Anda di halaman 1dari 14

A.

Pengertian
BPH adalah suatu keadaan dimana prostat mengalami pembesaran memanjang keatas
kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran urin dengan cara menutupi orifisium
uretra. (Smeltzer dan Bare, 2015)
Benigna prostatic hyperplasia adalah pembesaran jinak kelenjar prostat,yang
disebabkan hiperplasia beberapa atau semua komponen prostat meliputi jaringan
kelenjar/jaringan fibromuskular yang menyebabkan penyumbatan uretra parsprostatika
(Jitowiyono & Kristiyanasari,2012:113)
BPH adalah kondisi patologis yang paling umum pada pria lansia dan penyebab kedua
yang paling sering untuk intervensi medis pada pria di atas usia 60 tahun (Wijaya &
Putri,2013:97).
B. Anatomi dan Fisiologi Kelenjar Prostat
Kelenjar prostat terletak di bawah kandung kemih dan mengelilingi / mengitari uretra
posterior dan disebelah proximalnya berhubungan dengan buli-buli, sedangkan bagian
distalnya kelenjar prostat ini menempel pada diafragma urogenital yang sering disebut
sebagai otot dasar panggul. Kelenjar ini pada laki-laki dewasa kurang lebih sebesar buah
kemiri atau jeruk nipis. Ukuran, panjangnya sekitar 4 - 6 cm, lebar 3 - 4 cm, dan tebalnya
kurang lebih 2 - 3 cm. Beratnya sekitar 20 gram.
Prostat terdiri dari :
 Jaringan Kelenjar  50 - 70 %
 Jaringan Stroma (penyangga)
 Kapsul/Musculer
Kelenjar prostat menghasilkan cairan yang banyak mengandung enzym yang
berfungsi untuk pengenceran sperma setelah mengalami koagulasi (penggumpalan) di
dalam testis yang membawa sel-sel sperma. Pada waktu orgasme otot-otot di sekitar
prostat akan bekerja memeras cairan prostat keluar melalui uretra. Sel – sel sperma yang
dibuat di dalam testis akan ikut keluar melalui uretra. Jumlah cairan yang dihasilkan
meliputi 10 – 30 % dari ejakulasi. Kelainan pada prostat yang dapat mengganggu proses
reproduksi adalah keradangan (prostatitis). Kelainan yang lain sepeti pertumbuhan yang
abnormal (tumor) baik jinak maupun ganas, tidak memegang peranan penting pada
proses reproduksi tetapi lebih berperanan pada terjadinya gangguan aliran kencing.
Kelainanyang disebut belakangan ini manifestasinya biasanya pada laki-laki usia lanjut.
C. Etiologi
Penyebab dari benigna prostate hyperplasia menurut Andra & Yessie (2013) secara
pasti belum diketahui. Tetapi ada beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hyperplasia
prostat erat kaitannya dengan peningkatan kadar dihidrotestosteron (DHT) dan proses
menjadi tua (aging). Beberapa hipotesis yang diduga sebagai peyebab timbulnya
hyperplasia prostate adalah :
1. Teori DHT : pembesaran prostate diaktifkan oleh testosteron dan DHT
2. Faktor usia : ketidakseimbangan rasio antara estrogen dan testosteron
3. Faktor growth : pertumbuhan sel- sel epitel prostate yang tidak terkendali
4. Meningkatnya masa hidup sel-sel prostate : kematian sel (apoptosis)
Dengan bertambahnya usia, akan terjadi perubahan keseimbangan testosteron
estrogen karena produksi testosteron menurun dan terjadi konversi testosteron menjadi
ekstrogen pada jaringan adiposa diperifer karena proses pembesaran prostat terjadi secara
perlahan-lahan, efek perubahan juga terjadi perlahan-lahan. (Jong, 2005).
Beberapa yang diduga sebagi penyebab timbulnya hyperplasia prostat adalah 1 teori
dihidrotestosteron dan proses aging (penuaan), 2 tidak seimbang antara estrogen –
testosteron, 3 interaksi sel stoma dan sel epitel, 4 kematian sel apoptosis, 5 sel stem
(Purnomo, 2011).

D. Pathofisiologi
Pathofisiologi dari BPH menurut Arif (2007) pembesaran prostate terjadi secara
perlahan-lahan. Pada tahap awal terjadi pembesaran prostate sehingga terjadi perubahan
fisiologis yang mengakibatkan resistensi uretra daerah prostat, leher vesika kemudian
detrusor mengatasi dengan kontraksi lebih kuat. Sebagai akibatnya serat destrusor akan
menjadi lebih tebal dan penonjolan serat destrusor kedalam mukosa buli-buli akan
terlihat sebagai balok-balok yang sampai (frabekulasi). Jika dilihat dari dalam vesika
dengan sitoskopi, mukosa yang apabila kecil dinamakan sakula dan apabila besar
dinamakan diverkel. Fase penebalan destrusore adalah fase kompensasi yang apabila
berlanjut destrusor akan menjadi lelah dan akhirnya akan mengalami dekompensasi dan
tidak mampu lagi untuk kontraksi, sehingga terjadi retensi urin total yang berlanjut pada
hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas.
E. Pathway
F. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis menurut Andra & Yessie (2013) dari BPH yaitu LUTS (Lower
Urinary Tract Symptom) yaitu pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen
uretra prostatika dan menghambat aliran urine.
Adapun gejala dan tanda yang tampak pada pasien dengan BPH hipertrofi :
1. Retensi urine
2. Kekurangan atau lemahnya pancaran kecing
3. Miksi yang tidak puas
4. Frekuensi kencing bertambah terutama malam hari (nocturia)
5. Pada malam hari miksi harus mengejan
6. Terasa panas, nyeri atau sekitar waktu miksi (disuria)
7. Massa pada abdomen bagi bawah hematuria
8. Urgency (dorong mendesak dan mendadak untuk mengeluarkan urine)
9. Kesulitan mengawali dan mengakhiri miksi
10. Kolik renal
11. Berat badan menurun
12. Anemia kadang-kadang tanpa sebab
Sedangkan menurut Elin (2011) tanda dan gejala dari BPH yaitu :
1. Pasien BPH dapat menunjukkan berbagai macam tanda dan gejala. Gejala BPH
berganti-ganti dari waktu-kewaktu dan mungkin dapat semakin parah, menjadi stabil,
atau semakin buruk secara spontan.
2. Berbagai tanda dan gejala dapat dibagi dalam dua kategori : obstruksi (terjadi ketika
faktor dinamik dan atau faktor static mengurangi pengosongan kandung kemih) dan
iritatif (hasil dari obstruksi yang sudah berjalan lama pada leher kandung kemih).

G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang menurut Andra & Yessie (2013) dari BPH yaitu :
1. Pemeriksaan colok dubur (Rectal Toucher)
Memasukkan jari telunjuk yang sudah diberi pelicin kedalam lubang dubur. Pada
pemeriksaan colok dubur dinilai :
 Tonus spingter ani dan refleks bulbo-kavernosus (BCR)
 Mencari kemungkinan adanya masa didalam lumen rectum
 Menilai keadaan prostate

2. Laboratorium
 Urinalisa untuk adanya infeksi, hematuria
 Ureum, creatinin, elektrolit untuk melihat gambar fungsi ginjal
3. Pengukuran derajat berat obstruksi
 Menentukan jumlah sisa urin setelah miksi spontan (sisa urin >100 cc)
 Pancaran urin (uroflowmetri) syarat : jumlah urin dalam vesika 125 s/d 150
ml. angka normal rata-rata 10 s/d 12 ml/ detik, obstruksi ringan 6-8 ml/detik
4. Pemeriksaan lain
 BNO/ IVP untuk menentukan adanya divertikel, penebalan bladder
 USG (Volume prostat)
 Trans abdominal USG : untuk mendeteksi bagian prostat yang menonjol ke
buli-buli
 Cystoscopy untuk melihat adanya penebalan pada dinding bladder

H. Penatalaksanaan medis
Rencana pengobatan tergantung pada penyebab, keparahan obstruksi, dan kondisi
pasien. Jika pasien masuk RS dengan kondisi darurat karena ia tidak dapat berkemih
maka kateterisasi segera dilakukan. Pada kasus yang berat mungkin digunakan kateter
logam dengan tonjolan kurva prostatik. Kadang suatu insisi dibuat ke dalam kandung
kemih (sitostomi supra pubik) untuk drainase yang adekuat.
Jenis pengobatan pada BPH antara lain:
a. Observasi (watchfull waiting)
Biasa dilakukan pada pasien dengan keluhan ringan. Nasehat yang diberikan adalah
mengurangi minum setelah makan malam untuk mengurangi nokturia, menghindari
obat-obat dekongestan, mengurangi minum kopi dan tidak diperbolehkan minum
alkohol agar tidak terlalu sering miksi. Setiap 3 bulan dilakukan kontrol keluhan, sisa
kencing, dan pemeriksaan colok dubur.
b. Terapi medikamentosa
 Penghambat adrenergik a (prazosin, tetrazosin) : menghambat reseptor pada
otot polos di leher vesika, prostat sehingga terjadi relaksasi. Hal ini akan
menurunkan tekanan pada uretra pars prostatika sehingga gangguan aliran air
seni dan gejala-gejala berkurang.
Penghambat enzim 5-a-reduktase, menghambat pembentukan DHT sehingga
prostat yang membesar akan mengecil.
 Terapi bedah
Tergantung pada beratnya gejala dan komplikasi. Indikasi absolut untuk terapi
bedah yaitu :
a) Retensi urin berulang
b) Hematuri
c) Tanda penurunan fungsi ginjal
d) Infeksi saluran kemih berulang
e) Tanda obstruksi berat seperti hidrokel
f) Ada batu saluran kemih.
c. Prostatektomi
Pendekatan transuretral merupakan pendekatan tertutup. Instrumen bedah dan
optikal dimasukan secara langsung melalui uretra ke dalam prostat yang kemudian
dapat dilihat secara langsung. Kelenjar diangkat dalam irisan kecil dengan loop
pemotong listrik. Prostatektomi transuretral jarang menimbulakan disfungsi erektil
tetapi dapat menyebabkan ejakulasi retrogard karena pengangkatan jaringan
prostat pada kolum kandung kemih dapat menyebabkan cairan seminal mengalir
ke arah belakang ke dalam kandung kemih dan bukan melalui uretra.
a) Prostatektomi Supra pubis.
Adalah salah satu metode mengangkat kelenjar melalui insisi abdomen.
Yaitu suatu insisi yang dibuat kedalam kandung kemih dan kelenjar prostat
diangkat dari atas.
b) Prostatektomi Perineal.
Adalah mengangkat kelenjar melalui suatu insisi dalam perineum. Cara ini
lebih praktis dibanding cara yang lain, dan sangat berguna untuk biopsi
terbuka. Lebih jauh lagi inkontinensia, impotensi, atau cedera rectal dapat
mungkin terjadi dari cara ini. Kerugian lain adalah kemungkinan
kerusakan pada rectum dan spingter eksternal serta bidang operatif
terbatas.
c) Prostatektomi retropubik.
Adalah insisi abdomen lebih rendah mendekati kelenjar prostat, yaitu
antara arkus pubis dan kandung kemih tanpa memasuki kandung kemih.
Keuntungannya adalah periode pemulihan lebih singkat serta kerusakan
spingter kandung kemih lebih sedikit.
Pembedahan seperti prostatektomi dilakukan untuk membuang jaringan prostat
yang mengalami hiperplasi. Komplikasi yang mungkin terjadi pasca
prostatektomi mencakup perdarahan, infeksi, retensi oleh karena pembentukan
bekuan, obstruksi kateter dan disfungsi seksual. Kebanyakan prostatektomi tidak
menyebabkan impotensi, meskipun pada prostatektomi perineal dapat
menyebabkan impotensi akibat kerusakan saraf pudendal. Pada kebanyakan kasus
aktivitas seksual dapat dilakukan kembali dalam 6 sampai 8 minggu karena saat
itu fossa prostatik telah sembuh. Setelah ejakulasi maka cairan seminal mengalir
ke dalam kandung kemih dan diekskresikan bersama uin. Perubahan anatomis
pada uretra posterior menyebabkan ejakulasi retrogard.
d. Insisi Prostat Transuretral ( TUIP ).
Yaitu suatu prosedur menangani BPH dengan cara memasukkan instrumen
melalui uretra. Satu atau dua buah insisi dibuat pada prostat dan kapsul prostat
untuk mengurangi tekanan prostat pada uretra dan mengurangi kontriksi uretral.
Cara ini diindikasikan ketika kelenjar prostat berukuran kecil ( 30 gram/kurang )
dan efektif dalam mengobati banyak kasus BPH. Cara ini dapat dilakukan di
klinik rawat jalan dan mempunyai angka komplikasi lebih rendah di banding cara
lainnya.
e. TURP ( TransUretral Reseksi Prostat )
TURP adalah suatu operasi pengangkatan jaringan prostat lewat uretra
menggunakan resektroskop, dimana resektroskop merupakan endoskop dengan
tabung 10-3-F untuk pembedahan uretra yang dilengkapi dengan alat pemotong
dan counter yang disambungkan dengan arus listrik. Tindakan ini memerlukan
pembiusan umum maupun spinal dan merupakan tindakan invasive yang masih
dianggap aman dan tingkat morbiditas minimal. TURP merupakan operasi
tertutup tanpa insisi serta tidak mempunyai efek merugikan terhadap potensi
kesembuhan. Operasi ini dilakukan pada prostat yang mengalami pembesaran
antara 30-60 gram, kemudian dilakukan reseksi. Cairan irigasi digunakan secara
terus-menerus dengan cairan isotonis selama prosedur. Setelah dilakukan reseksi,
penyembuhan terjadi dengan granulasi dan reepitelisasi uretra pars prostatika
(Anonim,FK UI,2005). Setelah dilakukan TURP, dipasang kateter Foley tiga
saluran no. 24 yang dilengkapi balon 30 ml, untuk memperlancar pembuangan
gumpalan darah dari kandung kemih. Irigasi kanding kemih yang konstan
dilakukan setelah 24 jam bila tidak keluar bekuan darah lagi. Kemudian kateter
dibilas tiap 4 jam sampai cairan jernih. Kateter dingkat setelah 3-5 hari setelah
operasi dan pasien harus sudah dapat berkemih dengan lancar. TURP masih
merupakan standar emas. Indikasi TURP ialah gejala-gejala dari sedang sampai
berat, volume prostat kurang dari 60 gram dan pasien cukup sehat untuk menjalani
operasi. Komplikasi TURP jangka pendek adalah perdarahan, infeksi,
hiponatremia atau retensio oleh karena bekuan darah. Sedangkan komplikasi
jangka panjang adalah striktura uretra, ejakulasi retrograd (50-90%), impotensi (4-
40%). Karena pembedahan tidak mengobati penyebab BPH, maka biasanya
penyakit ini akan timbul kembali 8-10 tahun kemudian

I. Komplikasi
Menurut Sjamsuhidajat dan De Jong (2005) komplikasi BPH adalah :
 Retensi urin akut, terjadi apabila buli-buli menjadi dekompensasi
 Infeksi saluran kemih
 Involusi kontraksi kandung kemih
 Refluk kandung kemih.
 Hidroureter dan hidronefrosis dapat terjadi karena produksi urin terus berlanjut
maka pada suatu saat buli-buli tidak mampu lagi menampung urin yang akan
mengakibatkan tekanan intravesika meningkat.
 Gagal ginjal bisa dipercepat jika terjadi infeksi
 Hematuri, terjadi karena selalu terdapat sisa urin, sehingga dapat terbentuk batu
endapan dalam buli-buli, batu ini akan menambah keluhan iritasi. Batu tersebut
dapat pula menibulkan sistitis, dan bila terjadi refluks dapat mengakibatkan
pielonefritis.
 Hernia atau hemoroid lama-kelamaan dapat terjadi dikarenakan pada waktu miksi
pasien harus mengedan.

J. Konsep Asuhan Keperawatan pada Pasien BPH dengan Gangguan Eliminasi


Urine

A. Pengkajian
pengkajian pada pasien BPH dimulai dari pengkajian umum hingga pengkajian yang
spesifik: (Wijaya & Putri,2013:103, Kristiyanasari & Jitowiyono 201:120,
Muttaqin,2011:269 )
1. Identitas Klien : Nama, Umur, Jenis Kelamin, Pendidikan Terakhir, Alamat,
Pekerjaan, Asuransi kesehatan , Agama, Suku bangsa, Tanggal & jam MRS,
Nomer register, Serta diagnosis medis.
2. Keluhan utama
a) keluhan sistemik : antara lain gangguan fungsi ginjal (sesak nafas,
edema, malaise, pucat, dan eremia) atau demam disertai menggigil
akibat infeksi.
b) keluhan lokal : pada saluran perkemihan antara lain nyeri akibat
kelainan pada saluran perkemihan, keluhan miksi (keluhan iritasi dan
keluhan obstruksi), hematuria, inkontenensia, disfungsi seksual, atau
infertilitas.
c) Keluhan nyeri : nyeri pada sistem perkemihan tidak selalu terdapat
pada penyakit ginjal meskipun umumnya ditemukan pada keadaan
yang lebih akut. Nyeri disebabkan oleh kelainan yang terdapat pada
organ urogenetalia sirasakan sebagai nyeri lokal yaitu nyeri yang
dirasakan disekitar organ itu sendiri atau berupareffered painyaitu
nyeri yang dirasakan disekitar organ itu sendiri. Nyeri prostat pada
umumnya disebabkan karena inflamasi yang mengakibatkan edema
kelenjar prostat dan distensi kapsul prostat. Lokasi nyeri akibat
inflamasi ini sulit untuk ditentukan, tetapi pada umumnya dapat
dirasakan padda abdomen bawah, inguinal, parineal, lumbosakral.
Sering kali nyeri prostat diikuti dengan keluhan miksi beruba
frekuensi, disuria, bahkan retensi urine.
d) Keluhan miksi : keluhan yang dirasakan oleh klien pada saat miksi
meliputi keluhan akibatsuatu tanda adanya iritasi, obstruksi,
inkontenensia, dan enueresis. Keluhan akibat iritasi meliputi
polakisuria, urgensi, nokturia, dan disuria. Sedangkan keluhan
obstruksi meliputi hesistensi, harus mengejan saat miksi, pancaran
urine melemah, intermitensi, dan menetes serta masih terasa ada sisa
urine setelah miksi.
e) Gejala iritasi :
 Polakisuria adalah frekuensi berkemih yang lebih dari normal.
Polakisuria dapat disebabkan karena produksi urine yang
berlebihan seperti pada penyakit diabetes militus atau asupan
cairan yang berlebihan, sedangkan menurunnya kapasitas
kandung kemih dapat disebabkan karena adanya obstruksi
infravesika.
 Urgensi adalah suatu keadaan rasa sangat ingin berkemih
sehingga terasa sakit. Keadaan ini adalah akibat hiperaktivitas
kandung kemih karena inflamasi, terdapat benda asing di dalam
kandung kemih, dan adanya obstruksi
 Nokturia adalah polakisuria pada malam hari. Seperti pada
polakisuria, pada nokturiamungkin disebabkan karena produksi
urine meningkat ataupun karena kapasitas kandung kemih yang
menurun
 Disuria adalah nyeri pada saat miksi dan terutama disebabkan
karena inflamasi pada kandung emih atau uretra
f) Gejala obstruksi :
 Hesistensi adalah awal keluarnya urine menjadi lebih lama dan
sering kali klien harus mengejan untuk memulai miksi. Setelah
urine keluar, seringkali pancarannya menjadi lemah, tidak jauh,
dan kecil. Hal ini sering disebabkan oleh obstruksi pada saluran
kemih.
 Intermitensi merupakan keluhan miksi dimana pada
pertengahan miksi sering kali berhenti dan kemudian
memancar lagi, keadaan ini terjadi berulang-ulang. Miksi
diakhiri dengan perasaan masih terasa ada sisa urine di dalam
kandung kemih dengan masih keluar tetesan-tetesan urine
g) Inkontenensia urine adalah ketidakmampuan seseorang untuk menhan
urine yang keluar dari kandung kemih, baik disadari ataupun tidak
disadari.
h) Keluhan disfungsi seksual
Disfungsi seksual seksual pada pria meliputi libido menurun, air mani
tidak keluar pada saat ejakulasi, tidak pernah merasakan orgasme, atau
ejakulasi dini. Penting bagi perawat melakukan anamnesis untuk
mencari kata-kata yang sesuai agar kepercayaan dan privasi pasien
dapat terjaga.
3. Riwayat kesehatan saat ini
Pengkajian ini dilakukan untuk mendukung keluhan utama seperti
menanyakan tentang perjalanan sejak timbul keluhan hingga klien meminta
pertolongan. Misalnya : sejak kapan keluhan dirasakan, berapa lama dan
berapa kali keluhan itu terjadi, apa yang sedang dilakukan ketika keluhan ini
terjadi, bagaimana sifat dan hebatnya keluhan, dimana pertama kali keluhan
dirasakan, apa yang memperberat atau memperingan keluhan, adakah usaha
mengatasi keluhan ini sebelum meminta pertolongan, berhasil atau tidakkah
usaha tersebut, dan sebaginya. Setiap keluhan utama harus ditanyakan kepada
klien sedetail-detailnya, dan semua diterangkan pada riwayat kesehatan
sekarang.
4. Riwayat kesehatan dahulu
Perawat menanyaka tentang penyakit penyakit yang pernah dialami
sebelumnya, terutama yang mendukung atau memperberat kondisi gangguan
sistem perkemihan pada klien saat ini seperti pernahkah klien menderita
penyakit kencing manis, penyakit kencing batu dan seterusnya. Tanyakan apa
pasien pernah dirawat sebelumnya karena perawat perlu mengklarifikasi
pengobatan masa lalu dan riwayat alergi.
5. Pengkajian Psikososiospiritual
Pengkajian psikologis klien meliputi beberapa dimensi yang memungkinkan
perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi,
kognitif, dan perilaku klien. Masalah sistem perkemihan yang bersifat kronis
menimbulkan rasa nyeri dari gangguan saluran kemih dan memberikan
stimulus pada kecemasan dan ketakutan setiap pasien.
6. Pemeriksaan fisik
 Inspeksi :
1. Perhatian khusus pada abdomen : Defisiensi nutrisi, edema,
pruritus, echymosis menunjukkan renal insufisiensi dari obstruksi
yang lama.
2. Penonjolan pada daerah supra pubik yang mengakibatkan retensi
urine.
3. Perhatikan adanya benjolan/massa atau jaringan parut bekas
pembedahan di suprasimfisis.
 Palpasi :
1. Pemeriksaan Rectal Toucher ( colok dubur ) posisi pasien knee
chest
2. Akan terasa adanya ballotement dan ini akan menimbulkanpasien
ingin buang air kecil
3. Palpasi kandung kemih untuk menentukan batas kandung kemih
dan adanya nyeri tekan padaa area suprasimfisis
4. Pemeriksaan tanda-tanda vital
 Perkusi :
1. Pada daerah supra pubik apakah menghasilkan bunyi pekak yang
menunjukan distensi kandung kemih
2. Perkusi untuk melihat apakah ada residual urine
3. uretra kemungkinan adanya penyebab lain misalnya stenose
meatus, striktur uretra, batu uretra/femoisis
7. pemeriksaan eliminasi urine
 Pancaran miksi : adanya perubahan pada eliminasi urine seperti
perubahan pancaran menandakan gejala obstruksi. Ketidakmampuan
eliminasi bisa terjadi pada klien yang mengalami obstreuksi pada
saluran kemih
 Drainase kateter: melakukan drainase urine, meliputi : kelancaran,
warna, jumlah, dan cloting

8. Pola fungsi kesehatan


 Kaji pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan: timbulnya perubahan
pemeliharaan kesehatan karena tirah baring selama 24 jam pasca
TURP, adanya keluhan nyeri karena spasme buli-buli memerlukan
antispasmodik sesuai terapi dokter
 Kaji pola nutrisi dan metabolisme: paien yang dilakukan anastesi pasca
operasi tidak boleh makan atau minum sebelum flatus
 Kaji pola eliminasi: pada pasien dapat terjadi hematuri setelah tindakan
TURP, retensi urine dapat terjadi bila terdapat bekuan darah pada
kateter, sedangkan inkotenesia dapat terjadi setelah kateter dilepa.
 Kaji pola aktifitas dan latihan : adanya keterbatasan aktifitas karena
kondisi pasien yang yang terpasang kateter selama 6-24 jam, pada paha
dilakukan perekatan kateter tidak boleh fleksi selama traksi masih
diperlukan
 Kaji pola istirahat dan tidur: rasa nyeri dan perubahan situasi karena
hospitalisasi dapat mempengaruhi pola tidur dan istirahat
 Kaji pola kognitif : sistem penglihatan, pendengaran, peraba, dan
pembau tidak mengalami gangguan pasca TURP ( Transurethral
resection of the prostate )
 Persepsi dan konsep diri : pasien dapat mengalami cemas karena
kurang pengetahuan tentang perawatan serta komplikasi BPH pasca
TURP

K. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang lazim muncul pada pasien BPH menurut


(Nurarif,2015:93) yaitu :
1. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan sumbatan saluran pengeluaran pada
kandung kemih
2. Nyeri akut berhubngan dengan spasme kandung kemih
3. Resiko infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan sebagai efek skunder dari
prosedur pembedahan

L. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan NOC NIC
Gangguan eliminasi urine Gangguan eliminasi urine Urinary Retention Care
 Ellimination pattern 1. Kaji keluhan klien
 Urinary elimintion 2. Kaji input output cairan
3. Lakukan Bladder
Batasan Karakteristik Training
4. Memantau asupan dan
1. Ballancecairan
keluaran cairan
seimbang
5. Menyediakan waktu
2. Dapat mengosongkan
untuk pengosongan
kandung kemih secara
kandung kemih
keseluruhan
6. Pemasangan katete
3. Tidak ada nyeri saat
buang air keci
4. Tidak ada retensi urine
Nyeri akut Nyeri Akut 1. Lakukan pengkajian
nyeri yang
 Pain level komperehensif meliputi
 Pain control lokasi, karakteristik,
 Control leve durasi, frekuaensi,
kualitas, intensitas, atau
Batasan Karakteristik keparahan nyeri, dan
1. Dapat mengungkapkan faktor presipitasinya.
bahwa nyeri berkurang 2. Berikan informasi
2. Menunjukkan tentang nyeri, seperti
perubahan tonus otot ( penyebab nyeri, berapa
tidak lemas dan kaku ) lama akan berlangsung,
3. Menyatakan rasa dan antisipasi
nyaman setelah nyeri ketidaknyamanan akibat
berkuran prosedure.
3. Informasikan kepada
pasien tentang prosedur
yang dapat
meningkatkan atau
menurunkan nyeri dan
tawarkan stretegi
koping yang disarankan.
4. Kelola nyeri pasca
bedah awal dengan
pemberian obat yang
terjadwal (misalnya
setiap 4 jam sekali
selama 3hari.
5. Gunakan tindakan
pengendali nyeri.
Resiko infeksi Resiko infeksi 1. Perawatan luka insisi
membersikan, memantau,
 Pengendalian resiko
dan memfasilitasi
komunitas penyakit
penyembuhan luka yang
menular
ditutup dengan jahitan. Dan
 Status immune
mencegah terjadinya
 Pengendalian resiko
komplikasi pada lukadan
infeksi
memfasilitasi proses
Batasan Karakteristik penyembuhan luka.
1. Klien bebas darigejala 2. Pengendalian infeksi
infeksi ( Rubor, Kolor, dolor, meminimalkan penyebaran
tumor, fungsiolaisa) dan penularan agens
2. Menunjukkan perilaku infeksius
hidup sehat yang adekuat 3. Pantau tanda dan gejala
3. Menindikasi status infeksi
gastrointestinal, pernapasan,
genitourinaria, dan imun 4. Pantau hasil laboratorium
dalam batas normal 5. Amati tampilan praktik
higine personal untuk
perlindungan terhadap
infeks
DAFTAR PUSTAKA

1. Amalia, Riski (2010). Faktor-faktor Resiko Terjadinya Pembesaran Prostat Jinak


(Studi Kasus RSUD dr. Karyadi, RS Rumani Semarang)
2. Http://jurnal.uminus.ac.id. Diakses tanggal 22 Oktober 2019
3. Huda, Kususma (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
dan NANDA NIC-NOC. Yogyakarta : Mediaction PublishingPurnomo, Basuki (2011).
Dasar-dasar Urologi. Jakarta : CV. Agung Seto
4. Wim De Jong (2005). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC
5. https://bangsalsehat.blogspot.com/2017/12/laporan-pendahuluan-lp-benign-prostatic-
hyperplasia-doc-dan-pdf.html. Diakses tanggal 22 oktober 2019-10-22
6. http://repository.ump.ac.id/1666/2/ANGGA%20SURYA%20KUSUMA%20BAB%2
0II.pdf. Diakses tanggal 21 oktober 2019

Anda mungkin juga menyukai