LP Waham Dan Halusinasi
LP Waham Dan Halusinasi
DAN HALUSINASI
Disusun Oleh :
1. Dwi Utami
2. Erna Khuswatun.F
3. Nur Anisa
4. Intan Henidar.P
A. Pengertian
Menurut (Depkes RI, 2000) Waham adalah suatu keyakinan klien yang
tidak sesuai dengan kenyataan, tetapi dipertahankan dan tidak dapat diubah
secara logis oleh orang lain. Keyakinan ini berasal dari pemikiran klien yang
sudah kehilangan kontrol (Direja, 2011).
Waham curiga adalah keyakinan seseorang atau sekelompok orang
berusaha merugikan atau mencederai dirinya, diucapkan berulang-ulang
tetapi tidak sesuai dengan kenyataan (Kelliat, 2009).
Gangguan isi pikir adalah ketidakmampuan individu memproses stimulus
internal dan eksternal secara akurat. Gangguannya adalah berupa waham
yaitu keyakinan individu yang tidak dapat divalidasi atau dibuktikan dengan
realitas. Keyakinan individu tersebut tidak sesuai dengan tingkat intelektual
dan latar belakang budayanya, serta tidak dapat diubah dengan alasan yang
logis. Selain itu keyakinan tersebut diucapkan berulang kali (Kusumawati,
2010).
Gangguan orientasi realitas adalah ketidakmampuan menilai dan
berespons pada realitas. Klien tidak dapat membedakan lamunan dan
kenyataan sehingga muncul perilaku yang sukar untuk dimengerti dan
menakutkan. Gangguan ini biasanya ditemukan pada pasien skizofrenia dan
psikotik lain. Waham merupakan bagian dari gangguan orientasi realita pada
10 isi pikir dan pasien skizofrenia menggunakan waham untuk memenuhi
kebutuhan psikologisnya yang tidak terpenuhi oleh kenyataan dalam
hidupnya. Misalnya : harga diri, rasa aman, hukuman yang terkait dengan
perasaan bersalah atau perasaan takut mereka tidak dapat mengoreksi dengan
alasan atau logika (Kusumawati, 2010).
B. Klasifikasi Waham
Waham dapat diklasifikasikan menjadi beberapa macam, menurut
Direja (2011) yaitu :
Jenis Waham Pengertian Perilaku klien
Waham kebesaran Keyakinan secara “Saya ini pejabat di
berlebihan bahawa kementrian semarang!”
dirinya memiliki “Saya punya perusahaan
kekuatan khusus atau paling besar lho “.
kelebihan yang berbeda
dengan orang lain,
diucapkan berulang-
ulang tetapi tidak sesuai
dengan kenyataan
Waham agama Keyakinan terhadap “ Saya adalah tuhan yang
suatu agama secara bisa menguasai dan
berlebihan, diucapkan mengendalikan semua
berulang-ulang tetapi makhluk”.
tidak sesuai dengan
kenyataan.
Waham curiga Keyakinan seseorang “ Saya tahu mereka mau
atau sekelompok orang menghancurkan saya,
yang mau merugikan karena iri dengan
atau mencederai kesuksesan saya”.
dirinya, diucapkan
berulang-ulang tetapai
tidak sesuai dengan
kenyataan
Waham somatik Keyakinan seseorang “ Saya menderita kanker”.
bahwa tubuh atau Padahal hasil pemeriksaan
sebagian tubuhnya lab tidak ada sel kanker
terserang penyakit, pada tubuhnya.
diucapkan berulang-
ulang tetapi tidak sesuai
dengan kenyataan
Waham nihlistik Keyakinan seseorang “ ini saya berada di alam
bahwa dirinya sudah kubur ya, semua yang ada
meninggal dunia, disini adalah roh-roh nya
diucapkan
berulangulang tetapi
tidak sesuai dengan
kenyataan
C. Etiologi
Gangguan orientasi realitas menyebar dalam lima kategori utama fungsi otak
Menurut Kusumawati, (2010) yaitu :
1. Gangguan fungsi kognitif dan persepsi menyebabkan kemampuan
menilai
2. dan menilik terganggu.
3. Gangguan fungsi emosi, motorik, dan sosial mengakibatkan
kemampuan
4. berespons terganggu, tampak dari perilaku nonverbal (ekspresi dan
5. gerakan tubuh) dan perilaku verbal (penampilan hubungan sosial).
6. Gangguan realitas umumnya ditemukan pada skizofrenia.
7. Gejala primer skizofrenia (bluer) : 4a + 2a yaitu gangguan asosiasi,
efek,
8. ambivalen, autistik, serta gangguan atensi dan aktivitas.
9. Gejala sekunder: halusinasi, waham, dan gangguan daya ingat.
Adaptif Maladaptif
Pikiran logis Pikiran kadang Gangguan
Persepsi akurat menyimpang proses pikir:
Emosi konsisten illusi Waham
dengan Reaksi Halusinasi
pengalaman emosional Kerusakan
Perilaku sosial berlebihan dan emosi
Perilaku tidak
sesuai
Hubungan kurang Perilaku tidak
sosial Perilaku tidak sesuai
sesuai
Ketidakteratur
Menarik diri
an isolasi
sosial
Ketidakstabilan Ketidakstabilan
harga diri : harga diri :
positif, negative,
frutuaasi fruktuasi
Cognitive biases, ToM
Impairment (
penurunan nilai
Waham
pikiran), Ascent
Behaviour
(peningkatan/penyimpa
ngan pelaku Ketidakefekti
Penyangkalan,
fan Koping melindungi diri dari
mengenal impuls yg tdk
dpt diterima didalam
Terjadinya pemikiran yg dirinya sendiri
besar-besaran
&mengesankan
Harga
Tidak percaya rendah diri
pada orang lain situasional
Risiko Risiko
ketidakberda membahayakan
yaan diri orang lain
Hambatan
interaksi sosial
G. Pengkajian
1. Faktor predisposisi
a. BiologI
Waham dari bagian dari manifestasi psikologi dimana abnormalitas
otak yang menyebabkan respon neurologis yang maladaptif yang
baru mulai dipahami, ini termasuk hal-hal berikut :
1) Penelitian pencitraan otak sudah mulai menunjukkan
keterlibatan otak yang luas dan dalam perkermbangan
skizofrenia. Lesi pada area frontal, temporal dan limbik paling
berhubungan dengan perilaku psikotik.
2) Beberapa kimia otak dikaitkan dengan skizofrenia. Hasil
penelitian sangat menunjukkan hal-hal berikut ini :
a) Dopamin neurotransmitter yang berlebihan
b) Ketidakseimbangan antara dopamin dan neurotransmitter
lain
c) Masalah-masalah pada sistem respon dopamin
Penelitian pada keluarga yang melibatkan anak kembar dan
anak yang diadopsi telah diupayakan untuk mengidentifikasikan
penyebab genetik pada skizofrenia.
Sudah ditemukan bahwa kembar identik yang dibesarkan
secara terpisah mempunyai angka kejadian yang tinggi pada
skizofrenia dari pada pasangan saudara kandung yang tidak identik
penelitian genetic terakhir memfokuskan pada pemotongan gen
dalam keluarga dimana terdapat angka kejadian skizofrenia yang
tinggi.
b. Psikologi
Teori psikodinamika untuk terjadinya respon neurobiologik
yang maladaptif belum didukung oleh penelitian. Sayangnya teori
psikologik terdahulu menyalahkan keluarga sebagai penyebab
gangguan ini sehingga menimbulkan kurangnya rasa percaya
(keluarga terhadap tenaga kesehatan jiwa profesional).
c. Sosial budaya
Stress yang menumpuk dapat menunjang terhadap awitan
skizofrenia dan gangguan psikotik tetapi tidak diyakini sebagai
penyebab utama gangguan.Seseorang yang merasa diasingkan dan
kesepian dapat menyebabkan timbulnya waham (Direja, 2011).
2. Faktor Presipitasi
a. Biologi
Stress biologi yang berhubungan dengan respon neurologik yang
maladaptif termasuk:
1) Gangguan dalam putaran umpan balik otak yang mengatur
proses Informasi
2) Abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang
mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif
menanggapi rangsangan.
b. Stres lingkungan
Stres biologi menetapkan ambang toleransi terhadap stress yang
berinteraksi dengan stressor lingkungan untuk menentukan
terjadinya gangguan perilaku.
c. Pemicu gejala
Pemicu merupakan prekursor dan stimulus yang yang sering
menunjukkan episode baru suatu penyakit. Pemicu yang biasa
terdapat pada respon neurobiologik yang maladaptif berhubungan
dengan kesehatan. Lingkungan, sikap dan perilaku individu (Direja,
2011).
H. Manifestasi klinik
Perilaku yang dapat ditemukan pada klien dengan Waham antara lain
melakukan percobaan bunuh diri, melakukan tindakan, agresif, destruktif,
gelisah, tidak biasa diam, tidak ada perhatian terhadap kebersihan diri, ada
gangguan eliminasi, merasa cemas, takut. Kadang-kadang panik perasaan
bahwa lingkungan sudah berubah pada klien depersonalisasi (Stuart,2007).
I. Mekanisme Koping
Menurut Direja (2011), Perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi diri
sendiri dari pengalaman berhubungan dengan respon neurobioligi :
1. Regresi berhubungan dengan masalah proses informasi dan upaya untuk
menanggulangi ansietas, hanya mempunyai sedikit energi yang tertinggal
untuk aktivitas hidup sehari-hari
2. Projeksi sebagai upaya untuk menjelaskan kerancuan persepsi.
3. Menarik diri
J. Pohon Masalah
Perilaku kekerasan
Waham
Menarik Diri
A. Pengertian
Halusinasi adalah gangguan pencerapan (persepsi) panca indera tanpa
adanya rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua sistem penginderaan
dimana terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh /baik (Hawari, Dadang.
2001).
Halusinasi adalah persepsi tanpa adanya rangsangan apapun pada
panca indera seorang pasien yang terjadi dalam keadaan sadar /terbangun,
dasarnya fungsional psikotik maupun histerik (Maramis, 2004).
Halusinasi adalah suatu keadaan dimana individu mengalami suatu
perubahan dalam jumlah atau pola rangsang yang mendekati (baik yang
dimulai secara eksternal maupun internal) disertai dengan respon yang
berkurang dibesar-besarkan, distorsi atau kerusakan rangsangan tertentu
(Toesend, 1998).
Halusinasi adalah persepsi yang timbul tanpa stimulus eksternal serta
tanpa melibatkan sumber dari luar meliputi semua sistem panca indera
C. Jenis-Jenis Halusinasi
Menurut Stuart 2007 jenis halusinasi terdiri dari:
1. Halusinasi pendengaran Yaitu klien mendengar suara atau bunyi yang
tidak ada hubungannya dengan stimulus yang nyata / lingkungan dengan
kata lain orang yang berada disekitar klien tidak mendengar suara / bunyi
yang didengar klien.
2. Halusinasi penglihatan Yaitu klien melihat gambaran yang jelas atau
samar tanpa adanya stimulus yang nyata dari lingkungan, stimulus dalam
bentuk kilatan cahaya, gambar geometris, gambar kartun, bayangan yang
rumit atau kompleks.
3. Halusinasi penciuman Yaitu klien mencium sesuatu yang bau yang
muncul dari sumber tertentu tanpa stimulus yang nyata.
4. Halusinasi pengecapan Yaitu klien merasa merasakan sesuatu yang tidak
nyata, biasanya merasakan rasa yang tidak enak.
5. Halusinasi perabaan Yaitu klien merasakan sesuatu pada kulitnya tanpa
stimulus yang nyata.
6. Cenestetik Merasakan funisi tubuh seperti aliran darah dari vena dan
arteri, pencernaan makan atau pembentukan urine.
7. Kinistetik Merasakan gerakan sementara berdiri tegak.
8. Halusinasi seksual, ini termasuk halusinasi raba Penderita merasa diraba
dan diperkosa, sering pada skizoprenia dengan waham kebesaran
terutama menjadi organ-organ.
9. Halusinasi viseral Timbulnya perasaan tertentu pada tubuhnya.
D. Tahapan Halusinasi
Tahapan terjadinya halusinasi terdiri dari 4 fase menurut Stuart Lardia (2001)
dan setiap fase memiliki karakteristik yang berbeda yaitu :
1. Fase I Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian,
rasa bersalah serta mencoba untuk berfokus pada pikiran yang
menyenangkan untuk meredakan ansietas. Disini kliuen tyersenyum
atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakan lidah tanpa suara,
pergerakan mata yang cepat, diam dan asyik sendiri. Jika kecemasan
datang klien dapat mengontrol kesadaran dan mengenal pikirannya
namun intensitas persepsi meningkat.
2. Fase II Pengalaman sensori menjijikan dan menakutkan klien mulai
lepas kendali dan mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya
dengan sumber yang dipersepsi. Disini terjadi penin gkatan tandatanda
sistem saraf otonom akibat ansietas seperti peningkatan tandatanda
vital. Asyik dengan pengalaman sensori danb kehilangan kemampuan
untuk membedakan halusinasi dengan realita. Ansietas meningkat dan
berhubungan dengan pengalaman internal dan eksternal, individu
berada pada tingkat listening pada halusinasinya. Pikiran internal
menjadi menonjol, gambaran suara dan sensori dan halusionasinya
dapat berupa bisikan yang jelas, klien membuat jarak antara dirinya dan
halusinasinya dengan memproyeksikan seolaholah halusinasi datang
dari orang lain atau tempat lain.
3. Fase III Klien menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan
menyerah pada halusinasi tersebut. Disini klien sukar berhubungan
dengan orang lain dan berada dalam kondisi yang sangat menegangkan
terutama jika akan berhubungan dengan orang lain. Halusinasi lebih
menonjol, menguasai dan mengontrol. Klien menjadi lebih terbiasa dan
tidak berdaya dengan halusinasinya. Kadang halusinasi tersebut
memberi kesenangan dan rasa aman sementara.
4. Fase IV Pengalaman sensori menjadi mengancamjika klien mengikuti
perintah halusinasi. Disini terjadi perilaku kekerasan, agitasi, menarik
diri, tidak mampu berespon terhadap perintah yang kompleks dan tidak
mampu berespon lebih dari satu orang. Kondisi klien sangat
membahayakan. Klien tidak dapat berhubungan dengan orang lain
karena terlalu sibuk dengan halusinasinya. Klien hidup dalam dunia
yang menakutkan yang berlangsung secara singkat atau bahkan
selamanya.
E. Level Of Intensity Of Halusinations (Stuart & Sundeen, 1998)
Level Characteristic Observable Patien behaviora
I. comporting Non psikotik Tersenyum / tertawa sendiri, Cemas sedang
Halusinasi merupakan kesenangan
II. comdemning Cemas berat Halusinasi menjadi repulsif
III. controlling Cemas berat Halusinasi tidak dapat ditolak Merasa cemas,
bicara tanpa suara, pergerakan kesepian, bersedih, mata cepat, bicara
pelan, diam sehingga mencoba dan asyik sendiri. berfikir hal-hal yang
menyenangkan Halusinasi masih dapat dikontrol Non psikotik
Peningkatan aktivitas saraf Pengalaman sensori otonom : peningkatan
TTV menjadi menakutkan, Perhatian terhadap lingkungan klien merasa
hilang menyempit dan tidak dapat kontrol dan merasa membedakan
halusinasi dilecehkan oleh dengan realita pengalaman sensori tersebut
serta menarik diri dari orang lain. Psikotik Mengikuti perintah Klien
menyerah halusinasinya terhadap halusinasinya Sulit berhubungan
dengan Halusinasi menjadi orang lain lebih mengancam dan Perhatian
terhadap lingkungan klien merasa hanya beberapa detik / menit
IV. conquering Panik Klien dikuasai oleh halusinasi kehilangan jika
halusinasinya berakhir Psikotik Pengalaman sensori menjadi
menakutkan dan mengancam jika klien tidak mengikuti perintahnya
Halusinasi dapat bertahan berjam-jam / berhari-hari jika tidak segera di
intervensi Gejala fisik cemas berat seperti berkeringat, tremor, tidak
dapat mengikuti perintah. Perilaku panik Resti mencederai diri sendiri /
orang lain Aktivitas menggambarkan isi halusinasi seperti perilaku
kekerasan, gelisah, isolasi sosial, atau katatonia
H. Faktor Presipitasi
Faktor sosial budaya : teori ini mengatakan bahwa stress lingkungan dapat
menyebabkan terjadinya respon neurobiologis yang maladaptif misalnya
lingkungan yang penuh kritik (rasa bermusuhan), kehilangan kemandirian
dalam kehidupan atau kehilangan harga diri, kerusakan dalam hubungan
interpersonal, kesepian, tekanan dalam pekerjaan dankemiskinan. Teori ini
mengatakan bahwa stress yang menumpuk dapat menunjang terhadapa
terjadinya gangguan psikotik tetapi tidak diyakini sebagai penyebab utama
gangguan.
DAFTAR PUSTAKA
https://www.academia.edu/8318743/LP_Halusinasi
http://eprints.umm.ac.id/26044/2/jiptummpp-gdl-idafebrian-38103-2-babi.pdf