitatif
untuk memberikan interpretasi terhadap hasil penelitian atau data yang

10
Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods), (Bandung: Alfabeta, 2011),
h. 332
68

diwujudkan dengan uraian yang berbentuk kalimat yang akhirnya ditarik


suatu kesimpulan untuk menunjukkan fakta di lapangan. Dalam penelitian
kualitatif ini, analisis data lebih difokuskan selama proses di lapangan
bersamaan dengan pengumpulan data yang diperoleh. Adapun langkah-
langkah yang dilakukan peneliti dalam menganalisis data adalah
tahapan analisis data kualitatif menurut model Miles dan Hubeman,
sebagai berikut :

1. Analisis Sebelum di Lapangan


Penelitian kualitataif telah melakukan analisis data sebelum
memasuki lapangan. Analisis yang dilakukan tergadap data hasil studi
pendahuluan atau data sekunder yang akan digunakan untuk
menentukkan fokus penelitian.11 Analisis sebelum dilapangan atau
bisa juga disebut studi pendahuluan ini dilakukan dengan berkunjung
ke SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta untuk melihat kondisi
sosial sekolah, lalu membaca hasil penelitian yang telah dilakukan,
bertujuan untuk menentukan fokus penelitian agar tidak terjadi
kesamaan pada hasil penelitian yang diperoleh namun fokus penelitian
ini masih bersifat sementara dan akan berkembang setelah peneliti
masuk selama di lapangan. Setelah itu, peneliti mencari kajian teori
yang digunakan sebagai landasan berpikir, karena penelitian kualitatif
juga bertujuan untuk mengembangkan teori yang telah ditemukan.
Sehingga peneliti perlu pengumpulan data dalam hal ini.
2. Analisis Data di Lapangan
Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan pada saat
pengumpulan data berlangsung, dan setelah selesai pengumpulan data
dalam waktu tertentu.12 Pada saat melakukan wawancara peneliti
harus sudah menganalisis pada jawaban yang diwawancarai sehingga

11
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitaif, Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2012),
h. 245
12
Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods), (Bandung: Alfabeta, 2011),
h. 332
69

jika ada jawaban yang belum paham atau kurang memuaskan maka
peneliti akan mengajukan pertanyaan lagi sampai memperoleh data
yang dianggap sudah akurat. Berikut adalah aktifitas yang dilakukan
pada saat analisis data:
a. Reduksi data
Menemukan data yang telah diperoleh dari lapangan
jumlahnya akan cukup banyak, maka perlu dicatat secara teliti
dan rinci. Semakin lama penelitian ke lapangan, maka jumlah
data akan semakin banyak, komplek dan rumit. Maka segera
melakukan analisis melalui reduksi data. Meruduksi data berarti
merangkum, memilih hal-hal yang pokok dan menfokuskan
pada hal-hal yang penting serta dicari tema dan polanya.13
Dikarenakan data yang didapat di lapangan cukup banyak,
maka penulis menggunakan alat bantu untuk menyimpan
ataupun menyatat data yang didapatkan selama penelitian. Pada
saat wawancara, peneliti menggunakan ponsel untuk merekam
data hasil wawancara lalu mencatat garis-garis besar atau
kesimpulan yang menyeluruh dari data yang diperoleh pada saat
melakukan pengamatan. Data yang sudah didapatkan kemudian
direduksi dengan cara mengelompokkan atau memilih dan
meramu data yang sesuai dengan penelitian, sesudah data itu
terangkum kemudian disusun supaya lebih teratur.
b. Penyajian data
Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan
dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori
dan sejenisnya namun yang paling sering digunakan menurut
Miles dan Huberman adalah menyajikan data dalam penelitian
kualitatif dengan menggunakan teks yang bersifat naratif.14

13
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitaif, Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2012),
h. 247
14
Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods), (Bandung: Alfabeta, 2011),
h. 339
70

Penyajian data disini dibatasi sebagai sekumpulan


informasi yang memberi kemungkinan adanya penarikan
kesimpulan dan pengambilan suatu tindakan. Sebelum
melakukan pembahasan penelitian, peneliti mencoba
menjabarkan data hasil wawancara dan observasi dengan teks
naratif, agar lebih mudah dipahami dan dikaitkan dengan teori
yang dijadikan landasan berpikir dengan penyajian data ini
maka akan memudahkan peneliti untuk memahami apa yang
terjadi merencanakan langkah selanjutnya bedasarkan apa yang
telah dipahami.
c. Penarikan Kesimpulan
Langkah selanjutnya menurut Miles dan Huberman adalah
melakukan penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan
awal yang dikemukakan masih bersifat sementara dan akan
berubah jika tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat dan
mendukung pada tahap dan pengumpulan berikutnya. Namun
apabila kesimpulan pada tahap awal telah didukung oleh bukti
yang kuat dan valid maka kesimpulan yang dikemukakan
merupakan kesimpulan yang akurat.15 Kesimpulan dalam
penelitian ini merupakan gambaran umum yang didapat dari
penelitian yang telah dilakukan, sebuah temuan baru yang
menjawab rumusan masalah yang telah diuraikan
dimuka.Pengambilan kesimpulan sangat penting untuk
menegaskan pokok-pokok pemahaman dan pembahasan yang
tertulis serta memaparkan ini dengan lebih komprehensif.
Kesimpulan diambil setelah data-data itu tersusun secara
sistematis dan rapi.

15
Ibid., h. 343
71

E. Uji Validitas dan Keabsahan Data


Pada penelitian kualitatif menghadapi persoalan penting mengenai
pengujian keabsahan hasil penelitian. Di dalam penelitian kualitatif uji
validitas dan keabsahan data dapat dilakukan terhadap alat penelitian
untuk menghindari ketidakvalidan dan ketidaksesuaian instrumen
penelitian, sehingga data yang diperoleh dari instrumen penelitian itu
dianggap sudah valid dan sesuai dengan data yang diinginkan.16 Maka
peneliti melakukan uji validitas dan keabsahan data melalui cara sebagai
berikut:
1. Perpanjangan Pengamatan
Dalam setiap penelitian kualitatif, kehadiran peneliti dalam setiap
tahap penelitian kualitatif membantu peneliti untuk memahami semua
data yang dihimpun dalam penelitian. Karena itu dalam penelitian
kualitatif adalah orang yang langsung melakukan wawancara dan
observasi dengan informan-informannya.17
Dengan memperpanjang pengamatan berarti peneliti kembali ke
lapangan, melakukan pengamatan, wawancara lagi dengan sumber data
yang pernah ditemui maupun yang baru.18 Peneliti mengumpulkan data
dengan lebih dari satu kali kunjungan yang bertujuan untuk melengkapi
data-data yang dibutuhkan. Proses memperpanjang pengamatan ini
berguna untuk menguatkan data yang didapat dalam penelitian, serta
untuk menguji keabsahan dan validitas suatu data yang didapat.
2. Ketekunan Pengamatan
Untuk memperoleh keabsahan data yang akurat maka jalan lainnya
yaitu dengan meningkatkan ketekunan dalam pengamatan di lapangan
dengan meningkatkan ketekunan pengamatan di lapangan maka akan
memperoleh derajat keabsahan data yang tinggi.19 Meningkatkan
ketekunan berarti melakukan pengamatan yang lebih cermat, teliti dan
16
Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Kencana, 2007), h.262
17
Ibid., h.262-263
18
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitaif, Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2012),
h. 270
19
Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Kencana, 2007), h.264
72

berkesinambungan dengan cara tersebut kepastian data akan dapat


direkam secara pasti dan sistematis.
Peneliti meningkatkan ketekunan juga dengan cara membaca
berbagai referensi buku ataupun penelitian yang relevan lainnya atau
dokumen yang terkait dengan temuan yang diteliti sehingga dapat
digunakan untuk memeriksa data yang ditemukan itu benar dan
dipercaya atau tidak.
3. Triangulasi Data
Triangulasi dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai
pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara, dan
berbagai waktu.20 Proses triangulasi sumber, peneliti berusaha
mewawancarai lebih dari satu orang di sekolah tersebut yakni guru IPS
dan Kepala SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta, serta
mengumpulkan data-data yang dibutuhkan dari operator sekolah seperti
profil sekolah, data sekolah, data siswa, dan kurikulum yang digunakan.
Pada saat triangulasi teknik/cara, peneliti berusaha menggali informasi
melalui guru IPS dengan pertanyaan-pertanyaan yang berbeda namun
dengan maksud yang sama, dengan tujuan memperoleh keakuratan
data.

20
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitaif, Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2012),
h. 273
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Profil SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta

1. Latar Belakang Berdirinya SLB-A Pembina Tingkat Nasional

SLB-A Pembina Tingkat Nasional (SLB-A PTN) didirikan tahun 1981


berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
No:0413/0/1981 bahwa didirikan Sekolah Luar Biasa Bagian A (Tunanetra)
Pembina Tingkat Nasional di Jakarta. Peresmian didirikannya SLB-A PTN ini
diselenggarakan pada puncak acara kegiatan Tahun Internasional Penyandang
Cacat, pada tanggal 9 Desember 1981 oleh Presiden Soeharto.

SLB-A PTN berlokasi di Jalan Pertanian Raya Lebak Bulus, Jakarta


Selatan, Kode Pos 122440. Sekolah ini didirikan di atas lahan seluas 4,5 hektar
yang diberikan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan sub Direktorat
Pendidikan Luar Biasa. Latar belakang didirikannya lembaga pendidikan ini
sebagai perwujudan dalam usaha peningkatan mutu pendidikan bagi anak
penderita kekurangan dalam penglihatan. Dengan luasnya tanah yang diberikan
pada pembangunan sekolah ini semata-mata diperuntukan untuk membangun
fasilitas-fasilitas guna mendukung sarana pendidikan belajar dan mengajar bagi
siswa-siswi sekolah luar biasa. Jenjang pendidikan yang terdapat pada SLB-A
PTN ini mulai dari Taman Kanak-kanak Luar Biasa (TKLB), Sekolah Dasar
Luar Biasa (SDLB), Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB), sampai
Sekolah Menengah Akhir Luar Biasa (SMALB).

SLB-A PTN ini menyelesaikan pembangunannya pada kurun waktu dua


tahun, sehingga pada tahun 1983 barulah diangkat kepala sekolah beserta guru-
guru untuk memberikan pengajaran di sekolah tersebut. Pada awal
pembangunannya terdapat gedung sekolah, wisma, asrama, perumahan guru
dan karyawan, gedung orientasi dan mobilitas, perpustakaan, tempat ibadah,
sarana olehraga, sarana bermain, pusat penelitian dan unit percetakan braille.

73
74

Sebagai sekolah yang menaungi siswa-siswi tunanetra SLB-A PTN melakukan


kerjasama dengan SLB Negeri Bagian A Jakarta yang berlokasi di Fatmawati.
Melalui kerjasama itulah sebagai sekolah yang baru berdiri SLB-A PTN
mendapat murid dari SLB Negeri Bagian A Jakarta. Empat tahun kemudian
tepatnya pada tanggal 20 Juni 1987 berdasarkan SK Mendikbud
No.0358/M/1982 gedung SLB Negeri Bagian A di Jalan Fatmawati resmi
dihapus dan tanah dikembalikan pada Departemen Sosial. Pada tangaal 1 Juli
1987 berdasarkan SK Mendikbud No.034/0/1987 terjadi pemindahan kegiatan
belajar mengajar SLB Negeri Bagian A Jakarta ke SLB-A PTN. SLB-A PTN
pun terus mengalami perkembangan, pada kurun waktu 9 tahun tepatnya pada
tahun 1992 sekolah merintis pembentukan SLB-B dan SLB- C yang letaknya
pada bagian selatan gedung SLB-A PTN. SLB-B merupakan sekolah khusus
untuk murid tunarungu, yaitu seseorang yang mengalami kekurangan atau
kehilangan kemampuan mendengar baik sebagian atau seluruhnya yang
diakibatkan tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengaran.
Sedangkan SLB-C merupakan sekolah khusus bagi murid yang mengidap
tunagrahita, yaitu seseorang yang mempunyai kemampuan intelektual di bawah
rata-rata atau kelainan mental dan tingkah laku.

SLB-A PTN adalah lembaga pendidikan formal yang melayani pendidikan


bagi peserta didik dengan gangguan penglihatan atau sering disebut sebagai
tunanetra. Peserta didik tunanetra adalah anak yang mengalami hambatan
penglihatan baik secara total (buta/blind) maupun lemah penglihatan (low
vision). Selain sebagai lembaga pendidikan bagi tunanetra, SLB-A PTN juga
turut berperan aktif dalam mendukung education for all serta sebagai pusat
sumber pendidikan inklusif.

Education for all merupakan bentuk kepedulian yang muncul pada


Konferensi Dunia di Thailand tentang pendidikan pada tahun 1990 dalam
upaya untuk memenuhi kebutuhan pendidikan bagi siapa saja tanpa mengenal
latar belakang keluarga, ataupun kekurangan fisik yang dimiliki. SLB-A PTN
dengan ini turut berpartisipasi dalam education for all, bahwa siapa saja bisa
75

memperoleh pendidikan termasuk seseorang yang mengalami kekurangan atau


tidak berfungsinya indera penglihatan.

Pendidikan inklusif adalah pendidikan yang menyertakan semua anak


secara bersama-sama dalam suatu proses pembelajaran dengan layanan
pendidikan yang layak dan sesuai dengan kebutuhan peserta didik tanpa
membeda-bedakan latar suku, kondisi sosial, kemampuan ekonomi, politik,
keluarga, bahasa, geografis, tempat tinggal, jenis kelamin, agama dan
perbedaan fisik atau mental. Melalui pendidikan inklusif ini anak berkebutuhan
khusus memiliki kesempatan untuk menjalani pendidikan bersama dengan anak
(normal) lainnya, dengan adanya pendidikan ini anak berkebutuhan khusus
dapat mengeksplorasi, mengoptimalkan, dan membuktikan kemampuannya.
Untuk tercapainya pelaksanaan pendidikan inklusif dengan baik, dibutuhkan
sebuah lembaga yang dapat menjadi fasilitator antara sekolah inklusi dengan
siswa yang memiliki kebutuhan khusus dan sekolah regular. Maka dapat
terwujud pelayanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan siswa ditinjau
dari kondisi dan kemampuan siswa sehingga dapat terlaksana dengan baik.
SLB-A PTN merupakan pusat sumber dalam pendidikan inklusif karenanya
sekolah pun memiliki kewenangan dalam menghimpun pemikiran dan konsep
serta inovasi tentang pendidikan luar biasa dengan tujuan untuk meningkatkan
mutu pendidikan. SLB-A PTN memiliki peran sebagai suatu lembaga yang
dapat memberikan bantuan baik berupa tenaga ataupun berupa layanan bagi
siswa berkebutuhan khusus baik yang bersekolah di SLB maupun di sekolah
reguler. Sebagai pusat sumber pendidikan inklusif SLB-A PTN pun
memberikan layanan konsultasi bagi guru SLB, guru sekolah reguler, siswa di
sekolah reguler, orang tua dan masyarakat.

Pada tahun 2000 SLB-A PTN yang awalnya dikelola oleh pemerintah
pusat Republik Indonesia kini dengan adanya otonomi daerah terjadi peralihan
kewenangan namun seiring berkembangnya zaman tujuan otonomi daerah
mulai menyebar ke berbagai aspek, salah satunya ialah pendidikan. Dengan
adanya otonomi darah hal itu menjadikan SLB-A PTN yang pada awalnya
76

dikelola oleh pemerintah pusat Republik Indonesia menjadi dikekola oleh


pemerintah daerah DKI Jakarta. Hal tersebut diiringi dengan bertambahnya
SLB-A PTN di daerah lain, seperti Surabaya, Medan dan daerah lainnya.
Dampak dari peralihan kewenangan tersebut terjadi beberapa penurunan yang
dirasakan oleh sekolah. Penurunan tersebut terjadi pada kurangnya
pengembangan fasilitas, adanya keputusan bahwa sudah tidak diperbolehkan
menempati asrama untuk para murid dan wisma untuk para guru.

SMALB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta ini merupakan jenjang atau


bagian dari SLB-A Pembina Tingkat Nasional. Dahulu sekolah ini merupakan
sekolah percontohan atau sekolah model di mata masyarakat sekitar. SLB-A ini
sebagai sekolah non-konvensional artinya dimana sekolah ini tidak sama
dengan sekolah-sekolah lain pada umumnya. SLB-A Pembina Tingkat
Nasional ini dilengkapi dengan fasilitas tempat untuk Pendidikan dan Pelatihan
bagi guru-guru khusus di seluruh Indonesia. SLB-A Pembina ini merupakan
sebagai laboratorium bagi pengembangan kompetensi guru dan juga praktek
bagi guru.

SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta ini merupakan sekolah yang


dilengkapi dengan fasilitas lengkap, bahkan sekolah ini menjadi tempat untuk
pencetakkan buku braille bagi sekolah-sekolah khusus tunanetra di seluruh
Indonesia. Karena menjadi sekolah percontohan di mata masyarakat maka
tidak heran jika siswa-siswi di SLB-A Pembina ini berasal dari berbagai daerah
tempat tinggal mereka walaupun jauh sekalipun dari sekolah ini,
perkembangan SLB-A PTN sampai saat ini smemberikan kemudahan bagi
siapa saja.

2. Identitas SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta

SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta merupakan sekolah atau


lembaga pendidikan yang hanya memberikan pelayanan pendidikan bagi anak
berkebutuhan khusus kepada anak tunanetra. SLB-PTN bukan hanya
memberikan pelayanan sebatas gangguan penglihatan murni saja, sekolah ini
77

juga memfasilitasi bagi anak-anak yang dengan ketunanetraannya ditambah


dengan gangguan lainnya seperti tunanetra dengan gangguan motoriknya atau
secara sosial, tunanetra dengan gangguan autisme.

Sekolah ini menyediakan ruangan Multiple Disabilities with Visual


Impairment atau biasa disebut MDVI. MDVI merupakan sebutan untuk anak
tuna majemuk dengan gangguan penglihatan adalah anak yang mengalami
hambatan atau ketunaan (tunagrahita, tunadaksa, tuna rungu, autisme dan lain
lain) yang disertai gangguan atau hambatan penglihatan (tunanetra).

Nama Sekolah : SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta


(Jenjang TKLB-SDLB-SMPLB-SMALB)
Alamat : Jl. Pertanian Raya 12 RT 006 RW 04 Lebak
Bulus Cilandak Jakarta Selatan DKI Jakarta,
RT.10/RW.4, Lb. Bulus, Cilandak, Kota Jakarta
Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12440

No Telp : (021) 7657327


Didirikan : 08 Desember 1981
NPWP : 00.667.075.6-016.000
Izin Operasional : B-1073/I/MENPAN/12/81
NSS/NIS/NPSN : 101016307045/280010/20103099
Status Sekolah : Negeri
Akreditasi : A (Tahun 2014 s.d 2019)
Status Gedung/Tanah : Milik Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Luas Tanah : 3.2767


Kurikulum : Kurikulum 2013/K13
Nama Kepala Sekolah : Drs.Triyanto Murjoko, M.Pd
Ruang Belajar : 22 Ruang
Waktu Belajar : Pagi pukul 06.30 s.d 12.50
(1 Jam pelajaran = 40 Menit)
78

3. Tugas dan Fungsi SLB-A Pembina Tingkat Nasional


Berdasarkan SK Kemendikbud N0.0413/0/1981 tugas dan fungsi
SLB-A PTN adalah:
a. Melakukan percontohan pendidikan tingkat persiapan,
dasar, lanjutan, dan menengah sesuai dengan kurikulum
yang berlaku.
b. Mengadakan pemeriksaan psikologis, medis dan
sosiologis.
c. Melakukan kajian di bidang proses belajar mengajar di
SLB dan penerapannya.
d. Mengadakan latihan dan penyegaran bagi guru dan tenaga
kependidikan lainnya serta penyelenggaraan pendidikan
luar biasa.
e. Melakukan bimbingan dan penyuluhan bagi siswa dan
masyarakat.
f. Membina hubungan kerjasama dengan orangtua siswa dan
masyarakat.
g. Melakukan publikasi yang menyangkut pendidikan luar
biasa sesuai dengan kelainannya.
h. Melakukan urusan tata usaha rumah tangga sekolah.

4. Visi dan Misi SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta


Adapun visi dan misi dari SLB-A Pembina Tingkat Nasional
Jakarta yaitu:

Visi:
Terwujudnya pelayanan pendidikan bagi anak berkebutuhan
khusus dengan gangguan penglihatan menjadi pribadi yang
mandiri, taqwa, cerdas dan trampil dalam masyarakat inklusif.
79

Misi:
a. Mengurangi dampak gangguan penglihatan melalui intervensi dini
(baik usia maupun kemampuan) dan rehabilitasi.
b. Meningkatkan/memperluas pengetahuan,wawasan, pengalaman
dan sikap percaya diri melalui pendidikan inklusif.
c. Meningkatkan ketrampilan dan memperluas peluang kerja melalui
pendidikan inklusif.
d. Mendorong terwujudnya kesamaan hak dan kesempatan melalui
kesetaraan perlakuan.

B. Hasil Penelitian
Dalam penelitian, penulis menggunakan metode penelitian kualitatif,
penulis menggunakan beberapa teknik yang digunakan saat melakukan
penelitian di lapangan diantaranya yaitu teknik observasi, wawancara dan
dokumentasi. Penggunaan metode tersebut diharapkan dapat membantu penulis
dalam pencarian data di lapangan khususnya pada proses pembelajaran IPS di
SMALB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta.
Bedasarkan informasi yang didapatkan dengan melakukan observasi,
wawancara dan dokumentasi, diharapakan penulis dapat mengungkapkan
bagimana proses pembelajaran IPS di SLB-A Pembina Tingkat Nasional
Jakarta khususnya pada jenjang SMALB-A Pembina Tingkat Nasional.
Melalui observasi, penulis melakukan pengamatan yang bertujuan mengetahui
kondisi sekolah, guru, siswa-siswi dan proses pembelajaran IPS dikelas. Selain
observasi penulis menggali informasi lebih dalam secara langsung melalui
wawancara dengan Kepala SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta, Guru
IPS sebanyak 2 orang dan siswa-siswi SMALB-A PTN Jakarta sebanyak 3
orang. Hasil dari data yang diperoleh melalui narasumber yang telah dilakukan
melalui wawancara, observasi dan dokumentasi kemudian dituangkan kedalam
bentuk deskripsi dan analisis data. Dapat dijelaskan pada Tabel berikut:
80

Tabel 4.1
Narasumber Kepala Sekolah dan Guru SMALB-A PTN
No Nama Status/Jabatan Tempat L/P Agama Pendidikan
Narasumber Tgl Lahir
1 Drs. Triyanto Kepala Sekolah Klaten, 13- L Islam Pascasarjarna/S2 PLB
Murjoko Juli-1967 tahun 2005
2 Dra. Cucu Guru IPS SMALB- Bandung, P Islam Sarjan/S1 PLB tahun
Nuraeni A 21-Maret- 1987
1963
3 Yani, S.Pd Guru IPS SMALB- Jakarta, 01- P Islam Sarjana/S1 PLB tahun
A dan SMPLB-A Januari- 2011
1974

Tabel 4.2
Narasumber Siswa-Siswi SMALB-A PTN

N Nama Kelas Tempat Agama Asal Sekolah Alamat Status Saudara yang
o Narasumber (P/L) Tgl Lahir Penglihatan dimiliki
1 Karolina Duma X/Sepu Bekasi, 30- Kristen SLB Rawinala Komplek. Totaly Blind 3 (Tiga)
Priskilla luh September Jakarta Timur CitraGrand (Dari sejak lahir Anak pertama
Nasution (P) -2001 (Jenjang TKLB- Cluster pada saat usia 7 kakak laki-laki
(17 Tahun) SDLB kelas 2) Westpoin bulan berumur 18
SLB Bontang Blok H/7, dikandungan tahun
Kalimantan Cibubur, sudah dilahirkan (Normal/Awas
Timur (Jenjang Jakarta secara prematur) tidak mengalami
SDLB kelas 3- gangguan
4) penglihatan)
SLB Bahasa Anak kedua
Hati Kalimantan kakak
Timur (Jenjang perempuan
SDLB kelas 5- sekaligus
SMPLB kelas 3) saudara kembar
berumur 17
tahun (Total
Blind
mengalami
81

gangguan
penglihatan)
2 Awan Aditya XI/Seb Bekasi, 21- Islam SLB As-Syafa Villa Dago, Low Vision 2 (dua)
elas Juli-2002 Jakarta (Jenjang Jl.ParangTrit (Dari sejak Anak kedua
(L) (16 Tahun) SDLB-SMPLB) is C8 No.3 berumur 4 tahun adik perempuan
Tangerang mulai berkurang berumur 13
Selatan penglihatan) tahun
(Normal/Awas
tidak mengalami
gangguan
penglihatan)
3 Alfathulloh XI/Seb Jakarta, Islam SLB-A Pembina Komp Puri Totaly Blind 3 (Tiga)
Radiya elas 05-Januari- Tingkat Cirendeu (Dari sejak Anak kedua
(L) 2000 Nasional Jakarta Permai lahir) adik laki-laki
(18 Tahun) (Jenjang TKLB- KAV.B3 berumur 17
SDLB-SMPLB) RT.009/005. tahun
Pisangan, (Normal/Awas
Ciputat tidak mengalami
Timur gangguan
penglihatan)
Anak ketiga
adik laki-laki
berumur 3 tahun
(Normal/Awas
tidak mengalami
gangguan
penglihatan)

Pada umumnya proses pembelajaran IPS di SLB-A PTN dengan Sekolah


formal lain umumnya hampir sama melalui kegiatan pra pembelajaran,
kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Penulis mencari informasi dan data yang
akurat mengenai proses pembelajaran di SMALB-A PTN Jakarta melalui
observasi yaitu melakukan pengamatan di lingkungan sekolah termasuk
dikelas. Penulis mengamati semua kelas di SMALB-A dengan cara memasuki
kelas X yang berjumlah 4 orang siswa, kelas XII yang berjumlah 4 orang
82

siswa dan kelas XII-A yang berjumlah 4 orang siswa. Dapat dijelaskan pada
Tabel berikut:
Tabel 4.3
Siswa Kelas X (Sepuluh)
Wali Kelas: Dra. CUCU NURAENI
No No. Lv./T L/ Tgl AGAM NAMA
NISN NAMA ALAMAT
INDUK otal P LAHIR A ORANG TUA
Kp. Sawah Rt.05/01,
Jakarta
1 RIO SUYATNO/S Petukangan,
0010108795 7842336 Total L 15/08/20 Islam
PRASETYO UYANTI Pesanggrahan
02

DOHAR A.P. Komplek.


KAROLINA CitraGrand Cluster
Bekasi NASUTION/M
2 DUMA
0016908255 7842337 Total P 30/09/20 Kristen ARIA Westpoin Blok H/7,
PRISKILA
01 MAGDALEN Cibubur
NASUTION
A
KEZIA DOHAR A.P.
Komplek.
DAME Bekasi NASUTION/M
3 CitraGrand Cluster
0013943015 7842338 EMMANUEL Total P 30/09/20 Kristen ARIA
Westpoin Blok H/7,
A 01 MAGDALEN
Cibubur
NASUTION A
ACHMAD Jakarta Jl. Jati Padang Putra
4 AGUS
0026812538 7842339 ABDUR Lv L 31/01/20 Islam Rt 007/Rw 09 No. 8,
R./DAROJAH
ROZAK 02 Pasar Minggu
Jakarta MUH. Jl. Pertanian Raya,
5 MUNAWAR
0026812541 7842340 Lv L 27/06/20 Islam IKHWAN/SITI Komp. Serenia
SALIM
01 NURJANAH Lebak Bulus
Jl. Taman
AGUS Margasatwa Rt 010
ZEIN Jakarta
6 WINARTO/SI Rw 5 GG.
0026812542 7842341 WIRANATA Lv L 20/07/20 Islam
TI H.Saabun,Jati
(MDVI) 02
SARKIYAH Padang, PS. Minggu,
Jak-Sel.12540
LOLA Jl. Jagakarsa Raya
Jakarta ABDUL
7 HAMSAH RT 007/004.
0026812540 7842342 Lv P 05/05/20 Islam RAHHMAN/
MELINA Jagakarsa, Jakarta
02 MUSRIPAH
(MDVI) Selatan

Tabel 4.4
Siswa Kelas XI (Sebelas)
Wali Kelas: Drs. YUHANA
No No. Lv./T L/ Tgl AGAM NAMA
NISN NAMA ALAMAT
INDUK otal P LAHIR A ORANG TUA
Jl.H Kamang Bawah
Jakarta Rt.001/10, Pd.Labu
1 DESI FITRI AGUS
0006048342 7842332 Total P 24/12/20 Islam (Tomang Tinggi III,
PURWANTI P/ARYATI
00 Rt.008/06, Grogol,
Petamburan)
JIHAN Jakarta TAUFIK Palmerah Barat I
2 7842333 ANIISA Lv P 19/12/20 Islam HIDAYAT/PU Rt.08/07/14,
0003763412 FITRIYANI 00 JI ANNA Palmerah
83

BUNGAH
AGUS Jl. Kemuning II/39
MANGGALI Jakarta
3 SUHENDRA/ Rt.004/04, Utan
0017806829 7842334 H Total P 20/12/20 Islam
NURMAYA Kayu Utara,
SUHENDRA 01
DEWI Matraman
DIPUTRI
ENDRA
Bekasi VILLA DAGO, JL.
4 AWAN WARDHANA/
7842335 Lv L 21/07/20 Islam PARANGTRITIS C8
ADITYA PRIMA DEWI
02 No. 3
S.

Tabel 4.5
Siswa Kelas XII (Dua Belas)-A
Wali Kelas: AMANAH, M.Pd
No No. Lv./T L/ Tgl AGAM NAMA
NISN NAMA ALAMAT
INDUK otal P LAHIR A ORANG TUA
NURUL Kamp. Pulo
1 Tangerang ASNAWI/SITI
9996841656 7842326 ALFATH Lv P Islam Nyamuk, Desa
13/11/1999 HAROH
SABILA P.Serab
Cipinang Besar
2 Jakarta Selatan RT.001/010.
9993326613 7842327 FIRDAUS Lv L Islam IDHAM/ERNI
14/09/1999 Cipinang Besar
Selatan, Jatinegara
Komp Puri Cirendeu
ALFATHU HANDHI Permai KAV.B3
3 Jakarta
0003347505 7842331 LLOH Total L Islam W./DYAH RT.009/005.
05/01/2000
RADIYA AJOE WS. Pisangan, Ciputat
Timur
RYAN
YUMAR
4 FATURRA Jakarta Jl. Nurul Ihsan
0003347506 7842328 Total L Islam SUBRI/YEES
HMADIA 15/10/2000 No.83x. RT.002/003
MA L
SUBRI

Tabel 4.6
Siswa Kelas XII (Dua Belas)-B
Wali Kelas: BUDI HARDININGSIH, S.Pd
Lv./
No No. L/ Tgl AGAM NAMA
NISN NAMA Tot ALAMAT
INDUK P LAHIR A ORANG TUA
al
RIZKIE Komp. Selapa
1 Jakarta SUTRISNO/S
0010108791 7842329 JOKO Lv L Islam POLRI No. 124 Tlp.
13/01/2001 RI REJEKI
LEGOWO 7512223
Jl. Nangka no. 41 ,
2 ANANDA Jakarta ZAINUDIN/M
9993326612 7842330 Lv P Islam Lewbak Bulus, Jak-
UTAMI 30/08/1999 INTARI
Sel

Pada proses pembelajaran dikelas perangkat pembelajaran yang digunakan


juga hampir sama mulai dari kurikulum, metode pembelajaran, media
pembelajaran, pendekatan, sumber belajar, dan evaluasi pembelajaran dan
langkah-langkah dalam proses pembelajaran di kelas pun hampir sama dengan
84

sekolah formal lainnya namun yang membedakan adalah kegiatan proses


pembelajaran IPS pada anak berkebutuhan khusus tunanetra lebih
mengutamakan indra pendengaran sehingga apa yang telah disampaikan oleh
guru dapat di dengar dengan baik dan di mengerti oleh siswa-siswi.
Kemudian materi yang ada di SMALB-A PTN ini tidak bisa disamakan
dengan materi SMA umum/biasa lainnya ini dikarenakan kemampuan mereka
masih terbilang dibawah rata-rata siswa SMA pada umumnya, jika materi
tersebut disamakan maka tidak akan mencapai hasil pembelajaran yang
maksimal. Berikut langkah-langkah proses pembelajaran IPS pada anak
berkebutuhan khusus tunanetra di SMALB-A PTN Jakarta meliputi tahap
pendahuluan, tahap kegiatan inti dan tahap kegiatan penutup.
1. Proses Pembelajaran IPS pada Anak Berkebutuhan Khusus
Tunantera
Berikut langkah-langkah proses pembelajaran IPS pada anak
berkebutuhan khusus tunanetra di SMALB-A PTN Jakarta meliputi tahap
pendahuluan, tahap kegiatan inti dan tahap kegiatan penutup.
a. Tahap Kegiatan Pendahuluan
Pada kegiatan tahap pendahuluan, yang harus dilakukan oleh guru
yaitu menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk
mengikuti proses pembelajaran mulai dari berdoa, kemudian
mengecek kehadiran siswa serta menjelaskan tujuan pokok bahasan
yang akan dipelajari dengan mengaitkan ke dalam kehidupan sehari-
hari. Dalam kegiatan di lapangan, guru memulai dengan
menyampaikan salam kemudian mengecek absensi kepada siswa.
Namun dalam tahap pendahuluan guru kadang melupakan aspek
berdoa dimana setelah guru memasuki kelas kemudian mengucapkan
salam guru langsung melakukan pengecekan terhadap siswa/siswi di
kelas. Selain aspek berdoa terkadang guru juga suka melupakan
pengecekan absensi terhadap siswa di kelas lain, hal ini dikarenakan
jumlah siswa yang cukup terbilang sedikit sehingga guru hanya
dengan melihat pun sudah mengetahui siswa-siswi yang hadir maupun
85

yang tidak hadir.


Sebelum memulai pelajaran, guru melakukan apersepsi terlebih
dahulu dengan menanyakan materi yang telah dipelajari pada
sebelumnya bertujuan agar siswa dapat mengingat kembali materi
yang telah dipelajari dan membuat guru lebih mudah menilai dan
melihat bagi siswa yang lambat dalam menerima pemahaman materi
pelajaran. Setelah mengingat kembali materi yang telah dipelajari
maka guru menjelaskan tujuan pada materi pembelajarannya
berikutnya. Selain itu dalam kegiatan tahap pendahuluan tidak lupa
guru harus memiliki wawasan yang luas dalam menguasai materi
pembelajaran sehingga guru selalu mengaitkan isi materi pelajaran
yang akan dipelajari dengan hal-hal di kehidupan sehari-hari agar
pemahaman siswa menjadi lebih luas dan tidak hanya terfokus pada
buku pembelajaran.1
Gambar 4.1
Guru mulai membuka pelajaran IPS di kelas XI2

1
Hasil obervasi pembelajaran IPS pada siswa-siswi tunanetra SMALB-A Pembina Tingkat
Nasional Jakarta tahun pelajaran 2018/2019 pada hari Selasa tanggal 18 September 2018 pukul
07.33 WIB di kelas XII
2
Hasil obervasi pembelajaran IPS pada siswa-siswi tunanetra SMALB-A Pembina Tingkat
Nasional Jakarta tahun pelajaran 2018/2019 pada hari Selasa tanggal 18 September 2018 pukul
07.33 WIB di kelas XII dan hari Selasa tanggal 25 September 2018 pukul 07.59 WIB kelas XI
86

Gambar 4.2
Guru mulai membuka pelajaran IPS di kelas XII

b. Tahap Kegiatan Inti


Setelah melakukan kegiatan membuka pelajaran di kelas, guru
kemudian memasuki kegiatan inti agar proses pembelajaran yang
berlangsung mencapai pada tujuan kompetensi dasar. Dalam kegiatan
inti guru melakukan pembelajaran di kelas dengan menyenangkan,
santai, inspiratif dan memotivasi siswa-siswi agar mereka dapat aktif
dalam kegiatan belajar. Kemudian guru melanjutkan materi
sebelumnya yang belum selesai terbahas atau menyampaikan materi
baru. Pada kegiatan inti ini, guru diharapkan agar lebih bersabar
karena setiap siswa-siswa di kelas memiliki pemahaman yang
berbeda-beda ada yang lambat ada yang cepat dalam menerima
pelajaran. Guru menjelaskan inti materi terlebih dahulu dan
menyampaikan tujuan dari pembelajaran tersebut, selama
pembelajaran akan terlihat beberapa anak yang diam dan anak yang
aktif mendengarkan. Hal ini wajar dalam kegiatan pembelajaran di
kelas karena kemampuan siswa-siswi di kelas tidak bisa di samakan,
kebutuhan mereka berbeda-beda, maka guru harus mengulang materi
kembali atau memberikan tugas di rumah kepada siswa-siswi agar
87

lebih memahami materi yang telah disampaikan.


Pada kegiatan inti, guru mulai memodifikasi pembelajaran agar
terlihat menarik dan siswa mudah memahami dengan menggunakan
media sesuai dengan materi. Ada hal yang menarik dilihat yaitu media
yang digunakan tentu berbeda dengan sekolah umum, di SMALB-A
PTN ini menggunakan media dengan alat timbul, hal ini digunakan
agar memudahkan siswa dalam memahami materi. Mereka
menggunakan media tersebut dengan cara meraba, walaupun telah
dibuat dengan mudah masih ada beberapa siswa yang mengalami
kesulitan dalam menerima pembelajaran di kelas karena psikomotorik
mereka terbilang yang masih dibawah rata-rata dengan teman yang
lainnya.
Media yang digunakan di kelas pun bervariasi sesuai dengan materi
yang sedang dipelajari. Namun tidak semua materi memiliki media
yang sesuai seperti pembelajaran dengan materi sejarah di SMALB-A
PTN tidak memiliki media dengan materi tersebut sehingga
pembelajaran dikelas hanya sebatas melalui ceramah, tanya-jawab dan
memberikan tugas kepada siswa-siswi.
Materi yang dipelajari di SMALB-A memang hampir setara
dengan materi pelajaran IPS di Sekolah Menengah Pertama (SMP)
umum, karena kemampuan mereka tidak sama dengan siswa-siswi
SMA umum maka materi SMALB yaitu IPS terpadu dengan isi materi
pembelajaran yang hampir sama dengan SMP walaupun ada beberapa
yang sama juga dengan setara SMA umum hanya dikombinasikan saja
materi tersebut sesuai kemampuan anak.
Pada kegiatan inti, berbeda kemampuan siswa berbeda pula
suasana kegiatan di kelas karena terdapat siswa yang hiperaktif, diam,
atau siswa yang paham dalam memahami pelajaran, maka tidak heran
jika ada kelas yang gaduh , berisik dan ada pula kelas dengan suasana
yang diam karena lambat memahami atau kelas dengan suasana yang
diam karena mereka bisa mengikuti materi pelajaran yang diberikan
88

dengan baik sehingga dalam hal ini guru lebih sabar dalam
mengkondisikan kelas.3
Pada kegiatan proses belajar mengajar di Kelas XI materi yang
diajarkan mengenai negara-negara yang ada dunia. Dalam materi ini
pemanfaatan media yang digunakan yaitu globe, namun bentuk globe
yang digunakan umumnya sama dengan globe biasa yang
membedakan hanya globe ini dimodifikasi dengan tulisan atau huruf
braille dan gambar-gambar yang ditimbulkan sehingga siswa-siswi
dapat membaca dengan meraba globe tersebut.
Gambar 4.3
Media pembelajaran globe timbul4

3
Hasil wawancara dengan guru IPS, Ibu Yani, pada hari Jum’at, 07 September 2018 pukul
11.18 WIB di ruang kelas X
4
Hasil Dokumentasi di SMALB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta
89

Gambar 4.4
Penggunaan media globe timbul di kelas XI

Gambar 4.5
Penggunaan media globe timbul di kelas XI

Pada kelas X materi IPS yang diajarkan yaitu tentang mengenai


negara maju dan negara berkembang, dimana guru menjelaskan materi
secara keseluruhan yang ingin disampaikan kemudian guru
menyiapkan media sesuai dengan materi yaitu menggunakan media
90

atlas timbul. Atlas ini tidak seperti atlas pada umumnya, atlas ini
dimodifikasi dengan memunculkan tulisan dan gambar yang ada di
atlas tersebut sehingga siswa-siswa mudah merba dan menebak apa
yang telah diraba.
Pada tahap inti di kelas X siswa-siswi mengikuti pelajaran dengan
baik namun masih ada beberapa siswa-siswi belum paham mengenai
penjelasan materi yang disampaikan oleh guru oleh karena itu guru
harus lebih sabar dalam proses pengajaran di dalam kelas.5
Gambar 4.6
Penggunaan media atlas timbul di kelas X

5
Hasil obervasi pembelajaran IPS pada siswa-siswi tunanetra SMALB-A Pembina Tingkat
Nasional Jakarta tahun pelajaran 2018/2019 pada hari Kamis tanggal 04 Oktober 2018 pukul 08.32
WIB di kelas X
91

Gambar 4.7
Media Pembelajaran atlas timbul

Kemudian untuk dikelas XII, materi yang diajarkan yaitu mengenai


negara-negara ASEAN serta ditambahkan dengan materi Kepulauan
Indonesia. Karena keterbatasan media yang dimiliki maka peta yang
menujukkan negara ASEAN hanya sedikit jadi siswa lebih berfokus
kepada materi kepulauan Indonesia disertai provinsi dan ibukotanya.6

6
Hasil obervasi pembelajaran IPS pada siswa-siswi tunanetra SMALB-A Pembina Tingkat
Nasional Jakarta tahun pelajaran 2018/2019 pada hari Selasa tanggal 18 September 2018 pukul
08.32 WIB di kelas XII
92

Gambar 4.8
Penggunaan media peta timbul di kelas XII

c. Tahap Kegiatan Penutup


Setelah melakukan kegiatan inti, guru kemudian menjelaskan
kembali dengan tanya-jawab kepada siswa-siswi agar materi yang
disampaikan dapat dipahami dengan benar. Karena tuntuan waktu
yang sangat sedikit dikelas, maka guru jarang memberikan tugas di
kelas sehingga tugas yang diberikan oleh guru akan dijadikan
pekerjaan rumah. Guru dikelas sering menutup pelajaran dengan
menyimpulkan melalui tanya-jawab.
Gambar 4.9
Kegiatan tanya-jawab di kelas XII
93

Namun tidak semua siswa yang melakukan kegiatan pembelajaran


di kelas memahami materi yang disampaikan oleh guru, terdapat siswa
yang diam karena mereka mengalami gangguan dalam arti kondisi
sosialnya yang terganggu seperti tidak bisa beradaptasi atau
psikomotoriknya yang kurang sehingga pemahaman mereka yang masih
sangat minim sehingga dibutuhkan kesabaran serta keuletan dalam
mengajari mereka, maka guru akan mendatangi siswa tersebut dan
bertanya secara individu agar siswa bisa memahami materi yang telah
disampaikan secara perlahan.7
Gambar 4.10
Guru mendatangi siswa yang belumpaham

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Kegiatan Pembelajaran


IPS pada Anak Berkebutuhan Khusus Tunanetra
a. Faktor pendukung
Faktor pendukung dalam proses pembelajaran merupakan salah
satu faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa. Faktor pendukung
yang paling besar bagi siswa tunanetra dalam hal ini yaitu peran orang tua
yang turut membantu proses belajar dengan mendidik siswa di rumah dan
menerapkan nilai-nilai yang sudah dipelajari di sekolah.

7
Hasil wawancara dengan guru IPS, Ibu Cucu, pada hari Kamis, 05 September 2018 pukul
10.38 WIB di ruang guru
94

Faktor pendukung dalam proses pembelajaran IPS di SLB-A


Pembina Tingkat Nasional Jakarta bisa datang dari dalam dan luar siswa.
Faktor pendukung yang paling banyak mempengaruhi yaitu dukungan atau
dorongan dari orangtua atau peran orangtua yang turut membantu proses
belajar siswa, maka faktor pendukung yang terjadi disini berasal dari
faktor eksternal siswa. Lingkungan sosial yang lebih banyak
mempengaruhi kegiatan belajar ialah orangtua dan keluarga siswa itu
sendiri. Sifat-sifat orangtua, praktik pengelolaan keluarga, ketegangan
keluarga, dan demografi keluarga, semuanya dapat memberi dampak baik
atau buruk terhadap kegiatan belajar dan hasil yang dicapai oleh siswa.
Berikut hasil wawancara dengan ibu Yani selaku Guru IPS SLB-A
Pembina :
“Faktor pendukung balik lagi minat dan dukungan orangtuannya
seperti apa gitu. Niatnya sih biar peran orangtua mendukung, saya
sendiri ketika bahwa anak saya sekolah saya akan sangat mencari tau
belajar apa tadi terus udah belajar apa, saya ingin mendapatkan hasil
yang baik dan guru pun harus menginformasikan tetapi kalau
misalkan tidak ada dukungan dari orangtua saya harus ngapain kan
saya bilang jangan sampai saya capek sendiri kalau orangtua tidak
memberikan dukungan dan motivasi kepada anaknya. Kalau ditanya
faktor pendukungnya apa yah semuanya harus saling membantu.”8

Orangtua siswa di SLB-A Pembina turut membantu proses belajar


dengan mendidik siswa di rumah dan menerapkan nilai-nilai yang sudah
dipelajari di sekolah. Jika siswa diperintahkan untuk mengejarkan tugas di
sekolah, orangtua juga memerintahkan kembali dirumah. Maka dalam hal
ini, faktor pendukung lebih banyak bersumber dari lingkungan sosial,
seperti para guru, tenaga kependidikan, teman-teman sekelas, dan orangtua
di rumah.
b. Faktor Penghambat
Faktor penghambat dalam proses pembelajaran IPS di SLB-A
Pembina yaitu kurangnya media pembelajaran yang berbentuk alat peraga

8
Hasil wawancara dengan guru IPS, Ibu Yani, pada hari Jum’at, 07 September 2018 pukul
11.46 WIB di ruang kelas X
95

peraba, karakteristik kemampuan dari siswa-siswi yang berbeda-beda.


Adanya faktor pendukung, maka terdapat pula faktor penghambat dalam
setiap proses pembelajaran. Adapun faktor yang menjadi penghambat
dalam proses pembelajaran IPS di SLB-A Pembina yaitu kondisi fisik
anak tunanetra itu sendiri yang membuatnya kesulitan dalam menerima
apa yang telah disampaikan oleh guru. Ditambahkan pula faktor
penghambat yang dalam proses pembelajaran IPS dikelas yaitu setiap
karakteristik siswa yang berbeda-beda karena mereka ada yang murni
tunanetra saja adapula yang tunanetra ditambah dengan kebutuhan khusus
yang lain seperti autis, intelektualnya yang masih kurang atau anak terlalu
aktif didalam kelas. Berikut hasil wawancara dengan ibu Yani selaku Guru
IPS SLB-A Pembina :
“Hambatannya yah karena kemampuan mereka bervariasi ya jadi
saya harus mencari targetnya gimana gitu ya. Materi yang sudah
disampaikan kadang lewat begitu aja yah walaupun kita sudah
mengadakan tiap kali pertemuan itu evaluasi terus materi satu tema
kita langsung ulangan gitu kadang saya coba tanya lagi karena ini
baru masuk dua bulan saya tanya lagi masih ingat tidak tema 1
kemarin ada sih beberapa yang ingat tetapi banyak juga yang
lupa”.9

Maka dapat disimpulkan bahwa hambatan dalam proses


pembelajaran IPS yang paling besar yaitu bersumber dari keadaan internal
siswa, atau keadaan bawaan ketunanetraan yang menyebabkan kesulitan
dalam melihat. Selain itu, kurangnya media pembelajaran yang berbentuk
alat peraga juga menjadi salah satu faktor penghambat dalam proses
pembelajaran.

3. Kesulitan dan Upaya dalam Menghadapi Pemecahan Masalah Siswa


Berkebutuhan Khusus Tunanetra
Proses belajar mengajar pada anak yang memiliki hambatan
penglihatan atau tunanetra diperlukan adanya komunikasi yang baik serta

9
Hasil wawancara dengan guru IPS, Ibu Yani, pada hari Jum’at, 07 September 2018 pukul
11.46 WIB di ruang kelas X
96

latihan ketrampilan guna memberdayakan indera lain selain indera


penglihatan. Artinya guru harus menggunakan indra pendengaran,
pengecap dan pembau saat menyampaikan pelajaran. Dan diupayakan
dengan semaksimal mungkin menggunakan kesempatan mengajar
menggunakan indra-indra tersebut tidak membatasi perintah dengan satu
cara tertentu saja tetapi kombinasi dari indra-indra tersebut. Demikian pula
penjelasan verbal yang diberikan guru harus jelas dan tidak berbelit.
Mengajarkan membaca dan menulis dalam kehidupan mereka
nampaknya menjadi pilihan yang tepat. Untuk itu dilakukan upaya-upaya
pasti sehingga dapat meningkatkan rasa percaya diri mereka seperti
layaknya anak-anak normal lainnya, sehingga mereka bisa hidup secara
mandiri di kelak kemudian hari. Dengan memanfaatkan sisa penglihatan
anak perlu didorong untuk mengembangkan dirinya sehingga kelak dapat
hidup mandiri seperti layaknya orang normal.
Di SMALB-A PTN Jakarta, guru maupun siswa-siswi pernah
mengalami kesulitan dalam pembelajaran diantaranya:
1. Kurangnya Media Pembelajaran di Kelas.
Media yang digunakan sudah sesuai dengan materi namun ada
beberapa media yang masih belum tersedia dan hal tersebut membuat
siswa-siswa SMALB-A PTN menjadi sulit dalam memahami
pembelajaran seperti dalam pembelajaran Sejarah seperti hasil
wawancara dengan ibu Cucu selaku guru IPS SLB-A Pembina:
“Tetapi kalau untuk sejarah kita enggak punya gitu masih enggak
ada medianya belum ada peraga paling hanya tanya jawab ceramah
begitu saja sih bersifat cerita kebanyakan.”10

Siswa hanya mendengarkan metode ceramah dari guru tanpa ada


media yang digunakan hal ini membuat siswa sedikit bingung dalam
pembelajaran Sejarah. Dan selain keterbatasan media, media yang
sudah ada tersedia kadang mengalami kerusakan atau kehilangan huruf

10
Hasil wawancara dengan guru IPS, Ibu Cucu, pada hari Kamis, 05 September 2018 pukul
11.12 WIB di ruang guru
97

tulisan braille, hal ini membuat siswa mengalami kesulitan dalam


membaca tulisan sehingga proses pembelajaran kurang maksimal.
2. Alokasi waktu yang tersedia sangat minim
Alokasi waktu yang digunakan pada jenjang SMA umum dengan
SMALB-A tentu berbeda. Jika dilihat waktunya tentu di SMA umum
memiliki waktu pembelajaran dikelas yang sangat banyak mengenai
pengetahuan. Sedangkan untuk SMALB-A sendiri difokuskan lebih
banyak kepada keterampilan, sehingga alokasi waktu dalam
pembelajaran untuk pengetahuan di kelas sangat sedikit. Setiap
pelajaran dalam seminggu hanya berkisar 2 jam mata pelajaran,
sehingga untuk mata pelajaran IPS atau mata pelajaran lainnya seperti
Matematika, IPA, Bahasa Inggris, Bahasa Indonesia mempunyai
jadwal dengan seminggu sekali selama 2 jam mata pelajaran. Hal ini
membuat siswa tidak belajar secara maksimal dikelas. Berikut hasil
wawancara dengan ibu Cucu selaku guru IPS SLB-A Pembina:
“Di SMALB itu IPS tuh hanya 2 jam per minggu jadi IPS itu
namanya IPS terpadu seperti di SMP sekarang ya itu bedanya salah
satunya di SMALB bentuknya terpadu dalam satu buku itu ada
semua IPSnya ekonomi, sosiologi, geografi, kependudukan, sejarah
lengkap pokoknya tetapi waktunya hanya 2 jam aja coba itu
memang kenapa karena di SMALB itu lebih dari separuhnya 70%
kemandirian keterampilan sementara 30% itu akademiknya
pengetahuan seperti IPS 2 jam Bahasa Indonesia 2 jam Matematika
2 jam Bahasa Inggris 2 jam PKn 2 jam jadi yang akademiknya itu
pengetahuannya hanya 12 jam perminggu.”11

3. Kurangnya keterlibatan orangtua


Keterlibatan seorang orangtua sangat penting bagi anak berkebutuhan
khusus tentunya. Di SMALB-A PTN masih ada beberapa orangtua
murid yang kurang terlibat dalam turut andil menyemangati serta
mengikuti proses pembelajaran anak di sekolah dengan baik.
4. Terdapat sedikit pengajar yang berlulusan sarjana khusus mata
pelajaran

11
Hasil wawancara dengan guru IPS, Ibu Cucu, pada hari Kamis, 05 September 2018 pukul
10.38 WIB di ruang guru
98

Guru yang mengajar di SMALB-A PTN ini kebanyakan berijazah


Pendidikan Luar Biasa (PLB). Memang untuk sekolah SLB sendiri
difokuskan kepada guru-guru yang berlulusan PLB, namun untuk di
tingkat SMALB, mata pelajaran yang digunakan sudah permasing-
masing mata pelajaran sehingga mata pelajaran yang ingin dipelajari
lebih fokus dan lebih luas. Berikut hasil wawancara dengan ibu Cucu
selaku guru IPS SLB-A Pembina:
“Saya mengajar IPS tetapi saya tidak seperti guru IPS pada
umumnya punya legalisasi ijazahnya mungkin apa sarjana IPS atau
apa kalau saya kan enggak, basic saya adalah jurusan Pendidikan
Luar Biasa kemudian saya diberikan tugas mengajar IPS mungkin
kalau ilmu IPS itu kan bisa dipelajari, disini jarang guru berlatar
belakang bidang studi karena kami di Dapodik juga bermasalah
kalau ada guru mapel di SLB gitu diharapkannya sama SMA itu
guru kelas begitu di SLB itu jadi guru mapel itu sertifikasinya
sedikit bermasalah gitu itu kalau dihubungkannya. gurunya bukan
berlatar belakang guru mata pelajaran kan beda sekali ya kalau
yang lulusan mata pelajaran dengan yang bukan dari model-
modelnya lebih tau untuk mata pelajaran IPS cocoknya seperti apa
yang paling pas kalau menurut saya sih nggak ada yang pas
tergantung dari karakteristik peserta didiknya kalau bahan ajar
sama metodologi kan berbeda”12

Upaya yang ditawarkan bagi kesulitan yang terjadi dalam


pelaksanaan pembelajaran IPS di SMALB-A Pembina yaitu
menggunakan media seadanya, agar kegiatan pembelajaran tetap
terlaksana, karena kurangnya media yang ada maka proses
pembelajaran di kelas tetap harus dijalankan agar berjalan maksimal
dengan melalui pemanfaatan media yang ada atau guru menyiapkan
dan menciptakan media sendiri yang mudah dipahami bagi siswa, serta
menggunakan media yang ada sambil terus mengupayakan terciptanya
media lain yang masih kurang, agar kegiatan pembelajaran tetap
terlaksana. Mengenai pelaksanaan bimbingan khusus bagi siswa
tunanetra di SMALB-A Pembina yaitu dilakukan di dalam kelas

12
Hasil wawancara dengan guru IPS, Ibu Cucu, pada hari Kamis, 05 September 2018 pukul
10.50 WIB di ruang guru
99

sambil belajar. Jadi tidak ada waktu khusus untuk bimbingan wicara,
bimbingan belajar, bimbingan sikap, dsb.
Upaya yang dilakukan agar terciptanya pembelajaran yang
maksimal dikelas karena alokasi yang sedikit maka guru perlu
memberikan tugas kepada siswa-siswi dirumah agar mereka lebih
memahami materi yang telah dipelajari. Dengan diberikan pekerjaan
rumah mereka diharapkan dapat memahami secara baik serta dibantu
oleh orangtua dirumah dalam mendorong siswa-siswi memahami
pembelajaran yang ada dikelas.
Upaya yang dilakukan akibat kurangnya keterlibatan dari orangtua
maka guru harus lebih banyak mulai berkomunikasi dengan orangtua
murid. Melibatkan orangtua murid dan masyarakat untuk mendukung
dan terlibat secara optimal dalam berbagai kegiatan sekolah bukanlah
hal mudah untuk dilakukan. Maka perlu usaha yang maksimal bagi
keduanya antara guru atau sekolah dengan orangtua peserta didik agar
terciptanya suatu timbal balik yang baik, bermanfaat dan motivasi serta
dukungan bagi siswa-siswi di sekolah.
Upaya yang ditawarkan jika melihat dari segi lulusan para pengajar
di SMALB-A PTN memang tidak terlalu dipermasalahkan karena dari
pemerintah sendiri mempunyai aturan jika memang para pengajar tidak
berasal dari lulusan PLB maka akan terganggu di sistem Dapodik
namun tidak menutup kemungkinan jika kedepan nanti ada banyak
pengajar yang memang berlulusakan dari PLB ditambah dengan
lulusan khusus mata pelajaran oleh karena itu walaupun para pengajar
kurang menguasai mata pelajaran yang akan diajarkan kepada siswa-
siswi maka diharapkan para pengajar setidaknya menguasai dasar-
dasar mata pelajaran tersebut dan mempelajari serta mendalami secara
individu agar sudah mengetahui serta menguasai jika proses
pembelajaran di kelas sedang berlangsung.
100

C. Pembahasan
SMALB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta ini merupakan salah satu
jenjang pendidikan yang berada di SLB-A PTN Jakarta. Data siswa pada tahun
pelajaran 2018/2019 di jenjang SMALB-A yaitu sebanyak 17 siswa. Pada
jenjang SMALB-A memiliki tiga tingkatan seperti sekolah formal pada
umumnya yaitu kelas X, kelas XI, dan Kelas XII. Untuk kelas XII sendiri
memiliki dua rombel yaitu ada kelas XII-A dan kelas XII-B.
Namun ada yang berbeda, di SLB-A PTN ini memiliki ruang belajar yang
disebut Multiple Disabilities with Visual Impairment (MDVI). MDVI
merupakan kelas yang sama pada umumnya namun di kelas ini terdapat
beberapa anak yang mengalami hambatan ganda. Ruang MDVI juga sama
dengan ruang belajar lainnya hanya saja ruang tersebut memiliki kemampuan
multidisabilitas dimana anak-anak yang berada dikelas MDVI tidak hanya
memiliki hambatan kelainanan mata saja tetapi ditambah dengan kelainan yang
lain seperti hambatan tunanetra dengan tunarungu, tunanetra dengan
tunagrahita.13
Dari segi kemampuan kognitif anak MDVI memiliki tingkat kognitif yang
bevariasi ini bergantung kepada kelainan yang di sandangnya, ini dikarenakan
keterbatasan fungsi penglihatan anak serta keterbatasan lain menyebabkan anak
MDVI mengalami kesulitan dalam mengembangkan potensi pada berbagai
aspek kehidupan. Sama seperti permasalahan yang dialami anak dengan
hambatan ganda lainnya, anak-anak MDVI juga mengalami hambatan di
bidang fisik, intelektual, dan sosial, ataupun gabungan dari berbagai bidang
tersebut membuat anak tunaganda cenderung tumbuh, berkembang, dan belajar
jauh lebih lamban daripada anak yang mengalami ketunaan lain, ada juga
kesulitan itu berupa keterbatasan dalam kemampuan berkomunikasi, hambatan
perkembangan fisik dan motorik, keterbatasan dalam kemampuan bina-bantu
diri, jarangnya menampilkan perilaku konstruktif dan berinteraksi dengan
orang lain, dan seringnya menampilkan perilaku yang tidak sesuai di
masyarakat.Salah satu permasalahan yang sangat menarik adalah komunikasi.

13
Hasil Dokumentasi di SMALB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta
101

1. Proses Pembelajaran IPS pada Anak Berkebutuhan Khusus


Tunantera
Dalam kegiatan proses pembelajaran IPS pada siswa-siswi
tunanetra, masih terdapat problem sedikit dan sederhana. Berikut akan
dijelaskan mengenai tentang analis proses pembelajaran IPS pada anak
berkebutuhan khusus tunanetra di SMALB-A Pembina Tingkat Nasional
tahun pelajaran 2018/2019.
a. Tahap Perencanaan Pembelajaran
Pada tahap ini, guru diminta untuk merencanakan pembelajaran
sebelum melakukan pengajaran di dalam kelas. Guru harus membuat
perangkat pembelajaran seperti Silabus, Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP), Progam Tahunan (Prota), Progam Semesteran
(Prosem), dan lain sebagainya, seperti yang telah dipaparkan oleh ibu
Cucu selaku guru IPS:
“Jadi kita sama ya perangkat pembelajaran yang dituntut mulai dari
menyusun progam tahunan (Prota), progam semester (Prosem),
silabus kemudian RPP, RPPnya itu bisa kemudian bentuknya
homogen bisa juga heterogen tergantung pada murid saya,
makanya kita mesti membuat PPI (Progam Pembelajaran
Individual) kalau RPP langkah-langkahnya sama dengan sekolah
reguler komponen-komponen yang ada di RPPnya sama.
Formatnya sama tetapi materi bisa sama bisa berbeda tergantung
assement yang jelas kita di SLB ini tidak pakai KI Kdnya sekolah
reguler kita punya sendiri kecuali kalau anaknya itu tunanetra yang
ada di SLB secara intelektualnya rata-rata atau diatas rata-rata
maka kita menggunakan KI Kdnya sekolah regular.”14

Oleh karena itu, meskipun seorang anak memiliki kelainan fisik,


maka mereka berhak untuk mendapatkan pengajaran dengan
perangkat pembelajaran yang sesuai dengan kondisi mereka.
Perencanaan pembelajaran yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan
perserta didik maka akan membuat guru menjadi lebih mudah dalam
mengaplikasikan di dalam proses pembelajaran sehingga akan lebih

14
Hasil wawancara dengan guru IPS, Ibu Cucu, pada hari Kamis, 05 September 2018 pukul
10.02 WIB di ruang guru
102

terarah dan peserta didik mendapatkan pembelajaran yang maksimal.


Dimulai dari materi yang akan diajarkan kemudian metode serta
media yang tepat dan sesuai dengan materi yang akan disampaikan di
dalam kelas sesuai dengan kebutuhan siswa-siswi tunanetra.
b. Tahap Pelaksanaan Pembelajaran
Dalam prosesnya, guru tetap menyesuaikan dengan kondisi peserta
didik. Terlepas dari silabus dan RPP yang telah dibuat dengan
mengubah atau menurunkan Kompetensi Dasarnya dan indikator yang
akan ingin dibuat, kemudian materi yang akan disampaikan dibuat
semenarik mungkin didesain ringan serta menggunakan media yang
sesuai sehingga siswa-siswi tidak merasa kesulitan dalam menghadapi
proses pembelajaran di kelas. Posisi tempat duduk siswa-siswi di kelas
disesuaikan agar siswa dapat dengan mudah mendaptakan materi yang
akan disampaikan oleh guru dengan memanfaatkan indera lain yang
masih berfungsi.
Ruangan kelas pada anak tunanetra meliputi:15
1. Pencahayaan harus sesuai dengan anak tunanetra. Mungkin ada
beberapa yang sensitif dengan cahaya sementara yang lain
membutuhkan lebih banyak cahaya.
2. Jendela harus disesuaikan agar sinar matahari tidak terlalu terang
masuk ke ruangan kelas.
3. Berdirilah di dekat tembok jangan di depan jendela karena anak
tunanetra tidak melihat guru jika ada cahaya di belakang gruru.
4. Pastikan guru konsisten dengan material yang akan diberikan.
Selalu simpan material tersebut di tempat yang sama.
Hal tersebut sesuai dengan pemaparan yang telah disampaikan oleh
guru tempat duduk yang digunakan harus lebih terbuka agar guru juga
mudah mengontrol dan tidak menghambat mobiltas siswa-siswi
tunanetra agar mereka tetap bisa bergerak bebas. Kemudian guru juga

15
Jenny Thompson, Memahami Anak Berkebutuhan Khusus, (Jakarta: Erlangga, 2012), h.
118
103

memang harus lebih dekat dengan siswa agar guru juga bisa
memperhatikan kemampuan anak dalam hal pembelajaran IPS di
dalam kelas.
Pada tahap pendahuluan, guru memulai pembelajaran dengan
membaca doa sebelum belajar secara bersama-sama kemudian guru
melakukan apersepsi didalam kelas dengan menanyakan materi
sebelumnya yang telah dipelajari disertai dengan tujuan pembelajaran
materi yang akan dipelajari selanjutnya. Dalam kegiatan proses
pembelajaran IPS pada anak berkebutuhan khusus tunanetra di
SMALB-A PTN untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan maka
guru harus menggunakan metode, media dan evaluasi yang sesuai
dengan materi yang akan disampaikan.
Sesuai dengan tugas pendidik dalam proses pembelajaran dan
penyesuaian sosial anak tunanetra yaitu membina dan mengarahkan
pengetahuan anak tunanetra tentang kenyataan yang ada di sekitarnya,
menumbuhkan kepercayaan diri, menanamkan perasaan bahwa dirinya
dapat diakui dan diterima oleh lingkungannya.16
Maka proses pembelajaran harus berlangsung secara aktif, kondusif
dan menyenangkan. Selain harus kondusif dan komunikatif proses
pembelajaran di kelas harus memerhatikan pengelolaan kelas seperti
pengalokasian waktu yang tersusun rapi, pemanfataan media dalam
kelas dan menggunakan metode yang bervariatif serta strategi
pembelajaran dalam pendidikan didasarkan kepada upaya
memodifikasi lingkungan agar sesuai dengan kondisi anak dan upaya
pemanfataan secara optimal indera-indera yang masih berfungsi.
Dalam proses pembelajaran harus disertai sistem pembelajaran
yang lengkap dan sesuai. Sistem pembelajaran adalah suatu kombinasi
terorganisasi yang meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas,

16
Mohammad Effendi, Pengantar Psikopendagogik Anak Berkelainan, (Jakarta: Bumi
Aksara, 2008), h. 53
104

perlengkapan dan prosedur yang berinteraksi untuk mencapai suatu


tujuan.17
a. Kurikulum
Kurikulum yang digunakan pada pembelajaran IPS di SLB
Pembina Tingkat Nasional Jakarta yaitu Kurikulum 2013, tidak berbeda
dengan sekolah biasa pada penerapan Kurikulum 2013 ini
menggunakan pendekatan scientific dengan metode dan media
pembelajaran khusus yang telah disiapkan oleh guru kelas. Perbedaan
SLB dengan sekolah biasa pada penerapan Kurikulum 2013 yaitu isi
KD (Kompetensi Dasar) bisa dimodifikasi. Berikut hasil wawancara
dengan pak Triyanto selaku Kepala SLB-A Pembina :
“Kurikulum pendidikan khusus memang sudah dibedakan, beda
dari muatan kurikulumnya itu kurikulum 2013 pendidikan khusus
kan ada sendiri dan kurikulum SMA yah SMA kita memang label
belakangnya kurikulum pendidikan khusus untuk SMALB untuk
muatan kurikulumnya disitu dijabarkan bahwa untuk SMALB itu
bukan hanya yang tunanetra seluruhnya itu muatan yang dari
vukasionalnya yang lebih banyak dimana keterampilan
vukasionalnya 26 jam sendiri sama kayak seperti di SMA. Iya
kurikulumnya dari pemerintah KI KD nya udah disusun dari
pemerintah susunan jamnya itu perminggunya berapa jam pelajaran
itu udah ada dari pemerintah kemudian materi ajarannya nanti kita
ngembangin disekolah”18

Kurikulum dipahami sebagai seperangkat rencana dan pengaturan


yang berisi tentang tujuan pembelajaran, isi, serta bahan pelajaran yang
termuat di dalamnya. Kurikulum itu sendiri telah dirancang oleh
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan yang telah dikoordinasikan
kepada stakeholder pendidikan di seluruh Indonesia agar tujuan
pendidikan dapat dicapai dengan merata.
Hal sesuai dengan pemaparan dari pengertian kurikulum yaitu
sebagai sistem menyangkut penentuan segala kebijakan tentang

17
Dian Relitawati, Analisis Implementasi Proses Pembelajaran Terhadap Kualitas
Lulusan di SMAN 13 Medan, Tesis Pada Universitas Sumatera Utara, 2009, h. 20
18
Hasil wawancara dengan Kepala SLB-A PTN Jakarta, Drs. Triyanto, pada hari Kamis, 20
September 2018 pukul 09.45 di ruang kepala sekolah
105

kurikulum, susunan personalia, dan prosedur pengembangan kurikulum,


penerapan, evaluasi dan penyempurnaanya. Fungsi utama sistem
kurikulum yaitu dalam pengembangan, penerapan, evaluasi dan
penyempurnaanya baik sebagai dokumentasi tertulis maupun
aplikasinya dan menjaga agar kurikulum tetap dinamis.19
Kurikulum yang dipakai saat ini (2017) yaitu kurikulum 2013.
namun demikian, karena ragamnya hambatan yang dialami peserta
didik berkebutuhan khusus sangat bervariasi, mulai dari yang sifatnya
ringan, sedang, sampai yang berat, maka dalam implementasinya di
lapangan, kurikulum reguler dilakukan modifikasi sedemikian rupa
hingga sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Modifikasi kurikulum
dilakukan terhadap alokasi waktu, isi/materi, proses belajar mengajar,
sarana prasarana, lingkungan belajar, dan pengelolaan kelas.
Maka dapat disimpulkan bahwa kurikulum yang diterapkan dalam
pembelajaran IPS di SLB-A Pembina Tingkat Nasional yaitu kurikulum
2013 yang telah dimodifikasi oleh guru pengampu dengan
menyesuaikan dengan kemampuan siswa tunanetra karena mereka
berhak memperoleh dukungan pembelajaran dalam konteks kurikulum
yang regular atau sama seperti anak-anak lainnya. Hanya saja dalam
proses pembelajarannya anak tunanetra memerlukan bantuan tambahan
melalui metode dan media pembelajaran khusus agar materi
pembelajaran dapat diterima dengan baik dan tujuan pembelajaran
berhasil dicapai.
b. Metode
Metode yang biasa digunakan pada pelajaran IPS bagi anak
tunanetra yaitu metode ceramah yang bersifat scientific. Sesuai dengan
hasil pemaparan Bu Yani selaku guru IPS:
“Kita dalam RPPnya menggunakan scientific artinya kita
menjelaskan dari materi yang ada lalu kita beri kesempatan bertanya
tanya jawab lalu kalau misalkan ada akhirnya harus berkontak

19
Nana Syaodih, “Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek”, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2011), h. 7
106

langsung dengan materi yang ada misalkan yah ketemu oranglah


berinteraksi sosial yah kita lakukan itu.”20

Kemudian disampaikan juga oleh pemaparan dari Bu Cucu selaku guru


IPS di kelas XI dan XII:
“Metodenya dikelas bervariasi yah ceramah bervariasi, metode
ceramah, metode diskusi gitu lalu tanya jawab sama aja begitu
hampir sama tergantung pada karakteristik para peserta didik dan
bahan ajar yang mau diajarkan materinya”21

Metode merupakan sebuah cara yang digunakan untuk


menyampaikan materi pelajaran agar dapat diterima dengan baik oleh
siswa. Metode ceramah merupakan metode yang paling banyak
digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran karena metode
ceramah dapat memudahkan siswa tunanetra dalam memahami
pelajaran dengan memanfaatkan panca indera pendengaran mereka,
guru memberikan uraian atau penjelasan kepada sejumlah murid pada
waktu tertentu (waktunya terbatas) dan tempat tertentu pula.
Dilaksanakan dengan bahasa lisan untuk memberikan pengertian
terhadap sesuatu masalah. Metode ceramah ini dianggap tepat bagi
siswa tunanetra untuk memberikan pengetahuan kognitif kepada siswa,
pada metode ini guru menjadi sentral pembelajaran di dalam kelas.
Namun dalam pelaksanaanya tidak hanya menggunakan metode
secara terus-menerus, guru memodifikasikan metode ceramah dengan
metode lainnya sesuai materi dan sesuai dengan kondisi kemampuan
siswa-siswi tunanetra sehingga mereka dapat menerima pelajaran serta
dapat menangkap materi dengan baik dan mudah menggunakan semua
sistem indera yang masih berfungsi dengan baik sebagai sumber
pemberi informasi mereka.

20
Hasil wawancara dengan guru IPS, Ibu Yani, pada hari Jum’at, 07 September 2018 pukul
11. 26 WIB di ruang kelas X
21
Hasil wawancara dengan guru IPS, Ibu Cucu, pada hari Kamis, 05 September 2018 pukul
10.34 WIB di ruang guru
107

Gambar 4.1
Salah satu cara penggunaan metode ceramah di kelas XII

Dalam prosesnya, guru menyiapkan rencana pembelajaran mulai


dari RPP yang berisi kompetensi inti (KI), komptensi dasar (KD),
indikator, tujuan pembelajaran, materi yang diajarkan, alokasi waktu,
metode pembelajaran, pendekatan, media pembelajara, penilaian serta
sumber belajar yang mengacu kepada Kurikulum 2013. Rencana
pembelajaran tersebut belum dimodifikasi masih bersifat umum dipakai
oleh karena itu guru menurunkan kompetensi dasar sehingga
menyesuaikan dengan kondisi kebutuhan siswa-siswi. Sesuai dengan
hasil pemaparan Bu Cucu selaku guru IPS:
“guru menganalisis KI KD itu KD ya terutama kalau KI kan udah
biarin aja kan semua jenjang itu KD nya dianalisis dipetakan
kemudian di assessment dipakai jadi kita ada dua assessment, ada
assessment akademik dan assessment non akademik nah akademik
itu semua mata pelajaran idealnya semua mata pelajaran yang akan
diajarkan kita sampaikan dulu ke anaknya kita tanyakan kita
asseskan yang bisa apa yang belum bisa apa yang sudah dikuasai apa
yang belum bisa apa yang dibutuhkan apa.”22

22
Hasil wawancara dengan guru IPS, Ibu Cucu, pada hari Kamis, 05 September 2018 pukul
10.54 WIB di ruang guru
108

Maka dapat disimpulkan Metode pembelajaran IPS pada peserta


didik tunanetra di SMALB Pembina Jakarta adalah ceramah, tanya
jawab, pemberian tugas, diskusi, pembiasaan dan drill (latihan).
Metode-metode tersebut memang biasa dilakukan oleh pendidik dalam
pembelajaran IPS. Namun seharusnya pendidik tidak hanya
menggunakan metode tersebut untuk peserta didik tunanetra karena itu
akan membuat peserta didik cepat bosan. Seperti pada umumnya
pembelajaran IPS untuk tunanetra, selain menggunakan metode
ceramah, tanya jawab bisa menggunakan metode pemberian tugas,
diskusi, Metode-metode tersebut adalah metode yang bisa diaplikasikan
pada peserta didik dengan daya penglihatan pada pembelajaran IPS,
sehingga pembelajaran menjadi tidak membosankan.
Ketersediaan metode pembelajaran yang akurat, sangat penting
bagi kegiatan monitoring dan pengendalian pembelajaran secara umum.
Metode pembelajaran tersebut diperlukan untuk memantau kemajuan
pembelajaran oleh masing-masing peserta didik, mengidentifikasi
apabila terjadi kesulitan-kesulitan.
c. Media
Dalam proses pembelajaran IPS anak tunanetra belajar membaca
menggunakan cara yang khusus yakni menggunakan huruf-huruf yang
diciptakan braille. Sebelum ditemukan huruf braille, pengajaran
membaca pada anak tunanetra sempat dicoba dengan huruf latin yang
dibuat timbul namun hal ini rupanya kurang efektif dan efisien. 23
Media pembelajaran yang digunakan pada saat pembelajaran IPS
yaitu lebih banyak memanfaatkan media audio karena indera yang
paling berfungsi bagi anak tunanetra yaitu indera pendengaran selain
menggunakan indra pendengaran siswa sering menggunakan media atau
alat yang mudah diraba disertai dengan huruf-huruf timbul atau braille.

23
Mohammad Effendi, Pengantar Psikopendagogik Anak Berkelainan, (Jakarta: Bumi
Aksara, 2008), h. 49
109

Berikut disampaikan juga oleh pemaparan dari Bu Cucu selaku guru


IPS di kelas XI dan XII:
“Media yang kami miliki ada yang beberapa yang sama dan cocok
dengan Kdnya yang ada seperti kami menggunakan penampakan
bumi yah kita menggunakan atlas pergunakan peta pergunakan
globe. Tetapi kalau untuk sejarah kita nggak punya gitu masih nggak
ada medianya belum ada peraga paling hanya tanya jawab ceramah
begitu saja sih cerita kebanyakan atau kalau sejarah masih kayak ke
cd gitu kan berarti masih dalam bentuk buku atau kalau untuk
ekonomi gitu sih paling ke lingkungan sekitar lingkungan sekolah
atau lingkungan rumahnya.”24
Gambar 4.2
Penggunaan media atlas timbul di kelas X

Media yang diterapkan pada siswa-siswi tunanetra meliputi alat


bantu menulis huruf braille seperti Reglet atau mesin ketik braille, alat
bantu membaca huruf braille seperti papan huruf, alat bantu berhitung
serta alat bantu yang bersifat audio seperti CD, tape-recorder. Alat
bantu dalam menulis huruf braille ini biasa disebut dengan reglet.25

24
Hasil wawancara dengan guru IPS, Ibu Cucu, pada hari Kamis, 05 September 2018 pukul
11.04 WIB di ruang guru
25
Hasil obervasi pembelajaran IPS pada siswa-siswi tunanetra SMALB-A Pembina Tingkat
Nasional Jakarta tahun pelajaran 2018/2019 pada hari Kamis tanggal 04 Oktober 2018 pukul 08.45
WIB di kelas X
110

Gambar 4.3
Reglet (alat bantu menulis siswa)

Untuk mempermudah proses pembelajaran IPS di dalam kelas,


selain metode, media pembelajaran yang digunakan juga menjadi aspek
yang mempengaruhi kegiatan pembelajaran di dalam kelas. Pada saat
pembelajaran IPS bagi anak tunanetra guru lebih banyak memanfaatkan
media audio atau alat peraga yang mudah untuk diraba, karena indera
yang paling berfungsi bagi anak tunanetra yaitu indera pendengaran.
Contoh media pelajaran IPS bagi anak tunanetra yaitu globe, peta
timbul, buku braille dan alat peraga timbul lainnya yang memudahkan
siswa untuk meraba.
Dalam proses pembelajaran di kelas, tidak semua materi pelajaran
menggunakan media hal ini dikarenakan penggunaan media
menyesuaikan dengan materi yang akan diajarkan. Namun ada pula
media yang tidak mendukung sesuai materi seperti materi pelajaran
sejarah. Siswa-siswi merasa sangat mudah bosan dan tidak peduli
terhadap materi pelajaran sejarah oleh karena itu guru harus
menggunakan metode menarik agar pembelajaran tetap berjalan dengan
baik.
111

d. Evaluasi pembelajaran
Evaluasi yang dilakukan pada pembelajaran IPS bagi siswa
tunanetra sama dengan yang dilakukan di sekolah biasa, yaitu dilakukan
pada aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Evaluasi yang
dilakukan pada pembelajaran IPS bagi siswa tunanetra sama dengan
yang dilakukan di sekolah biasa, yaitu dilakukan penilaian pada aspek
kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Evaluasi pembelajaran IPS di SLB-A Pembina pada aspek kognitif
dilakukan dengan test penilaian hasil belajar, pada aspek afektif
penilaian dilakukan dari bagaimana siswa membiasakan berdoa dan
membiasakan diri untuk memberi salam, dan evaluasi pada aspek
psikomotorik dilakukan.
Evaluasi pembelajaran merupakan suatu proses untuk menentukan
jasa, nilai atau manfaat kegiatan pembelajaran melalui kegiatan
pengukuran. Evaluasi pembelajaran mencakup pembuatan
pertimbangan tentang jasa, nilai, atau manfaat progam, hasil dan proses
pembelajaran.26
Evaluasi dilakukan di akhir pembelajaran dengan sesuai materi
yang telah diajarkan oleh guru. Biasanya evaluasi yang dilakukan oleh
guru menggunakan test tulis dengan klasifikasi ketunaan yang mereka
miliki. Terkadang evaluasi dilakukan diakhir pembelajaran dengan lisan
juga yaitu menguji tingkat kepahaman siswa-siswi dalam memahami
materi pembelajaran yang telah diajarkan. Dengan evaluasi
pembelajaran mengakibatkan siswa dan siswi dengan gangguan
penglihatan tidak merasa kesulitan dan guru dengan mudah mengetahui
tingkat pemahaman siswa-siswi pada pembelajaran IPS karena telah
disesuaikan dengan tujuan pembelajaran serta kondisi siswa-siswi.
Dari keseluruhan proses pembelajaran IPS yang telah dipaparkan
diatas dapat disimpulkan bahwa proses pembelajaran IPS bagi anak

26
Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2013), h.
221
112

tunanetra di SLB-A Pembina pada umumnya sama dengan


pembelajaran IPS di sekolah biasa. Hanya saja lebih disesuaikan
dengan kebutuhan dan kemampuan anak tunanetra, baik dari
kurikulum, metode, media pelajaran, hingga pada tahap evaluasi.

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Kegiatan Pembelajaran


IPS pada Anak Berkebutuhan Khusus Tunanetra
Faktor faktor memberikan pengaruh terhadap penyesuaian diri
seseorang bisa dikelompokkan menjadi dua. Faktor yang pertama adalah
faktor yang muncul dari dalam diri seseorang atau faktor internal.
Sedangkan faktor yang kedua adalah faktor yang muncul dari luar diri
seseorang atau faktor eksternal.
Adanya perubahan lingkungan baru bagi anak tunanetra
memberikan benturan-benturan, yang dapat mengakibatkan hal-hal yang
menyenangkan atau mengecewakan. Anak tunanetra harus dapat
melakukan penyesuaian-penyesuaian sosial dalam lingkungan sekolah.
Bagi anak tunanetra hal ini sangatlah sulit, karena anak harus
menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru di sekolah, baik secara
pasif maupun secara aktif. Untuk menghindari kemungkinan terjadinya
penyimpangan perilaku sosial dalam berinteraksi dengan lingkungan,
mereka harus mampu memanfaatkan alat indera lain.
Faktor pendukung dalam proses pembelajaran merupakan salah
satu faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa. Faktor pendukung
yang paling besar bagi siswa tunanetra dalam hal ini yaitu peran orang tua
yang turut membantu proses belajar dengan mendidik siswa di rumah dan
menerapkan nilai-nilai yang sudah dipelajari di sekolah.
Orang tua memiliki tanggungjawab yang besar dalam peran
membantu proses pembelajaran anak tunaetra. Mereka harus
memperlakukan anak tunanetra secara sama dengan teman atau orang-
orang yang dapat melihat. Kemudian mendukung anak yang mengalami
113

gangguan penglihatan untuk berpatisipasi dalam sejumlah kegiatan


sehingga membuat kepercayaan diri mereka menjadi lebih baik.27.
Upaya yang dilakukan agar terciptanya pembelajaran yang
maksimal dikelas karena alokasi yang sedikit maka guru perlu
memberikan tugas kepada siswa-siswi dirumah agar mereka lebih
memahami materi yang telah dipelajari. Dengan diberikan pekerjaan
rumah mereka diharapkan dapat memahami secara baik serta dibantu oleh
orangtua dirumah dalam mendorong siswa-siswi memahami pembelajaran
yang ada dikelas.
Lingkungan belajar juga menjadi salah satu faktor pendukung bagi
anak tunanetra. Karena lingkungan belajar yang efektif dan instrumental
dalam membentuk pola perilaku penting yang ada gilirannya menentukkan
arah bagi perkembangan jangka panjang sehingga lingkungan belajar
mempunyai pengaruh yang kuat.28 Alat indera yang dapat dikembangkan
seperti: pendengaran, perabaan, penciuman dan pengecap. Hal ini sebagai
upaya memperlancar interaksi sosial dengan lingkungannya, walaupun
hasilnya tidak sebaik dan selengkap jika dibarengi dengan adanya indera
penglihatan.
Adapun faktor yang menjadi penghambat dalam proses
pembelajaran IPS di SLB-A Pembina yaitu kondisi fisik anak tunanetra itu
sendiri yang membuatnya kesulitan dalam menerima apa yang telah
disampaikan oleh guru. Ditambahkan pula faktor penghambat yang dalam
proses pembelajaran IPS dikelas yaitu setiap karakteristik siswa yang
berbeda-beda.
Selain itu, adanya kesiapan mental anak tunanetra untuk memasuki
lingkungan baru atau kelompok lain yang berbeda, akan sangat baik dalam
pengembangan sosialnya. Sebaliknya, ketidaksiapan mental anak untuk
masuk ke dunia baru sering mengakibatkan anak tunanetra gagal dalam

27
Rini Hildayani dkk, Penanganan Anak Berkelainan, (Jakarta:Universitas Terbuka, 2009),
h.8.10
28
Jati Rinakri, Pendidikan dan Bimbingan Anak Berkebutuhan Khusus, (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2018), h.40
114

mengembangkan kemampuan interaksi sosialnya. Jika kegagalan dianggap


sebagai tantangan dan merupakan pengalaman yang terbaik, maka hal ini
akan menjadi modal utama untuk memasuki lingkungan baru berikutnya.
Namun apabila kegagalan tersebut merupakan ketidakmampuan,
maka akan timbul rasa frustasi/putus asa, menarik diri dari lingkungan.
Keterbatasan interaksi sosial pada anak tunanetra patuh dipahami oleh
semua pihak, terutama orang tua dan guru. Orang tua dan guru
berkewajiban mengupayakan agar interaksi sosial yang dimiliki anak
tunanetra dapat ditingkatkan. Guru mempunyai peranan penting dalam
menghadapi anak tunanetra agar mampu berinteraksi dengan lingkungan
di sekolah, sebab guru sebagai orangtua di sekolah yang harus siap
melayani pendidikan anak tunanetra dengan segala bentuk kekurangannya,
khususnya dalam mengembangkan kemampuan interaksi sosial anak
tunanetra di Sekolah Luar Biasa.
Adapun kurangnya media pembelajaran yang berbentuk alat peraga
peraban juga termasuk kedalam faktor penghambat lainnya. Membaca
dengan mata secara psikologis merupaka suatu proses yang kompleks,
tetapi membaca melalui jari-jari seperti yang diperagakan oleh anak
tunanetra lebih sulit dibandingkan dengan menggunakan mata.29 Anak
tunanetra dalam belajar perlu menggunakan cara yang khusus yaitu
menggunakan huruf braille. Huruf braille yang digunakan sebagai
pengganti huruf latin yang terdiri atas titik-titik yang ditimbulkan dan
dibaca dengan jari-jari. Jari-jari yang dominan dalam membaca braille
adalah jari telunjuk dan jari tengah.
Dalam hal ini, sekolah memang telah menyiapkan berbagai jenis
alat media yang berbentuk braille namun tidak semua materi pembelajaran
IPS menggunakan media yang berbentuk huruf braille karena masih ada
materi yang tidak terdapat alat medianya sehingga materi yang tidak

29
Mohammad Effendi, Pengantar Psikopendagogik Anak Berkelainan, (Jakarta: Bumi
Aksara, 2008), h. 48-49
115

menggunakan media di kelas hanya menggunakan metode ceramah dalam


proses pembelajaran.

3. Kesulitan dan Upaya dalam Menghadapi Pemecahan Masalah Siswa


Berkebutuhan Khusus Tunanetra
Di SMALB-A PTN Jakarta, guru maupun siswa-siswi pernah
mengalami kesulitan dalam pembelajaran diantaranya:
1. Kurangnya Media Pembelajaran di Kelas.
Media yang digunakan sudah sesuai dengan materi namun ada
beberapa media yang masih belum tersedia dan hal tersebut membuat
siswa-siswa SMALB-A PTN menjadi sulit dalam memahami
pembelajaran seperti dalam pembelajaran Sejarah. Media yang paling
dalam proses pembelajaran yaitu menggunakan alat peraba yang
berbentuk huruf timbul atau yang biasa dikenal huruf braille.
Hal ini sesuai dengan dikatakan anak tunanetra dalam belajar
membaca menggunakan cara khusus yakni menggunakan huruf-huruf
yang diciptakan oleh braille. Sebelum ditemukan braille, pengajaran
tunanetra sempat dicoba dengan huruf latin yang dibuat timbul namun
hal ini rupanya kurang efektif dan efisien, huruf braille digunakan
sebagai huruf pengganti dari huruf latin.
Huruf Braille pada awalnya merupakan tulisan Latin yang dicetak
timbul (relief), kemudian berubah menjadi tulisan titik timbul yang
dapat dibaca dengan jalan meraba. Pada saat ini sistem tulisan Braille
digunakan secara luas, umum, sebagai tulisan resmi orang tunanetra.
Penggunaan huruf braille pada siswa tunanetra, sama halnya dengan
penggunaan huruf awas bagi siswa yang dapat melihat. Dengan
demikian, keterampilan siswa tunanetra dalam menggunakan huruf
braille dapat dikatakan sebagai kemampuan dasar dan juga
kemampuan utama yang harus dimiliki.30

30
Ratih Listyaningtyas, Pembelajaran Menulis Braille dengan Reglet pada Anak Tunanetra
kelas I SD di SLBN A Bandung, Jurnal Untirta, 2016, h. 81
116

Namun dalam proses pembelajaran di kelas masih ada beberapa


media yang tidak mendukung sesuai dengan materi pembelajaran maka
guru dikelas hanya menggunakan metode ceramah dan tanya jawab
saja, ini akan membuat siswa-siswi tunanetra jenuh dan lambat dalam
penerimaan materi yang disampaikan.
Tetapi terdapat upaya yang ditawarkan bagi kesulitan yang terjadi
dalam pelaksanaan pembelajaran IPS di SMALB-A Pembina yaitu
tetap menggunakan media seadanya, agar kegiatan pembelajaran tetap
terlaksana, karena kurangnya media yang ada maka proses
pembelajaran di kelas tetap harus dijalankan agar berjalan maksimal
dengan melalui pemanfaatan media yang ada atau guru menyiapkan
dan menciptakan media sendiri yang mudah dipahami bagi siswa, serta
menggunakan media yang ada sambil terus mengupayakan terciptanya
media lain yang masih kurang, agar kegiatan pembelajaran tetap
terlaksana.
2. Alokasi waktu yang tersedia sangat minim
Alokasi waktu yang digunakan pada jenjang SMA umum dengan
SMALB-A tentu berbeda. Jika dilihat waktunya tentu di SMA umum
memiliki waktu pembelajaran dikelas yang sangat banyak mengenai
pengetahuan. Sedangkan untuk SMALB-A sendiri difokuskan lebih
banyak kepada keterampilan, sehingga alokasi waktu dalam
pembelajaran untuk pengetahuan di kelas sangat sedikit. Setiap
pelajaran dalam seminggu hanya berkisar 2 jam mata pelajaran,
sehingga untuk mata pelajaran IPS atau mata pelajaran lainnya seperti
Matematika, IPA, Bahasa Inggris, Bahasa Indonesia mempunyai
jadwal dengan seminggu sekali selama 2 jam mata pelajaran. Hal ini
membuat siswa tidak belajar secara maksimal dikelas. Berikut hasil
wawancara dengan ibu Cucu selaku guru IPS SLB-A Pembina:
“Di SMALB itu IPS tuh hanya 2 jam per minggu jadi IPS itu
namanya IPS terpadu seperti di SMP sekarang ya itu bedanya salah
satunya di SMALB bentuknya terpadu dalam satu buku itu ada
semua IPSnya ekonomi, sosiologi, geografi, kependudukan, sejarah
117

lengkap pokoknya tetapi waktunya hanya 2 jam aja coba itu


memang kenapa karena di SMALB itu lebih dari separuhnya 70%
kemandirian keterampilan sementara 30% itu akademiknya
pengetahuan seperti IPS 2 jam Bahasa Indonesia 2 jam Matematika
2 jam Bahasa Inggris 2 jam PKn 2 jam jadi yang akademiknya itu
pengetahuannya hanya 12 jam perminggu.”31

3. Terdapat sedikit pengajar yang berlulusan sarjana khusus mata


pelajaran
Guru yang mengajar di SMALB-A PTN ini kebanyakan berijazah
Pendidikan Luar Biasa (PLB). Memang untuk sekolah SLB sendiri
difokuskan kepada guru-guru yang berlulusan PLB, namun untuk di
tingkat SMALB, mata pelajaran yang digunakan sudah permasing-
masing mata pelajaran sehingga mata pelajaran yang ingin dipelajari
lebih fokus dan lebih luas. Walaupun materi yang digunakan pada
jenjang tingkatan SMALB hampir setara dengan SMP reguler pada
umumnya namun tidak menutup kemungkinan jika pengajar lebih
banyak menguasai materi dengan strategi, pendeketan, metode serta
media yang sesuai dengan materi IPS agar proses pembelajaran dikelas
siswa lebih dapat mudah memahami dan menerima. Maka tidak
menutup kemungkinan jika kedepan nanti terdapat banyak pengajar
berlulusakan dari PLB sekaligus berlulusan dari khusus mata
pelajaran. Berikut hasil wawancara dengan ibu Cucu selaku guru IPS
di SLB-A Pembina:
“Itu ya tadi faktor penghambatnya gurunya bukan berlatar belakang
guru mata pelajaran kan beda sekali ya kalau yang lulusan mata
pelajaran dengan yang bukan dari model-modelnya lebih tau untuk
mata pelajaran IPS cocoknya seperti apa yang paling pas, saya
mengajar IPS tetapi saya tidak seperti guru IPS pada umumnya
punya legalisasi ijazahnya mungkin apa sarjana IPS atau apa kalau
saya kan enggak, basic saya adalah jurusan Pendidikan Luar Biasa
kemudian saya diberikan tugas mengajar IPS mungkin kalau ilmu
IPS itu kan bisa dipelajari, disini jarang guru berlatar belakang
bidang studi karena kami di Dapodik juga bermasalah kalau ada
guru mapel di SLB gitu diharapkannya sama SMA itu guru kelas

31
Hasil wawancara dengan guru IPS, Ibu Cucu, pada hari Kamis, 05 September 2018 pukul
10.38 WIB di ruang guru
118

begitu di SLB itu jadi guru mapel itu sertifikasinya sedikit


bermasalah.”32

Walaupun kenyataannya demikian, terdapat upaya yang dilakukan


oleh pengajar walaupun mereka hanya berlulusan PLB, mereka
diusahakan semaksimal mungkin agar menguasai dan mempelajari
secara individu baik dari segi perangkat pembelajarannya seperti
metode, strategi, pendekatan serta media yang sesuai dengan materi
yang akan dipelajari nanti. Pemilihan metode dan media yang baik dan
sesuai adalah hal yang paling penting agar siswa-siswi tidak mudah
merasa bosan dan jenuh jika berada didalam kelas karena kemampuan
mereka dalam menerima pembelajaran tentu berbeda-beda oleh karena
itu memang diperlukan juga para pemgajar yang berluluskan PLB
karena mereka memang lebih memahami dan mengetahui anak-anak
berkebutuhan khusus baik dari segi psikomotorik anak berkebutuhan
khusus tunanetra dan secara psikologis.
4. Karakteristik anak tunanetra yang berbeda-beda
Dalam pandangan orang awas penyandang tunanetra memiliki
beberapa karakteristik baik yang sifatnya negatif maupun positif.
Beberapa penilaian anak tunanetra umumnya memiliki sikap tidak
berdaya, sifat ketergantungan, tak suka berenang, menikmati suara
televisi serta mudah mengalami kebingungan ketika memasuki
lingkungan yang tidak familiar yang ditunjukkan perilaku-perilaku
yang tidak tepat. Berikut hasil wawancara dengan ibu Yani selaku guru
IPS di SLB-A Pembina:
“Iya kalau dikelas tunanetra itu kan murni hanya keterbatasan
penglihatan saja disini kita dikasih amanah kemampuan mereka itu
variasi jadi ada yang tunanetra ditambah gangguan motoriknya
enggak kuat, jalannya enggak bisa dan kemampuan daya ingatnya
kurang, kalau misalkan sesekali nanti masuk ke kelas akan
mengetahui bagaimana pengajaran dan bagaimana ketemu anaknya
jadi oh pembelajarannya kayak gitu ya dimana ada juga anak yang

32
Hasil wawancara dengan guru IPS, Ibu Cucu, pada hari Kamis, 05 September 2018 pukul
11.28 WIB di ruang guru
119

diam atau banyak celetuk tulisannya masih belum bisa masih


belum kebaca, secara sosial mungkin mereka pengen tau
ngomongnya banyak tapi kan dalam kenyataannya dalam belajar
kan kita ingin tulisannya rapi lah tulisannya kebaca lah paham
sama apa yang kita sampaikan tapi itu kadang nggak sampe
bedanya gitu antara SLB dengan Sekolah Umum.”33

Pada umumnya orang awas juga berpendapat bahwa kelompok


tunanetra merupakan suatu kelompok minoritas. Pada kalangan
penyandang tunanetra, mereka cenderung menunjukkan perilaku-
perilaku yang tidak sesuai atau selaras dalam menghadapi berbagai
situasi dan seringkali menunjjukan reaksi-reaksi yang tidak masuk
akal.
Penyandang tunanetra seringkali dipandang sebagai individu yang
memiliki ciri khas seperti secara fisik tunanetra dicirikan dengan
tongkat. Secara sosiologis juga sering dicirikan seperti dengan
mengikuti sekolah-sekolah khusus. Secara psikologis mereka sering
dicirikan seperti kepemilikian indera yang superior terutama dalam hal
perabaan, pendengaran dan daya ingatnya. Namun demikian dalam
pandangan orang awas, orang tunanetra juga sering memiliki
kelebihan yang sifatnya positif seperti kepekaan terhadap suara,
perabaan, ingatan, keterampilan dalam memainkan alat musik serta
ketertarikan yang tinggi terhadap nilai-nilai moral dan agama.34
Hal ini sesuai dengan keadaan siswa-siswi tunanetra di SMALB-A
Pembina Tingkat Nasional walaupun mereka memiliki hambatan
penglihatan dan gangguan secara psikomotorik, psikologis, dan sosial
tetapi mereka memiliki kelebihan tersendiri bahkan tidak menjadi
penghalang dalam meraih cita-cita mereka kedepan. Berikut hasil
wawancara dengan pak Triyanto selaku Kepala SLB-A Pembina :35

33
Hasil wawancara dengan guru IPS, Ibu Yani, pada hari Jum’at, 07 September 2018 pukul
10.32 WIB di ruang kelas X
34
Sutjihati Somantri, Psikologi Anak Luar Biasa, (Bandung: Refika Aditama, 2006) h. 88-89
35
Hasil wawancara dengan Kepala SLB-A PTN Jakarta, Drs. Triyanto, pada hari Kamis, 20
September 2018 pukul 10.20 di ruang kepala sekolah
120

“Rata-rata ya yang melanjutkan ke perguruan tinggi yah hampir


semuanya inginnya ke perguruan tinggi, tidak ada halangan bagi
mereka untuk melanjutkan pendidikan walaupun memiliki
keterbatasan, yang menerima itu ada Universitas Muhammadiyah,
UNPAM , UIN udah pasti nerima kemudian UNJ pasti nerima, UI,
sekarangh ada banyak yang belum lulus ini tetapi ada yang ikut
kerja di bank CIMB Niaga, yang kerja di Bank itu Standar Charter
itu ada 4-6 orang gitu kemudian di CIMB Niaga ada 20 orang terus
di Permata Bank ada 12 orang, tetapi sampai sekarang belum tau
apa ada yang gugur atau enggak, memang ada divisi yang khusus
bagi mereka.”

Mereka juga memiliki tujuan dan cita-cita di masa yang akan


datang bahkan dengan banyak pengalaman murid sebelumnya yang
telah sukses setelah keluar dari SLB-A PTN. Jadi tidak menutup
kemungkinan dengan kondisi mereka seperti saat ini yang mengalami
gangguan penglihatan dari sejak lahir atau dari berumur sejak kecil
mereka juga berhak mendapatkan pendidikan, tujuan, cita-cita dan
kehidupan yang layak seperti pada orang awas lainnya tentu dengan
banyak dukungan, motivasi dan dorongan dari orang-orang terdekat
disekitarnya agar mereka tetap merasa lebih berani dan percaya diri
dalam menghadapi kenyataan dari keterbatasan mereka.
121

Gambar 4.14
Hasil Penelitian

Proses Pembelajaran IPS

Faktor-Faktor yang Kesulitan dan Upaya yang


mempengaruhi dihadapi

 Kurangnya Media
 Faktor Pendukung  Faktor Penghambat Pembelajaran di Kelas
Keterlibatan peran orang  Alokasi waktu yang
 Kurangnya media
tua yang turut membantu tersedia sangat minim
pembelajaran yang
proses belajar dengan  Karakteristik anak
berbentuk alat peraga
mendidik siswa di rumah tunanetra yang berbeda-
peraba
dan menerapkan nilai-nilai beda
 Karakteristik kemampuan
yang sudah dipelajari di  Terdapat sedikit pengajar
dari siswa-siswi yang
sekolah yang berlulusan sarjana
berbeda-beda
khusus mata pelajaran

Anak Berkebutuhan Khusus


Tunanetra
122

D. Keterbatasan Penelitian

Pada penelitian ini, peneliti memiliki beberapa keterbatasan di lapangan


saat penelitian. Adapun keterbatasan tersebut antara lain:

1. Waktu penelitian harus menyesuaikan jadwal kegiatan guru SMALB-


A PTN karena guru IPS di SMALB-A PTN sering kali melakukan
kunjungan ke luar kota sehingga peneliti harus menunggu waktu yang
tepat dan sesuai.
2. Jadwal kesesuaian dengan kepala sekolah untuk melakukan
wawancara dan mengambil data karena kesibukan kepala sekolah yang
membuat peneliti membutuhkan waktu yang lama.
3. 3.Terdapat banyak kegiatan di luar pembelajaran SLB-A Pembina
Tingkat Nasional sehingga peneliti sering kali datang ke sekolah saat
tidak melakukan kegiatan proses pembelajaran.
4. Sedikitnya jumlah guru IPS di SMALB-A Pembina Tingkat Nasional
Jakarta sehingga peneliti kurang mendapatkan informasi lebih luas
dan bervariasi.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Setelah semua tahap penelitian dilakukan, dimulai dari mencari


permasalahan yang terjadi, merumuskan masalah, kemudian dituangkan ke
dalam proposal penelitian, dilanjutkan dengan mengkaji teori-tori terdahulu,
penyusunan instrument penelitian, pengumpulan data melalui observasi,
wawancara, dokumentasi, melakukan pengolahan dan analisis data. Pada
akhirnya penulis dapat menyimpulkan hasil penelitian yang didapat tentang
Analisis Proses Pembelajaran IPS pada Anak Berkebutuhan Khusus Tunanetra
di SMALB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta. Kesimpulan dari penelitian
ini dibuat untuk menjawab pertanyaan yang terdapat dalam rumusan masalah
yang telah dituliskan pada BAB I, yakni sebagai berikut:

1. Proses pembelajaran IPS di SMALB-A Pembina menggunakan Kurikulum


2013 dengan pendekatan scientific yang umumnya diterapkan di sekolah
umum, hanya saja terdapat penyesuaian terhadap peserta didik, dengan
mempertimbangkan kemampuan siswa tunanetra di SMALB-A Pembina.
Mengenai metode yang digunakan, kebanyakan ceramah dengan
kombinasi perpaduan metode yang lain seperti tanya jawab dsb. Adapun
media pelajaran yang digunakan pada saat pembelajaran IPS yaitu media
dengan alat peraga yang mudah diraba menyerupai bentuk yang hampir
serupa dengan bentuk asli serta penggunaan media yang berbentuk huruf
braille agar peserta didik dapat memahami pelajaran dengan baik. Selain
itu, evaluasi yang dilakukan pada pembelajaran IPS di SMALB-Pembina
Tingkat Nasional Jakarta ini menggunakan prinsip evaluasi Kurikulum
2013 dengan menilai pada ranah afektif atau aspek sikap sosial dan
spiritual (KI 1 dan KI 2), ranah kognitif atau pengetahuan (KI 3), dan
ranah psikomotorik pada aspek keterampilan (KI 4) hanya saja kembali
lagi terhadap kebutuhan dan kemampuan dari peserta didik.

123
124

2. Faktor yang mempengaruhi proses kegiatan pembelajaran di kelas meliputi


faktor pendukung yaitu pengalaman guru-guru di sekolah tersebut yang
mumpuni dalam mendidik siswa tunanetra, selain itu juga dukungan penuh
dari orangtua siswa yang turut membantu guru di sekolah dalam mendidik
siswa namun ada juga beberapa orangtua yang masih tidak turut membantu
dalam proses kegiatan belajar anaknya selama dirumah. Adapun faktor
penghambat proses pembelajaran IPS di SMALB-A Pembina yaitu kondisi
fisik siswa tunanetra yang tidak dapat melihat dengan sempurna, sehingga
beberapa informasi dari guru menjadi sulit untuk diterima, selain itu
kurangnya media pelajaran di SMALB-A Pembina menjadi salah satu
penghambat proses pembelajaran IPS.
3. Kesulitan yang dihadapi oleh kurangnya media pembelajaran di kelas
maka upaya yang harus dilakukan adalah proses pembelajaran di kelas
tetap harus dijalankan agar berjalan maksimal dengan melalui pemanfaatan
media yang ada atau guru menyiapkan dan menciptakan media sendiri
yang mudah dipahami bagi siswa, alokasi waktu yang tersedia sangat
minim maka upaya yang harus dilakukan adalah guru memberikan
pekerjaan rumah atau tugas kepada siswa-siswi agar tetap melaksanakan
pembelajaran IPS dengan secara maksimal dibantu keterlibatan orangtua
dirumah, kesulitan lainnya yaitu guru yang tidak lulusan khusus mata
pelajaran sehingga upaya yang dilakukan adalah guru tersebut harus lebih
mendalami dan mempelajari mata pelajaraan IPS dengan model, metode
dan media yang tepat sesuai dengan materi yang tersedia, karakteristik
anak tunanetra juga menjadi salah satu kesulitan yang dihadapi namun
orang tunanetra juga sering memiliki kelebihan yang sifatnya positif
seperti kepekaan terhadap suara, perabaan, ingatan, keterampilan dalam
memainkan alat musik serta ketertarikan yang tinggi terhadap nilai-nilai
moral dan agama.
125

B. Implikasi

Hasil penelitian ini memberikan beberapa implikasi, antara lain: (1)


implikasi terhadap pendidikan anak-anak berkebutuhan khusus yang
seharusnya lebih mendapat perhatian dari pemerintah, dan mutu pendidikan
setiap penyelenggara Sekolah khusus harus ditingkatkan secara bertahap; (2)
implikasi terhadap pendidikan IPS di sekolah khusus seharusnya mendapat
perhatian lebih dari guru ataupun orangtua di rumah, agar internalisasi nilai-
nilai cara berinteraksi dan bersosial terjadi dengan sempurna dan sesuai dengan
apa yang diharapkan; (3) implikasi terhadap cara pandang masyarakat terhadap
kaum berkebutuhan khusus yang seharusnya memanusiakan mereka, memberi
fasilitas, dan pelayanan terhadap mereka tanpa harus menganggap beda dari
yang lain (4) implikasi terhadap pendidikan tenaga kependidikan yang harus
ditingkatkan mutunya agar dapat lebih baik melayani kaum berkebutuhan
khusus.

C. Saran

Berdasarkan penelitian tentang Analisis Proses Pembelajaran IPS pada


Anak Berkebutuhan Khusus Tunanetra di SMALB-A Pembina yang telah
penulis lakukan dengan berbagai tahap, sehingga pada tahap kesimpulan.
Terdapat beberapa saran yang ingin penulis sampaikan diantaranya:

1. Bagi Penulis

a. Lebih giat belajar lagi, menempuh pendidikan setinggi-tingginya dan


peka dengan kaum berkebutuhan khusus.
b. Turut berkontribusi untuk pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus
di Indonesia
c. Menciptakan media, ataupun metode pelajaran yang baru bagi siswa
berkebutuhan khusus agar memabantu mereka dalam meraih cita-
citanya.
2. Bagi Lembaga Pendidikan
a. Menambah lebih banyak guru yang ahli menangani siswa tunanetra
126

b. Menyediakan lebih banyak fasilitas penunjang pembelajaran bagi


siswa tunanetra.
c. Membantu guru IPS untuk mempersiapkan media pelajaran yang lebih
variatif.
3. Bagi Guru
a. Menyiapkan media pembelajaran yang lebih banyak dan lebih variatif.
b. Menciptakan metode-metode terbaru agar siswa tidak jenuh dalam
proses pembelajaran dan meningkatkan mutu pendidikan tersebut.
c. Menambah wawasan tentang anak berkebutuhan khusus tunanetra dan
meningkatkan kompetensi guru IPS bagi siswa tunanetra.
4. Bagi Orangtua
a. Lebih kooperatif dengan guru dalam mendidik siswa, terutama pada
saat di rumah.
b. Sabar dan terus beri motivasi kepada anak agar anak semangat dalam
belajar.
c. Terus memberikan fasilitas belajar yang terbaik untuk anak, agar
dapat membantu perkembangan dirinya.
DAFTAR PUSTAKA

Agustyawati dan Solicha. Psikologi Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus.


Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009.

Bungin, Burhan. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana, 2007.

Delphie, Bandi. Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus. Bandung: PT Refika


Aditama, 2006.

Dimyati dan Mudjiono. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta,


2013.

Effendi, Mohammad. Pengantar Pdikopedagogik Anak Berkelainan. Jakarta:


Bumi Aksara, 2009.

Herdiansyah, Haris. Wawancara, Observasi, dan Focus Groups Sebagai


Instrumen Penggalian Data Kualitatif. Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2015.

Hildayani dkk, Rini. Penanganan Anak Berkelainan. Jakarta:Universitas Terbuka,


2009.

Mustofa, Arif dan M.Thobroni. Belajar dan Pembelajaran. Jogjakarta: Ar Ruzz


Media, 2011.

Nadhir dkk. Ilmu Pengetahuan Sosial 1. Learning Assistance Program for Islamic
Schools Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah, 2009.

Nadhir dkk. Konsep Dasar IPS. Bandung: UPI Press, 2006.

Purwanto, M. Ngalim. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya,


2004.

Putra, Nusa. Metode Penelitian Kualitatif Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo


Persada, 2013.

127
128

Rinakri, Jati. Pendidikan dan Bimbingan Anak Berkebutuhan Khusus. (Bandung:


PT Remaja Rosdakarya, 2018.

Sanjaya, Wina. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan.


Jakarta: Kencama Prenadamedia Group, 2006.

Sapriya. Pendidikan IPS. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2017.

Siregar, Eveline. Teori Belajar dan Pembelajaran. Bogor: Ghalia Indonesia,


2011.

Somantri, Sutjihati. Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: Refika Aditama, 2006.

Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitaif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta,


2012.

Sugiyono. Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Bandung: Alfabeta,


2011.

Syah, Muhibin Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: Remaja


Rosdakarya, 2014.

Syaodih, Nana. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. Bandung: PT


Remaja Rosdakarya, 2011.

Syaodih Sukmadinata, Nana. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT


Remaja Rosdakarya, 2013.

Thompson, Jenny. Memahami Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta: Erlangga,


2012.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tentang Sistem Pendidikan


Nasional.
129

SKRIPSI DAN JURNAL

Ariyanti, Donna Sitta. Perilaku Pencarian Informasi Pemustaka Berkebutuhan


Khusus Pada Perpustakaan Sekolah Luar Biasa-A Pembina Tingkat
Nasional Jakarta. Skripsi. Ciputat: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015.

Badriyah, Lailatul. Pengaruh Sumber Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa


Pada Mata Pelajaran Ekonomi di SMP Bakti Mulya 400 Pondok Pinang
Jakarta Selatan. Skripsi. Ciputat: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010.

Febriawan, Syafrizal. Pembelajaran IPS Terpadu (Studi Kasus di Tiga SMP


Negeri Kota Semarang). Skripsi. Semarang: Universitas Negeri Semarang,
2013.

Hendayani, Henni. Pengembangan Materi Ajar Ilmu Pengetahuan Sosial. Jurnal


Progam Studi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Vol. 1, No. 1, 2017.

Listianti, Irma. Pengaruh Metode Pembelajaran Demonstrasi terhadap Hasil


Belajar Siswa pada Materi Jama’ Qasar kelas VII MTS. Skripsi. Ciputat:
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014.

Miftahuddin. Revitalisasi IPS dalam Perspektif Global, Jurnal Tribakti, Vol. 27,
2016.

Rahmad. Kedudukan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) pada Sekolah Dasar. Jurnal
Madrasah Ibtidaiyah, Vol. 2, No. 1, 2016.

Rahmah, Ajrine. Pendidikan Agama Islam bagi Anak Tunarungu Studi Kasus di
SLB Bina Insani Depok. Skripsi. Ciputat: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
2017.

Relitawati, Dian. Analisis Implementasi Proses Pembelajaran Terhadap Kualitas


Lulusan di SMAN 13 Medan. Tesis. Medan: Universitas Sumatera Utara,
2009.
130

Roheli. Peranan Perpustakaan dalam Menunjang Proses Pembelajaran. Skripsi.


Ciputat: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2005.

Sunhaji. Strategi Pembelajaran dan Konsepnya. Jurnal Pemikiran Alternatif


Pendidikan, Vol. 13, No. 3, 2008.
LAMPIRAN 2

PEDOMAN OBSERVASI

Lokasi : ..........
Hari/Tanggal : ..........
Waktu : ..........

No Aspek yang diamati Hasil Pengamatan


1. Identitas Sekolah
2. Lokasi Sekolah
3. Data Guru dan Karyawan lainnya (SDM)
4. Sarana dan Prasarana
5. Kegiatan Sekolah/Ekstrakurikuler
6. Proses Pembelajaran di kelas
A. Pra-Pembelajaran
1. Memeriksa kesiapan ruang, alat dan
media pembelajaran
2. Memeriksa kesiapan peserta didik
B. Membuka Pelajaran
1. Melakukan apersepsi
2. Menyampaikan kompetensi tujuan
pembelajaran yang ingin dicapai
C. Penguasaan Materi
1. Menunjukkan penguasaan materi
pembelajaran
2. Mengaitkan materi pembelajaran
dengan materi lain yang relevan
D. Metode Pembelajaran
1. Menggunakan metode pembelajaran
sesuai dengan kompetensi yang
ingin dicapai
2. Melaksanakan pembelajaran secara
runtut
3. Menguasai kelas
4. Melaksanakan pembelajaran yang
dapat memacu kebiasaan posistif
peserta didik
5. Melaksanakan pembelajaran sesuai
dengan alokasi waktu
E. Pemanfaatan Media dan Sumber Belajar
1. Menunjukkan keterampilan dalam
memanfaatkan media dan sumber
belajar
2. Menggunakan media dan sumber
belajar yang menarik
3. Melibatkan peserta didik dalam
pemanfaatan media dan sumber
belajar
F. Interaksi dalam pembelajaran
1. Menciptakan suasana yang
menumbuhkan partisipasi aktif
peserta didik melalui guru, media
dan sumber belajar
2. Menciptakan hubungan antar pribadi
yang positif
3. Menunjukkan sikap terbuka dan
responsive terhadap peserta didik
4. Menumbuhkan keceriaan dan
antusiasme peserta didik
G. Penggunaan Bahasa
1. Menggunakan bahasa dengan baik,
jelas dan lancar
2. Menyampaikan pesan dan gaya yang
sesuai
H. Evaluasi Pembelajaran
1. Melakukan penilaian proses selama
pembelajaran
2. Melakukan penilaian akhir sesuai
dengan kompetensi
I. Kegiatan Penutup
1. Melakukan refleksi atau membuat
rangkuman dengan melibatkan siswa
2. Melakukan tindak lanjut dengan
memberi arahan atau tugas sebagai
kegiatan remedial
LAMPIRAN 3

KISI-KISI INSTRUMEN WAWANCARA

No. ASPEK MASALAH SUB ASPEK MASALAH


1. Proses Pembelajaran
1. Pelaksanaan proses pembelajaran IPS
didalam kelas

2. Interaksi dalam belajar antara guru dan


siswa

3. Kesulitan dan upaya yang dilakukan


oleh guru dalam menghadapi
pemecahan masalah siswa
berkebutuhan khusus tunanetra
2. Anak 1. Kesulitan yang dialami selama proses
Berkebutuhan pembelajaran di kelas.
Khusus Tunanetra
3. SMALB-A Pembina 1. Latar Belakang berdirinya SLB-A
Tingkat Nasional Pembina Tingkat Jakarta
Jakarta 2. Pelayanan bagi anak berkebutuhan
khusus
LAMPIRAN 4

PEDOMAN WAWANCARA

Hari/Tanggal : ..........
Narasumber : ..........
Waktu : ..........
Alamat : ..........

A. Pedoman Wawancara Untuk Kepala SMALB-A Pembina Tingkat


Nasional Jakarta
1. Bagaimana latar belakang sejarah berdirinya SMALB-A Pembina Jakarta?
2. Ada berapa jumlah siswa di SMALB-A Pembina Jakarta?
3. Apa saja keunggulan SMALB-A Pembina Jakarta?
4. Apa saja progam sekolah yang ditawarkan di SMALB-A Pembina Jakarta?
5. Dari mana pendanaan SMALB-A Pembina Jakarta?
6. Berapa lama Ibu/Bapak menjadi kepala sekolah di SMALB-A Pembina
Jakarta?
7. Apa saja kesulitan yang ditemukan saat melayani anak-anak berkebutuhan
khusus?
8. Bagaimana karakteristik anak tunanetra menurut pandangan Ibu/Bapak?
9. Apakah sama antara kurikulum sekolah umum dengan Sekolah Luar Biasa
(SLB)?
10. Apakah ada progam penyaluran minat dan bakat bagi siswa SMALB-A
Pembina?
11. Berasal dari mana saja tenaga pendidik bagi siswa di SMALB-A Pembina
Jakarta?
12. Bagaimana pembelajaran IPS di SMALB-A Pembina yang diterapkan di
sekolah ini?
13. Adakah metode khusus yang diterapkan atau buku panduan ketika
memberikan pembelajaran bagi siswa?
B. Pedoman Wawancara Untuk Guru IPS di SMALB-A Pembina Tingkat
Nasional
1. Kurikulum apa yang diterapkan di SMALB-A Pembina Jakarta tahun
2018/2019?
2. Apa yang membedakan pembelajaran IPS di SMA dengan SMALB-A
(Tujuan, isi/materi, media, strategi dan proses belajar mengajar mulai dari
perencanan sampai penutup?
3. Metode apa yang digunakan dalam pembelajaran IPS?
4. Pendekatan apa saja yang digunakan dalam pembelajaran IPS?
5. Bagaimana cara interaksi guru dengan siswa tunanetra dalam pembelajaran
dikelas?
6. Media pembelajaran apa saja yang digunakan dalam proses pembelajaran
IPS di SMALB-A Pembina?
7. Apakah ada pengaturan khusus tata letak tempat duduk/tata ruang bagi
siswa tunanetra pada saat kegiatan pembelajaran di kelas?
8. Bagaimana cara mengevaluasi pembelajaran IPS bagi siswa tunanetra?
9. Apakah ada kegiatan lain selain di kelas bagi siswa di SMALB-A
Pembina?
10. Adakah pengaruh ekstrakulikuler/kegiatan lain bagi pemahaman anak
tunanetra?
11. Apa saja hambatan yang terjadi pada kegiatan belajar mengajar di
SMALB-A Pembina?
12. Bagaimana solusi yang ditawarkan bagi hambatan yang terjadi dalam
pelaksanaan pembelajaran IPS tersebut?
13. Apa saja faktor pendukung kegiatan belajar mengajar di SMALB-A
Pembina?
14. Apakah ada bimbingan rutin khusus siswa tunanetra di SMALB-A
Pembina?
15. Bagaimana peran orangtua dalam mendukung kegiatan pembelajaran IPS?
16. Apakah siswa tunanetra SMALB-A Pembina Jakarta ada keinginan untuk
melanjutkan sekolah ke perguruan tinggi?
C. Pedoman Wawancara Untuk Siswa/Siswi di SMALB-A Pembina Tingkat
Nasional
1. Apakah kamu sudah bersekolah disini sejak jenjang SD hingga SMA?
2. Selain belajar di sekolah, apakah kamu juga belajar dirumah atau tempat
khusus lain juga? Media apa sajakah yang sering digunakan saat belajar di
luar sekolah?
3. Dari umur berapakah kamu mulai berkurang penglihatan? Apakah sejak
lahir atau seperti apa? termasuk yang penglihatan yang tunanetra low
vision atau total blind?
4. Berapakah jumlah saudara kandung kamu dirumah saat ini? Apakah
saudara kamu juga termasuk tunanetra atau tidak?
5. Apakah jika dirumah kamu sering bermain keluar dengan teman-teman
pada umumnya?
6. Mata pelajaran apa memang yang paling digemari kalau dikelas?
7. Sudah sampai manakah materi pembelajaran IPS di kelas saat ini?
8. Apakah kamu mengalami kesulitan dalam pembelajaran IPS?
9. Bagaimana cara guru dalam pembelajaran IPS di kelas, apakah sudah baik
atau masih memiliki kekurangan? Bahasa yang digunakan apakah sudah
baik, jelas dan lancar?
10. Dalam evaluasi pembelajaran seperti ulangan harian atau Ujian Tengah
Semester atau Akhir, bagaimana persiapan kamu dalam menghadapi
evaluasi tersebut?
11. Sumber belajar apakah yang sering kamu gunakan selain buku?
12. Bagaimana interaksi kamu di kelas? Apakah kamu termasuk siswa yang
aktif dan sering bertanya?
13. Apakah kamu memiliki sifat keterbukaan terhadap guru atau teman jika
mengalami kesulitan atau menghadapi masalah di sekolah?
14. Apakah kamu memiliki pengalaman menarik selama bersekolah di sini?
15. Apakah kamu mengalami kesulitan saat berinteraksi dengan orang normal
atau orang awam pada umumnya diluar sana?
16. Bagaimana untuk penilaian mata pelajaran IPS kamu sendiri? Apakah
sudah melewati KKM atau masih suka remedial atau memang sudah bagus
dan baik?
17. Apakah dalam pembelajaran IPS hanya belajar di dalam kelas atau kadang
juga belajar di luar kelas?
18. Materi dan hal apa yang paling menarik menurut kamu dalam
pembelajaran IPS?
19. Apakah pembelajaran IPS itu sangat penting dan bermanfaat bagi kamu
sendiri?
20. Apakah kamu ada keinginan untuk melanjutkan sekolah ke perguruan
tinggi?
LAMPIRAN 5

LEMBAR OBSERVASI AKTIVITAS BELAJAR

Nama Sekolah : SMALB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta


Waktu : 09.35 s.d selesai
Tanggal : 24 September 2018
Kelas : X (Sepuluh)
Jumlah : 4 Siswa

NO ASPEK YANG DIAMATI KOMENTAR

I Pra Pembelajaran

1. Tempat duduk masing-masing Tempat duduk masih dapat digunakan,


siswa dan layak dipakai tersusun rapi

2. Kesiapan menerima Masih ada beberapa yang tidak siap


pembelajaran karena belum bisa memfokuskan diri
dan tidak mendengarkan

II Kegiatan Membuka Pelajaran

1. Siswa menjawab salam dan Siswa menjawab salam dan


mendengarkan guru mendengarkan guru

2. Mendengarkan penjelasan Hampir semua siswa mendengarkan


tentang kompetensi yang materi yang disampaikan namun ada
hendak dicapai beberapa siswa yang belum mengerti
materi yang telah disampaikan

III Kegiatan Inti Pembelajaran

A. Penjelasan materi pelajaran

1. Memperhatikan penjelasan Ya, siswa memperhatikan, namun ada


ulang materi pelajaran siswa yang tidak memperhatikan
karena mereka tidak mengerti

2. Bertanya atau mengungkapkan Hanya beberapa siswa saja yang aktif


gagasam saat proses penjelasan bertanya, beberapa siswa lainnya malu
materi pembelajaran. dan tidak bisa menjelaskan.

3. Interaksi antara siswa-guru, Interaksi yang dilakukan guru kepada


siswa-materi pelajaran siswa-siswi amat cukup baik. Guru
selalu menanya kepada siswa dan
mengulang materi jika siswa ada yang
belum dimengerti. Respon dan simpati
guru juga sangat baik, guru mendatangi
siswa jika siswa tersebut mengalami
kesulitan saat pembelajaran.

B. Pendekatan/Strategi Belajar

1. Keterlibatan dalam kegiatan Semua terlibat, namun ada saja siswa


belajar yang diam

2. Mengemukakan pendapat Ya, untuk anak yang aktif sudah baik.


ketika diberikan kesempatan Namun anak yang tidak aktif harus
diberikan perhatian lebih dulu.

3. Mencatat penjelasan yang Siswa hanya menulis kembali yang ada


disampaikan guru di buku pelajaran.

4. Mengikuti proses pembelajaran Sebagian siswa saja tetapi dipelajaran


tertentu siswa sangat menikmati.
Misalnya olahraga, keterampilan,
musik dan lainnya.

C. Pemanfaatan Media
Pembelajaran/Sumber Belajar

1. Interaksi antara siswa dan Media pembelajaran cukup memadai


media pembelajaran yang dan digunakan sesuai materi namun ada
digunakan guru materi yang disampaikan tetapi tidak
ada medianya.

2. Tertarik pada materi yang Sangat tertarik karena membuat siswa


disajikan dengan media menjadi lebih mudah dengan adanya
pembelajaran media mereka mudah meraba dari apa
yang dibayangkan.

3. Ketekunan dalam mempelajari Cukup baik, karena keterbatasan waktu


sumber belajar yang ditentukan jam pelajaran disekolah maka guru
guru
memberikan tugas rumah kemudian
mereka mencari pada sumber belajar
lainnya.

D. Penilaian Proses

1. Mengerjakan tugas/latihan yang Siswa mengikuti perintah guru, dan


diberikan guru siswa mengerjakan apa yang telah
ditugaskan oleh guru.

2. Menjawab pertanyaan guru Hanya sebagian saja.


dengan benar dan berpartisipasi
aktif.
E. Penggunaan Bahasa

1. Mengemukakan pendapat Ya.

2. Mengajukan pertanyaan Ya.

IV PENUTUP

Keterlibatan dalam memberi Kadang-kadang saja selebihnya harus


rangkuman/kesimpulan guru yang memberikan kesimpulan.
LEMBAR OBSERVASI AKTIVITAS BELAJAR

Nama Sekolah : SMALB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta


Waktu : 08.15 s.d selesai
Tanggal : 19 September 2018
Kelas : XI (Sebelas)
Jumlah : 4 Siswa

NO ASPEK YANG DIAMATI KOMENTAR

I Pra Pembelajaran

1. Tempat duduk masing-masing Siswa-siswi telah menempati tempat duduk


siswa sesuai dengan denah dan teratur

2. Kesiapan menerima Siswa siap menerima materi yang akan


pembelajaran dipelajari

II Kegiatan Membuka Pelajaran

1. Siswa menjawab salam dan Siswa-siswi menjawab pertanyaan guru


mendengarkan guru baik seputar pelajaran maupun bukan

2. Mendengarkan penjelasan Ada beberapa siswa-siswi yang


tentang kompetensi yang mendengarkan penjelasan guru dan ada
hendak dicapai pula yang tidak

III Kegiatan Inti Pembelajaran

A. Penjelasan materi pelajaran

1. Memperhatikan penjelasan Ada beberapa siswa-siswi yang


ulang materi pelajaran mendengarkan penjelasan guru dan ada
pula yang tidak, karena psikomotorik
mereka ada yang kurang jadi harus lebih
pelan-pelan dan sabar dalam menjelaskan
materi

2. Bertanya atau mengungkapkan Siswa-siswi kurang aktif bertanya


gagasam saat proses penjelasan mengenai materi namun hanya ada satu
materi pembelajaran. siswa yang bertanya dan aktif didalam
kelas.

3. Interaksi antara siswa-guru, Interaksi guru dan siswa cukup baik pada
siswa-materi pelajaran saat membahas materi pelajaran.

B. Pendekatan/Strategi Belajar

1. Keterlibatan dalam kegiatan Hampir sebagian besar siswa aktif dalam


belajar kegiatan belajar meskipun ada beberapa
yang tidak terlibat dan tidak
memperhatikan

2. Mengemukakan pendapat Siswa-siswi masih malu-malu dan


ketika diberikan kesempatan canggung untuk mengemukakan pendapat

3. Mencatat penjelasan yang Ada beberapa siswa yang mencatatat


disampaikan guru materi tanpa diperintah guru

4. Mengikuti proses pembelajaran Hampir seluruh siswa sudah mengikuti


proses pembelajaran dengan baik

C. Pemanfaatan Media
Pembelajaran/Sumber Belajar

1. Interaksi antara siswa dan Media pembelajaran cukup memadai


media pembelajaran yang dan digunakan sesuai materi namun ada
digunakan guru materi yang disampaikan tetapi tidak
ada medianya.

2. Tertarik pada materi yang Sangat tertarik karena membuat siswa


disajikan dengan media menjadi lebih mudah dengan adanya
pembelajaran media mereka mudah meraba dari apa
yang dibayangkan.

3. Ketekunan dalam mempelajari Cukup baik, karena keterbatasan waktu


sumber belajar yang ditentukan jam pelajaran disekolah maka guru
guru memberikan tugas rumah kemudian
mereka mencari pada sumber belajar
lainnya.

D. Penilaian Proses

1. Mengerjakan tugas/latihan yang Siswa mengikuti perintah guru, dan


diberikan guru siswa mengerjakan apa yang telah
ditugaskan oleh guru.

2. Menjawab pertanyaan guru Hanya sebagian saja.


dengan benar dan berpartisipasi
aktif.
E. Penggunaan Bahasa

3. Mengemukakan pendapat Ya.

4. Mengajukan pertanyaan Ya.

IV PENUTUP

Keterlibatan dalam memberi Kadang-kadang saja selebihnya harus


rangkuman/kesimpulan guru yang memberikan kesimpulan.
LEMBAR OBSERVASI AKTIVITAS BELAJAR

Nama Sekolah : SMALB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta


Waktu : 07.00 s.d selesai
Tanggal : 11 September 2018
Kelas : X (Sepuluh)
Jumlah : 4 Siswa

NO ASPEK YANG DIAMATI KOMENTAR

I Pra Pembelajaran

3. Tempat duduk masing-masing Tempat duduk masih dapat digunakan,


siswa dan layak dipakai tersusun rapi.

4. Kesiapan menerima Sebagian besar siswa siap menerima


pembelajaran pembelajaran, namun ada beberapa
yang tidak siap karena belum bisa
memfokuskan diri.

II Kegiatan Membuka Pelajaran

3. Siswa menjawab salam dan Siswa menjawab salam dan


mendengarkan guru mendengarkan guru, namun ada
beberapa siswa yang responnya diam
atau sibuk sendiri.

4. Mendengarkan penjelasan Hampir semua siswa mendengarkan


tentang kompetensi yang materi yang disampaikan namun ada
hendak dicapai beberapa siswa yang belum mengerti
materi yang telah disampaikan

III Kegiatan Inti Pembelajaran

A. Penjelasan materi pelajaran

4. Memperhatikan penjelasan Ya, siswa memperhatikan.


ulang materi pelajaran
5. Bertanya atau mengungkapkan Hanya beberapa siswa saja yang aktif
gagasam saat proses penjelasan bertanya, beberapa siswa lainnya malu
materi pembelajaran.
dan tidak bisa menjelaskan.

6. Interaksi antara siswa-guru, Interaksi yang dilakukan guru kepada


siswa-materi pelajaran siswa-siswi amat cukup baik. Guru
selalu menanya kepada siswa dan
mengulang materi jika siswa ada yang
belum dimengerti. Respon dan simpati
guru juga sangat baik, guru mendatangi
siswa jika siswa tersebut mengalami
kesulitan saat pembelajaran.

B. Pendekatan/Strategi Belajar

5. Keterlibatan dalam kegiatan Semua terlibat, namun ada saja siswa


belajar yang hiperaktif.

6. Mengemukakan pendapat Ya, untuk anak yang aktif sudah baik.


ketika diberikan kesempatan Namun anak yang tidak aktif harus
diberikan perhatian lebih dulu.

7. Mencatat penjelasan yang Siswa hanya menulis kembali yang ada


disampaikan guru di buku pelajaran.

8. Mengikuti proses pembelajaran Sebagian siswa saja tetapi dipelajaran


tertentu siswa sangat menikmati.
Misalnya olahraga, keterampilan,
musik dan lainnya.

C. Pemanfaatan Media
Pembelajaran/Sumber Belajar

4. Interaksi antara siswa dan Media pembelajaran cukup memadai


media pembelajaran yang dan digunakan sesuai materi namun ada
digunakan guru materi yang disampaikan tetapi tidak
ada medianya.

5. Tertarik pada materi yang Sangat tertarik karena membuat siswa


disajikan dengan media menjadi lebih mudah dengan adanya
pembelajaran media mereka mudah meraba dari apa
yang dibayangkan.

6. Ketekunan dalam mempelajari Cukup baik, karena keterbatasan waktu


sumber belajar yang ditentukan jam pelajaran disekolah maka guru
guru
memberikan tugas rumah kemudian
mereka mencari pada sumber belajar
lainnya.

D. Penilaian Proses

3. Mengerjakan tugas/latihan yang Siswa mengikuti perintah guru, dan


diberikan guru siswa mengerjakan apa yang telah
ditugaskan oleh guru.

4. Menjawab pertanyaan guru Hanya sebagian saja.


dengan benar dan berpartisipasi
aktif.
E. Penggunaan Bahasa

5. Mengemukakan pendapat Ya.

6. Mengajukan pertanyaan Ya.

IV PENUTUP

Keterlibatan dalam memberi Kadang-kadang saja selebihnya harus


rangkuman/kesimpulan guru yang memberikan kesimpulan.
LAMPIRAN 6

TRANSKIP WAWANCARA

Kepala Sekolah SMALB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta

Hari/Tanggal : Kamis/20 September 2018


Narasumber : Drs. Triyanto Murjoko, M.Pd.
Waktu : 10.21 WIB

Keterangan:
P : Peneliti
T : Triyanto Murjoko

P : “Bagaimana latar belakang sejarah berdirinya SMALB-A Pembina


Tingkat Nasional Jakarta ?

TM : “SMALB-A Pembina tingkat nasional ini kan merupakan jenjang atau


bagian dari SLB-A Pembina Tingkat Nasional. SLB-A pembina tingkat
nasional ini, kalau sekarang sebutannya sebagai sekolah model atau dulu
itu sekolah percontohan ya seperti itu, ini dibangun tahun 1981 itu
sebagai sekolah non-konvensional artinya tidak sama dengan sekolah-
sekolah lain pada umumnya gitu ya, tidak samanya di apa? SLB-A
pembina dilengkapi dengan fasilitas tempat untuk diklat bagi guru-guru
khusus di seluruh Indonesia. Nah SLB-A pembina ini sekolah
percontohan untuk pelayanan khususnya untuk tunanetra, jadi di
Indonesia itu yang di tingkat Nasional hanya ada disini kemudian
dibarengin ada beberapa ditingkat provinsi, sekolah pembina dengan
tingkat provinsi untuk jangkauan yang lebih luas tentunya. Jadi SLB-A
pembina ini sebagai sekolah percontohan kemudian sebagai lab juga
untuk pengembangan kompetensi gurunya prakteknya pratek gurunya, ini
pengembangannya disini itu di awal-awal tahun 1981 sampai 1984 yang
dimana itu baru ditempatkan disni. Dan merupakan UPT dari kementrian
pendidikan dan kebudayaan ditanganin langsung oleh kementrian
pendidikan dan kebudayaan tapi 2000 itu begitu ada otonomi daerah,
SLB-A pembina tingkat nasional ini dibina oleh Provinsi, artinya bahwa
sekolah itu menjadi tanggungjawab provinsi. Setelah statusnya pembina
tingkat nasional bagaimana? Karena begitu sudah dialihkan itu kita
menjadi sekolah yang konvensional, sekolah biasa aja walaupun
namanya pembina tingkat nasional tapi menjadi sekolah konvensional
seperti sekolah-sekolah yang lain tidak ada untuk pelatihan walaupun
fasilitasnya ada kan gitu. Nah kita melayani pendidikan ini dari jenjang
TK-SMA (TKLB-SDLB-SMPLB-SMALB) yang berkebutuhan khusus
tunanetra, ini kita awalnya sejarah dari SLB-A Pembina Tingkat
Nasional gitu sebenarnya pembina tingkat nasional itu ada 4, ada bagian
A di Jakarta, bagian B di Bali, bagian C di Malang, Bagian D di
Makassar oh ada 5 yang satu lagi Bagian E di Medan gitu barengan
semua itu tahun 1981 jadi dibangun sekolah pembina itu ada di 5
wilayah. Nah guru-gurunya tentu saja gurunya memang ini lulusannya
dari sarjana pendidikan luar biasa yang mengajar disini atau dulu sejak
yang awal-awal ada SGPLB (Sekolah Guru Pendidikan Luar Biasa) nah
sekarang kan syaratnya memang harus sudah S1 jadi semuanya harus
sarjana pendidikan luar biasa dari kampus-kampus yang ada di Indonesia
gitu dan ini tuh tahun 1981 diresmikan oleh Presiden di sekolah ini
berbarengan sebenarnya dengan pembina-pembina yang lain itu tapi
diresmikan secara simbolisnya disini untuk Bali dan Malang juga sama.

P : “Pak ini yang sudah saya liat observasi kemarin dalam satu gerbang ini
ternyata dibelakang juga ada sekolah luar biasa lainnya lagi, boleh tau
pak apa itu masih dalam satu lingkup SLB-A pembina tingkat Nasional
Jakarta ini atau beda lagi ya pak ?”

TM : “Beda, nomenklaturnya tuh beda jadi dia adalah sekolah yang awalnya
dulu ada sekolah milik sudah dinas pendidikan punya DKI Jakarta gitu,
makanya kemudian dia sekarang namanya SLB Negeri 1 kalau dulu
namanya SLB Negeri Bagian A Jakarta nah sekarang SLB Negeri 1 gitu
karena bersejajar sekarang negeri 1 negeri 2 negeri 3 negeri 4 kan begitu
tuh,

P : “Berarti kebutuhan khususnya disana beda juga ya pak?”

TM : “Beda, dia saat ini menanganin yang tunagrahita dan tunarungu.”

P : “Berapa lama bapak/ibu menjadi kepala sekolah?”

TM : “Sudah empat tahun, satu periodenya 4-5 tahun ya. Sebelum jadi kepala
sekolah disini yah menjadi guru biasa aja di SLB Pembina ini.”

P : “Berapa jumlah siswa di SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta


ini?”

TM : “Jumlah siswanya dirinci aja ya dari TKLB ada 6 siswa, SDLB ada 46
siswa, kemudian SMPLB ada 19, SMALB ada 17, jadi semua totalnya
ada 88.”

P : “Itu jumlah siswa yang untuk tahun ajaran baru ini ya pak?”

TM : “Iya yang aktif untuk tahun ini.”

P : “Berarti untuk asal daerah siswa itu sendiri tidak yang untuk tinggal
deket-deket daerah sini aja ya pak karena ini kan katanya Pembina
Tingkat Nasional ya jadi bisa dari daerah-daerah lain juga pak?”

TM : “Ya, kita kan ngikut kan sekali lagi ini kan sekarang udah punyanya
DKI sebetulnya gitu, nah ada yang datang dari mana mana.”

P : “Apa saja keunggulan dari SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta?”

TM : “Secara akademik anak-anak kita memang punya kemampuan rata rata


ya jadi yang dikita ini secara akademiknya baik kan gitu kemudian
keunggulan khusus dibidang keterampilan yang ada yang satu di
keterampilan musik itu yang utama ya kemudian keterampilan di bidang
olahraga juga ada ya jadi kita setiap tahun hampir dapet juara I baik
tingkat provinsi maupun tingkat nasional. Bukan hanya di seni musik ada
juga di olahraga kan gitu, contohnya kemarin itu di olahraga ada Nabil
Juara I Nasional untuk paralympic tennis meja itu Juara I Nasional
Pelajar kemudian kalau yang tahun lalu itu Juara I Nasional menyanyi
jenjang SD gitu, terus taun ini kita udah dapet juga juara III tingkat
nasional untuk menyanyi di tingkat SD.”

P : “Berarti yang mewakilkan dalam progam-progam unggulan itu berasal


dari Jenjang SD ya pak?”

TM : “Iya benar kelas 6 SD kalau enggak salah. Kalau tahun lalu itu Zizi
kelas 4 SD Juara I gitu terus Nabil itu setelah terus yang olahraga itu
tahun 2017/2018 itu tadi ada menyanyi, kalau taun sekarang belum ada
lagi kayaknya.”

P :“Berarti kalau untuk jenjang SMALB itu sendiri pak, apa ada
keunggulannya dari siswa/siswinya itu tersendiri?”

TM : “Mereka punya disamping keterampilan musik ada juga Massas dan


Komputer/IT itu yang ada di pengembangan untuk fungsionalnya anak-
anak kita tunanetra.”

P : “Apa saja progam sekolah yang ditawarkan oleh SLB-A Pembina


tingkat Nasional Jakarta ini.”

TM : “Ada dibidang keterampilan yaitu di keterampilan musik itu yang utama


ya kemudian keterampilan di bidang olahraga, terus ada juga kita
keterampilan Massasge (pijat), budidaya tanaman, angklung juga ada kita
selalu ada jadwalnya tersendiri.”

P : “Darimana pendanaan SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta?”

TM : “Pendanaan khusus semua bersih dari pemerintah, iya semuanya dari


pemerintah.
P : “Apa saja kesulitan yang ditemukan saat melayani anak-anak
berkebutuhan khusus ?”

TM : “Anak-anak ini kan secara spesifik memang punya hambatan


penglihatan dalam pembelajarannya tentu saja harus menggunakan
metode yang bervariatif itu merupakan hal yang wajar tapi variatif
artinya kalau butuh menjelaskan dengan waktu yang lebih lama durasi
waktunya lebih lama dan medianya harus lebih apa itu namanya ya yang
mudah diraba ya harus yang touchlebel medianya yang bisa diraba untuk
dia bisa memahami dengan baik contohnya kalau bangun datar gitu, kita
bisa mencotohkan ubin tapi harus ada replikanya kan gitu oh contoh ini
kan bangun datar begini atau dibuatkan dari media yang lain terus kalau
menjelaskan gambar bangunan, tiang mungkin masih diraba tapi untuk
rumah bagaimana untuk ngeraba gentingnya kan gitu jadi harus ada
media yang bisa diraba kemudian lagi karena dia tidak mengenali atau
tidak bisa membaca huruf latin maka ini harus dengan huruf simbol
braile gitu itu yang khusus ini, itu dulunya gurunya harus memahami
itu.”

P : “Bagaimana karakteristik anak tunanetra menurut pandangan bapak?”

TM : “Itu harusnya dicari di referensi aja kan gitu kalo karakteristik


pandangan menurut saya maksudnya seperti apa ya tunanetra yah begitu
apa adanya dia ada dua kategori, ada kategori low vision ada yang
kategori yang buta total kan gitu kemudian ada juga siswa siswa disini
yang tunanetra murni dan tunanetra dengan hambatan hambatan yang
lainnya, bisa tunanetra plus dengan tunagrahita, tunanetra plus dengan
tunadaksa, tunanetra plus autis ada seperti itu. Nah itulah itu semua harus
dijabarinnya sendiri-sendiri, punya karakteristik yang beda-beda kan gitu
sehingga layanannya pun kelompokkan gimana anak-anak ini kalau
hanya tunanetra murni tidak ada hambatan intelektualnya dia dilayanin
dikelompokkan sendiri kemudian yang hambatannya double kemudian
berat yah dilayanin sendiri kan gitu.”

P : “Apa perbedaan kurikulum pada umumnya dengan kurikulum di SLB


ini?”

TM : “Memang beda dengan sekolah reguler gitu, mungkin bukunya


mungkin kurikulumnya kemudian aktivitasnya itu agak beda. Kurikulum
pendidikan khusus memang sudah dibedakan, beda dari muatan
kurikulumnya itu kurikulum 2013 pendidikan khusus kan ada sendiri dan
kurikulum SMA yah SMA kita memang label belakangnya kurikulum
pendidikan khusus untuk SMALB untuk muatan kurikulumnya disitu
dijabarkan bahwa untuk SMALB itu bukan hanya yang tunanetra
seluruhnya itu muatan yang dari vokasionalnya yang lebih banyak
dimana keterampilan vokasionalnya 26 jam sendiri sama kayak seperti di
SMA gitu.”

P : “Berarti kurikulum dapat dari pemerintah disini kita ngembangin sendiri


apa bagaimana pak?”

TM : “Iya kurikulumnya dari pemerintah KI KD nya udah disusun dari


pemerintah susunan jamnya itu perminggunya berapa jam pelajaran itu
udah ada dari pemerintah kemudian materi ajarannya nanti kita
ngembangin disekolah.”

P : “Kemudian berasal dari mana saja tenaga pendidikan bagi guru-guru


disini?”

TM : “Kita ada yang lulus S1 pendidikan luar biasa itu kampusnya kan disini
ada Bandung, Jakarta, Yogyakarta, Solo gitu. Rata-rata UNS, UNJ atau
UPI asal dari perguruan tingginya ada juga yang dari swasta dan memang
tidak hanya guru pendidikan khusus atau pendidikan luar biasa, disni
juga ada sarjana musiknya ada juga sarjana apa itu bahasa Indonesia,
sarjana bahasa Inggris kayak gitu ada juga.”
P : “Tetapi pak berarti mereka juga guru lulusan dari PLB juga enggak
ya?”

TM : “Enggak juga, jadi dia memang punya S1. Contohnya pak Bambang
Setiawan, beliau itu tunanetra tapi beliau lulusan S1 Bahasa Indonesia.
Ada juga pak Hamid, Pak Dadang, Bu Wahyu itu pak Hamid S1nya
Musik kemudian Pak Dadang Bu Wahyu itu S1nya dari PAI kan gitu.”

P : “Berarti tenaga pendidikan untuk SLB itu tidak hanya dari lulusan PLB
aja ya pak?”

TM : “Iya bukan hanya PLB saja apalagi SMA yang sudah menggunakan
mapel kan gitu, mapel itu butuhn gurunya banyak bukan hanya dari PLB
saja tapi karena nggak ada juga jadi seperti itu.”

P : “Menurut bapak sendiri, bagaimana pembelajaran IPS yang diterapkan


di SMALB Pembina ini?”

TM : “Itu gimana ya pertanyaan yang bagaimana ya, itu sama aja kalau
ditanya bagaimana pembelajaran Matematika, Bagaimana pembelajaran
IPA, bagaimana pembelajaran Bahasa Indonesia, Bagaimana
pembelajaran IPS umpamanya seperti itu, iya pembelajarannya tidak
gimana ya, khususnya disekolah kita ini ya gurunya tidak berasal dari
jurusan IPS dari perguruan tinggi, gurunya adalah berasal dari PLB itu
yang pertama. Kalau materinya semuanya sesuai dengan kurikulum yang
berlaku kan gitu, ada pengayaan demi untuk menambah apa itu
pengetahuan dari anak-anak ini bukan hanya dari buku saja tapi juga ada
dari lingkungan sekitar atau juga dari sumber belajar yang lain, yah
prinsipnya pelajaran IPS yah IPS untuk anak-anak tunanetra tapi dengan
buku-buku tertulis dengan braile, buku-buku braile.”

P : “Apakah ada metode khusus yang diterapkan atau buku panduan bagi
siswa?”
TM : “Buku pegangannya ada, yah semestinya kalau ada buku pegangan guru
ada, kemudian buku siswa buku pelajaran gitu ada, untuk siswa itu
sekarang udah ada untuk SMA ada bukunya udah ada kelas X, XI, XII,
buku pegangan gurunya juga ada sendiri.”

P : “Bukunya itu dicetak dari sekolah ini sendiri apa dapat dari
pemerintah?”

TM : “Bukunya dapat dari pemerintah, kita mencetak yah cetak juga artinya
cetak juga dananya dari pemerintah. Buku itu dananya dari pemerintah
jadi tidak sekolah membebankan membeli buku tidak nggak begitu.”

P : “Disekeliling sekolah ini tadi ada ruangan yang bernama ruang MDVI?
Itu ruangan apa ya pak?”

TM : “Itu ruangan MDVI itu hanya untuk apa ya begini itu ruangan yang
hanya layanan anak yang berat, artinya anak-anak yang punya hambatan
ganda lebih pokoknya adalah hambatan penglihatan dulu contohnya itu
anak siswa kami bernama jain, itu tidak bisa berjalan tidak bisa berbicara
tidak bisa melihat kan gitu, jadi ini kan butuh layanan khusus. Anak-anak
yang baru datang nangis, dari datang sampai pulang nangis kan gitu tuh
yah dia memang ada disitu seperti anak TK masih bermain masih nyanyi
supaya anak-anaknya betah dulu kan gitu walaupun tetap naik yah naik,
dia ini udah SMA kelas 1 ini dari tk sudah begitu sampai sekarang masih
begitu sehingga jalan tidak bisa, melihat tidak bisa, berbicara juga tidak,
kalau untuk pendengarannya tidak tau seberapa tapi kalau disetelin musik
goyang-goyang sih kepalannya kan gitu.

P : “Berarti yang khusus ruangan MDVI itu pelayanan siswa dari TK-SMA
ada ya pak?

TM : “Iya, ada TK SD SMP SMA cuman dia kalau disatukan nih satu kelas
muridnya cuman dua atau tiga yang satu masih bisa jalan mandiri masih
jalan ini kalau digabung dengan dia akhirnya kita banyakan ngurusin dia
kan sehingga kita pisah layanan yang muridnya ada delapan gurunya juga
ada delapan, muridnya ada empat gurunya ada empat.

P : “Lulusan atau alumni dari SLB disini apa ada yang melanjutkan
pendidikan ke perguruan tinggi pak?”

TM : “Rata-rata ya yang melanjutkan ke perguruan tinggi yah hampir


semuanya inginnya ke perguruan tinggi, tidak ada halangan bagi mereka
untuk melanjutkan pendidikan walaupun memiliki keterbatasan, yang
menerima itu ada Universitas Muhammadiyah kemudian ada UNPAM
(Universitas Pamulang) udah nerima, UIN udah pasti nerima kemudian
UNJ pasti nerima, UI menerima tetapi ini hampir sekarang enggak ada
kesulitan dengan itu tetapi enggak tau finishnya itu seperti apa kurang tau
sekarang ada godaaan lagi sih banyak yang belum lulus ini tetapi ada
yang ikut kerja di bank CIMB Niaga atau apalah gitu ya lupa, yang kerja
di Bank itu Standar Charter itu ada 4 atau 6 orang gitu kemudian di
CIMB Niaga ada 20 orang terus di Permata Bank ada 12 orang, tetapi
sampai sekarang belum tau apa ada yang gugur atau enggak, tahun lalu
CIMB Niaga membutuhkan ada 100 orang ya tetapi yah gimana lulusan
dari kita aja paling yang keluar ada satu, dua, tiga orang. Kalau lagi
terbuka lebar susah juga memenuhinya Permata Bank lagi membuka
kemudian diikuti CIMB Niaga juga membuka gitu, memang ada divisi
yang khusus bagi mereka. Yah ada juga kalau mereka enggak bisa gugur
juga harus mencapai target kalau tidak yah putus.”

P : “Bagaimana peran orangtua terhadap anak-anak yang memiliki


keterbatasan tunanetra ini?”

TM : “Yah orangtua perannya sangat besar, 80% tanggungjawabnya yah di


orangtua jadi supportnya dari mereka harus baik. Baik dibidang
pengembangan akademik maupun pengembangan dari sosio-kulturalnya
jadi seperti adabnya, walaupun sekolah juga banyak perannya tetapi itu
kan nanti mengembangkannya banyakan dirumah.”
Guru IPS SMALB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta

Hari/Tanggal : Rabu/05 September 2018


Narasumber : Dra. Cucu Nuraeni
Waktu : 11.13 WIB

Keterangan:
P : Peneliti
CN : Cucu Nuraeni

P : “Kurikulum apa yang diterapkan di SMALB-A Pembina tahun


2018/2019?”
CN : “Kalau kurikukulum kami semuanya pakai kurikulum 2013. Kemudian
pendekatannya scientific juga terus ada model-model pembelajaran lebih
banyak kepada ada yang inquiry ada yang project based learning gitu
model pembelajarannya. Kalau kurikulum dipake dari TK sampai SMA
semua jenjang udah pakai kurikulum 2013. Jadi kami kan punya standar
isi sendiri punya KI KD sendiri jadi berbeda dengan sekolah reguler. Nah
KI KD yang ada di SLB SMALB itu sudah disesuaikan tidak setara
dengan sekolah reguler jadi karena kami membuat yang di SMALB ini
adalah standar kompetensi dasarnya sesuai dengan kompetensi peserta
didiknya yang tunanetra dengan hambatan. Hambatannya bisa hambatan
sosial bisa hambatan komunikasi bisa juga hambatan emosi jadi nggak
hanya tunanetra murni disertai dengan hambatan intelektual tunanetra
dengan kemampuan akademiknya berbeda tidak ke atas tetapi ke bawah
sehingga sangat fleksibel lah kurikulum yang kami miliki yang punya nya
Direktorat Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus atau
PKLK dari kompetensi dasarnya itu kalau misalkan hasil
assessment/penilaiannya tinggi maka kita naik menghindari standar yang
ada itu memainkannya di indikatornya, nanti kalau misalkan anak itu
tidak bisa mencapai KD yang ada di namanya Peraturan Direktorat
Jenderal (Perdirjen) kalau yang sekolah reguler kan standar isinya kan
ditetapkan oleh Permendikbud (Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan) kalau kita masih belum nyampai kesitu waktu itu sempat
mau disamakan dengan sekolah reguler sama permendikbud juga tetapi
ternyata dilapangan bahwa materi itu terlalu tinggi akhirnya kita
membuat standar kompetensi dasar di level PKLK dan di PKLK
kemudian disahkan oleh Perdirjen dasar dan menengah no 10. Kurikulum
ada dari pemerintah dalam hal ini PKLK atau Perdirjen punya itu
kemudian guru menganalisis KI KD itu KD ya terutama kalau KI kan
udah biarin aja kan semua jenjang itu KD nya dianalisis dipetakan
kemudian di assessment dipakai jadi kita ada dua assessment, ada
assessment akademik dan assessment non akademik nah akademik itu
semua mata pelajaran idealnya semua mata pelajaran yang akan diajarkan
kita sampaikan dulu ke anaknya kita tanyakan kita asseskan yang bisa
apa yang belum bisa apa yang sudah dikuasai apa yang belum bisa apa
yang dibutuhkan apa.”
P : “Apa yang membedakan pembelajaran IPS di SMA dengan SMALB-A
(Tujuan, isi/materi, media, strategi dan proses belajar mengajar mulai
dari perencanan sampai penutup?”
CN : “Jadi kita sama ya perangkat pembelajaran yang dituntut mulai dari
menyusun progam tahunan (Prota), progam semester (Prosem), silabus
kemudian RPP, RPPnya itu bisa kemudian bentuknya homogen bisa juga
heterogen tergantung pada murid saya misalkan murid saya ada empat
warna misalkan kemampuannya ada yang standar, ada yang dibawah
standar ada yang diatas standar misalnya kan gitu ya makanya kita mesti
membuat PPI (Progam Pembelajaran Individual) kalau RPP langkah-
langkahnya sama dengan sekolah reguler komponen-komponen yang ada
di RPPnya sama. Formatnya sama tetapi materi bisa sama bisa berbeda
tergantung assement yang jelas kita di SLB ini tidak pakai KI Kdnya
sekolah reguler kita punya sendiri kecuali kalau anaknya itu tunanetra
yang ada di SLB secara intelektualnya rata-rata atau diatas rata-rata maka
kita menggunakan KI Kdnya sekolah reguler harusnya mereka yang
secara intelektualnya bagus harus masuk ke inklusi tetapi anak-anak dan
orangtua terutama katanya belum siap gitu alasannya mereka maunya di
SLB dulu belum siap disekolah reguler maka secara konsekuensinya
sekolah ini harus menyiapkan kurikulum sekolah reguler bagi anak-anak
yang secara intelektual rata-rata bagus atau diatas rata-rata nah ini
kebanyakan dipakai dijenjang SD kebanyakan seperti itu begitu karena
jenjang SD ini belum terseleksi nanti begitu kelas enam mereka ketauan
terseleksi dia mau lanjut ke SMPLB atau mau ke SMP reguler gitu
biasanya sih dengan anak hambatan anak tadi yang saya tanda kutip
sosial, emosi maupun intelektual dia biasanya masuk ke SMPLB
kemudian masuk ke SMALB tetapi kalau secara seleksi alam saja ya
secara intelektual bagus baru SD aja dia udah ikut misalkan dia tidak
hanya ikut USBD aja tidak hanya ikut ujian berstandar nasional
(UASBN) tetapi dia ikut juga ada UN juga gitu maka dia ikut dapat
SKHUN biasanya anak-anak yang seperti itu melanjutkannya ke sekolah
reguler.”
P : “Metode apa yang digunakan dalam pembelajaran IPS?”
CN : “Saya mengajar IPS tetapi saya tidak seperti guru IPS pada umumnya
punya legalisasi ijazahnya mungkin apa sarjana IPS atau apa kalau saya
kan enggak, basic saya adalah jurusan Pendidikan Luar Biasa kemudian
saya diberikan tugas mengajar IPS mungkin kalau ilmu IPS itu kan bisa
dipelajari, disini jarang guru berlatar belakang bidang studi karena kami
di Dapodik juga bermasalah kalau ada guru mapel di SLB gitu
diharapkannya sama SMA itu guru kelas begitu di SLB itu jadi guru
mapel itu sertifikasinya sedikit bermasalah gitu itu kalau
dihubungkannya kemudian metodenya dikelas bervariasi yah ceramah
bervariasi, metode ceramah, metode diskusi gitu lalu tanya jawab sama
aja begitu hampir sama tergantung pada karakteristik para peserta didik
dan karakteristik bahan ajar yang mau diajarkan materinya.”
P : “Pendekatan apa saja yang digunakan dalam pembelajaran IPS?”
CN : “Itu tadi saya sudah katakan yang scientific, tetapi scientific itu bukan
satu-satunya bisa kita kombinasikan dengan model pembelajaran atau
dengan apa begitu.”
P : “Bagaimana cara interaksi guru dengan siswa tunanetra dalam
pembelajaran dikelas?”
CN : “Interaksinya yah interaksi pembelajaran aktif dimana guru disitu
mestinya sebagai fasilitator, sedikit apapun sesuai kemampuan peserta
didik menempatkan kita guru sebagai fasilitator dan student center itu
peserta didik yang aktif jadi biarkan aja mereka mencari sendiri, dia
menemukan sendiri gitu tetapi tetap guru ada disamping.”
P : “Media pembelajaran apa saja yang digunakan dalam proses
pembelajaran IPS di SMALB-A Pembina?”
CN : “Media yang kami miliki ada yang beberapa yang sama dan cocok
dengan KDnya yang ada seperti kami menggunakan penampakan bumi
yah kita menggunakan atlas pergunakan peta pergunakan globe. Tetapi
kalau untuk sejarah kita enggak punya gitu masih enggak ada medianya
belum ada peraga paling hanya tanya jawab ceramah begitu saja sih
bersifat cerita kebanyakan atau kalau sejarah masih kayak ke CD gitu
tentang perjuangan kan kemudian masih dalam bentuk buku siswa atau
buku guru terus yah lingkungannya sendiri, lingkungan sekitar
rumahnya, lingkungan sekitar sekolah mungkin mengajarkan ekonomi itu
kan pasar bisa jadi pusat sumber belajar gitu.”
P : “Berarti anak-anak tidak hanya terpaku belajar di dalam kelas?”
CN : “Iya misalkan tentang ekonomi, kita bawa ke pasar gitu, bentuk-bentuk
tempat jual-beli, fungsi pasar, fungsi fasilitas umum dan sebagainya. Alat
media kita juga kita modifikasi dulu, jadi kita timbulkan pada dasarnya.
Kalau ada gambar dia harus ditimbulkan namanya huruf braille bacanya
dengan jari.
P : “Apakah ada pengaturan khusus tata letak tempat duduk/tata ruang bagi
siswa tunanetra pada saat kegiatan pembelajaran di kelas?”
CN : “Jadi di kita tempat duduknya lebih terbuka ya supaya kita guru juga
mudah mengontrol terus tidak menghambat mobilitasnya dia masih tetap
bisa bergerak bebas kalau kayak SD kan berjajar gitu kalau kita mungkin
karena peserta didiknya juga yang ada disitu sedikit SMA itu satu
kelasnya empat empat gitu jadi satu kelas itu hanya ada 4 orang adanya
sekarang gitu. Jadi kita kalau SMA itu 1:8 maksimal kalau lebih dari 8
itu harus dibagi dua kelas.”
P : “Bagaimana cara mengevaluasi pembelajaran IPS bagi siswa
tunanetra?”
CN : “Jadi sama sesuai penilaian ya, ada sistem pedoman penilaian anak
berkebutuhan khusus terus ada penilaian harian/mingguan maksudnya
terus nanti ada akhir Bab ada penilaian tengah semester ada penilaian
akhir semester sama akhir tahun sama sih bentuk penilaiannya cuman
kita sih di braille aja soal-soalnya.”
P : “Apakah siswa tunanetra disini ada keinginan untuk melanjutkan
sekolah ke perguruan tinggi?”
CN : “Iya pada umumnya anak-anak yang tamat SMA disini mereka
melanjutkan kuliah. Ada yang ikut jalur negeri ada juga yang di swasta
gitu ya, di UIN sendiri juga banyak kayaknya tiap tahun ada di IKIP juga
ada kemarin ada tetapi nggak lulus katanya terus di UMJ juga ada tiap
tahun sama seperti lain namanya rezeki tergantung nasib ya ada yang
dapat di UIN, UMJ ada yang di UNJ jadi walaupun disini hanya SMALB
ya jadi gini rute jalurnya dia itu TK-TKLB kan gitu ya terus SD-SDLB
kemudian SMP-SMPLB lalu SMA-SMALB. Masuk SD kemudian ada
dua cabang SD itu bisa melanjutkan ke SMP bisa ke SMPLB nah
sementara yang di SMP reguler kan dia bisa lanjut ke SMA reguler lagi
dan dia ada kemungkinan kalau dia nggak mau melanjutkan di inklusi dia
balik ke SMALB gitu ya sementara yang di SMALB itu dari SMPLB ke
SMALB aja nggak bisa masuk ke SMA umum itu yang diaturan tetapi
dengan kemudahannya akses pendidikan anak-anak berkebutuhan khusus
sekarang dari SMPLB bisa juga ke SMA Reguler kalau ke SMALB itu
udah biasa kemudian dari SMALB itu kan udah final tuh disini kemudian
perguruan tinggi masih membuka memberi kesempatan silahkan gitu ya
untuk melanjutkan di perguruan tinggi nah kemudian kurikulumnya di
SMALB itu IPS tuh hanya 2 jam per minggu jadi IPS itu namanya IPS
terpadu seperti di SMP sekarang ya itu bedanya salah satunya di SMALB
bentuknya terpadu dalam satu buku itu ada semua IPSnya ekonomi,
sosiologi, geografi, kependudukan, sejarah lengkap pokoknya tetapi
waktunya hanya 2 jam aja coba itu memang kenapa karena di SMALB
itu lebih dari separuhnya 70% kemandirian keterampilan sementara 30%
itu akademiknya pengetahuan seperti IPS 2 jam Bahasa Indonesia 2 jam
Matematika 2 jam Bahasa Inggris 2 jam PKn 2 jam jadi yang
akademiknya itu pengetahuannya hanya 12 jam perminggu. IPA, IPS,
PKn, Matematika, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris kemudian Olahraga
itu sama kurikulumnya sama dengan sekolah umum cuman kalau umum
kan diambil IPS berapa jam 7 jam gitu kan kalau dia ambil progam IPS 7
jam kalau dia ambil progam Bahasa yah Bahasanya yang tinggi kalau di
SLB itu keterampilannya yang tinggi sampai 24 jam perminggu itu untuk
kelas X keterampilannya, kelas XI XII itu keterampilannya 26 jam
perminggu jadi tinggi sekali vokasionalnya jadi nanti anak itu diharapkan
setelah tamat SMALB itu punya keterampilan kalau dia Massas yah ahli
Massas kalau dia operator yah ahli operator gitu sekarang satu anak
hanya boleh milih satu keterampilan. Untuk keterampilan sih ada banyak
ada enam kalau nggak salah tetapi nanti sesuai kemampuan anaknya mau
apa minatnya. Jadi untuk IPS hanya 2 jam perminggu.”
P : “Apakah ada kegiatan lain selain di kelas bagi siswa di SMALB-A
Pembina?”
CN : “Yah mengenal lingkungan ya tetapi kadang-kadang berkendala dengan
keadaan. Dia belajar dengan alam dan lingkungan mengenal kemudian
berbakti sosial kemudian apa gitu yang lain pelajaran ekstrakurikuler
pramuka yang banyak menunjang kepada pembelajaran IPS. Kegiatan
ekstrakurikuler yang wajib pramuka. Kalau yang pilihan disini ada
angklung, kemudian band ya kemudian olahraga.”
P : “Adakah pengaruh ekstrakulikuler/kegiatan lain bagi pemahaman anak
tunanetra?”
CN : “Sangat sih lebih sangat memberikan pengalaman real pengalaman
langsung nyata gitu teorinya sedikit tetapi praktisnya banyak gitu
sehingga untuk melatih kemandirian anak. Saling menunjang jadinya
berpengaruh dikelas.”
P : “Apa saja hambatan yang terjadi pada kegiatan belajar mengajar di
SMALB-A Pembina?”
CN : “Kalau sekarang sih ini aja masih keterbatasannya di bahan alat peraga
tadi yang tekstual yah seperti atlasnya itu kalau ditimbulkan belum bisa
terakses banyak untuk anak-anak itu karena dibuat lebar salah dia
membacanya dibuat kecil terlalu susah untuk membedakannya kan gitu.
Dulu pernah badan geofisika itu membuat atlas yang besar bisa diliat
diperpustkaan atlas yang besar kemudian globe yang besar kemudian
susah dimasukkinnya lewat pintunya juga sama jadi kita bawanya yang
kecil aja. Kendalanya yah itu kita keterbatasan alat peraga sementara ini
kalau buku kan kita dapatnya mentahnya dapatnya buku awas seperti tadi
terus kita konversi ke braille tidak seperti sekolah yang tunarungu atau
yang lain kalau dapet buku langsung bisa dipakai kalau kita kan enggak
kita harus mengolah dahulu. Jadi sampai tahun ini pemerintah
mempunyai buku awas kemudian memberikan sekolah kami menjadi
pusat sumber jadi dari pemerintah tuh ada satu membuat konversi ke
braille kemudian sekalian ini kami mencetak untuk kebutuhan kami
sendiri dan kemudian diberikan si master copynya tadi si master braille
tadi ke 50 sekolah di Indonesia yang tunanetra untuk mencetak sendiri
kenapa dicetak disekolah masing-masing pertama kalau di cetak di
Jakarta biaya kirimnya mahal yang kedua belum tentu sesuai dengan
jumlah peserta didik yang ada kita kasih 10 padahal anaknya hanya 5
misalkan kan mubazir atau misalkan disana membutuhkan 15 kemudian
dikirimnya hanya 10 nah kalau dikasihkan bahan mentahnya mereka
mencetak di sekolah masing-masing kenapa karena pemerintah pusat
juga dalam arti disini Direkotrat PKLK itu sudah memfasilitasi sekolah-
sekolah memiliki printer braille supaya di aktifkan dan diberi dana juga
mencetak kalau di SLB sini dapat proyeknya boompernya dua boomper
dari boomper untuk ahli aksara dari huruf awas ke huruf braille dan itu
dibagi untuk ke seluruh Indonesia dan boomper untuk mencetak kami
sendiri gitu itu semua sekolah dapat dananya nah jadi pemerintah
memberikan buku tetapi harus diolah dulu disini karena pemerintah
nggak punya kalau dulu dicetak pemerintah kami diberi menerima tetapi
kan yang mengerjakan kan disini juga bisa aja sih mungkin pemerintah
memberikan diambil oleh pihak pemerintah penggandaannya segala
macam terus dia yang distribusi. Jadi hambatannya itu tadi dari alat
peraga sama buku itu tadi kadang-kadang telat datangnya.”
P : “Apakah dalam berkomunikasi dengan anak-anak tunanetra memiliki
hambatan?”
CN : “Ada kalau itu tergantung intelektual anak pemahaman anak yah
kadang jadi gini yang diantara satu kelas tiga itu paling yang encernya
yang secara akademiknya bagus hanya satu yang lainnya perlu diulang-
ulang jadi cara mengajarnya dari waktu yang dua jam pelajaran itu sangat
sedikit karena kita daya tangkap anaknya berbeda macam-macam
kemudian dari materi yang harus disampaikan banyak jadi waktu
kendalanya alokasi waktu yang sedikit. Itu ya tadi faktor penghambatnya
gurunya bukan berlatar belakang guru mata pelajaran kan beda sekali ya
kalau yang lulusan mata pelajaran dengan yang bukan dari model-
modelnya lebih tau untuk mata pelajaran IPS cocoknya seperti apa yang
paling pas kalau menurut saya sih nggak ada yang pas tergantung dari
karakteristik peserta didiknya kalau bahan ajar sama metodologi kan
berbeda.”
P : “Bagaimana Solusi yang ditawarkan bagi hambatan yang terjadi dalam
pelaksanaan pembelajaran IPS tersebut?”
CN : “Yah kami lebih banyak meminta anak untuk mengerjakan tugas-tugas
untuk membawa pulang dengan bantuan orangtua gitu seperti tadi kita
mau menjelaskan kapan anak mau menjalankan kompetensi dasar dari KI
4nya keterampilannya waktunya juga sudah habis jadi dibawalah ke
rumah harusnya sih ada di ekstrakurikuler tetapi ada di jam siang diluar
jam pelajaran gitu ya kadang-kadang itu juga tidak menjadi jaminan
anak-anak waktunya sudah habis yaudah pulang inginnya dia karena
jauh-jauh juga rumahnya ada yang di kebon jeruk ada yang darimana-
mana.”
P : “Apa saja Faktor pendukung kegiatan belajar mengajar di SMALB-A
Pembina?
CN : “Iya tadi mungkin ketersediaan alat peraganya yah lumayan ada
dibandingkan sekolah lain kemudian peran orangtua dalam mendukung
sangat membantu juga tapi kadang-kadang orang yang kurang mampu
secara ekonomi tetapi dia keterlibatan disekolahnya tinggi ada yang
begitu yah begitu lah karakteristik orangtuanya berbeda-beda nah dengan
adanya buku dengan adanya tugas lebih membantu melibatkan orangtua
dimana saja dia bisa berperan.”
P : “Apakah ada bimbingan rutin khusus siswa tunanetra di SMALB-A
Pembina?”
CN : “Kalau secara terstrukturnya sih kami tidak ada kami melakukan
bimbingan itu bedasarkan itu aja remedialnya aja melalui pengayaan
kalau khusus untuk mengajarkan IPS itu tidak ada.”
P : “Bagaimana tahapan pembelajaran IPS dikelas bagi siswa tunanetra?”
CN : “Pembelajaran dikelas mulai dari kegiatan pendahuluan pra
pembelajaran gitu kemudian kegiatan penutup bahkan kalau di awal itu
kita menyapu dulu karena anak-anak kita kan nggak bisa menyapu
dengan bersih jadi kita yang menyapu jadi kita yang harus membantu.
Iya dikegiatan pendahuluan ada apersepsi kita menyapa anak mengabsen
gitu aja sih.”
P : “Apakah dalam penguasaan materi mengaitkan dengan materi lain yang
relevan?”
CN : “Iya kadang-kadang kan kita antara pelajaran IPS ada keterkaitannya
dengan manusia dengan apa yah kita juga mengkombinasikan
mengkorelasika kalau misalnya mendukung terumata IPS dengan PKn
tuh kan kadang-kadang erat banget bahkan bukunya yang salah atau apa
ada materinya yang tumpah tindih gitu ada di IPS ada juga di PKn gitu ya
kadang-kadang juga saya bingung ini materi IPS yang mana materi PKn
yang mana nah kemudian saya tanya juga itu kan di IPS juga ada materi
yang ruang dan waktu kalau namanya dulu ada SKKDnya enak gitu ya
tentang kenampakan alam yaudah tentang materi itu aja sekarang kan di
kaitkan dengan konsep lain gitu gimana keder gitu bingung gimana guru
memahami Kdnya IPS itu juga termasuk salah satu hambatan isi Kdnya.
Itu ya anak-anak kalau belajar tentang pra sejarah itu untuk apa sih ya,
zaman batu zaman apa megalithikum atau apa yang lain ada kan ya
dahulu juga materi seperti itu katanya belajar itu kan harus bermanfaat ya
materi itu masih ada aja ya gitu. Iya untuk anak-anak saya ini tunanetra
diaplikasikannya itu ke dalam kehidupan sehari-sehari apa tuh untuk apa
saya pernah tuh belajar sekian ratus sebelum masehi kan kata anak saya
“bu tahun segitu kan saya belum lahir untuk apa saya tau tentang seperti
itu” itu kadang-kadang anak saya seperti itu. Kalau buat saya sih untuk
tunanetra lebih banyak yang aplikatif gitu ya yang mudah dipahami kalau
sejarah itu kan orang itu berbeda-beda ya ada yang tipe belajarnya
hafalan ada yang audio itu seperti pembelajaran anak tunanetra seperti itu
dan konsep pembelajaran anak tunanetra itu harus mulai dari sifatnya
yang utuh kalau yang bagian-bagian dia susah dari yang utuh dulu baru
ke parsial-parsial ke bagian-bagian gitu kalau dia tau hanya cerita aja
tentang konsep gajah itu ya dia pegang telinganya dia bilang gajah itu
yah seperti kipas kemudian dia bilang belalainya seperti paralon mungkin
gitu kan jadi kami belajar itu mulailah belajar dari model bentuk model
yang menyerupai dengan sebelumnya kami memberi intro bahwa ini
yang bukan sebenarnya ini hanya contoh kalau yang sebenernya itu kan
kulitnya tidak seperti ini gitu konsep pembelajaran anak tunanetra dari
utuh baru keparsial gitu. Iya kalau yang anak disini kan udah yang berat-
berat jadi di PKLK membuat KD (Kompetensi Dasar) itu tidak selevel
dengan sekolah reguler walaupun sama-sama SD ya atau SMA apalagi
SMA kan ada jurusan IPS IPA ya jadi gini, materi yang ada di kelas X itu
materi yang ada di kelas VII di SMP itu pun masih bukan begitu
konsepnya masih sederhana lagi namanya aja ada Ekonomi, Ruang dan
Waktu, Geografi sebagainya tapi isinya sangat sederhana. Anak-anak
juga nanya saya juga pun suka nanya misalnya dimana ya materi
pembedanya oh ini ternyata ruang dan waktu tentang sejarah, terus
kegeografiannya dimana mungkin kalau waktu itu lebih kesejarahnya
aduh kalau dulu kan enak pembelajarannya. Kan katanya belajar itu harus
yang bermakna ya kadang-kadang anak itu belajar ilmu dalil phytagoras
itu sih bu apa sih gunanya dikehidupan sehari-hari yah saya bilang kalau
orang awas untuk pengubinan atau untuk apa gitu anak-anak seperti itu
nanyanya makna dari belajar itu karena dia kan maunya yang praktis-
praktis gitu, saya bilang aja gini kamu itu belum bisa merasakan ilmu itu
manfaat ilmu itu kalau ketika kita sedang belajar tetapi saya merasakan
dahulu air atau apa daur kehidupan tuh setelah saya tua begini baru
merasakan. Saya udah mengajar dari tahun 1983 udah 35 tahun, disini
juga di SLB ini dari sejak itu kan nggak pernah dipindah-pindah juga
SLB itu sekolahnya dikit dipindahin juga susah tetapi kalau dulu-dulu
saya di sekolah reguler mendapingin anak-anak yang ada di sekolah
reguler anak-anak tunanetra yang ada di sekolah reguler itu namanya
Guru Pembimbing Khusus atau GPK disingkatnya. Kami diangkat tahun
1983-1984 itu udah tahun ini disini Sknya sih tahun 1984 ya sampai
sekarang sih guru yang disini jarang pindah ya kecuali ada kasus bukan
kasus sih ya lebih kayak kan suami istri nggak boleh dalam satu sekolah
gitu. Iya saya berlatar pendidikan kebutuhan khusus (PLB) saya nggak
punya mata pelajaran. Teman saya ada juga yang berlatar belakang
pendidikan khusus juga mata pelajaran jadi nggak mesti hanya lulusan
PLB saja, teman saya ada S1nya ada dua punya Bahasa Inggris punya
Pendidikan Khusus juga, ada juga PLB dengan Matematika, PLB dengan
Bahasa Inggris. Kalau khusus PLB sendiri yah PLB aja biasanya sih yang
muda-muda bisa dia punya pendidikan umum punya sarjana IPS terus
diangkat di SLB itu kan nggak linear, nah dia mau linear berart i ambil
PLB nya gitu. Kemudian anak kami ada aja yang lulus gitu di perguruan
tinggi ntar di UI atau di UIN dimana lah gitu ada aja yang lulus saya juga
bingung itu apa dilulusin atau gimana haha karena kan katanya susah ya
yang lain aja orang awas jarang yang masuk susah ada aja lah mereka
emang rezekinya. Kemudian akhirnya mereka-mereka beberapa yang
sudah lulus di perguruan tinggi ada yang disini juga ada yang jadi guru
disini ada berapa orang gitu guru sini yang tamatan SLB disini terus nanti
mereka ada yang kuliah di Bandung ada yang dimana-mana gitu. Mereka
walaupun memliki keterbatasan tetapi yang penting selagi ada kemauan,
selama keterbatasan itu tidak selalu disertai dengan hambatan yang tadi.
Kalau yang tunanetra murni-murni yang zaman dahulu tuh sekolah kuliah
s2 liat disana mereka pake komputer pake hp biasa aja gitu mereka
kerjanya di banyak di Bank dibagian operator atau nasabah yang
menghubungi nasabah yang mau pake kartu kredit atau apa gitu ya itu
banyak tunanetra di bank permata di bank mega banyak di carefour atau
dimana banyak mereka dunia usaha yang mengrekrut anak-anak
disabilitas. Itu mungkin salah satunya manfaat dari IPS gitu kan
komunikasi, bersosialisasi kan ada keterampilan di bidang Ekonomi di
bidang Pendidikan terbukalah, mereka mau sampai SMA ngapain sampai
SMA, ijazah SMA kan sekarang kurang bermakna jadi dibuka dibuka
gitu walaupun orangtuanya secara ekonomi kurang tetapi rezekinya
banyak juga mereka bebas banyak belajar, di UNPAM itu mereka nggak
bayaran ada juga yang gratis seperti model beasiswa ya tetapi kalau
beasiswa kan tertentu kalau ini untuk yang disabilitas di UNPAM enggak
bayaran gitu.”
Guru IPS SMALB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta

Hari/Tanggal : Jum’at/07 September 2018


Narasumber : Yani, S.Ag
Waktu : 12.09 WIB

Keterangan:
P : Peneliti
Y : Yani

P : “Kurikulum apa yang diterapkan di SMALB-A Pembina tahun


2018/2019?”
Y : “Iya, kurikulum yang kita pakai kurikulum 2013, walaupun memang
dalam penulisan jadwal dan masuk jam pembelajarannya kita memang
menyesuaikan dengan mata pelajaran yang udah ada.”
P : “Apa yang membedakan pembelajaran IPS di SMA dengan SMALB-A
(Tujuan, isi/materi, media, strategi dan proses belajar mengajar mulai
dari perencanan sampai penutup?”
Y : “Mungkin kita liat dari kebutuhan anak dahulu ya, semestinya sih kita
dalam pelajaran IPS atau pelajaran apapun kita akan liat dari kurikulum
yang ada dari referensi yang ada tetapi ternyata kan yang kita liat dari
kemampuan anak walaupun kita pakai kurikulum yang ada tapi ternyata
kemampuan anak tidak sampai berarti kita turunkan dari silabus yang ada
karena kan turunannya dari kurikulum kita kan buat silabus nah dari
silabus ini kita buat sesuai dengan kebutuhan anak, anaknya
kemampuannya seperti apa nah dari anak inilah kita bisa memberikan
pelajaran yang tepat untuk mereka walaupun memang buku yang ada
menjadi referensi ditambah dengan buku yang lainnya.”
P : “Metode apa yang digunakan dalam pembelajaran IPS?”
Y : “Kita dalam RPPnya bikin scientific dan inqury ya artinya kita
menjelaskan gitu kan menjelaskan materi kemudian kita beri kesempatan
mereka untuk bertanya tanya jawab lalu kalau misalkan pada akhirnya
lalu harus berkontak langsung dengan materi yang ada misalkan yah
ketemu oranglah berinteraksi sosial kita lakukan itu. Jadi proses
pembelajaran dikelas tidak hanya belajar didalam kelas kita melihat lagi
tergantung dari materi yang ada dulu seperti apa.”
P : “Pendekatan apa saja yang digunakan dalam pembelajaran IPS?”
Y : “Iya, metodenya sih yah itu mungkin scientific terus inqury kalau
pendeketannya kita yah lebih kepada liat lagi tadi kan dari kebutuhan
anaknya, kita sih lebih kepada scientificnya nah pengajarannya
disesuaikan dengan kebutuhannya artinya misalkan materinya kita lagi
belajar tentang Indonesia yah kita sampaikan materi tentang kepulauan,
keberanekaragaman Indonesia kita kasih contoh-contoh kita tanya jawab
lebih seperti itu sih.”
P : “Maksud dari kebutuhan anak yang ibu katakan tadi bisa dicontohkan
seperti apa?”
Y : “Iya kalau dikelas ini tunanetra itu kan murni hanya keterbatasan
penglihatan saja disini kita dikasih amanah kemampuan mereka itu
variasi jadi ada yang tunanetra ditambah gangguan motoriknya enggak
kuat, jalannya enggak bisa dan kemampuan daya ingatnya kurang, kalau
misalkan sesekali nanti masuk ke kelas akan mengetahui bagaimana
pengajaran dan bagaimana ketemu anaknya jadi oh pembelajarannya
kayak gitu ya dimana ada juga anak yang diam atau banyak celetuk
tulisannya masih belum bisa masih belum kebaca, secara sosial mungkin
mereka pengen tau ngomongnya banyak tapi kan dalam kenyataannya
dalam belajar kan kita ingin tulisannya rapi lah tulisannya kebaca lah
paham sama apa yang kita sampaikan tapi itu kadang nggak sampe
bedanya gitu antara SLB dengan Sekolah Umum. Disini murid saya juga
ada yang tunanetra dengan tadi ya psikomotoriknya kurang ada juga yang
tunanetra dengan saya enggak mau mengatakan itu austis ya tetapi
mengarahkan kesana makin hari kekhususannya semakin bertambah yang
satu dia secara sosialnya bagus ngomong celatak celutuknya dalam arti
ingin mengetahui cuman dalam bacanya belum bisa masih berantakan
dan kemampuannya masih dalam hal yang sama ketika ada materi yang
sama kita tanyakan lupa gitu terus yang satunya lagi ada yang diam terus
menulisanya dengan latin tapi cenderung diam, diamnya ini yang masih
belum kita tau minatnya dimana gitu belum ketauan. Dalam teknik
pembelajaran saya berlakukan semuanya sama tetapi dalam pemahaman
itu bisa berbeda mungkin nanti kayak misalkan tadi saya kan
mengajarkan tentang upaya pencegahan kenakalan remaja saya
menyampaikannya secara langsung yah biasa saja tapi kan kalau
misalkan nanti ada yang kurang masih gak paham dalam arti beda
pemahamannya gitu ya pasti nanti mereka dari cara penulisannya
berbeda, mereka celetak celetuk dalam pembelajaran tetapi nggak
mengerti cuman kan saya mesti mengejar target dari materi yang saya
sampaikan kan diliat dari kemampuan kita liat lagi dari penilaian.”
P : “Media pembelajaran apa saja yang digunakan dalam proses
pembelajaran IPS di SMALB-A Pembina?”
Y : “Tergantung dari materi ya, kalau misalkan berhubungan dengan peta
Indonesia kita ada peta timbul yang kita sampaikan kepada mereka
kemudian mereka meraba dan perbedaan waktu itu kan masuk di
semester 1 ini itu kan pembagian waktu WIB, WITA, WIT itu kita ada
medianya kita kasih. Tapi kalau IPS dalam arti media lainnya yah yang
berhubungan saja kalau ini kebanyakan kita lisan.”
P : “Apakah ada pengaturan khusus tata letak tempat duduk/tata ruang bagi
siswa tunanetra pada saat kegiatan pembelajaran di kelas?”
Y : “Yang seharusnya memang guru lebih dekat ke anak jadi guru bisa
memperhatikan kemampuan anak dalam hal pembelajarannya cuman
kondisi disini kan dalam ruangannya enggak memungkinan kalau kita
dekatkan dan kita liat lagi kondisi kalau misalkan mereka dekat suka ada
juga yang keisengan jadi memang harus dipisahkan seperti ini bersejajar
mereka sudah langsung pada posisinya yasudah disitu mereka pada
nyaman diposisinya. Kalau dikelas lain kan juga disesuaikan karena
kemampuan mereka hampir sama jadi posisinya guru bisa ditengah dan
kepantau ini juga bisa sebenarnya tetapi saya harus banyak jalan karena
ngebantu mereka memang harus didatangi.”
P : “Bagaimana cara mengevaluasi pembelajaran IPS bagi siswa
tunanetra?”
Y : “Iya dalam mengevaluasi pembelajaran itu, saya tanya balik lagi terus
kita refleksi gitu kan materi apa yang sudah disampaikan terus ada
pertanyaan atau apa terus kita review, kita rangkum terus tanya jawab
nanti saya akan tanya kamu senang enggak dengan materi tadi gitu
karena kalau sudah kumpul itu yang tadi saya bilang banyak yang celatak
celutuk pasti jadinya ramai kemudian saya tanya kamu senang enggak
dengan materi itu pada akhirnya saya balikin lagi mungkin dengan materi
yang masuk ke dia supaya dia juga nyambung dengan ada yang lelucu-
lucuannya juga disesuaikan.”
P : “Apakah ada sumber belajar yang lain diperoleh?”
Y : “Iya, saya ambil dari referensi Erlangga, Yudisthira jadi ambil buku dari
yang lain selain tematik yang ada.”
P : “Untuk siswa buku pegangannya apakah ada tersendiri?”
Y : “Harusnya ada buku braile yang bisa jadi pegangan mereka cuma kan
dengan proses ini kan masih semester 1 ya masih dalam proses
pembraileannya atau pencetakannya.”
P : “Apakah ada kegiatan lain selain di kelas bagi siswa di SMALB-A
Pembina?”
Y : “Kalau IPS itu kan lebih kepada sosial jadi mereka bisa praktek ketemu
ketika kegiatan pembelajaran lain artinya saya pegang yang ada 5
pelajaran utama IPA, IPS, Matematika, Bahasa Indonesia sama PKn
lebih kearah itu nah ketika pembelajarannya yang sifatnya interaksi nah
itu saya selalu bilang IPS atau ilmu sosial itu kan ilmu kalian berinteraksi
dengan masyarakat lainnya coba kalian belajar untuk menerapkan apa
yang sudah disampaikan misalkan sesuai dengan materi tentang interaksi
manusia dengan alam interaksi manusia dengan manusia yang lain gitu
nanti itu kan ada cerita kita bercerita tadi kamu ketemu siapa dan
ngapain, ada timbal balik dari hasil pembelajaran dengan apa yang
mereka lakukan diluar nanti kita akan bertanya yah mereka saling cerita.”
P : “Adakah pengaruh ekstrakulikuler/kegiatan lain bagi pemahaman anak
tunanetra?”
Y : “Kalau ekstrakurikulernya ada angklung ada musik tetapi kalau kelas
saya sendiri tidak ikut karena kemampuan mereka agak tidak sama
dengan yang lain jadi kalau misalkan dikasih kerjasama dalam satu tim
mereka nggak bisa. Yang lainnya gak ada sih cuman pengembangan diri
dan mengikuti pelajaran seperti kegiatan kerohanian kita eskulnya musik
yah itu tergantung dari kemampuan anaknya ya balik lagi dan
kebutuhannya kalau misalkan kelas saya kayaknya enggak terlalu banyak
untuk kegiatan-kegiatan diluar. Tunanetra itu ada pembelajaran muatan
lokalnya nah apa ya keterampilan vokasionalnya itu yang diterapkan
disini itu Massasge (Pijet) dan Budi Daya tanaman jadi anak-anak
diajarkan bagimana menanam memilih benih-benih terus mencari
wadahnya terus bagaimana lah berocok tanam.”
P : “Setelah saya observasi di lingkungan sekolah ini, disebelah sana ada
khusus ruangan yang disebut ruang MDVI, apakah ruang MDVI itu,
apakah sama dengan ruang kelas lainnya?”
Y : “Itu ruang belajar tetapi dengan kemampuan multidisabilitas karena tadi
kan saya bilang bahwa tunanetra sekarang ini hambatannya tidak hanya
satu di mata tetapi banyak jadi ada yang disana hambatannya di mata
netra, rungu dan perilaku ada juga yang grahita,netra dan komunikasinya
agak ribet ada lagi disana yang cuman teriak-teriak dan tidak mau
ngomong jadi disana selain jadi kelas observasi juga berupa pembinaan
dari dasar kalau disini termasuk kelas yang reguler artinya anak yang
sudah mampu berkolaborasi dengan teman-temannya belajar bersama
disana juga belajar bersama tetapi pelayanannya lebih kepada individual.
Dan dalam kelasnya juga ada murid ini kelas berapa jadi bermacam-
macam kelas juga, di Dapodik kita harus menyesuaikan juga ya anak ini
kelas berapa sesuai dengan umurnya yang harus kelas berapa walaupun
seharusnya ketika dalam pembelajaran mungkin materinya tidak seperti
yang ada di buku karena mereka untuk bisa ngomong aja bisa makan
dengan baik aja itu susah walaupun misalkan disitu ada anak yang nggak
pernah ngomong nggak pernah mau dia dikasih hafalan ayat Al-Qur’an
di handphone jadi disuruh dengerin dan kadang celetuk ngaji sedikit
hilang terus komunikasinya nggak pasif mending kalau pasif ini benar-
benar sama sekali tidak bicara nah paling nanti kalau ketika dirumah
ibunya cerita ngomong sih sesekali apa gitu yang diajarkan nah tapi dia
juga mengerti disuruh salam dicari tangan orang kemudian duduk sebelah
sana dia cari duduk sebelah sana cari dengan kondisi ketunanetraannya
tetapi dia nggak mao ngomong nah itu kan perlu pelayanan yang intensif
lah yang rutin.”
P : “Apa saja hambatan yang terjadi pada kegiatan belajar mengajar di
SMALB-A Pembina?”
Y : “Hambatannya yah karena kemampuan mereka bervariasi ya jadi saya
harus mencari targetnya gimana gitu ya. Materi yang sudah disampaikan
kadang lewat begitu aja yah walaupun kita sudah mengadakan tiap kali
pertemuan itu evaluasi terus materi satu tema kita langsung ulangan gitu
kadang saya coba tanya lagi karena ini baru masuk dua bulan saya tanya
lagi masih ingat tidak tema 1 kemarin ada sih beberapa yang ingat tetapi
banyak juga yang lupa. Solusi nya mengingat lagi latihan terus, saya
bilang ini harus dipelajari karena nanti akan ada UTS nah itu akan
dirangkum semua materi yang telah disampaikan setidaknya itu mungkin
meningkatkan kepada mereka untuk mau membaca tetapi balik lagi kalau
di SLB itu karena mereka juga tinggalnya jauh-jauh ya, masuknya pun
tergantung dari yang mengantar bisa jadi misalkan masuk jam 07.00 ada
yang masuk lebih dari jam 07.00 atau bahkan kadang sama sekali tidak
masuk karena rumahnya jauh orangtua kan punya keperluannya sendiri
atau pengantarnya perlu keperluan sendiri jadi misalkan ketika dianya
yang harusnya sekolah tetapi yang mengantar ada keperluan yaudah
dianya tidak masuk itu yang terjadi padahal sebenarnya kan sekolah itu
mencari domisili yang dekat menghindari hal itu tetapi kenyataannya
yang namanya SLB mereka akan mencari sekolah yang memang sesuai
dengan ketunaannya ditambah yah pasti kalau pun mereka dekat dengan
domisilinya itu lebih mungkin bukan ketunanetranya tetapi banyak
sekolah sekolah lain yang lebih kepada tunagrahita atau yang tidak sesuai
dengan ketuna-tunaanya jadi makanya banyak murid-murid disini yang
rumahnya jauh jadi kehadiran mereka pun kurang rajin ya ada yang
seperti itu, dikelas lain mungkin ada yang rajin ya kalau kelas saya
enggak. Itu mungkin apa ya menjadi faktor karena mereka juga jarang
masuk menjadi faktor ketika mereka suka bilang “lupa bu” kadang
dirumah bisa saja tidak ditingkatkan lagi dari orangtua, yasudah belajar
yah belajar gitu kan yang penting udah sekolah itu yang pemahaman
orangtua yang masih agak suka sulit kita minta sih orangtua untuk
bekerjasama bahwa yang capek jangan hanya saya sendiri dong biar
anak-anaknya juga apa yang sudah sampaikan anaknya diajarkan tetapi
kan kenyataannya nggak begitu ditambah kondisi tunanetra ketahui
sendiri artinya yah tidak semua kemampuan akademiknya baik ada juga
kan yang agak dibawah.”
P : “Apa saja faktor pendukung dalam kegiatan belajar mengajar di
SMALB-A Pembina?”
Y : “Yah saya sih berusaha menciptakan belajar yang kondusif untuk
mereka tetapi kan balik lagi yang seperti tadi saya bilang kan ketika
mereka kumpul yah suasananya saya bikin sekondusif mungkin biar
mereka semua ada timbal baliknya lah gitu kan ada interaksi antara yang
mengajari dan yang diajarkan tetapi kan faktor pendukung lainnya balik
lagi minat dan dukungan orangtuannya seperti apa gitu. Peran orangtua
dalam mendukung niatnya sih saya biar orangtua mendukung, saya
sendiri ketika bahwa anak saya sekolah saya akan sangat mencari tau
belajar apa tadi terus udah belajar apa karena saya merasa saya bayar dan
saya ingin mendapatkan hasil yang baik dan guru pun harus
menginformasikan tetapi kalau misalkan tidak ada dukungan dari
orangtua saya harus ngapain kan saya bilang jangan sampai saya capek
sendiri kalau orangtua tidak memberikan dukungan dan motivasi kepada
anaknya. Kalau ditanya faktor pendukungnya apa yah semuanya harus
saling membantu.”
P : “Apakah ada bimbingan rutin khusus siswa tunanetra di SMALB-A
Pembina?”
Y : “Kegiatan rutin kita seperti pembelajaran biasa karena kalaupun rutin
dalam arti balik lagi deh kepada kebutuhan anaknya ketika misalkan
anaknya mampu mengikuti kegiatan yang ada disekolah dan dia punya
bakat dan minat kita kembangkan kita tingkatkan tetapi kalau misalkan
anaknya tidak mampu orangtuanya yah yasudahlah bu hopeless gitu kan
yah apa yang harus kita lakukan, harusnya kita ada kerjasama dengan
terapis atau dengan yang lain jadi oh anaknya begini harusnya begini
dulu kita kan disekolah memberikan pengajaran tetapi kalau misalkan
memang yang lainnya kurang berarti kan ada tim lain yang harus
bekerjasama bagaimana meningkatkan kemampuan anak. Disini
bakatnya yang bisa menyanyi ada yang bisa main piano ada kalau ditanya
tentang kemampuan sih mereka bisa cuman yah sekedar bisa, yang
menyanyi juga pernah di kembangkan ikut beberapa kali lomba cuman
yah akhirnya nggak sampai ini karena mobilitasnya kurang kan balik lagi
bukan ke sayanya, mobilitasnya kurang berarti apa tugas saya? Iya kan
harus ada kerjasama dari berbagai pihak. Guru menginformasikan seperti
ini orangtua oh iya langsung memberikan penanganannya harus seperti
ini jadi kita disekolah mengajar ada waktu lah jadi kalau misalkan
orangtua mau nuntut banyak kepada guru yah salah itu. Jadi kita sudah
memberikan penanganan yang maksimal tetapi kalau misalkan anaknya
tidak mampu sesuai dengan yang apa diharapkan bukan salah guru begitu
jadi kerjasama banyak orang dan pihak-pihak lain tidak hanya guru.”
Siswi SMALB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta

Hari/Tanggal : Senin/01 Oktober 2018


Narasumber : Karolina Duma Priskilla Nasution/17 tahun
Kelas : X (Sepuluh)
Asal : Cibubur, Jakarta Timur

Keterangan:
P : Peneliti
KD : Karolina Duma

P : “Apakah kamu sudah bersekolah disini sejak jenjang SD hinga SMA?”


KD : “Enggak kak, saya dulunya pertama TK sampe kelas 2 SD saya di SLB
Rawinala Jakarta Timur, kelas 3 sampe kelas 4 SD saya di SLB Negri
Bontang di Kalimantan Timur, kelas 5 SD sampai kelas 3 SMP saya di
SLB Bahasa Hati Kalimantan Timur, ini baru pindah kesini SMA
bersekolah di sini.”
P : “Berarti kamu pindahan dari Kalimantan ke Jakarta ya? Apakah tadinya
tinggal di Kalimantan? Lalu alasan apakah yang membuat kamu pindah
ke Jakarta?”
KD : “Iya, saya merasa kalau di Jakarta memiliki kesempatan daripada di
daerah, bisa mengembangkan potensi kalau di Jakarta, terus kayak
informasi-informasi gitu ini kan lebih terbuka ya dan kemauan sendiri sih
pengen pindah ke Jakarta dari dulu udah bilang sih ke ibu bapak cuman
masih ditahan-tahan dulu disana bapak kan juga masih di sana makanya
dulu sih pengen deket sama anak-anaknya dulu ngelepasnya susah
takutnya nanti saya nangis gitu.”
P : “Berarti di sini tinggal dengan siapa?”
KD : “Dengan ibu saya dan kakak sama saudara kembar saya.”
P : “Selain belajar di sekolah, apakah kamu juga belajar dirumah atau
tempat khusus lain juga? Media apa sajakah yang sering digunakan saat
belajar di luar sekolah?”
KD : “Kalau les les gitu sih belum ya paling belajar-belajar aja di rumah tapi
lebih suka ke liat-liat atau dengerin berita sih. Belajar paling yah sendiri
kalau dulu sih saya masih dibantuin dengan ibu saya karena dulu ibu saya
orangnya bertarget ketika saya berumur 4 tahun baru TK saya udah harus
bisa baca tulisan atau huruf braille minimal A-Z dan bisa mengeja
walaupun lama bertahun-tahun. Kayak gini nih saya kan harusnya kelas 3
SMA ya tapi saya telat dua tahun ini karena target ibu saya yang harus
bisa baca itu tapi baru kerasa efeknya sekarang ketika saya baru di SMA
itu kan tingkatannya lebih tinggi kesulitannya pun juga lebih tinggi
namun saya udah bisa lancar membaca. Kalau untuk media sendiri sih
kayak lagi pake handphone cuman masih belajar sih gitu.”
P : “Dari umur berapakah kamu mulai berkurang penglihatan ? Apakah
sejak lahir atau seperti apa?”
KD : “Dari bayi dari sejak lahir karena kan saya punya kembaran jadi dua-
duanya sama lahir prematur gitu, jadi dulu kami lahir saat usia
kandungan 7 bulan beratnya cuma sekilo masih kecil-kecil dulu
pertamanya lahir juga nggak nyangka, pertamanya kan kakak saya yang
lahir tiba-tiba ibu saya lagi masak ketubannya pecah terus bawa ke rumah
sakit cepet-cepet kan enggak mungkin kalau kakak saya dikeluarin terus
saya enggak masih didalam gitu aja kan enggak jadi saya dipaksa lahir
gitu ketuban saya dirobek atau digimanain lah gitu jadi dipaksakan untuk
lahir gitu nah langsung dibawa ke inkubator. Nah kalau temperatur anak
di inkubator itu kan nggak bisa sembarangan naikin atau dirubah sama
suster yang bisa merubah harus dokter, dan ada suster dia itu asalnya
nggak berubah tapi ada yang bilang temperaturnya terlalu tinggi suhu
disana di inkubatornya gitu kan terus dibilang mama saya dok cek
matanya dok gimana gitu, tapi kata dokter baik baik aja aman, terus ini
saya udah keluar dari rumah sakit naik cuman 1,5 kg paling kecil banget
padahal udah lama hampir sebulan, setelah sekian bulan mata saya dan
kakak saya ini nggak ada reaksinya kan kalau anak kecil kan biasanya
ada terus akhirnya dibawa kerumah sakit tapi katanya udah nggak bisa
dilaser lagi sempet ada yang bilang kan laser terus operasi tapi ada yang
bilang juga bisa tapi kemungkinannya nih kasus anaknya koma seumur
hidup dan dilema orangtua saya. Dan akhirnya yaudah dikenalin sama
salah satu profesor mata dari Jerman katanya nggak perlu operasi jauh-
jauh ke Amerika segala macem buang-buang uang ke Singapura ada cara
cuman satu cukup kalian rawat didik kalian cari apa kelebihan dari anak
ini dan itu yang kalian kembangkan. Kalian terima ikhlas belajar untuk
mengikhlaskan semua menerima.”
P : “Kamu termasuk yang penglihatan yang tunanetra low vision atau total
blind?”
KD : “Totaly blind.”
P : “Berapakah jumlah saudara kandung kamu dirumah saat ini?”
KD : “Tiga, sama kakak laki-laki, itu dia juga normal aja sih udah lulus
sekolah juga baru umur 18 tahun sekarang lagi kuliah sih di ITB dengan
jurusan arsitek.”
P : “Apakah jika dirumah kamu sering bermain keluar dengan teman-teman
pada umumnya?”
KD : “Yah namanya kalau remaja kayak gini sih jarang keluar ya jadi
mungkin tempat mainnya udah beda bukan main di halaman lagi kalau
kecil mungkin iya ya tapi kalau udah besar udah beda lagi tempatnya.”
P : “Sudah sampai manakah materi pembelajaran IPS di kelas saat ini?”
KD : “Sekarang sih dikelas lagi belajar negara maju dan negara
berkembang.”
P : “Apakah kamu mengalami kesulitan dalam pembelajaran IPS?”
KD : “Enggak sih ya, kalau menurut saya itu IPS tidak menuntut seperti
matematika gitu ya menurut saya gitu lho maksudnya gini bukannya
meremehkan ya, IPS itu seperti cendurung ke hafalan ya tergantung
kitanya, kitanya mengasah otak apa nggak gitu kalau seandainya kita
ngasah bisa aja hafal semuanya gitu apalagi kalau kita punya minat gitu
bisa aja jadi hafal, belum ada kesulitan sih kalaupun seandainya ada
jawaban di ujian yang salah yah berarti kita nggak hafal gitu aja.”
P : “Mata pelajaran apa memang yang paling digemari kalau dikelas?”
KD : “Yang lagi saya minat-minatin tuh IPS sama PKn, sukanya ke IPS dan
Pkn tuh alasannya saya tuh kepengen tiba-tiba tertarik ke dunia
perhukuman gitu nah kalo hukum kan biasanya banyak ke PKn atau IPS
juga mungkin ada ya jadi ada pengen belajar lagi untuk meningkatkan itu
supaya bisa mengambil hukum.”
P : “Kalau selain mata pelajaran IPS atau PKn itu ada nggak kesukaan mata
pelajaran yang lain?”
KD : “Kalau untuk materi pelajaran sih enggak ada ya bukannya nggak
senang artinya yah biasa aja udah untuk belajar.”
P : “Bakat atau minat apakah yang kamu miliki?”
KD : “Enggak sih paling kayaknya ke story telling aja atau tadi aku kayak
pengen ke hukum sih. Kalau menyanyi aku juga suka karena ikut
kegiatan ektrakurikuler band sama angklung. Kalau diband biasanya
lebih suka menyanyi fokusnya disitu paling daripada main alat musik
cuman aku kayak apa ya kalau menyanyi tuh punya pemikiran kok
nyanyi mulu sih, aku nyanyi terus terang otodidak dari kecil udah bisa
nyanyi cuman kalau nyanyi mulu aku selalu berfikiran gini kita tunanetra
penyanyi banyak tetapi kalau kita tunanetra pengacara itu dikit kita
tunanetra penari itu dikit carilah hal-hal menurut saya ya menurut orang-
orang kita enggak bisa lakukan tetapi justru kita bisa lakukan. Saya terus
terang pernah menari disekolahan saya yang dahulun itu juga siswa-siswa
tunanetra aja yang ikutan tetapi siswa tunarungunya enggak ikutan, saya
menari tari dayak kan deg-degannya 10x lipat daripada kita ngeband itu
pasti karena saya mikir kalau nanti saya dipanggung tabrakan gimana kan
pasti nanti ada maju mundur kalau saya nantinya terlalu maju atau teman
saya melakukan kesalahan gimana kan mikirnya begitu nanti kesenggol
nanti ada yang kekanan kekiri gitu tetapi pas udah tampil semua lancar
banget sampai musik selesai terus kita nanya-nanya tadi itungannya
benar nggak ya, karena malunya gini kita kalau udah dimake-up udah
cantik lah ya udah pakai pakaian tarinya yang berat gitu kalau nampilnya
hancur malu dong percuma udah make-up cantik tetapi salah-salah kan
mikirnya gitu kalau sama-sama udah anggun nampilnya ditambah udah
cantik kan jadi keliatan bagus diliatnya nah itu terus terang saya bangga
pernah menari disitu orang-orang baru menyangka oh anak tunanetra
juga bisa menari bahkan banyak yang nanya biarin aja pas saya lagi
latihan yakin banget kamu bisa yah saya mah bodoamat nggak perduliin
kata orang yang penting saya terus latihan dirumah juga latihan sampai
nabrak kaca tetapi setelah itu saya yakin pasti bisa kalau saya usaha pasti
banyak jalannya kok itu aja kalau orangnya mau usaha ya tapi kalau
orangnya malas kan yah memang enggak ada jalannya.”
P : “Bagaimana cara guru dalam pembelajaran IPS di kelas, apakah sudah
baik atau masih memiliki kekurangan?”
KD : “Baik sudah baik.”
P : “Bahasa yang digunakan apakah sudah baik, jelas dan lancar?”
KD : “Jelas kok kadang kalau mau apa ya kayak, bu kurang jelas mau
diulangi gitu nggak terlalu buru-buru juga dalam menyampaikan materi.”
P : “Dalam evaluasi pembelajaran seperti ulangan harian atau Ujian Tengah
Semester atau Akhir, bagaimana persiapan kamu dalam menghadapi
evaluasi tersebut?”
KD : “Enggak terlalu ini sih yang penting kita belajar gitu kita udah belajar
kita udah paham yaudah dijawab aja gitu dan udah ada jadwalnya juga
gitu. Saya berprinsip gini kita belajar cari gini lho kadang kan orang
kalau belajar ujian gitu mao mendapatkan mencari nilai ya tapi kalau
saya enggak saya lebih belajar lah dimana engkau mengaplikasikan
kedalam kehidupanmu sehari-hari.”
P : “Sumber belajar apakah yang sering kamu gunakan selain buku?”
KD : “Lagi belajar pake handphone sih. Dan hp nya sebenarnya sama aja sih
kayak pada umumnya touchscreen bertombol juga gapapa boleh cuman
nanti ada beda sedikit ada aplikasi yang ada suaranya gitu.”
P : “Bagaimana interaksi kamu dikelas? Apakah kamu termasuk siswa
yang aktif dan sering bertanya?”
KD : “Menurut saya ya susah sih menilai diri sendiri tetapi menurut saya biar
orang yang menilai diri sendiri, dan kalau untuk bertanya, ada sih
beberapa sering nanya juga tapi enggak terlalu sering juga cuman ada
beberapa paling.”
P : “Apakah kamu memiliki sifat keterbukaan terhadap guru atau teman
jika mengalami kesulitan atau menghadapi masalah?”
KD : “Tergantung saya juga kadang pilih-pilih juga. Saya banyak yang bilang
mungkin kakak-kakak disini juga berfikir saya terlalu dewasa dalam
artian bahasa-bahasa mungkin lebih dewasa daripada usia saya gitu
banyak yang ngomong gitu ke saya penilaian orang begitu kamu lebih
dewasa ya daripada usia kamu.”
P : “Kamu sendiri tau gak apa yang membuat kamu bisa lebih dewasa
daripada usia kamu?”
KD : “Aku suka belajar aja kali suka kepo mengetahui hal-hal dewasa jadi
dari usia aku sejak akil baligh aku pengen banget tau-tau tentang
informasi orang dewasa bukan berarti kita apa ya kadang orangtua saya
bilang kalau kita ngajar anak-anak karena gini anak berusia 13 tahun
udahalah kamu nggak tau informasi apa-apa kamu masih anak-anak, tapi
menurut saya salah kasihlah anak ini pengertian kebebasan kalau
menurut saya sih itu yang dikasih oleh orangtua saya karena saya
diajarkan untuk bertanggungjawab gitu, jadi sejak saya berusia akil
baligh saya diajarkan untuk bertanggungjawab kepada diri saya sendiri
kamu punya ini kamu punya itu gitu belajarlah untuk bertanggungjawab
tentang itu jagalah itu karena hidup itu begini begini, karena saya baru
akil baligh makanya saya terus bertanya-bertanya kelama-lamaan
informasi yang mungkin orangtua saya belum ngomong ke saya tetapi
saya udah tau duluan.”
P : “Lalu kamu mendapatkan pengetahuan tersebut darimana?”
KD : “Macam-macam misalnya kayak nonton berita terus cari tau lagi lebih
dalam beberapa yang masih saya belum ketahui jadi semakin tau apa
yang benar seperti apa atau yang ini buruk. Dari berita semua aku jadi
lebih terbuka karena orangtua saya juga terbuka aja tentang pengetahuan
buat anaknya.”
P : “Apakah kamu memiliki pengalaman menarik selama bersekolah
disini?”
KD : “Paling kemarin gerak jalan ke Kemendikbud dalam rangka menyambut
api obor Asian Para Games harri Minggu itu juga kan dari balaikota ya
itu apinya terus dibawa deh kemana-mana gitu.”
P : “Siapa aja yang mengikuti acara tersebut? Apa seluruh siswa SLB-A
Pembina ikut serta?”
KD : “Enggak ka, itu dipilih beberapa untuk kelas X semuanya pada ikut,
tingkat SMA semua ikut kok kecuali kelas XII-B, SMP juga ikut sama
SD kelas 6 juga ikut.”
P : “Selain pengalaman yang tadi disebutkan apakah ada lagi pengalaman
menarik lainnya?”
KD : “Kalau untuk disekolah ini belum ada, karena masih baru juga baru
kelas X disini.”
P : “Lalu untuk disekolah sebelumnya?”
KD : “Pernah lomba juga, pertamanya lomba Matematika di Yogyakarta
masuk dapet 6 besar, itu juga dadakan saya dipilih stress juga itu sampai
disana diare mulu kebelakangan terus nangis sendiri juga ketika udah
sampai didalam bingung bisa gak ya ini. Kemudian menyanyi dulu saya
juga pernah diajarin catur jadi udah kemana-kemana menyanyi iya catur
iya olahraga iya dan matematika juga karena saya punya prinsip ingin
mencoba hal-hal baru jangan itu-itu aja.”
P : “Apakah kamu mengalami kesulitan saat berinteraksi dengan orang
normal atau orang awam pada umumnya diluar sana?”
KD : “Enggak sih biasa aja karena udah biasa dari kecil udah diperkenalkan
seperti itu jadi udah nggak kaget.”
P : “Bagaimana untuk penilaian mata pelajaran IPS kamu sendiri? Apakah
sudah melewati KKM atau masih suka remedial atau memang sudah
bagus dan baik?”
KD : “Belum pernah sampai 100 sih, pengen terus sampai 100 nilainya.
Paling standar 80 pernah 90 pernah. Kalau remedial sejauh ini belum tapi
ini kan mau UTS jadi nanti kita liat aja remedia atau gak yang ini semoga
aja sih enggak tapi kalau untuk ulangan harian sih belum ada.”
P : “Apakah dalam pembelajaran IPS hanya belajar di dalam kelas atau
kadang juga belajar diluar kelas?”
KD : “Belum, baru dikelas aja. Kalau waktu SMP juga sama aja sih dikelas
juga paling pernah saat waktu SD itu disuruh bikin peta berkelompok itu
juga lama banget pengerjaannya dari mengumpulkan kartonnya
kemudian membuat pulaunya seperti pulau Sumatera terus ditulis
provinsi Aceh sebelah Sumatera Utara kemudian pulau-pulau lain itu
lama juga pengerjannya kita buat peta timbul tetapi itu semua seru dan
menyenangkan.”
P : “Materi dan hal apa yang paling menarik menurut kamu dalam
pembelajaran IPS?”
KD : “Yang menarik dari pembelajaran IPS itu banyak hal-hal baru yang bisa
dijadikan pengalaman sih kayak misal belajar peta timbul kemudian
membuat aku jadi tau provinsi ini adanya disini, negara Indonesia itu
kayak gini tuh aslinya.”
P : “Apakah pembelajaran IPS itu sangat penting dan bermanfaat bagi
kamu sendiri?”
KD : “Bermanfaat sih untuk aku, karena aku suka Sejarah juga suka kayak
Geografi juga seperti sejarah candi Borobudur atau candi apa aku suka
juga. Itu jadi bermanfaat banget buat aku.”
P : “Apa yang membuat kamu sangat menyukai pembelajaran IPS materi
sejarah?”
KD : “Aku gini dari bacaan buku sejarah rasanya membayangkan kalau aku
disana tuh bentuk candinya seperti apa itu sisi menariknya disitu jadi kita
bisa sambil jalan-jalan juga ya membayangkan jalan-jalan tetapi masih
dirumah. Kayak peta tadi itu kan kita kayak membayangkan pergi ke
Aceh bukan berarti halu kok, itu juga seperti masa praaksara ih gimana
ya dahulu masa barter ya berarti kita nggak punya duit dong ya terus
enak banget dong menukar barang.”
P : “Apakah kamu ada keinginan untuk melanjutkan sekolah ke perguruan
tinggi?”
KD : “Ada banget, jurusan Hukum pengennya dan pengen targetnya sih ke
Universitas Indonesia (UI) kalau nggak sih pengen juga ke politik karena
yang seperti itu berhubungan banget dengan saya.”
P : “Kamu kan pernah sekolah di Kalimantan juga ya, perbedaan apa saja
yang kamu rasakan bersekolah disini dengan bersekolah disana
sebelumya?”
KD : “Kalau disini kan enaknya tunanetra semua cuman kalau disana gabung
jadi SLB disana itu gabung ada anak tunarungu juga ada anak autis juga.
Kalau untuk kelasnya dipisah jadi dalam satu kelas tetap yang tunanetra
yah tunanetra aja kalau tunarungu dikelas yah semuanya tunarungu, Tata
usaha dan Kepala Sekolahnya sama sih gitu kayak sekolah umum lah
begitu sekolah umum untuk disabilitas karena semua yang berkebutuhan
ada disitu cuman guru tunanetra siapa-siapa aja beda lagi tunarungu juga
beda-beda lagi tapi masih dalam satu gedung yang sama kalau lagi ada
acara di aula siswa SLB ini kumpul semua yang autis juga gitu. Kalau
disini kan sekolahnya khusus tunanetra yaudah semuanya berkebutuhan
tunanetra aja.”
P : “Kalau untuk pelajarannya, SLB-A Pembina dengan SLB kamu dahulu
bagaimana ada gak perbedaannya?”
KD : “Sama aja sih, semuanya sama.”
P : “Media yang biasa dilakukan oleh guru IPS dikelas itu seperti apa yang
biasa digunakan?”
KD : “Medianya paling pernah buku gitu buku bagan peta pernah, negara
dengan ibukotanya juga pernah, tetapi kebanyakan penjelasan sih.”
P : “Kemudian karena kamu kan memiliki kakak perempuan sekaligus
saudara kembar ya, apakah kakak kamu juga memiliki bakat dan minat
yang sama dengan kamu?”
KD : “Terus terang aja ya, dia itu suka sesuatu tetapi dia belum pernah
melakukan, itu juga bukan kesukaan tetapi keinginan yah itu dia. Saya
juga kan sampai dirumah suka mengajarkan dia atau melipat selimut itu
uji kesabarannya misalnya saya ngertinya sampai 4x penjelasan dia
mungkin 9x baru bisa mengerti nah kadang saya disuruh mendukung dia
bantu dia gitu jadi kamu praktekan sama dia kalau ibu saya lagi
mengajarkan saya bisa ngajarin dia juga gitu, kadang dia suka ditanya
orang kan kamu mau jadi apa terus dia bilang aku mau masuk IKJ gitu
kan terus ditanya mau masuk apa nyanyi lah kata orang begitu cuman dia
bilangnya mau jadi model gitu kan mau masuk model kemudian ditanya
lagi emang bisa modelling kata dia tuh enggak aku sih belum bisa cuman
aku mau aja tetapi dia ngomongnya ke aku sih mau jadi model kan
ambigu ya orang kan mengartikannya suka model artinya dia mempunyai
hobi dan bakat disitu kan nah gitu jadi dia kepengen itu cuman kalau dia
di nyanyi dia punya rasa kecemburuan ke aku juga karena kamu bisa
mencoba hal yang lain kok aku nggak bisa kayak gitu lah gitu dia, terus
aku bilang kalau kamu mau jadi ini itu cuman kamu harus latihan harus
ini itu, dia itu pengen pernah belajar masak cuman belum belajar dia tuh
pengen banget masak cuman belum ada yang mau mengajarkan dia untuk
masak sih kayak model juga sama cuman belum ada yang mau
mengajarkan dia jadi baru keinginannya dia aja kayak gitu.”
Siswa SMALB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta

Hari/Tanggal : Selasa/25 September 2018


Narasumber : Awan Aditya/16 tahun
Kelas : XI (Sebelas)
Asal : Tangerang Selatan

Keterangan:
P : Peneliti
AA : Awan Aditya

P : “Apakah kamu sudah bersekolah disini sejak jenjang SD hinga SMA?”


AA : “Nggak kak, saya dulunya sekolah di Jakarta Timur dari SD sampai ke
SMP disekolah swasta.”
P : “Dulunya sekolah SLB juga atau inklusi atau sekolah formal biasa?”
AA : “SLB juga, di SLB As-Syafa, baru pindah ke SLB Pembina sejak dari
SMA. SD SMP saya di sekolah lama di Jakarta Timur, jadi baru dua
tahun di SLB pembina ini.”
P : “Merasa kesulitan tidak menemui teman-teman baru lagi?”
AA : “Nggak sih kak, disini gampang buat deketnya gitu yah mudah
akrablah.”
P : “Selain belajar di sekolah, apakah kamu juga belajar dirumah atau
tempat khusus lain juga? Media apa sajakah yang sering digunakan saat
belajar di luar sekolah?”
AA : “Enggak paling dirumah aja, Saya dirumah kadang-kadang
menggunakan HP, pake laptop juga sih.”
P : “Dari umur berapakah kamu mulai berkurang penglihatan ? Apakah
sejak lahir atau seperti apa?”
AA : “Saya dari umur 4 tahun udah mulai berkurang penglihatannya.”
P : “Kamu termasuk yang penglihatan yang tunanetra low vision atau total
blind?”
AA : “Masih bisa liat sedikit-sedikit sih, masih bisa liat sampai jendela sana
masih bisa.”
P : “Untuk teman-teman kamu sendiri dikelas bagaimana penglihatannya
apakah sama dengan kamu juga?”
AA : “Ada yang bener-bener total, ada juga yang memang jauh masih bisa
liat dikit-dikit kayak orang normal cuman ada juga sih yang total.”
P : “Berapakah jumlah saudara kandung kamu dirumah saat ini?”
AA : “Saya dua bersaudara, adik kandung satu perempuan jadi dua
bersaudara aja masih bersekolah kelas 1 SMP.”
P : “Apakah saudara kamu juga termasuk tunanetra atau tidak?”
AA : “Enggak kak, dia orang awas normal seperti yang lain.”
P : “Apakah jika dirumah kamu sering bermain keluar dengan teman-teman
pada umumnya?”
AA : “Enggak kak, hanya dirumah aja sih belum berani keluar juga untuk
keluar sendiri.”
P : “Sudah sampai manakah materi pembelajaran IPS di kelas saat ini?”
AA : “Kemarin sampai di mana ya kak lupa saya ingat dulu nih kemarin tuh
tentang oh Sejarah Indonesia.”
P : “Apakah kamu mengalami kesulitan dalam pembelajaran IPS?”
AA : “Kalau kesulitan saya sendiri sih nggak ada, seneng-seneng aja IPS sih
biasa aja.”
P : “Mata pelajaran apa memang yang paling digemari kalau dikelas?”
AA : “Saya paling apa ya musik paling, sukanya musik.”
P : “Bakat atau minat apakah yang kamu miliki?”
AA : “Itu sih paling di musik aja.”
P : “Kalau dimusik sukanya main alat musik apa atau menyanyi?”
AA : “Paling sih keyboard aja.”
P : “Bagaimana cara guru dalam pembelajaran IPS di kelas, apakah sudah
baik atau masih memiliki kekurangan?”
AA : “Menurut saya sih udah baik, semuanya dijelaskan dengan detail sih
jadi yah mudah dipahami lah belum ada kekurangannya.”
P : “Bahasa yang digunakan apakah sudah baik, jelas dan lancar?”
AA : “Sudah jelas sih kak.”
P : “Dalam evaluasi pembelajaran seperti ulangan harian atau Ujian Tengah
Semester atau Akhir, bagaimana persiapan kamu dalam menghadapi
evaluasi tersebut?”
AA : “Kalau di sini itu kadang ada yang bilang mau ujian kadang ada juga
yang tiba-tiba dadakan, jadi persiapannya yah emang harus belajar setiap
hari gitu tapi kadang-kadang juga nggak belajar sih kak kalau pengen
belajar yah belajar kalau lagi malas enggak sih.”
P : “Sumber belajar apakah yang sering kamu gunakan selain buku?”
AA : “Kalau di kelas cuman ada buku, tapi kalau ada tugas saya nyarinya di
internet sih dan itu paling nyarinya diutamakan lebih kepada indra
pendengaran.”
P : “Bagaimana interaksi kamu di kelas? Apakah kamu termasuk siswa
yang aktif dan sering bertanya?”
AA : “Di bilang aktif juga enggak sih, saya juga jarang nanya sih tapi kalau
ditanya bingung tapi Alhamdulillah saya yang lebih bisa gitu lebih
pandai bisa di bilang begitu dari teman-teman dikelas yang lain.”
P : “Apakah kamu memiliki sifat keterbukaan terhadap guru atau teman
jika mengalami kesulitan atau menghadapi masalah?”
AA : “Sering sih suka cerita gitu tapi enggak semua juga.”
P : “Apakah kamu memiliki pengalaman menarik selama bersekolah di
sini?”
AA : “Di sini pengalamannya apa ya, kalau untuk lomba kayaknya belum deh
tapi kalau kayak mengisi acara terus gitu paling biasa ngisi acara terus
sama ngeBand juga sama keyboard tunggal juga kebanyakan acara sih
emang. Itu mengisi acara juga bareng sih sama kakak kelas juga ada
kelas XII.”
P : “Apakah kamu mengalami kesulitan saat berinteraksi dengan orang
normal atau orang awam pada umumnya diluar sana?”
AA : “Kalau kayak sesama kita tuh keadaannya kayak gini sih gampang, tapi
kalau apa ya akrab sama orang yang normal sama anak sekolah yang
normal itu dari sekolah inklusi itu kayaknya belum yah tergantung
keberanian kita juga sih, kalau saya sih belum terlalu berani juga karena
yah begitu takut direndahin.”
P : “Bagaimana untuk penilaian mata pelajaran IPS kamu sendiri? Apakah
sudah melewati KKM atau masih suka remedial atau memang sudah
bagus dan baik?”
AA : “Sedang aja sih ka, standar aja sih paling 70 80, saya kalau remedial sih
enggak.”
P : “Apakah dalam pembelajaran IPS hanya belajar di dalam kelas atau
kadang juga belajar di luar kelas?”
AA : “Kalau di luar kelas paling kita jalanin tugas, waktu itu kita pernah
wawancara tapi wawancaranya itu tentang lembaga sama kepala sekolah,
jadi kita murid yang mewawancarai gitu.”
P : “Materi dan hal apa yang paling menarik menurut kamu dalam
pembelajaran IPS?”
AA : “Apa ya, saya lebih ke geografi paling.”
P : “Alasan apa yang kamu sukai dari geografi?”
AA : “Karena mempelajari Indonesia itu luas jadi yah banyak yang mesti
dipelajarin lagi jadinya kan nggak yang itu itu aja. Kalau sejarah sih
enggak terlalu suka ya tapi suka juga kadang.”
P : “Apakah pembelajaran IPS itu sangat penting dan bermanfaat bagi
kamu sendiri?”
AA : “Bermanfaat banget sih, karena buat itu kan sifatnya sosial pengetahuan
sosial jadi yah apa ya nanti bersangkutan juga sama masyarakat jadi nanti
ilmunya bisa di pakai untuk di luar dan berguna banget.”
P : “Apakah kamu ada keinginan untuk melanjutkan sekolah ke perguruan
tinggi?”
AA : “Mudah-mudahan iya dengan nilai yang bagus, karena kadang nilai
saya juga naik turun sih yang turun pasti matematika sih karena kalau
matematika itu pasti udah ada kesulitan karena saya emang enggak suka
menghitung jadi paling itu mata pelajaran yang masih kurang saya sukai”
Siswa SMALB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta

Hari/Tanggal : Senin/01 Oktober 2018


Narasumber : Alfathulloh Radiya/18 tahun
Kelas : XII (Duabelas)
Asal : Jalan Cirendeu Raya no.79 Kavling no 83, Rt 005/Rw 009
Kelurahan Pisangan Kecamatan Ciputat Timur,
Tangerang Selatan
Keterangan:
P : Peneliti
AR : Alfathulloh Radiya

P : “Apakah kamu sudah bersekolah disini sejak jenjang SD hinga SMA?”


AR : “Kalau saya sih dari TK dahulu, dari TK disini terus pindah ke MDVI
dulu sementara itu pas lagi jenjang SD terus sistemnya sekarang pindah
ke reguler. Pindah ke regulernya sejak kelas 1 tahun 2007. Di TK kan
tahun 2005 terus ke MDVI kan 2006 terus yang kelas satu mulai tahun
2007. SD nya disini dari kelas 1 sampai kelas 6, dan SMP SMA disini
juga.”
P : “Berarti udah lama banget dong ya disini udah kenal banget tentang
sekolahan ini?”
AR : “Iya udah lama.”
P : “Selain belajar di sekolah, apakah kamu juga belajar dirumah atau
tempat khusus lain juga? Media apa sajakah yang sering digunakan saat
belajar di luar sekolah?”
AR : “Kalau les sejauh ini sih sampai saat ini saya masih di mitra, ada sih
rencananya saya pengen pindah ke cinere musik pernah menyanyi juga
terus tiba-tiba Bunda sama Ayah ngeberentiin terus jadi kepengen les
lagi. Saya lagi diskusi sama mas Aban pengen ngasih tau ke bundanya.”
P : “Mas Aban itu siapanya Alfat?”
AR : “Itu yang mengantar saya dari 13 Juli tahun 2009. Pas ayah saya
ulangtahun. Enggak selalu ditemenin sama mas Aban kan dia juga ini
ngasih makan juga ke orang yang sakit yang orangtua renta gitu lah.”
P : “Media apa sajakah yang sering digunakan saat belajar di luar sekolah?”
AR : “Kalau ditempat les gitu, waktu itu udah pernah nyoba Youtube
sekarang pindah ke Google, pake komputer/laptop tapi yang bagusnya itu
pake komputer yang Bahasa Indonesia.”
P : “Dari umur berapakah kamu mulai berkurang penglihatan ? apakah
sejak lahir atau seperti apa?”
AR : “Sebenarnya itu dari yang berkurangnya penglihatan itu bunda saya
yang lebih tau karena saya juga dari lahir udah seperti ini.”
P : “Kamu termasuk yang penglihatan yang tunanetra low vision atau total
blind?”
AR : “Yang total blind.”
P : “Berapakah jumlah saudara kandung kamu dirumah saat ini?”
AR : “Alhamdulillah umur saya 18 tahun, dan saya juga termasuk generasi
milenial kan lahir tahun 2000. Jadi semenjak ayah bunda saya menikah
tahun 1999, saya lahir satu tahun kemudian. Anak pertama/anak sulung
dari 3 bersaudara. Adik saya ada dua laki-laki semua, satunya di SMA 6
satunya di bimbingan belajar itu baru umur 3 tahun. Gini saya dengan
adik saya itu yang pertama namanya Muhammad Rafi lahirnya satu tahun
dibawah Alfat jadi Rafi itu mulai tahun 2001 saya 2000 kalau yang
ketiganya ini adik saya yang kedua lahirnya 13 tahun kemudian Oktober,
saya Januari Rafi Mei Kanata Oktober, namanya Muhammad Kanata
Wijaya.”
P : “Apakah saudara kamu juga termasuk tunanetra atau tidak?”
AR : “Semua adik saya awas/normal. Saya satu-satunya yang belum bisa
melihat.”
P : “Apakah jika dirumah kamu sering bermain keluar dengan teman-teman
pada umumnya?”
AR : “Enggak sih, saya kebanyakan ngerapihin-rapihin tempat dulu, tempat
makan atau tempat minum kalau ada baju-baju yang dipakai buat
pembelajaran lain saya rapikan terus yah biasa aja nonton TV dirumah
aja kalau misalnya ada bola saya nonton bola kalau ada musik saya
nonton musik.”
P : “Sudah sampai manakah materi pembelajaran IPS di kelas saat ini?”
AR : “Itu kan masih tentang Asia Tenggara.”
P : “Apakah kamu mengalami kesulitan dalam pembelajaran IPS?”
AR : “Sejauh ini sih enggak, nggak mengalami kesulitan.”
P : “Mata pelajaran apa memang yang paling digemari kalau dikelas?”
AR : “Yang saya suka banget pelajaran IPS sama SBK.”
P : “Kemudian selain pembelajaran IPS, mata pelajaran apalagi yang
disukai?”
AR : “Yang pertama Agama, yang kedua massas, yang ketiga Bahasa
Indonesia, yang keempat musik, yang kelima itu SBK kemudian
Komputer yang di Mitra les Komputer itu.”
P : “Bakat atau minat apakah yang kamu miliki? Apakah kamu suka
musik?”
AR : “Kalau disekolah semuanya sih suka tapi yang lebih ditanamin yang
paling banyak jamnya sih musik. Kadang-kadang teori kadang-kadang
praktek juga.”
P : “Alat musik apa yang paling digemari?”
AR : “Dulu sih pernah les keyboard kayaknya deh tapi sekarang udah
berhenti sih. Kalau gitar belum terlalu sih kalau angklung iya bisa mainin
suka juga tetapi kalau gitar belum sih belum pernah. Kalau ditempat les
kebanyakan paling kalau di mitra itu kita udah selesai belajar sama
gurunya, nama gurunya Mas Surpramono itu dikasih kebebasan buat ada
yang dengerin Youtube ada yang dengerin Google ada yang memakai
Google.”
P : “Bagaimana cara guru dalam pembelajaran IPS di kelas, apakah sudah
baik atau masih memiliki kekurangan?”
AR : “Gurunya sih harus lebih ditingkatkan ininya ya apa kalau mengajar itu
harus dengan kelembutan harus dengan bahasa yang mudah dipahami
harus dengan materi yang mereka suka begitu lah.”
P : “Apakah sudah baik belum cara mengajar guru IPS di sekolah ini?
Apakah bahasa yang digunakan apakah sudah baik, jelas dan lancar?”
AR : “Sudah baik lah semuanya sudah mencukupi. Sudah mengerti bahasa
yang digunakan juga sudah baik udah jelas dan lancar tidak terlalu buru-
buru sedang aja sih.”
P : “Dalam evaluasi pembelajaran seperti ulangan harian atau Ujian Tengah
Semester atau Akhir, bagaimana persiapan kamu dalam menghadapi
evaluasi tersebut?”
AR : “Yah baca-baca aja mencari informasi aja yang apa diperluin kayak
diinternet cari apa gitu biasanya setiap pelajaran kan ditulis dibuku
penghubung.”
P : “Kalau dirumah suka belajar sama bunda atau lebih suka belajar sendiri
mencari informasi sendiri?”
AR : “Menurut saya sih, karena sekarang sistem suara dari tunanetra lebih
mendukung jadi lebih membantu tunanetra dalam mencari sebuah ilmu
pengetahuan yang paling umum jadi lebih mendingan pake alat yang apa
ya misalkan kayak jenis-jenis suara seperti vocaliser itu jenis suara
seperti yang biasa saya sering gunakan di tempat les pakai bahasa
Indonesia.”
P : “Sumber belajar apakah yang sering kamu gunakan selain buku?”
AR : “Yah itu komputer.”
P : “Bagaimana interaksi kamu dikelas? Apakah kamu termasuk siswa
yang aktif dan sering bertanya?”
AR : “Yah kadang-kadang suka nanya gitu apa itu yang belum saya ketahui.”
P : “Apakah kamu memiliki sifat keterbukaan terhadap guru atau teman
jika mengalami kesulitan atau menghadapi masalah?”
AR : “Kalau ada yang belum saya tau, saya nanya ke guru itu atau guru-guru
lain juga, kalau sama teman jarang kalau dulu itu saya pendiem sih
sekarang banyak omong.”
P : “Apakah kamu memiliki pengalaman menarik selama bersekolah
disini?”
AR : “Paling yah acara kegiatan-kegiatan yang inspiratif, mendidik juga lah
kayak contohnhya mendidik inspiratif dan bisa diikutin sama semua
kalangan tuh kayak apa ya bulan Juni lalu itu kita ada kegiatan buka
puasa bersama selama dua hari di Hari Kamis dan Jum’at tanggal 7-8
Juni 2018 kemarin. Nanti nih juga ada outing kelas juga field trip gitu
jalan-jalan juga InsyaAllah ke Bogor nanti dianterin Bunda juga.
Pengalaman menarik yang lain sih ada acara pentas seni gitu, terus ada
kemarin tuh bulan Juli ada Halal bihalal.”
P : “Apakah kamu mengalami kesulitan saat berinteraksi dengan orang
normal atau orang awam pada umumnya diluar sana?”
AR : “Yah seakan orang itu mau baik sama kita, yah kita harus ajak bicara
lah asalkan orang itu baik sama kita juga.”
P : “Kalau kamu bertemu dengan orang yang baru kamu kenal apakah
kamu merasa takut dalam berinteraksi dengan orang tersebut?”
AR : “Yah harus tau dulu nih gerak-geriknya kalau mau ngajak biacara atau
enggak harus tau dari gerak geriknya”
P : “Bagaimana untuk penilaian mata pelajaran IPS kamu sendiri? Apakah
sudah melewati KKM atau masih suka remedial atau memang sudah
bagus dan baik?”
AR : “Harus terus lebih ditingkatkan lagi sih, bukan karena nilainya kurang
karena yah harus lebih ditingkatkan lagi harus lebih banyak menggali
materi lagi. Masih banyak materi-materi yang perlu diketahui lagi.”
P : “Apakah dalam pembelajaran IPS hanya belajar di dalam kelas atau
kadang juga belajar diluar kelas?”
AR : “Keseringannya didalam kelas. Diluar kelas itu nggak pernah selama
kelas XII dikelas aja jelasin.”
P : “Materi dan hal apa yang paling menarik menurut kamu dalam
pembelajaran IPS?”
AR : “Ada yang 3 Zona Waktu, WIB, WITA sama WIT terus tentang Asia
Tenggara nama-nama negara dan ibukotanya ini terus sejarah-sejarah
penemuan zaman dahulu lah kayak penemuan-penemuan Pra Sejarah
zaman batu dan yang lain.”
P : “Alasan apa yang kamu sukai dari geografi?”
AR : “Karena mempelajari Indonesia itu luas jadi yah banyak yang mesti
dipelajarin lagi jadinya kan nggak yang itu itu aja. Kalau sejarah sih
enggak terlalu suka ya tapi suka juga kadang.”
P : “Apakah pembelajaran IPS itu sangat penting dan bermanfaat bagi
kamu sendiri?”
AR : “Harus itu harus ada manfaatnya itu dan penting alesannya yah supaya
masyarakat terutama disabilitas milenial kayak saya anak-anak sekarang
ini mendidik, inspiratif juga gitu IPS itu terus bisa memberi pengajaran
kepada semua kalangan juga terutama kalangan milenial.”
P : “Apakah kamu ada keinginan untuk melanjutkan sekolah ke perguruan
tinggi?”
AR : “Ada juga sih pengen. Yah InsyaAllah sih doain aja mudah-mudahan
bisa diketerima di Perguruan Tinggi sih.”
P : “Masuk masuk jurusan apa kira-kira di perkuliahan?”
AR : “Yah semacam ilmu-ilmu penafsiran gitu lah.”
P : “Iya itu sempet ikut acara Asian Para Games, itu ikut sama bunda saya
juga. Gini ceritanya saya dirumah kan mandi dulu terus nonton TV dulu
sebentar terus siap-siap berangkat terus sholat subuh disini disekolah ini
juga baru pertama kali sholat subuh disini enggak pernah diluar biasanya
kan dirumah terus gini nungguin bus kemudian makan-makan dulu
sambil busnya datang terus jalan sampai di Senayan terus rencana
acaranya di Irti Monas tetapi ternyata di Senayan. Yang mengikuti
semuanya banyak dari siswa SD-SMP-SMA semua pada ikut. Disana
paling kita games kuis aja.”
AR : “Apakah ada juga dari SLB lain mengikuti kegiatan tersebut?”
P : “Kayaknya ada deh nggak SLB-A Pembina aja”
LAMPIRAN 7
DOKUMENTASI

Ruang Kelas SMALB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta


pada hari Selasa, 04 September 2018 pukul 10.24 WIB

Reglet/Media pembelajaran bagi siswa tunanetra SMALB-A Pembina Tingkat


Nasional Jakarta pada hari Selasa, 04 September 2018 pukul 11.22 WIB
Salah satu media pembelajaran yang digunakan siswa SMALB-A PTN yaitu atlas
yang berbentuk braille pada hari Senin, 10 September 2018 pukul 09.42 WIB

Buku pembelajaran braille yang digunakan bagi siswa SMALB-A


PTN pada hari Senin, 10 September 2018 pukul 09.50 WIB
Wawancara dengan Kepala SLB-A Pembina yaitu bapak Drs. Triyanto Murjoko, M.Pd di
ruang kepala sekolah SLB-A PTN pada hari Kamis, 20 September 2018 pukul 10.21 WIB

Wawancara dengan Guru IPS yaitu ibu Yani, S.Pd di ruang kelas X SMALB-A PTN
pada hari Jum’at, 07 September 2018 pukul 12.09 WIB

Wawancara dengan Guru IPS yaitu ibu Dra. Cucu Nuraeni di ruang guru SMALB-A
PTN pada hari Rabu, 05 September 2018 pukul 11.13 WIB
Suasana belajar di kelas X SMALB-A bersama murid (Achmad Abdur
Rozak) dan guru (Dra,Cucu Nuraeni) pada hari Selasa, 18 September 2018
pukul 08.32 WIB

Suasana belajar di kelas XII SMALB-A bersama murid (Alfat, Nurul,


Firdaus dan Ryan) dan guru (Dra,Cucu Nuraeni) pada hari Kamis, 05
September 2018 pukul 10.38 WIB
Suasana belajar di kelas XII SMALB-A bersama murid (Alfat, Nurul,
Firdaus dan Ryan) dan guru (Dra,Cucu Nuraeni) pada hari Kamis, 05
September 2018 pukul 10.42 WIB

Wawancara dengan salah satu siswa SMALB-A Pembina yaitu Alfathulloh Radiya siswa kelas
XII (dua belas) pada hari Senin, 01 Oktober 2018 pukul 13.45 WIB di depan ruang MDVI
Wawancara dengan salah satu siswa SMALB-A Pembina yaitu Karolina Duma Priskilla
Nasution siswa kelas X (sepuluh) pada hari Senin, 01 Oktober 2018 pukul 13.45 WIB di ruang
kelas X SMALB-A PTN

Ruang Keterampilan Seni Budaya yang digunakan bagi siswa


SMALB-A PTN untuk membuat keterampilan seperti anyaman,
membuat gelang dengan manik-manik dll pada hari Senin, 10
September 2018 pukul 09.50 WIB
PROGRAM TAHUNAN
TAHUN AJARAN 2018/2019

Nama Sekolah : SLB-A Pembina Tingkat Nasonal Jakarta


SatuanPendidikan : SMALB Tunanetra
Mata Pelajaran : IPS
Kelas : X (Sepuluh)
TahunAjaran : 2018 – 2019

KOMPETENSI INTI 3 Alokasi


KOMPETENSI INTI 4 (KETERAMPILAN)
(PENGETAHUAN) Waktu

3. Memahami pengetahuan 4. Mencoba, mengolah, dan menyaji dalam


(faktual, konseptual, dan ranah konkret (menggunakan, mengurai,
prosedural) berdasarkan rasa merangkai, memodifikasi, dan membuat)
ingin tahunya tentang ilmu dan ranah abstrak (menulis, membaca,
pengetahuan, teknologi, seni, menghitung, menggambar, dan
budaya terkait fenomena dan mengarang) sesuai dengan yang
kejadian nyata dipelajari di sekolah dan sumber lain
yang sama dalam sudut pandang/teori

KOMPETENSI DASAR KOMPETENSI DASAR

3.1 Memahami aktivitas manusia 4.1 Menunjukkan aspek keruangan dan 12 JP


dalam aspek keruangan dan waktu, konektivitas antar ruang,
waktu, konektivitas antar perubahan dan keberlanjutannya pada
ruang, perubahan dan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan
keberlanjutannya pada aspek pendidikan dalam lingkup lokal
sosial, ekonomi, budaya, dan
pendidikan dalam lingkup
lokal

3.2 Memahami aktivitas manusia 4.2 Menyajikan hasil penelaahan tentang 12 JP


dalam hubungannya dengan aktivitas manusia dalam
kondisi geografis di sekitarnya hubungannya dengan kondisi
(dalam lingkup lokal) geografis di sekitarnya (dalam lingkup
lokal)

3.3 Menjelaskan aktivitas 4.3 Menyajikan hasil penelaahan tentang 10 JP


manusia, perubahan dan aktivitas manusia, perubahan dan
keberlanjutannya pada masa keberlanjutannya pada masa
praaksara, Hindu Buddha, praaksara, Hindu Buddha, dan Islam
dan Islam
KOMPETENSI DASAR KOMPETENSI DASAR

3.4 Memahami kehidupan 4.4 Menyajikan hasil pengamatan tentang 14


manusia dalam kelembagaan kehidupan manusia dalam
sosial, ekonomi, pendidikan, kelembagaan sosial, ekonomi,
dan budaya di masyarakat pendidikan, dan budaya di
sekitar (lokal) masyarakat sekitar (lokal)

3.5 Memahami aktivitas manusia 4.5 Menyajikan hasil pengamatan tentang 14


dalam dinamika interaksi aktivitas manusia dalam dinamika
dengan lingkungan alam, interaksi dengan lingkungan alam,
sosial, budaya, dan ekonomi sosial, budaya, dan ekonomi

Mengetahui Mengesahkan Jakarta, Agustus 2018


Kepala SLB A PTN WKS Bidang Kurikulum Guru Pengampu

Triyanto Murjoko, M. Pd. Ngatijo, S. Pd. Cucu Nuraeni


NIP.196707131997031002 NIP. 196101061992031003 NIP. 196303211984032008
PROGRAM TAHUNAN
TAHUN AJARAN 2018/2019

Nama Sekolah : SLB-A Pembina Tingkat Nasonal Jakarta


SatuanPendidikan : SMALB Tunanetra
Mata Pelajaran : IPS
Kelas : XI (Sebelas)
TahunAjaran : 2018 – 2019

KOMPETENSI INTI 3 Alokasi


KOMPETENSI INTI 4 (KETERAMPILAN)
(PENGETAHUAN) Waktu

3. Memahami pengetahuan 4. Mencoba, mengolah, dan menyaji dalam


(faktual, konseptual, dan ranah konkret (menggunakan, mengurai,
prosedural) berdasarkan rasa merangkai, memodifikasi, dan membuat)
ingin tahunya tentang ilmu dan ranah abstrak (menulis, membaca,
pengetahuan, teknologi, seni, menghitung, menggambar, dan
budaya terkait fenomena dan mengarang) sesuai dengan yang
kejadian nyata dipelajari di sekolah dan sumber lain
yang sama dalam sudut pandang/teori

KOMPETENSI DASAR KOMPETENSI DASAR

3.1 Memahami aktivitas manusia 4.1 Menyajikan hasil pengamatan tentang 12 JP


dalam aspek keruangan dan aktivitas manusia dalam aspek
waktu, konektivitas antar keruangan dan waktu, konektivitas
ruang, perubahan dan antar ruang, perubahan dan
keberlanjutannya pada aspek keberlanjutannya pada aspek sosial,
sosial, ekonomi, budaya, dan ekonomi, budaya, dan pendidikan
pendidikan dalam lingkup dalam lingkup nasional
nasional

3.2 Memahami aktivitas manusia 4.2 Menunjukkan/menyajikan hasil 12 JP


dalam hubungannya dengan pengamatan tentang aktivitas manusia
kondisi geografis di sekitarnya dalam hubungannya dengan
(dalam lingkup nasional) lingkungan geografis tempat tinggalnya
(dalam lingkup nasional)

3.3 Menjelaskan aktivitas 4.3 Menyajikan hasil pengamatan tentang 12 JP


manusia, perubahan dan aktivitas manusia, perubahan, dan
keberlanjutannya pada masa keberlanjutannya pada masa
pergerakan nasional sampai pergerakan nasional sampai
proklamasi kemerdekaan proklamasi kemerdekaan Indonesia
Indonesia
KOMPETENSI DASAR KOMPETENSI DASAR

3.4 Memahami kehidupan 4.4 Menyajikan hasil pengamatan tentang 12 JP


manusia dalam kelembagaan kehidupan manusia dalam
sosial, ekonomi, pendidikan, kelembagaan sosial, pendidikan,
dan budaya di masyarakat ekonomi, dan budaya di masyarakat
sekitar (nasional) sekitar (nasional)

3.5 Memahami aktivitas manusia 4.5 Menyajikan hasil pengamatan tentang 10 JP


dalam dinamika interaksi aktivitas manusia dalam dinamika
dengan lingkungan alam, interaksi dengan lingkungan alam,
sosial, budaya, dan ekonomi sosial, budaya, dan ekonomi (dalam
(dalam lingkup nasional) lingkup nasional)

Mengetahui Mengesahkan Jakarta, Agustus 2018


Kepala SLB A PTN WKS Bidang Kurikulum Guru Pengampu

Triyanto Murjoko, M. Pd. Ngatijo, S. Pd. Cucu Nuraeni


NIP.196707131997031002 NIP. 196101061992031003 NIP. 196303211984032008
PROGRAM TAHUNAN
TAHUN AJARAN 2018/2019

Nama Sekolah : SLB-A Pembina Tingkat Nasonal Jakarta


SatuanPendidikan : SMALB Tunanetra
Mata Pelajaran : IPS
Kelas : XII (Duabelas)
TahunAjaran : 2018 – 2019

KOMPETENSI INTI 3 (PENGETAHUAN) Alokasi


KOMPETENSI INTI 4 (KETERAMPILAN)
Waktu
3. Memahami pengetahuan (faktual, 4. Mencoba, mengolah, dan menyaji
konseptual, dan prosedural) dalam ranah konkret (menggunakan,
berdasarkan rasa ingin tahunya mengurai, merangkai, memodifikasi,
tentang ilmu pengetahuan, dan membuat) dan ranah abstrak
teknologi, seni, budaya terkait (menulis, membaca, menghitung,
fenomena dan kejadian nyata menggambar, dan mengarang)
sesuai dengan yang dipelajari di
sekolah dan sumber lain yang sama
dalam sudut pandang/teori

KOMPETENSI DASAR KOMPETENSI DASAR

3.1 Memahami aktivitas manusia 4.1 Menunjukkan aktivitas manusia 12 JP


dalam aspek keruangan dan dalam aspek keruangan dan
waktu, konektivitas antar ruang, waktu, konektivitas antar ruang,
perubahan dan keberlanjutannya perubahan dan keberlanjutannya
pada aspek sosial, ekonomi, pada aspek sosial, ekonomi,
budaya, dan pendidikan dalam budaya, dan pendidikan dalam
lingkup regional lingkup regional

3.2 Memahami aktivitas manusia 4.2 Menunjukkan aktivitas manusia 12 JP


dalam hubungannya dengan dalam hubungannya dengan
kondisi geografis di sekitarnya kondisi geografis di sekitarnya
(dalam lingkup regional) (dalam lingkup regional)

3.3 Menjelaskan aktivitas manusia, 4.3 Menyajikan hasil pengamatan 12 JP


perubahan dan keberlanjutannya tentang aktivitas manusia,
pada masa perjuangan mengisi perubahan dan keberlanjutannya
kemerdekaan pada masa perjuangan mengisi
kemerdekaan
KOMPETENSI DASAR KOMPETENSI DASAR

3.4 Memahami kehidupan manusia 4.4 Menunjukkan kehidupan 10 JP


dalam kelembagaan sosial, manusia dalam kelembagaan
ekonomi, pendidikan, dan budaya sosial, pendidikan, ekonomi, dan
di masyarakat sekitar (regional) budaya di masyarakat dalam
lingkup regional

3.5 Memahami aktivitas manusia 4.5 Menunjukkan aktivitas manusia 12JP


dalam dinamika interaksi dengan dalam dinamika interaksi dengan
lingkungan alam, sosial, budaya, lingkungan alam, sosial, budaya,
dan ekonomi dalam lingkup dan ekonomi dalam lingkup
regional regional

Mengetahui Mengesahkan Jakarta, Agustus 2018


Kepala SLB A PTN WKS Bidang Kurikulum Guru Pengampu

Triyanto Murjoko, M. Pd. Ngatijo, S. Pd. Cucu Nuraeni


NIP.196707131997031002 NIP. 196101061992031003 NIP. 196303211984032008
SILABUS SATUAN PENDIDIKAN
A. Kelas : X (Sepuluh)
Mata Pelajaran : IPS
Alokasi Waktu : 40 Jam Pelajaran

KI 3 : Memahami pengetahuan (faktual, konseptual, dan prosedural) berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni,
budaya terkait fenomena dan kejadian nyata
KI 4 : Mencoba, mengolah, dan menyaji dalam ranah konkret (menggunakan, mengurai, merangkai, memodifikasi, dan membuat) dan ranah abstrak
(menulis, membaca, menghitung, menggambar, dan mengarang) sesuai dengan yang dipelajari di sekolah dan sumber lain yang sama dalam
sudut pandang/teori

Kompetensi Dasar Materi Pokok dan Materi Indikator Pencapaian Kegiatan Peembelajaran Penilaian Sumber
Pembelajaran Kompetensi Belajar

3.1 Memahami aktivitas Kondisi geografis Indonesia Mensimulasikan interaksi antarruang


manusia dalam aspek (letak dan luas, iklim, geologi, dengan bentuk kelompok yang
keruangan dan waktu, rupa bumi, tata air, tanah, flora menunjukan saling ketergantungan
konektivitas antar dan fauna) melalui peta rupa dalam bentuk simulasi pengiriman
ruang, perubahan dan bumi. barang kebutuhan penduduk antara
keberlanjutannya a.Pengertian ruang dan kelompok satu dengan yang lain.
pada aspek sosial, interaksi antarruang (saling Setiap kelompok dianggap sebagai
ekonomi, budaya, dan melengkapi dan daerah atau
pendidikan dalam
persebaran). wilayah yang berbeda. Misalnya
lingkup local
b. Letak dan luas Indonesia kelompok A yang surplus beras
4.1 Menunjukkan aspek (pemahaman lokasi melalui mengirimkan ke kelompok B.
keruangan dan peta, letak dan luas Indonesia. Sebaliknya kelompok B mengirim
waktu, konektivitas c. Kondisi alam Indonesia ikan dan garam kepada Kelompok
antar ruang, (keadaan fisik wilayah dan A. Kelompok C mengirim barang
perubahan dan flora dan fauna). alat-alat elektronik ke kelompok B
keberlanjutannya dan kelompok A. Sebaliknya
pada aspek sosial, Kelompok C mendapat kiriman
ekonomi, budaya, beras dari A dan ikan dari B. Guru
dan pendidikan dapat membentuk tiga atau empat
dalam lingkup lokal kelompok dengan jenis komoditas
yang berbeda.
Kompetensi Dasar Materi Pokok dan Materi Indikator Pencapaian Kegiatan Peembelajaran Penilaian Sumber Belajar
Pembelajaran Kompetensi

Potensi sumber daya alam Mengamati peta kondisi


(jenis sumber daya, penyebaran geografis di Indonesia
di darat dan laut). dengan cara berdiskusi
a.Potensi sumber daya alam untuk menganalisis
Indonesia. letak, luas, kondisi
b. Potensi kemaritiman alam, flora dan fauna
Indonesia. Indonesia.
Sumber daya manusia (jumlah, Membuat peta
sebaran, dan komposisi; persebaran sumber daya
pertumbuhan; kualitas alam di Indonesia secara
(pendidikan, kesehatan, berkelompok baik
kesejahteraan; keragaman potensi sumber daya
etnik (aspek-aspek budaya)). alam di darat maupun di
a. Jumlah penduduk laut sehingga menarik
b. Persebaran penduduk untuk dipresentasikan di
c. Komposisi penduduk teman dan guru .
d. Pertumbuhan dan kualitas
penduduk
e. Keragam etnik dan budaya
Kompetensi Dasar Materi Pokok dan Materi Indikator Pencapaian Kegiatan Peembelajaran Penilaian Sumber
Pembelajaran Kompetensi Belajar

Mengidentifikasi, membandingkan,
dan menyajikan data
kependudukan (sebaran dan
pertumbuhan) berdasarkan ruang
dan waktu yang disajikan dalam
bentuk tabel dan grafik di depan
kelas.
Mengadakan pameran keragaman
etnik dan budaya berupa makanan,
pakaian, tarian, rumah adat, dan
sejenisnya di kelas.
Menganalisis dampak
positif dan negatif interaksi
ruang dengan teknik
jigsaw.
Mengidentifikasi masalah, mencari
data/informasi, dan mengajukan
solusi terhadap dampak interaksi
antarruang dengan berbasis pada
pendekatan saintifik.
Siswa mampu:
3.1. Memahami konsep Kondisi geografis Indonesia (letak dan luas, iklim, Mensimulasikan interaksi antarruang dengan bentuk Penilaian
ruang (lokasi,
geologi, rupa bumi, tata air, tanah, flora dan fauna) kelompok yang menunjukan saling ketergantungan pengetahuan
distribusi, potensi,
iklim, bentuk muka melalui peta rupa bumi. dalam bentuk simulasi pengiriman barang kebutuhan mengunakan jenis tes
bumi, geologis, flora, a. Pengertian ruang dan interaksi antarruang penduduk antara kelompok satu dengan yang lain. Setiap pilihan ganda dan
dan fauna) dan (saling melengkapi dan persebaran). kelompok dianggap sebagai daerah atau uraian.
interaksi antarruang di b. Letak dan luas Indonesia (pemahaman lokasi wilayah yang berbeda. Misalnya kelompok A yang Penilaian
Indonesia serta melalui peta, letak dan luas Indonesia. surplus beras mengirimkan ke kelompok B. Sebaliknya keterampilan
pengaruhnya terhadap c. Kondisi alam Indonesia (keadaan fisik wilayah kelompok B mengirim ikan dan garam kepada mengunakan jenis
kehidupan manusia
dan flora dan fauna). Kelompok A. Kelompok C mengirim barang alat-alat non tes yaitu
dalam aspek ekonomi,
sosial, budaya, dan Potensi sumber daya alam (jenis sumber daya, elektronik ke kelompok B dan kelompok A. Sebaliknya observasi pada
pendidikan. penyebaran di darat dan laut). Kelompok C mendapat kiriman beras dari A dan ikan kegiatan diskusi,
4.1. Menjelaskan konsep a. Potensi sumber daya alam Indonesia. b. Potensi dari B. Guru dapat membentuk tiga atau empat simulasi, dan
ruang (lokasi, kemaritiman Indonesia. kelompok dengan jenis komoditas yang berbeda. presentasi.
distribusi, potensi, Sumber daya manusia (jumlah, sebaran, dan Mengamati peta kondisi geografis di Indonesia dengan Penilaian aspek sikap
iklim, bentuk muka komposisi; pertumbuhan; kualitas (pendidikan, cara berdiskusi untuk menganalisis letak, luas, kondisi mengunakan jenis non
bumi, geologis, flora
kesehatan, kesejahteraan; keragaman etnik (aspek- alam, flora dan fauna Indonesia. tes yaitu observasi dan
dan fauna) dan
interaksi antarruang di aspek budaya)). a. Jumlah penduduk Membuat peta persebaran sumber daya alam di jurnal.
Indonesia serta
pengaruhnya terhadap b. Persebaran penduduk c. Indonesia secara berkelompok baik potensi sumber
kehidupan manusia Komposisi penduduk daya alam di darat maupun di laut sehingga
Indonesia dalam aspek d. Pertumbuhan dan kualitas penduduk e. menarik untuk dipresentasikan di depan kelas.
ekonomi, sosial, budaya, Keragam etnik dan budaya Mengidentifikasi, membandingkan, dan menyajikan data
dan pendidikan. Interaksi antarruang (distribusi potensi kependudukan (sebaran dan pertumbuhan) berdasarkan
wilayah Indonesia). ruang dan waktu yang disajikan dalam bentuk tabel dan
a. Berkembangnya pusat-pusat grafik di depan kelas.
pertumbuhan. Mengadakan pameran keragaman etnik dan budaya
b. Berkembangnya sarana dan berupa makanan, pakaian, tarian, rumah adat, dan
Prasarana. sejenisnya di kelas.
c. Berubahnya komposisi penduduk.
Menganalisis dampak positif dan negatif
Dampak interaksi antarruang
interaksi ruang dengan teknik jigsaw.
(perdagangan, mobilitas penduduk). a.
Mengidentifikasi masalah, mencari data/informasi, dan
Perubahan penggunaan lahan.
mengajukan solusi terhadap dampak interaksi antarruang
b. Perubahan orientasi mata pencaharian. c.
dengan berbasis pada pendekatan saintifik.
Adanya perubahan sosial dan budaya.

Keterangan:
* Dikutip dari Permendikbud 24/2016.
** Materi Pokok dan rinciannya menggambarkan struktur keilmuan.
*** Implementasi pembelajaran materi pembelajaran dirancang sesuai dengan ketersediaan jam pelajaran.
**** Penilaian kompetensi.
B. Kelas XI
Mata pelajaran : IPS
Alokasi Waktu : 40 Jam Pelajaran

Kompetensi Dasar *) Materi Pokok dan Kegiatan


Materi Pembelajaran **) Pembelajaran ***) Penilaian ****)

Siswa mampu: Pengaruh interaksi sosial (mobilitas sosial) Mengidentifikasikan jenis, faktor, dan saluran mobilitas Penilaian
3.2. Menganalisis pengaruh terhadap kehidupan sosial budaya. a. Mobilitas melalui diskusi yang menghasilkan peta konsep, bagan, pengetahuan
interaksi sosial dalam ruang
vertikal dan horisontal. atau bahan tayang sehingga menarik untuk mengunakan jenis tes
yang berbeda terhadap
kehidupan sosial dan b. Faktor pendorong dan penghambat dipresentasikan di depan kelas. pilihan ganda, isian
budaya serta mobilitas sosial. Pemberian tugas contoh-contoh pengaruh dan dampak singkat, dan uraian.
pengembangan kehidupan c. Saluran mobilitas sosial. mobilitas sosial terhadap status sosial dalam bentuk Penilaian
kebangsaan. d. Pengaruh mobilitas sosial terhadap pameran, mading, atau diunggah di internet. keterampilan
perubahan status sosial. Mengidentifikasi pluralitas kehidupan sosial budaya mengunakan jenis
4.2. Menyajikan hasil analisis e. Dampak positif dan negatif mobilitas sosial.
masyarakat Indonesia dalam bentuk tabel berdasarkan non tes yaitu
tentang pengaruh interaksi Pluralitas (agama, budaya, suku bangsa, observasi, penugasan,
agama, budaya, suku bangsa, pekerjaan hasil
sosial dalam ruang yang pekerjaan) masyarakat Indonesia. dan portofolio.
pengamatan kondisi di sekitar sekolah.
berbeda terhadap a. Jenis pluralitas di Indonesia. b.
kehidupan sosial dan Mengidentifikasi jenis konflik dengan mengumpulkan Penilaian aspek sikap
Faktor munculnya pluralitas
budaya serta berbagai kasus yang diperoleh dari berbagai media, mengunakan jenis non
masyarakat Indonesia.
pengembangan kehidupan kemudian diselidikan faktor-faktor pendorong dan tes yaitu observasi,
c. Sikap warga negara dalam pluralitas bangsa.
kebangsaan. Konflik dan integrasi penghambat munculnya konflik jurnal, dan penilaian
a. Faktor- faktor pendorong dan Mengajukan solusi pada studi kasus pluralitas yang antar teman.
penghambat munculnya konflik. menuntut sikap bijak warga negara. Contohnya toleransi
b. Faktor- faktor pendorong dan dalam perayaan hari besar keagamaan atau budaya
penghambat integrasi nasional. tertentu.
d. Membina persatuan/integrasi dalam Menganalisis jenis integrasi dengan mengumpulkan
masyarakat plural/majemuk di Indonesia. berbagai kasus yang diperoleh dari berbagai media,
kemudian diselidikan faktor-faktor pendorong dan
penghambat integrasi nasional.
Mengkomunikasikan berbagai cara dalam membina
persatuan (integrasi) sosial dalam masyarakat plural
(majemuk) di Indonesia.

Keterangan:
* Dikutip dari Permendikbud 24/2016.
** Materi Pokok dan rinciannya menggambarkan struktur keilmuan.
*** Implementasi pembelajaran materi pembelajaran dirancang sesuai dengan ketersediaan jam pelajaran.
**** Penilaian kompetensi.
C. Kelas IX
Mata Pelajaran : IPS
Alokasi Waktu : 40 Jam Pelajaran

Kompetensi Dasar *) Materi Pokok dan Kegiatan


Materi Pembelajaran **) Pembelajaran***) Penilaian****)

Siswa mampu: Ketergantungan antarruang berdasarkan konsep Membuat alur bagan ketergantungan antarruang dalam Penilaian
3.3. Menganalisis ekonomi (produksi, distribusi, konsumsi, harga, kegiatan ekonomi. Peserta didik secara berkelompok pengetahuan
ketergantungan antarruang
pasar). membuat alur bagan produksi barang yang ada di sekitar mengunakan jenis tes
dilihat dari konsep
ekonomi (produksi, a. Faktor produksi berdasarkan jenis dan tempat tinggal, misalnya pengawetan ikan asin, produksi pilihan ganda, isian
distribusi, konsumsi, persebaran bahan baku. tahu dan tempe, dan kue. Bagan alur dipresentasikan di singkat, dan uraian.
harga, pasar) dan b. Faktor pendorong dan penghambat distribusi depan kelas. Penilaian
pengaruhnya terhadap barang dan jasa antar daerah. Mengamati proses distribusi dan karakteristik keterampilan
migrasi penduduk, c. Karakteristik konsumen berdasarkan konsumen pada komoditas barang di sekitar tempat mengunakan jenis
transportasi, lembaga perbedaan wilayah. tinggal hingga produsen menentukan harga barang non tes yaitu
sosial dan ekonomi, d. Penentuan harga berdasarkan lokasi dan berdasarkan lokasi dan jarak. Pengamatan dilakukan penugasan,
pekerjaan, pendidikan, dan
jarak. secara berkelompok, didiskusikan, dan portofolio, dan
kesejahteraan masyarakat.
Pengaruh ketergantungan antar ruang terhadap dipresentasikan. observasi.
3.4. Menyajikan hasil analisis migrasi penduduk, transportasi, lembaga Mengidentifikasi permasalahan, pengaruh Penilaian aspek sikap
tentang ketergantungan sosial,ekonomi, pekerjaan, pendidikan, dan ketergantungan antarruang tentang migrasi penduduk, mengunakan jenis non
antarruang dilihat dari kesejahteraan masyarakat. transportasi, lembaga sosial, ekonomi, pekerjaan, tes yaitu observasi,
konsep ekonomi a. Faktor pendorong dan penarik migrasi pendidikan, dan kesejahteraan masyarakat. Peserta didik jurnal, dan penilaian
(produksi, distribusi, penduduk berdasarkan aspek secara berkelompok diminta untuk merumuskan solusi antar teman.
konsumsi, harga, ekonomi. untuk setiap masalah seperti urbanisasi, pengangguran,
b. Peranan transportasi untuk distribusi barang kemiskinan, kejahatan, penurunan minat untuk jadi
dan jasa. petani dan nelayan.
c. Peranan lembaga pendidikan, dan
pasar) dan pengaruhnya lembaga ekonomi dalam mewujudkan Peserta didik menciptakan suatu produk keunggulan
terhadap migrasi kesejahteraan masyarakat. sebagai kegiatan ekonomi kreatif secara berkelompok
penduduk, transportasi,
Mengembangkan ekonomi kreatif berdasarkan yang selanjutnya dipamerkan dengan teknik shoping
lembaga sosial dan
ekonomi, pekerjaan, potensi wilayah untuk meningkatkan (kunjungan tiap kelompok).
pendidikan, dan kesejahteraan masyarakat. a. Pengertian Mengidentifikasi keuntungan sebuah kota sebagai
kesejahteraan masyarakat. ekonomi kreatif dan jenis tempat penyelenggaraan Pekan Olah Raga Nasional
jenisnya. (PON). Peserta didik diminta untuk membuat tabel
b. Pengembangan ekonomi kreatif tentang keuntungan pengusaha hotel, transportasi,
berdasarkan potensi wilayah. makanan, cenderamata, di kota tempat
c. Contoh ekonomi kreatif yang berhasil penyelenggaraan. Kota penyelenggara PON adalah
menyejahterakan masyarakat. pusat pertumbuhan ekonomi bagi daerah sekitarnya.
Pengembangan pusat-pusat keunggulan ekonomi Mengumpulkan data potensi dan kegiatan ekonomi di
untuk kesejahteraan masyarakat a. Wilayah daerah setempat dalam menghadapi pasar bebas. Peserta
pusat-pusat keunggulan didik diminta untuk menjelaskan tentang proses produksi
ekonomi Indonesia. dan pemasaran sehingga dapat laku di pasaran
b. Manfaat pengembangan pusat-pusat
internasional. Kegiatan belajar dilakukan dengan teknik
keunggulan ekonomi untuk kesejahteraan
masyarakat. jigsaw
Pasar Bebas (Masyarakat Ekonomi Peserta didik membuat peta konsep tentang tujuan dan
manfaat MEA, AFTA, APEC, Uni Eropa secara
ASEAN, AFTA, APEC, Uni Eropa). a.
Latar belakang pembentukan berkelompok.
kerjasama ekonomi dan keanggotan
(Masyarakat Ekonomi ASEAN, AFTA,
APEC, Uni Eropa).
b. Manfaat kerjasama Masyarakat Ekonomi
ASEAN, AFTA, APEC, Uni Eropa bagi
Indonesia.

Keterangan:
* Dikutip dari Permendikbud 24/2016.
** Materi Pokok dan rinciannya menggambarkan struktur keilmuan.
*** Implementasi pembelajaran materi pembelajaran dirancang sesuai dengan ketersediaan jam pelajaran
**** Penilaian kompetensi.
KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR
SEKOLAH MENENGAH ATAS LUAR BIASA TUNANETRA
(SMALB TUNANETRA)

MATA PELAJARAN
ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


JAKARTA, 2016
KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR
ILMU PENGETAHUAN SOSIAL SMALB TUNANETRA

KELAS: X
Tujuan kurikulum mencakup empat kompetensi yaitu, (1) sikap spiritual, (2)
sikap sosial, (3) pengetahuan, dan (4) keterampilan. Kompetensi tersebut
dicapai melalui proses pembelajaran intrakurikuler, kokurikuler, dan/atau
ekstrakurikuler.
Rumusan Kompetensi Sikap Spiritual adalah “Menghargai dan menghayati
ajaran agama yang dianutnya”. Adapun rumusan Kompetensi Sikap Sosial
adalah “Menunjukkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli,
santun, percaya diri dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan
sosial dan alam dalam jangkauan pergaulan dan keberadaanya”. Kedua
kompetensi tersebut dicapai melalui pembelajaran tidak langsung (indirect
teaching), yaitu keteladanan, pembiasaan, dan budaya sekolah, dengan
memperhatikan karakteristik mata pelajaran, serta kebutuhan dan kondisi
siswa.
Penumbuhan dan pengembangan kompetensi sikap dilakukan sepanjang
proses pembelajaran berlangsung, dan dapat digunakan sebagai
pertimbangan guru dalam mengembangkan karakter siswa lebih lanjut.
Kompetensi Pengetahuan dan Kompetensi Keterampilan dirumuskan sebagai
berikut ini.

KOMPETENSI INTI 3 (PENGETAHUAN) KOMPETENSI INTI 4 (KETERAMPILAN)

3. Memahami pengetahuan (faktual, 4. Mencoba, mengolah, dan menyaji


konseptual, dan prosedural) dalam ranah konkret
berdasarkan rasa ingin tahunya (menggunakan, mengurai,
tentang ilmu pengetahuan, merangkai, memodifikasi, dan
teknologi, seni, budaya terkait membuat) dan ranah abstrak
fenomena dan kejadian nyata (menulis, membaca, menghitung,
menggambar, dan mengarang)
sesuai dengan yang dipelajari di
sekolah dan sumber lain yang
sama dalam sudut pandang/teori

KOMPETENSI DASAR KOMPETENSI DASAR

3.1 Memahami aktivitas manusia 4.1 Menunjukkan aspek keruangan


dalam aspek keruangan dan dan waktu, konektivitas antar
waktu, konektivitas antar ruang, ruang, perubahan dan
perubahan dan keberlanjutannya keberlanjutannya pada aspek
pada aspek sosial, ekonomi, sosial, ekonomi, budaya, dan
budaya, dan pendidikan dalam pendidikan dalam lingkup lokal
lingkup lokal

3.2 Memahami aktivitas manusia 4.2 Menyajikan hasil penelaahan


dalam hubungannya dengan tentang aktivitas manusia dalam
kondisi geografis di sekitarnya hubungannya dengan kondisi
(dalam lingkup lokal) geografis di sekitarnya (dalam
lingkup lokal)

3.3 Menjelaskan aktivitas manusia, 4.3 Menyajikan hasil penelaahan


perubahan dan keberlanjutannya tentang aktivitas manusia,
KOMPETENSI DASAR KOMPETENSI DASAR
pada masa praaksara, Hindu perubahan dan keberlanjutannya
Buddha, dan Islam pada masa praaksara, Hindu
Buddha, dan Islam

3.4 Memahami kehidupan manusia 4.4 Menyajikan hasil pengamatan


dalam kelembagaan sosial, tentang kehidupan manusia
ekonomi, pendidikan, dan budaya dalam kelembagaan sosial,
di masyarakat sekitar (lokal) ekonomi, pendidikan, dan budaya
di masyarakat sekitar (lokal)

3.5 Memahami aktivitas manusia 4.5 Menyajikan hasil pengamatan


dalam dinamika interaksi dengan tentang aktivitas manusia dalam
lingkungan alam, sosial, budaya, dinamika interaksi dengan
dan ekonomi lingkungan alam, sosial, budaya,
dan ekonomi
KELAS: XI
Tujuan kurikulum mencakup empat kompetensi yaitu, (1) sikap spiritual, (2)
sikap sosial, (3) pengetahuan, dan (4) keterampilan. Kompetensi tersebut
dicapai melalui proses pembelajaran intrakurikuler, kokurikuler, dan/atau
ekstrakurikuler.
Rumusan Kompetensi Sikap Spiritual adalah “Menghargai dan menghayati
ajaran agama yang dianutnya”. Adapun rumusan Kompetensi Sikap Sosial
adalah “Menunjukkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli,
santun, percaya diri dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan
sosial dan alam dalam jangkauan pergaulan dan keberadaanya”. Kedua
kompetensi tersebut dicapai melalui pembelajaran tidak langsung (indirect
teaching), yaitu keteladanan, pembiasaan, dan budaya sekolah, dengan
memperhatikan karakteristik mata pelajaran, serta kebutuhan dan kondisi
siswa.
Penumbuhan dan pengembangan kompetensi sikap dilakukan sepanjang
proses pembelajaran berlangsung, dan dapat digunakan sebagai
pertimbangan guru dalam mengembangkan karakter siswa lebih lanjut.
Kompetensi Pengetahuan dan Kompetensi Keterampilan dirumuskan sebagai
berikut ini.

KOMPETENSI INTI 3 (PENGETAHUAN) KOMPETENSI INTI 4 (KETERAMPILAN)

3. Memahami pengetahuan (faktual, 4. Mencoba, mengolah, dan menyaji


konseptual, dan prosedural) dalam ranah konkret
berdasarkan rasa ingin tahunya (menggunakan, mengurai,
tentang ilmu pengetahuan, merangkai, memodifikasi, dan
teknologi, seni, budaya terkait membuat) dan ranah abstrak
fenomena dan kejadian nyata (menulis, membaca, menghitung,
menggambar, dan mengarang)
sesuai dengan yang dipelajari di
sekolah dan sumber lain yang
sama dalam sudut pandang/teori

KOMPETENSI DASAR KOMPETENSI DASAR

3.1 Memahami aktivitas manusia 4.1 Menyajikan hasil pengamatan


dalam aspek keruangan dan tentang aktivitas manusia dalam
waktu, konektivitas antar ruang, aspek keruangan dan waktu,
perubahan dan keberlanjutannya konektivitas antar ruang,
pada aspek sosial, ekonomi, perubahan dan keberlanjutannya
budaya, dan pendidikan dalam pada aspek sosial, ekonomi,
lingkup nasional budaya, dan pendidikan dalam
lingkup nasional

3.2 Memahami aktivitas manusia 4.2 Menunjukkan/menyajikan hasil


dalam hubungannya dengan pengamatan tentang aktivitas
kondisi geografis di sekitarnya manusia dalam hubungannya
(dalam lingkup nasional) dengan lingkungan geografis
tempat tinggalnya (dalam lingkup
nasional)

3.3 Menjelaskan aktivitas manusia, 4.3 Menyajikan hasil pengamatan


perubahan dan keberlanjutannya tentang aktivitas manusia,
pada masa pergerakan nasional perubahan, dan keberlanjutannya
sampai proklamasi kemerdekaan pada masa pergerakan nasional
Indonesia sampai proklamasi kemerdekaan
KOMPETENSI DASAR KOMPETENSI DASAR
Indonesia

3.4 Memahami kehidupan manusia 4.4 Menyajikan hasil pengamatan


dalam kelembagaan sosial, tentang kehidupan manusia dalam
ekonomi, pendidikan, dan budaya kelembagaan sosial, pendidikan,
di masyarakat sekitar (nasional) ekonomi, dan budaya di
masyarakat sekitar (nasional)

3.5 Memahami aktivitas manusia 4.5 Menyajikan hasil pengamatan


dalam dinamika interaksi dengan tentang aktivitas manusia dalam
lingkungan alam, sosial, budaya, dinamika interaksi dengan
dan ekonomi (dalam lingkup lingkungan alam, sosial, budaya,
nasional) dan ekonomi (dalam lingkup
nasional)
KELAS: XII
Tujuan kurikulum mencakup empat kompetensi yaitu, (1) sikap spiritual, (2)
sikap sosial, (3) pengetahuan, dan (4) keterampilan. Kompetensi tersebut
dicapai melalui proses pembelajaran intrakurikuler, kokurikuler, dan/atau
ekstrakurikuler.
Rumusan Kompetensi Sikap Spiritual adalah “Menghargai dan menghayati
ajaran agama yang dianutnya”. Adapun rumusan Kompetensi Sikap Sosial
adalah “Menunjukkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli,
santun, percaya diri dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan
sosial dan alam dalam jangkauan pergaulan dan keberadaanya”. Kedua
kompetensi tersebut dicapai melalui pembelajaran tidak langsung (indirect
teaching), yaitu keteladanan, pembiasaan, dan budaya sekolah, dengan
memperhatikan karakteristik mata pelajaran, serta kebutuhan dan kondisi
siswa.
Penumbuhan dan pengembangan kompetensi sikap dilakukan sepanjang
proses pembelajaran berlangsung, dan dapat digunakan sebagai
pertimbangan guru dalam mengembangkan karakter siswa lebih lanjut.
Kompetensi Pengetahuan dan Kompetensi Keterampilan dirumuskan sebagai
berikut ini.

KOMPETENSI INTI 3 (PENGETAHUAN) KOMPETENSI INTI 4 (KETERAMPILAN)

3. Memahami pengetahuan (faktual, 4. Mencoba, mengolah, dan menyaji


konseptual, dan prosedural) dalam ranah konkret
berdasarkan rasa ingin tahunya (menggunakan, mengurai,
tentang ilmu pengetahuan, merangkai, memodifikasi, dan
teknologi, seni, budaya terkait membuat) dan ranah abstrak
fenomena dan kejadian nyata (menulis, membaca, menghitung,
menggambar, dan mengarang)
sesuai dengan yang dipelajari di
sekolah dan sumber lain yang
sama dalam sudut pandang/teori

KOMPETENSI DASAR KOMPETENSI DASAR

3.1 Memahami aktivitas manusia 4.1 Menunjukkan aktivitas manusia


dalam aspek keruangan dan dalam aspek keruangan dan
waktu, konektivitas antar ruang, waktu, konektivitas antar ruang,
perubahan dan keberlanjutannya perubahan dan keberlanjutannya
pada aspek sosial, ekonomi, pada aspek sosial, ekonomi,
budaya, dan pendidikan dalam budaya, dan pendidikan dalam
lingkup regional lingkup regional

3.2 Memahami aktivitas manusia 4.2 Menunjukkan aktivitas manusia


dalam hubungannya dengan dalam hubungannya dengan
kondisi geografis di sekitarnya kondisi geografis di sekitarnya
(dalam lingkup regional) (dalam lingkup regional)

3.3 Menjelaskan aktivitas manusia, 4.3 Menyajikan hasil pengamatan


perubahan dan keberlanjutannya tentang aktivitas manusia,
pada masa perjuangan mengisi perubahan dan keberlanjutannya
kemerdekaan pada masa perjuangan mengisi
kemerdekaan

3.4 Memahami kehidupan manusia 4.4 Menunjukkan kehidupan manusia


dalam kelembagaan sosial, dalam kelembagaan sosial,
ekonomi, pendidikan, dan budaya pendidikan, ekonomi, dan budaya
KOMPETENSI DASAR KOMPETENSI DASAR
di masyarakat sekitar (regional) di masyarakat dalam lingkup
regional

3.5 Memahami aktivitas manusia 4.5 Menunjukkan aktivitas manusia


dalam dinamika interaksi dengan dalam dinamika interaksi dengan
lingkungan alam, sosial, budaya, lingkungan alam, sosial, budaya,
dan ekonomi dalam lingkup dan ekonomi dalam lingkup
regional regional
DAFTAR NAMA GURU GURU, DAN PEGAWAI
SLB-A PEMBINA TINGKATNASIONAL JAKARTA
TAHUN : 2016/2017/2018
TANGGAL PENDIDIKAN WAKTU
NO NAMA NIP NRK TEMPAT LAHIR L/P AGAMA JABATAN
LAHIR NAMA TH.LULUS TINGK. PEND. PENSIUN
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 Drs. TRIYANTO MURJOKO.M.Pd. 196707131997031002 162058 Klaten 13-07-1967 L Islam S2PLB 2005 Pasca Sarjana Kep.sek
2 Dra. CUCU NURAENI 196303211984032008 161858 Bandung 21-03-1963 P Islam PLB 1987 Sarjana Guru
3 Dra. RATNANINGSIH 195801181982032002 161978 Bandung 18-01-1958 P Islam PLB 1991 Sarjana Guru Feb-18
4 Dra. SUDARNI 195811301983122002 162026 Klaten 30-11-1958 P Islam PLB 1982 Sarjana Guru Des 2018
5 Drs. DEDI SUPRIADI, M.Pd. 196006031983031020 161863 Tasikmalaya 03-06-1960 L Islam S2PLB 2005 Pasca Sarjana Guru Jul-20
6 Dra. IIS SUSMIATI 196204121984032009 161908 Bandung 12-04-1942 P Islam PLB 1990 Sarjana Guru Mei 2022
7 WAWAN YUHANA, S.Pd. 195901071984031002 162073 Garut 07-01-1959 P Islam PLB 1995 Sarjana Guru Feb-19
8 ACHMAD SUDARMA, S.Pd. 196001261984031001 161831 Sukabumi 26-1-1960 L Islam PLB 1995 Pasca Sarjana Guru Feb-20
9 YUYU YULIANINGSIH, S.Pd. 196207131984032008 162089 Ciamis 13-07-1962 P Islam PLB 1995 Sarjana Guru Agustus 2022
10 Drs. JUHANA 196008261985031005 161914 Ciamis 26-08-1960 L Islam PLB 1992 Sarjana Guru Sep-20
11 Dra. AISYAH 195909151986032005 161838 Kuningan 15-09-1959 P Islam PLB 1983 Sarjana Guru okt-2019
12 Drs. RAHMAD SAEBANI 196805011998031006 161975 Sukoharjo 01-05-1968 L Islam PLB 1993 Sarjana Guru
13 Dra. HIDAYATI SUPRIHATIN 196104211994122001 161905 Klaten 21-04-1961 P Islam PLB 1986 Sarjana Guru Mei 2021
14 NOORAYATI SISWANIGSIH, S.Pd. 195910101992032002 158981 Kulonprogo 10-10-1959 P Islam PLB 1998 Sarjana Guru Nop-19
15 HANI AWALIYAH, S.Pd. 196815101995012001 161897 Jakarta, 15-10-1968 P Islam PKH 1993 Sarjana Guru
16 Dra. ASNAH TAHAR 196409051995022001 161845 Cirebon 05-09-1964 P Islam PLB 1989 Sarjana Guru
17 Dra. TATI NOVIANTI 196511171995022001 162046 Bandung 17-11-1965 P Islam PLB 1991 Sarjana Guru
18 Drs. ADJAR AGUS BUDIJANTO 197008131998031009 161833 Pacitan 13-08-1970 L Islam PLB 1993 Sarjana Guru
19 NGATIJA, S.Pd. 196101061992031003 161955 Gunung Kidul 10-01-1961 L Islam ADM 2003 Sarjana Guru Feb-21
20 ADI MEKAR NUGROHO, S.Pd. 196811121992031010 161832 Boyolali 12-11-1969 L Islam PLB 1998 Sarjana Guru
21 MAKSUM, S,Ag. M.Pd. 196909252000121001 - Jepara 29-09-1969 L Islam S2PDDK 2005 Pasca Sarjana Guru
22 WAHYU CAHYANINGSIH, S.Ag. 19670427201122001 - Jakarta, 27-04-1967 P Islam PLB 1996 Sarjana Guru
23 M. HAMID BASUKI, S.Pd. 197605192008011016 173794 Purbalingga 19-05-1976 L Islam PLB 2002 Sarjana Guru
24 TIFA FITERIA SAVITRI, S.Pd. 196610122010082001 182464 Tangerang 12-09-1966 P Islam PLB 1999 Sarjana Guru
25 KERIADI, S.Pd. 196908252010081001 182312 NTB 25-08-1969 L Islam PLB 2000 Sarjana Guru
26 AMANAH, S.Pd. 196909212010082001 182188 Klaten 2109-1969 P Islam PLB 1993 Sarjana Guru
27 MULYONO, S.Pd. 197102102010081001 182353 Sukoharjo 10-02-1971 L Islam PLB 1995 Sarjana Guru
28 LENA MARLIANA, S.Pd. 197306072010082001 182318 Bandung 07-06-1973 P Islam PLB 1998 Sarjana Guru
29 EMY SUGIARTI, S.Pd. 197805192010082001 182253 Jakarta, 09-05-1978 P Islam PLB 2002 Sarjana Guru
30 FERAWATI SYAHRANI,SE 197904032014122002 188229 Jakarta, 03'04-1979 P Islam SE 2005 Sarjana Guru
31 YANI, S.Pd. 197401012014122003 186352 Jakarta, 01-01-1974 P Islam PLB 2011 Sarjana Guru
32 ALI MUYSHOFA, S.Pd. 197010032014121002 185930 Brebes 10-03-1970 L Islam B.Arab 2007 Sarjana Guru
33 SRI WANITI, S.Pd. 197807092014122003 187754 Jakarta, 08-05-1976 P Islam PLB 1989 Sarjana Guru
34 DADAN GUSTAWAN 196808172001121002 L Islam Sarjana GR AG
35 BUDI HARDININGSIH, S.Pd 196309022016052002 190429 p Islam PLB Sarjana Guru
36 TATIK PURWINDARI 197109272008012008 173888 P Islam PLB Sarjana Guru
37 DWI TARMINI, S.Ag 197704282014122006 191414 P Islam Sarjana Guru
38 BAMBANG SETIAWAN, S.Pd. Jakarta, 23-06-1969 L Islam BHS 2002 Sarjana GTT
39 NURLELA SARI , S.Pd Bekasi, 15-06-1984 p Islam PJOK 2017 Sarjana honor

42 TRI ANANDA AGUSTINA GW, S.Psi, 196908042000032007 162054 Bandung 04-08-1969 P Islam Psiklog 2010 Sarjana Staf TU
43 M ZAINUDDIN GAFFAR, A.Md. 195912311986101013 161942 Enrekang 31-12-1959 L Islam D.III 2000 Sarmud Kaur TU
44 ZAENAL ABIDIN 196001111992031003 162090 Bogor, 11-01-1960 L Islam SMA 1982 SLTA Staf TU
45 ARI HARYANTO - - Jakarta, 27-03-1981 L Islam SMLB 1995 SLTA UMP
46 IYUS HARIAWAN - - Jakarta, 07-07-1972 L Islam SMLB 2001 SLTA UMP
47 SITI MAEMUNAH Magelang, 24-06-1972 P Islam SMA 2017 SMA UMP
48 BACHRUM 195811301983122002 162026 Klaten 30-11-1958 P Maret 2017 SMA

REKAPITULASI JUMLAH PNS NON PNS L P SMA S1 S2


1. KEPALA SEKOLAH 1 1 1 1
2. GURU 38 36 2 15 23 33 4
3. TENAGA KEPENDIDIKAN 5 1 4 3 2 3 1
TOTAL 47 41 6 20 25 5 34 5
DAFTAR INVENTARIS RUANG
SEKOLAH LUAR BIASA
(SLB-A) PEMBINA TINGKAT NASIONAL JAKARTA
TAHUN 2018

Ruang/Kelas : TK-A dan TK-B

NO NAMA BARANG MERK/TIPE JUMLAH SEBUTAN TAHUN KETERANGAN


BAIK RUSAK
1 2 3 4 5 6 7 8
1. Kursi 21 V
2. Meja 7 V
3. Piano 1 V
4. Kipas angin 4 V
5. Mesin ketik Braille 4 V
6. Karpet 2 V
7. Lemari / Rak buku 2 V
8. Tempat sampah 1 V
9. Rak sepatu 2 V
10. Rak buku / rak 13 V
pajangan
11. Keset 3 V
12. Trampolin 1 V
13. Papan tulis / papan 6 V
informasi / pajangan
14. Gorden 6 V
15. Tape / radio 2 V
16. Jam 1 V
17. Rumah Barbie 1 V
18. Papan tulis besar 1 V
19. Meja mainan / meja 4 V
hias
20. Kipas exos 3 V

Jakarta, 2018

Pengurus Sarana Prasarana Wali Kelas / Penanggung Jawab

Drs. DEDI SUPRIADI,M.Pd Dra. AISYAH


NIP. 196006031983031020
DAFTAR INVENTARIS RUANG
SEKOLAH LUAR BIASA
(SLB-A) PEMBINA TINGKAT NASIONAL JAKARTA
TAHUN 2018

Ruang/Kelas : I (Satu)

NO NAMA BARANG MERK/TIPE JUMLAH SEBUTAN TAHUN KETERANGAN


BAIK RUSAK
1 2 3 4 5 6 7 8
1. Kursi siswa 5
2. Meja siswa 6
3. Kursi guru 3
4. Meja guru 1
5. Kipas angin 1
6. Mesin ketik Braille 1
7. Lemari 1
8. Jam dinding 1
9. Tempat sampah 1
10. Alat kebersihan 3
11. Papan knov 4
12. Rak sepatu 1
13. Buku paket Braille 1 set
14. Rak besar 1
15. Rak kecil 1
16. Sempoa (alat hitung) 3
17. Puzzle tubuh 1
18. Buku paket siswa tema 1 set
1-6
19. Buku paket guru tema 1 set
1-6
20. Tempat manik-manik 1

Jakarta 2018

Pengurus Sarana Prasarana Wali Kelas / Penanggung Jawab

Drs. DEDI SUPRIADI,M.Pd ( )


NIP. 196006031983031020
DAFTAR INVENTARIS RUANG
SEKOLAH LUAR BIASA
(SLB-A) PEMBINA TINGKAT NASIONAL JAKARTA
TAHUN 2018

Ruang/Kelas : II-A (Dua-A)

NO NAMA BARANG MERK/TIPE JUMLAH SEBUTAN TAHUN KETERANGAN


BAIK RUSAK
1 2 3 4 5 6 7 8
1. Kursi siswa 4
2. Meja siswa 4
3. Kursi guru 2
4. Meja guru 1
5. Kipas angin 1
6. Meja kayu 1
7. Rak kayu 3
8. Jam dinding 1
9. Tempat sampah 1
10. Alat kebersihan 4
11. Ember 3
12. Rak sepatu 1
13. Gorden 2
14. Globe 1
15. Papan dll 5
16. Sempoa (alat hitung) 1
17. Vas bunga 4
18. Buku paket siswa tema -
1-6
19. Buku paket guru tema -
1-6

Jakarta, 2018

Pengurus Sarana Prasarana Wali Kelas / Penanggung Jawab

Drs. DEDI SUPRIADI,M.Pd ( )


NIP. 196006031983031020
DAFTAR INVENTARIS RUANG
SEKOLAH LUAR BIASA
(SLB-A) PEMBINA TINGKAT NASIONAL JAKARTA
TAHUN 2018

Ruang/Kelas : II-B (Dua-B)

NO NAMA BARANG MERK/TIPE JUMLAH SEBUTAN TAHUN KETERANGAN


BAIK RUSAK
1 2 3 4 5 6 7 8
1. Meja 3
2. Kursi 4
3. Kompor 1
4. Kulkas 1
5. Kipas angin 1
6. Mesin ketik Braille -
7. Rak buku 1
8. Jam dinding 1
9. Tempat sampah 1
10. Alat kebersihan 1 set
11. Lemari 1
12. Buku paket siswa tema
1-6
13. Buku paket guru tema
1-6

Jakarta, 2018

Pengurus Sarana Prasarana Wali Kelas / Penanggung Jawab

Drs. DEDI SUPRIADI,M.Pd ( )


NIP. 196006031983031020
DAFTAR INVENTARIS RUANG
SEKOLAH LUAR BIASA
(SLB-A) PEMBINA TINGKAT NASIONAL JAKARTA
TAHUN 2018

Ruang/Kelas : III-A (Tiga-A)

NO NAMA BARANG MERK/TIPE JUMLAH SEBUTAN TAHUN KETERANGAN


BAIK RUSAK
1 2 3 4 5 6 7 8
1. Kursi siswa 5
2. Meja siswa 5
3. Kursi guru 2
4. Meja guru 1
5. Kipas angin 1
6. Meja kecil 1
7. Meja besar 2
8. Jam dinding 1
9. Tempat sampah 1
10. Alat kebersihan 1 set
11. Ember 1
12. Rak sepatu 1
13. Gorden 2
14. Mesin ketik Braille 1
15. Tongkat siswa 6
16. Lemari besi 1
17. Pengharum ruangan 1
18. Buku paket siswa tema -
1-6
19. Buku paket guru tema -
1-6
20. Lemari kayu 1
21. Pembersih ruangan 1
22. Lampu 2

Jakarta, 2018

Pengurus Sarana Prasarana Wali Kelas / Penanggung Jawab

Drs. DEDI SUPRIADI,M.Pd ( )


NIP. 196006031983031020
DAFTAR INVENTARIS RUANG
SEKOLAH LUAR BIASA
(SLB-A) PEMBINA TINGKAT NASIONAL JAKARTA
TAHUN 2018

Ruang/Kelas : III-B (Tiga-B)

NO NAMA BARANG MERK/TIPE JUMLAH SEBUTAN TAHUN KETERANGAN


BAIK RUSAK
1 2 3 4 5 6 7 8
1. Kursi siswa 4
2. Meja siswa 4
3. Kursi guru 2
4. Meja guru 1
5. Kipas angin 1
6. Lemari gantung 1
7. Rak kayu 1
8. Jam dinding 1
9. Tempat sampah 1
10. Alat kebersihan 1 set
11. Figura 4
12. Rak sepatu 1
13. Gorden 1
14. Globe 1
15. Papan dll 1
16. Lemari besi 1
17. Buku paket siswa
tema 1-6
18. Buku paket guru -
tema 1-6

Jakarta, 2018

Pengurus Sarana Prasarana Wali Kelas / Penanggung Jawab

Drs. DEDI SUPRIADI,M.Pd ( )


NIP. 196006031983031020
DAFTAR INVENTARIS RUANG
SEKOLAH LUAR BIASA
(SLB-A) PEMBINA TINGKAT NASIONAL JAKARTA
TAHUN 2018

Ruang/Kelas : III-C (Tiga-C)

NO NAMA BARANG MERK/TIPE JUMLAH SEBUTAN TAHUN KETERANGAN


BAIK RUSAK
1 2 3 4 5 6 7 8
1. Kursi siswa 4
2. Meja siswa 4
3. Kursi guru 2
4. Meja guru 1
5. Kipas angin 1
6. Kitchen set 1 set
7. Peta timbul 1
8. Jam dinding 1
9. Tempat sampah 1
10. Alat kebersihan 1 set
11. Figura 3
12. Rak sepatu 1
13. Lemari 1
14. Globe 1
15. Puzzle tubuh 2
16. Lampu 2
17. Buku paket siswa -
tema 1-6
18. Buku paket guru -
tema 1-6
19. Dispenser 1

Jakarta, 2018

Pengurus Sarana Prasarana Wali Kelas / Penanggung Jawab

Drs. DEDI SUPRIADI,M.Pd ( )


NIP. 196006031983031020
DAFTAR INVENTARIS RUANG
SEKOLAH LUAR BIASA
(SLB-A) PEMBINA TINGKAT NASIONAL JAKARTA
TAHUN 2018

Ruang/Kelas : IV (Empat)

NO NAMA BARANG MERK/TIPE JUMLAH SEBUTAN TAHUN KETERANGAN


BAIK RUSAK
1 2 3 4 5 6 7 8
1. Meja 6
2. Kursi 6
3. Kipas angin 1
4. Globe 1
5. Lemari 1

Jakarta, 28 Maret 2018

Pengurus Sarana Prasarana Wali Kelas / Penanggung Jawab

Drs. DEDI SUPRIADI,M.Pd ( )


NIP. 196006031983031020
DAFTAR INVENTARIS RUANG
SEKOLAH LUAR BIASA
(SLB-A) PEMBINA TINGKAT NASIONAL JAKARTA
TAHUN 2018

Ruang/Kelas : V (Lima)

NO NAMA BARANG MERK/TIPE JUMLAH SEBUTAN TAHUN KETERANGAN


BAIK RUSAK
1 2 3 4 5 6 7 8
1. Kursi siswa 7
2. Meja siswa 7
3. Kursi guru 1
4. Meja guru 1
5. Kipas angin 1
6. Lemari 1
7. Papan hasil karya siswa 1
8. Jam dinding 1
9. Tempat sampah 1
10. Alat kebersihan 1 set
11. Figura 2
12. Rak sepatu 1
13. Gorden 2
14. Papan bank data kelas 1
15. Buku paket siswa tema -
1-6
16. Buku paket guru tema -
1-6
17. Peta timbul 1

Jakarta, 2018

Pengurus Sarana Prasarana Wali Kelas / Penanggung Jawab

Drs. DEDI SUPRIADI,M.Pd ( )


NIP. 196006031983031020
DAFTAR INVENTARIS RUANG
SEKOLAH LUAR BIASA
(SLB-A) PEMBINA TINGKAT NASIONAL JAKARTA
TAHUN 2018

Ruang/Kelas : VI-A (Enam-A)

NO NAMA BARANG MERK/TIPE JUMLAH SEBUTAN TAHUN KETERANGAN


BAIK RUSAK
1 2 3 4 5 6 7 8
1. Kursi siswa
2. Meja siswa
3. Kursi guru
4. Meja guru
5. Kipas angin
6. Lemari
7. Papan hasil karya siswa
8. Jam dinding
9. Tempat sampah
10. Alat kebersihan
11. Figura
12. Rak sepatu
13. Gorden
14. Papan bank data kelas
15. Buku paket siswa tema
1-6
16. Buku paket guru tema
1-6
17. Peta timbul
18.
19.
20.

Jakarta, 2018

Pengurus Sarana Prasarana Wali Kelas / Penanggung Jawab

Drs. DEDI SUPRIADI,M.Pd ( )


NIP. 196006031983031020
DAFTAR INVENTARIS RUANG
SEKOLAH LUAR BIASA
(SLB-A) PEMBINA TINGKAT NASIONAL JAKARTA
TAHUN 2018

Ruang/Kelas : VI-B (Enam-B)

NO NAMA BARANG MERK/TIPE JUMLAH SEBUTAN TAHUN KETERANGAN


BAIK RUSAK
1 2 3 4 5 6 7 8
1. Kursi siswa 5
2. Meja siswa 5
3. Kursi guru 2
4. Meja guru 1
5. Kipas angin 2
6. Rak buku 1
7. Kitchen set 1 set
8. Jam dinding 1
9. Tempat sampah 1
10. Alat kebersihan 1 set
11. Figura 3
12. Rak sepatu 1
13. Gorden 2
14. Papan dll 3
15. Buku paket siswa tema
1-6
16. Buku paket guru tema
1-6
17. Kendi 5
18. Sempoa 3
19. Tempat beras 1
20. Puzzle anggota tubuh 1
21. Toilet kering 1
22. Payung 1

Jakarta, 2018

Pengurus Sarana Prasarana Wali Kelas / Penanggung Jawab

Drs. DEDI SUPRIADI,M.Pd ( )


NIP. 196006031983031020
DAFTAR INVENTARIS RUANG
SEKOLAH LUAR BIASA
(SLB-A) PEMBINA TINGKAT NASIONAL JAKARTA
TAHUN 2018

Ruang/Kelas : VII (Tujuh)

NO NAMA BARANG MERK/TIPE JUMLAH SEBUTAN TAHUN KETERANGAN


BAIK RUSAK
1 2 3 4 5 6 7 8
1. Kursi 6
2. Meja 6
3. Taplak meja 1
4. Alat kebersihan 1 set
5. Kipas angin 1
6. Lemari buku 1
7. Jam dinding 1

Jakarta, 2018

Pengurus Sarana Prasarana Wali Kelas / Penanggung Jawab

Drs. DEDI SUPRIADI,M.Pd ( )


NIP. 196006031983031020
DAFTAR INVENTARIS RUANG
SEKOLAH LUAR BIASA
(SLB-A) PEMBINA TINGKAT NASIONAL JAKARTA
TAHUN 2018

Ruang/Kelas : VIII (Delapan)

NO NAMA BARANG MERK/TIPE JUMLAH SEBUTAN TAHUN KETERANGAN


BAIK RUSAK
1 2 3 4 5 6 7 8
1. Kursi siswa 4
2. Meja siswa 4
3. Kursi guru 2
4. Meja guru 1
5. Kipas angin 1
6. Lemari kayu 1
7. Kitchen set 1 set
8. Jam dinding 1
9. Tempat sampah 1
10. Alat kebersihan 1 set
11. Figura 3
12. Lemari besi 3
13. Gorden 2
14. Papan dll 1
15. Kulkas 1
16. Dispenser 1
17. Tempat beras 1
18. Sempoa 1
19. Toilet kering 1 set
20. Puzzle anggota tubuh 1
21. Kompor 1

Jakarta, 28 Maret 2018

Pengurus Sarana Prasarana Wali Kelas / Penanggung Jawab

Drs. DEDI SUPRIADI,M.Pd ( )


NIP. 196006031983031020
DAFTAR INVENTARIS RUANG
SEKOLAH LUAR BIASA
(SLB-A) PEMBINA TINGKAT NASIONAL JAKARTA
TAHUN 2018

Ruang/Kelas : IX (Sembilan)

NO NAMA BARANG MERK/TIPE JUMLAH SEBUTAN TAHUN KETERANGAN


BAIK RUSAK
1 2 3 4 5 6 7 8
1. Meja 3
2. Kursi 3
3. Papan tulis 1
4. Gorden 1
5. Alat kebersihan 1 set
6. Taplak meja 1
7. Kipas angin 1
8. Rak sepatu 1
9. Lemari 1

Jakarta, 2018

Pengurus Sarana Prasarana Wali Kelas / Penanggung Jawab

Drs. DEDI SUPRIADI,M.Pd ( )


NIP. 196006031983031020
DAFTAR INVENTARIS RUANG
SEKOLAH LUAR BIASA
(SLB-A) PEMBINA TINGKAT NASIONAL JAKARTA
TAHUN 2018

Ruang/Kelas : X (Sepuluh)

NO NAMA BARANG MERK/TIPE JUMLAH SEBUTAN TAHUN KETERANGAN


BAIK RUSAK
1 2 3 4 5 6 7 8
1. Meja 5
2. Kursi 5
3. Papan tulis 1
4. Gorden 1
5. Alat kebersihan 1 set
6. Taplak meja 1
7. Kipas angin 1
8. Lemari 1
9. Globe 1

Jakarta, 2018

Pengurus Sarana Prasarana Wali Kelas / Penanggung Jawab

Drs. DEDI SUPRIADI,M.Pd ( )


NIP. 196006031983031020
DAFTAR INVENTARIS RUANG
SEKOLAH LUAR BIASA
(SLB-A) PEMBINA TINGKAT NASIONAL JAKARTA
TAHUN 2018

Ruang/Kelas : XI-A (Sebelas-A)

NO NAMA BARANG MERK/TIPE JUMLAH SEBUTAN TAHUN KETERANGAN


BAIK RUSAK
1 2 3 4 5 6 7 8
1. Meja 5
2. Kursi 5
3. Papan tulis 1
4. Gorden 1
5. Alat kebersihan 1 set
6. Taplak meja 1
7. Kipas angin 1

Jakarta, 2018

Pengurus Sarana Prasarana Wali Kelas / Penanggung Jawab

Drs. DEDI SUPRIADI,M.Pd ( )


NIP. 196006031983031020
DAFTAR INVENTARIS RUANG
SEKOLAH LUAR BIASA
(SLB-A) PEMBINA TINGKAT NASIONAL JAKARTA
TAHUN 2018

Ruang/Kelas : XI-B (Sebelas-B)

NO NAMA BARANG MERK/TIPE JUMLAH SEBUTAN TAHUN KETERANGAN


BAIK RUSAK
1 2 3 4 5 6 7 8
1. Meja 3
2. Kursi 3
3. Gorden 1
4. Alat kebersihan 1 set
5. Taplak meja 1
6. Kipas angin 1

Jakarta, 2018

Pengurus Sarana Prasarana Wali Kelas / Penanggung Jawab

Drs. DEDI SUPRIADI,M.Pd ( )


NIP. 196006031983031020
DAFTAR INVENTARIS RUANG
SEKOLAH LUAR BIASA
(SLB-A) PEMBINA TINGKAT NASIONAL JAKARTA
TAHUN 2018

Ruang/Kelas : XII (Dua Belas)

NO NAMA BARANG MERK/TIPE JUMLAH SEBUTAN TAHUN KETERANGAN


BAIK RUSAK
1 2 3 4 5 6 7 8
1. Meja 3 buah V
2. Kursi 3 buah V
3. Kipas angin 1 buah V
4. Lemari 1 buah V
5. Papan tulis 1 buah V
6. Kain Pel 1 buah V
7. Kemoceng 1 buah V

Jakarta, 2018

Pengurus Sarana Prasarana Wali Kelas / Penanggung Jawab

Drs. DEDI SUPRIADI,M.Pd ( )


NIP. 196006031983031020
DAFTAR INVENTARIS RUANG
SEKOLAH LUAR BIASA
(SLB-A) PEMBINA TINGKAT NASIONAL JAKARTA
TAHUN 2018

Ruang/Kelas : Keterampilan

NO NAMA BARANG MERK/TIPE JUMLAH SEBUTAN TAHUN KETERANGAN


BAIK RUSAK
1 2 3 4 5 6 7 8
1. Etalase 2 v
2. Meja besar 2
3. Kursi 8
4. Kipas angin 2
5. Papan kayu 1
6. Tempat sampah 1
7. Alat kebersihan 1 set
8. Lemari kayu 1
9. Container 4
10. Gorden 2
11. Jam dinding 1
12. Rak sepatu 1
13. Rak pajangan 1
14. Peta timbul 1
15. Meja guru 1

Jakarta, 2018

Pengurus Sarana Prasarana Wali Kelas / Penanggung Jawab

Drs. DEDI SUPRIADI,M.Pd ( )


NIP. 196006031983031020
DAFTAR INVENTARIS RUANG
SEKOLAH LUAR BIASA
(SLB-A) PEMBINA TINGKAT NASIONAL JAKARTA
TAHUN 2018

Ruang/Kelas : MDVI

NO NAMA BARANG MERK/TIPE JUMLAH SEBUTAN TAHUN KETERANGAN


BAIK RUSAK
1 2 3 4 5 6 7 8
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.

Jakarta, 2018

Pengurus Sarana Prasarana Wali Kelas / Penanggung Jawab

Drs. DEDI SUPRIADI,M.Pd ( )


NIP. 196006031983031020
DAFTAR INVENTARIS RUANG
SEKOLAH LUAR BIASA
(SLB-A) PEMBINA TINGKAT NASIONAL JAKARTA
TAHUN 2018

Ruang/Kelas : Tata Usaha

NO NAMA BARANG MERK/TIPE JUMLAH SEBUTAN TAHUN KETERANGAN


BAIK RUSAK
1 2 3 4 5 6 7 8
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.

Jakarta, 2018

Pengurus Sarana Prasarana Wali Kelas / Penanggung Jawab

Drs. DEDI SUPRIADI,M.Pd ( )


NIP. 196006031983031020
DAFTAR INVENTARIS RUANG
SEKOLAH LUAR BIASA
(SLB-A) PEMBINA TINGKAT NASIONAL JAKARTA
TAHUN 2018

Ruang/Kelas : Komputer

NO NAMA BARANG MERK/TIPE JUMLAH SEBUTAN TAHUN KETERANGAN


BAIK RUSAK
1 2 3 4 5 6 7 8
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.

Jakarta, 2018

Pengurus Sarana Prasarana Wali Kelas / Penanggung Jawab

Drs. DEDI SUPRIADI,M.Pd ( )


NIP. 196006031983031020
DAFTAR INVENTARIS RUANG
SEKOLAH LUAR BIASA
(SLB-A) PEMBINA TINGKAT NASIONAL JAKARTA
TAHUN 2018

Ruang/Kelas : Kantor Guru Bawah

NO NAMA BARANG MERK/TIPE JUMLAH SEBUTAN TAHUN KETERANGAN


BAIK RUSAK
1 2 3 4 5 6 7 8
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.

Jakarta, 2018

Pengurus Sarana Prasarana Wali Kelas / Penanggung Jawab

Drs. DEDI SUPRIADI,M.Pd ( )


NIP. 196006031983031020
DAFTAR INVENTARIS RUANG
SEKOLAH LUAR BIASA
(SLB-A) PEMBINA TINGKAT NASIONAL JAKARTA
TAHUN 2018

Ruang/Kelas : Kepala Sekolah

NO NAMA BARANG MERK/TIPE JUMLAH SEBUTAN TAHUN KETERANGAN


BAIK RUSAK
1 2 3 4 5 6 7 8
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.

Jakarta, 2018

Pengurus Sarana Prasarana Wali Kelas / Penanggung Jawab

Drs. DEDI SUPRIADI,M.Pd ( )


NIP. 196006031983031020
DAFTAR INVENTARIS RUANG
SEKOLAH LUAR BIASA
(SLB-A) PEMBINA TINGKAT NASIONAL JAKARTA
TAHUN 2018

Ruang/Kelas : Musik

NO NAMA BARANG MERK/TIPE JUMLAH SEBUTAN TAHUN KETERANGAN


BAIK RUSAK
1 2 3 4 5 6 7 8
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.

Jakarta, 2018

Pengurus Sarana Prasarana Wali Kelas / Penanggung Jawab

Drs. DEDI SUPRIADI,M.Pd ( )


NIP. 196006031983031020
DAFTAR INVENTARIS RUANG
SEKOLAH LUAR BIASA
(SLB-A) PEMBINA TINGKAT NASIONAL JAKARTA
TAHUN 2018

Ruang/Kelas : Olahraga

NO NAMA BARANG MERK/TIPE JUMLAH SEBUTAN TAHUN KETERANGAN


BAIK RUSAK
1 2 3 4 5 6 7 8
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.

Jakarta, 2018

Pengurus Sarana Prasarana Wali Kelas / Penanggung Jawab

Drs. DEDI SUPRIADI,M.Pd ( )


NIP. 196006031983031020
DAFTAR INVENTARIS RUANG
SEKOLAH LUAR BIASA
(SLB-A) PEMBINA TINGKAT NASIONAL JAKARTA
TAHUN 2018

Ruang/Kelas : Mushola

NO NAMA BARANG MERK/TIPE JUMLAH SEBUTAN TAHUN KETERANGAN


BAIK RUSAK
1 2 3 4 5 6 7 8
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.

Jakarta, 2018

Pengurus Sarana Prasarana Wali Kelas / Penanggung Jawab

Drs. DEDI SUPRIADI,M.Pd ( )


NIP. 196006031983031020
DAFTAR INVENTARIS RUANG
SEKOLAH LUAR BIASA
(SLB-A) PEMBINA TINGKAT NASIONAL JAKARTA
TAHUN 2018

Ruang/Kelas : Ruang Guru Atas

NO NAMA BARANG MERK/TIPE JUMLAH SEBUTAN TAHUN KETERANGAN


BAIK RUSAK
1 2 3 4 5 6 7 8
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.

Jakarta, 2018

Pengurus Sarana Prasarana Wali Kelas / Penanggung Jawab

Drs. DEDI SUPRIADI,M.Pd ( )


NIP. 196006031983031020
DAFTAR NAMA SISWA SLB-A PEMBINA TINGKAT NASIONAL
TINGKAT SMALB
TAHUN PELAJARAN : 2018-2019

Lv./
NO KELAS NISN No. INDUK NAMA L/P TEMPAT Tgl LAHIR USIA AGAMA NAMA ORANG TUA ALAMAT No.TELEPON
Total
1 KELAS X ( Sepuluh ) 0010108795 7842336 RIO PRASETYO Total L Jakarta 15/08/2002 Islam SUYATNO/SUYANTI Kp. Sawah Rt.05/01, Petukangan, Pesanggrahan Hp.085695575940
2 0016908255 7842337 KAROLINA DUMA PRISKILA NASUTION Lv P Bekasi 30/09/2001 Kristen DOHAR A.P. NASUTION/MARIA MAGDALENA Komplk. CitraGrand Cluster Westpoin Blok H/7, Cibubur 082151691090
3 0013943015 7842338 KEZIA DAME EMMANUELA NASUTION Lv P Bekasi 30/09/2001 Kristen DOHAR A.P. NASUTION/MARIA MAGDALENA Komplk. CitraGrand Cluster Westpoin Blok H/7, Cibubur 082151691090
4 Dra. CUCU NURAENI 0026812538 7842339 ACHMAD ABDUR ROZAK L Jakarta 31/01/2002 Islam AGUS R./DAROJAH Jl. Jati Padang Putra Rt 007/Rw 09 No. 8, Pasar Minggu Tlp. 78837125
5 0026812541 7842340 MUNAWAR SALIM L Jakarta 27/06/2001 Islam MUH. IKHWAN/SITI NURJANAH Jl. Pertanian Raya, Komp. Serenia Lebak Bulus
6 0026812542 7842341 ZEIN WIRANATA ( MDVI ) L Jakarta 20/07/2002 Islam AGUS WINARTO/SITI SARKIYAH Jl. Taman Margasatwa Rt 010 Rw 5 GG. H.Saabun,Jati Padang, PS. Minggu, Jak-Sel.12540
7 0026812540 7842342 LOLA HAMSAH MELINA ( MDVI ) Lv P Jakarta 05/05/2002 Islam ABDUL RAHHMAN/MUSRIPAH Jl. Jagakarsa Raya RT 007/004. Jagakarsa, Jakarta Selatan Hp. 081213707978,081283304743

Lv./
NO KELAS NISN No. INDUK NAMA L/P TEMPAT Tgl LAHIR USIA AGAMA NAMA ORANG TUA ALAMAT No.TELEPON
Total
1 KELAS XI ( Sebelas ) 0006048342 7842332 DESI FITRI PURWANTI Total P Jakarta 24/12/2000 Islam AGUS P/ARYATI Jl.H Kamang Bawah Rt.001/10, Pd.Labu (Tomang Tinggi III, Rt.008/06, Grogol, Petamburan) 087880259588
2 Drs. YUHANA 0003763412 7842333 JIHAN ANIISA FITRIYANI Lv P Jakarta 19/12/2000 Islam TAUFIK HIDAYAT/PUJI ANNA Palmerah Barat I Rt.08/07/14, Palmerah
3 0017806829 7842334 BUNGAH MANGGALIH SUHENDRA DIPUTRI P Jakarta 20/12/2001 Islam AGUS SUHENDRA/NURMAYA DEWI Jl. Kemuning II/39 Rt.004/04, Utan Kayu Utara, Matraman 085789260685
4 7842335 AWAN ADITYA L Bekasi 21/07/2002 Islam ENDRA WARDHANA/PRIMA DEWI S. VILLA DAGO, JL. PARANGTRITIS C8 No. 3 021-7444129

Lv./
NO KELAS NISN No. INDUK NAMA L/P TEMPAT Tgl LAHIR USIA AGAMA NAMA ORANG TUA ALAMAT No.TELEPON
Total
1 KELAS XII ( Dua belas ) - A 9996841656 7842326 NURUL ALFATH SABILA P Tangerang 13/11/1999 Islam ASNAWI/SITI HAROH Kamp. Pulo Nyamuk, Desa P.Serab 021 7379946
2 AMANAH, M.Pd 9993326613 7842327 FIRDAUS Lv L Jakarta 14/09/1999 Islam IDHAM/ERNI Cipinang Besar Selatan RT.001/010. Cipinang Besar Selatan, Jatinegara
3 0003347505 7842331 ALFATHULLOH RADIYA L Jakarta 05/01/2000 Islam HANDHI W./DYAH AJOE WS. Komp Puri Cirendeu Permai KAV.B3 RT.009/005. Pisangan, Ciputat Timur
4 0003347506 7842328 RYAN FATURRAHMADIA SUBRI L Jakarta 15/10/2000 Islam YUMAR SUBRI/YEESMA L Jl. Nurul Ihsan No.83x. RT.002/003 021- 70744568

Lv./
NO KELAS NISN No. INDUK NAMA L/P TEMPAT Tgl LAHIR USIA AGAMA NAMA ORANG TUA ALAMAT No.TELEPON
Total
1 KELAS XII ( Dua belas ) - B 0010108791 7842329 RIZKIE JOKO LEGOWO L Jakarta 13/01/2001 Islam SUTRISNO/SRI REJEKI Komp. Selapa POLRI No. 124 Tlp. 7512223
2 BUDI HARDININGSIH, S.Pd 9993326612 7842330 ANANDA UTAMI Lv P Jakarta 30/08/1999 Islam ZAINUDIN/MINTARI Jl. Nangka no. 41 , Lewbak Bulus, Jak-Sel 75917229 , 081514681705

Keterangan : Laki-laki :9
Perempuan :8
Islam : 15 Jakarta,
Kristen :2 Kepala SLB - A Pembina Tingkat Nasional,

Drs. TRIYANTO MURJOKO, M.Pd.


NIP. 196707131967031002
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

Nama Sekolah : SMALB-A Pembina


Mata Pelajaran : Ilmu Pengetahuan Sosial
Kelas/Semester : XI/2
Materi Pokok : Pasar Bebas (Masyarakat Ekonomi ASEAN, AFTA, APEC,
Uni Eropa).
Alokasi Waktu : 8 Jam Pelajaran (Pertemuan ke-4)

A. Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaian Kompetensi

3.3.Menganalisis ketergantungan antarruang dilihat dari konsep ekonomi (produksi, distribusi,


konsumsi, harga, pasar) dan pengaruhnya terhadap migrasi penduduk, transportasi, lembaga
sosial dan ekonomi, pekerjaan, pendidikan, dan kesejahteraan masyarakat.
3.3.1. Menganalisis tentang Pasar Bebas pada masyarakat Ekonomi ASEAN, AFTA, APEC,
Uni Eropa.
3.3.1.1 Menganalisis latar belakang pembentukan kerjasama ekonomi pada
masyarakat Ekonomi ASEAN, AFTA, APEC, Uni Eropa.
3.3.1.2 Memahami Keanggotaan dan ruang lingkup kerjasama ekonomi pada
masyarakat Ekonomi ASEAN, AFTA, APEC, Uni Eropa.
3.3.1.3 Menganalisis manfaat kerjasama masyarakat Ekonomi
ASEAN, AFTA, APEC, Uni Eropa bagi Indonesia.
4.3.Menyajikan hasil analisis tentang ketergantungan antarruang dilihat dari konsep ekonomi
(produksi, distribusi, konsumsi, harga, pasar) dan pengaruhnya terhadap migrasi penduduk,
transportasi, lembaga sosial dan ekonomi, pekerjaan, pendidikan, dan kesejahteraan masyarakat.
4.3.1. Menyajikan hasil analisis tentang Pasar Bebas pada masyarakat
Ekonomi ASEAN, AFTA, APEC, Uni Eropa.
3.3.1.1. Menyajikan bagan kronologi latar belakang pembentukan kerjasama
ekonomi pada masyarakat Ekonomi ASEAN, AFTA, APEC, Uni
Eropa.
3.3.1.2. Menyajikan skema hasil analisis Keanggotaan dan ruang lingkup
kerjasama ekonomi pada masyarakat ekonomi ASEAN, AFTA,
APEC, Uni Eropa.
3.3.1.3. Mengomunikasikan manfaat kerjasama pada masyarakat
Ekonomi ASEAN, AFTA, APEC, Uni Eropa bagi Indonesia.

B. Tujuan Pembelajaran
Setelah pembelajaran selesai, peserta didik diharapkan mampu:
1. Menganalisis latar belakang pembentukan kerjasama ekonomi pada masyarakat ekonomi
ASEAN, AFTA, APEC, Uni Eropa menggunakan berbagai referensi
dan mampu menyajikan bagan kronologinya dengan teliti dan rasa ingin tahu\
2. Memahami Keanggotaan dan ruang lingkup kerjasama ekonomi pada masyarakat ekonomi
ASEAN, AFTA, APEC, Uni Eropa dengan menyajikan skemanya dengan teliti
3. Menganalisis manfaat kerjasama Masyarakat Ekonomi ASEAN, AFTA, APEC, Uni Eropa bagi
Indonesia dan mengomunikasikannya dengan percaya diri

C. Materi Pembelajaran
1. Latar belakang pembentukan kerjasama ekonomi pada masyarakat Ekonomi
ASEAN, AFTA, APEC, Uni Eropa.
1. Latar belakang pembentukan ASEAN, AFTA, APEC, Uni Eropa
2. Tujuan pembentukan ASEAN, AFTA, APEC, Uni Eropa
2. Keanggotaan dan ruang lingkup kerjasama ekonomi pada masyarakat Ekonomi
ASEAN, AFTA, APEC, Uni Eropa
a. Keanggotaan ASEAN, AFTA, APEC, Uni Eropa
b. Ruang lingkup ASEAN, AFTA, APEC, Uni Eropa

3. Manfaat kerjasama Masyarakat Ekonomi ASEAN, AFTA, APEC, Uni Eropa bagi Indonesia
a. Lingkup kerja sama ASEAN, AFTA, APEC, Uni Eropa b. Manfaat
kerjasama ASEAN, AFTA, APEC, Uni Eropa
D. Metode Pembelajaran
Metode pembelajaran :ceramah, diskusi, jigsaw dan presentasi
Pendekatan/model :inquiry dan problem based learning

E. Media Pembelajaran
2. Media Pembelajaran
Menggunakan LCD dari PC atau laptop untuk menampilkan :
Peta Konsep
Gambar
Video Pembelajaran
Slide Presentation
3. Alat/Bahan
Modul
Lembar kerja
Spidol papan dan penghapus papan
F. Sumber Belajar
1. Buku teks pelajaran, ensiklopedia, dan peta
2. Media cetak/massa, internet

G. Langkah-langkah Pembelajaran

Kegiatan Pendahuluan
1) Guru mengecek kesiapan peserta didik dengan meminta peserta didik untuk menata kondisi kelas
seperti meja, bangku, dan membersihkan papan tulis, kerapian diri, absensi, dan mempersiapkan alat
dan bahan pembelajaran
2) Peserta didik (ketua kelas) memimpin doa sebelum pelajaran dimulai.
3) Guru menyampaikan tujuan dan materi pembelajaran kepada peserta didik.
4) Guru menyampaikan rencana kegiatan pembelajaran.
5) Guru memberi motivasi untuk membangkitkan minat belajar IPS.
6) Guru memberikan tebak kata berupa pertanyaan-pertanyaan pembuka seputar materi
pembelajaran

Kegiatan Inti
1) Guru meminta peserta didik untuk mengamati video pembelajaran yang ditayangkan mengenai
perdagangan pasar bebas, baik masyarakat maritim dan agraris pada tingkat
regional/internasional melalui LCD.
2) Peserta didik diarahkan untuk mengajukan pertanyaan tentang ragam potensi, komoditi, dan
kegiatan ekonomi di daerah setempat dalam menghadapi pasar bebas dan tentang proses
produksi dan pemasaran sehingga dapat laku di pasaran internasional.
3) Guru membentuk kelompok (jumlahnya disesuaikan dengan jumlah topik ASEAN, AFTA, APEC,
Uni Eropa). Jumlah kelompok maupun anggotanya disesuaikan. Masing-masing kelompok itu
disebut kelompok asal. Pada kelompok asal ada yang mempelajari latar belakang, keanggotaan,
tujuan, dan manfaat ASEAN, AFTA, APEC, Uni Eropa).
4) Masing-masing anggota kelompok disebar membentuk menjadi kelompok baru dengan 1 anggota
berasal dari kelompok asal. Kelompok baru ini diberi nama kelompok ahli. Kelompok ahli dibagi
empat yaitu ahli kerjasama ASEAN, AFTA, APEC, Uni Eropa.
5) Peserta didik melakukan diskusi dalam waktu yang ditentukan dalam kelompok ahli. Setelah
memahami tugas atau materi, Peserta didik kembali pada kelompok asal dan mereka
berdiskusi dengan saling menyampaikan apa yang diperoleh dari kelompok ahli sebelumnya.
Dengan demikian, setiap peserta didik dalam kelompok tersebut mempelajari 4 topik yang
berbeda-beda.
6) Setelah selesai diskusi, guru memberikan tugas kelompok untuk menyusun bagan kronologi
latar belakang pembentukan kerjasama ekonomi, skema hasil analisis keanggotaan dan ruang
lingkup kerjasama, manfaat kerjasama bagi Indonesia pada masyarakat ekonomi ASEAN, AFTA,
APEC, Uni Eropa. Terutama manfaat dari kegiatan perniagaan pada masyarakat maritim dan
agraris di Indonesia.
7) Ketua kelompok mengomunikasikan hasil pekerjaan kelompoknya. Setiap peserta didik dapat
mengajukan pertanyaan kepada kelompok yang tampil di depan kelas.
8) Guru sesekali memberikan informasi tambahan, motivasi atau inspirasi.
9) Guru memberikan penguatan tentang materi yang kurang atau belum dikuasai peserta didik.

Kegiatan Penutup
1) Peserta didik dibantu oleh guru membuat kesimpulan.
2) Guru memberikan evaluasi di akhir pertemuan.
3) Guru memberikan tugas untuk pertemuan berikutnya.
4) Guru dan peserta didik mengakhiri pembelajaran dengan membaca doa.

H. Penilaian Hasil Pembelajaran


1. Penilaian Pengetahuan : Tes (pilihan ganda dan uraian)
2. Penilaian keterampilan : Non Tes (penugasan dan observasi)

Teknik Waktu
No Aspek yang dinilai
Penilaian Penilaian
1. Pengetahuan Pilihan ganda Akhir
a. Latar belakang pembentukan dan uraian pembelajaran
kerjasama ekonomi pada masyarakat
Ekonomi ASEAN, AFTA, APEC,
Uni Eropa.
Latar belakang pembentukan
ASEAN, AFTA, APEC, Uni
Eropa
Tujuan pembentukan ASEAN,
AFTA, APEC, Uni Eropa
b.Keanggotaan dan ruang lingkup
kerjasama ekonomi pada masyarakat
Ekonomi ASEAN, AFTA, APEC,
Uni Eropa
Keanggotaan ASEAN, AFTA,
APEC, Uni Eropa
Ruang lingkup ASEAN,
AFTA, APEC, Uni Eropa
3. Manfaat kerjasama Masyarakat
Ekonomi ASEAN, AFTA,
APEC, Uni Eropa bagi Indonesia
Lingkup kerja sama ASEAN,
AFTA, APEC, Uni Eropa
Manfaat kerjasama ASEAN,
AFTA, APEC, Uni Eropa
2 Keterampilan Observasi dan Proses pengerjaan
1. Menyajikan bagan kronologi latar penugasan tugas
belakang pembentukan kerjasama
ekonomi.
2. Menyajikan skema hasil analisis
Keanggotaan dan ruang lingkup
kerjasama ekonomi.
3. Mengomunikasikan manfaat
kerjasama pada masyarakat
Ekonomi bagi Indonesia.
Scanned by CamScanner
BIODATA PENULIS

Nama : Nia Nurfitriannih


TTL : Jakarta, 29 Desember 1996
Alamat : Jl. Kemanggisan Ilir X no.7 Rt 06/08
Kec.Palmerah Jakarta Barat
Email : nianurfitriannih@gmail.com
Riwayat Pendidikan
2014-2018 : S1 Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Konsentrasi
Sosiologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2011-2014 : Pondok Pesantren Madrasah Aliyah Al-Itqon Jakarta
2008-2011 : SMP Negeri 89 Jakarta
2002-2008 : SDN Kemanggisan 17 Pagi Jakarta

Pengalaman bekerja yang dilewati penulis yaitu mengajar di Madrasah

Ibtidaiyah Nurul Hikmah Jakarta menjadi guru Bahasa Inggris (2015-2016).

Penulis juga pernah mengajar di PAUD Yasmi Jakarta selama 6 bulan pada

tahun 2014. Sekarang penulis tercatat aktif sebagai Tutor Bimbel di salah satu

bimbel yang ada di Jakarta Barat dan Freelance Private (2016-sekarang).

Selain itu penulis juga aktif menjadi Tutor Pusat Kegiatan Belajar

Masyarakat (2017-sekarang). Bercita-cita ingin mempunyai sekolah atau

tempat belajar bagi anak-anak terkhusus membantu anak-anak yang ingin

belajar tetapi dengan kondisi keadaan ekonomi yang terbatas dan kurang

mampu. Mengisi waktu senggang dengan menulis, jika ada yang ingin

membaca dapat langsung ke alamat nianurfitriannih@gmail.com. Saran atau

kritik dapat dikirim melalui nianurfitriannih@gmail.com.

Anda mungkin juga menyukai