Anda di halaman 1dari 15

MANAJEMEN NYERI DENGAN TEKNIK TENS

(Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation)

DISUSUN OLEH :
KEZIA IRENE JOSEPH (20170303028)
MELIANA OLOAN MAKDALENA (20170303025)
NIARA AISYAH MAHARANI (20170303009)
ROSIDAH WIDYANTI (20170303015)
KAREN NADILLAH (20170303014)
AULIA PRATAMA WIJAYA (20170303040)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ESA UNGGUL
JAKARTA
2019

1
Kata Pengantar

Puji dan syukur Tim penulis panjatkan kepada Tuhan Yang maha Esa atas
Rahmat-Nya yang telah dilimpahkan sehingga kami dapat menyelesaikan
Makalah yang berjudul “Manajemen Nyeri dengan Teknik TENS
(Transcutaneous Electrical Nerve Stimulations)” yang merupakan salah satu
tugas Mata Kuliah Manajemen Nyeri.
Tim Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan masih terdapat
beberapa kekurangan, hal ini tidak lepas dari terbatasnya pengetahuan dan
wawasan yang penulis miliki. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan
adanya kritik dan saran yang konstruktif untuk perbaikan di masa yang akan
datang, karena manusia yang mau maju adalah orang yang mau menerima
kritikan dan belajar dari suatu kesalahan.
Akhir kata dengan penuh harapan penulis berharap semoga makalah yang
berjudul “Manajemen Nyeri dengan Teknik TENS (Transcutaneous Electrical
Nerve Stimulations)” mendapat ridho dari Allah SWT, dan dapat bermanfaat bagi
penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya. Amiin....

Jakarta, November 2019

Tim Penulis

2
Daftar Isi
Kata Pengantar
2

Daftar Isi
3

BAB I Pendahuluan 4

A. Latar Belakang 5
_______________________________

B. Rumusan Masalah ____________________________ 5

C. Tujuan Penulisan 5

BAB II Tinjaun Teori 6

2.1 Definisi TENS 8


2.2 Bentuk-Bentuk TENS_________________________ 9

2.3 Indikasi TENS 1


0

2.4 Kontraindikasi TENS _________________________ 1


1
2.5 Penempatan Elektroda TENS_______________ 1
2

BAB III Penutup 1


4
3.1 Kesimpulan 1
4
3.2 Saran 1
4

3
Daftar Pustaka 1
5

BAB I
LATAR BELAKANG

A. PENDAHULUAN

Transcutaneous electrical nerve stimulation (TENS) merupakan salah


satu intervensi keperawatan yang dapat diberikan kepada pasien yang
dirawat di rumah sakit. Intervensi ini menggunakan alat yang dilengkapi
elektroda dan diletakkan dikulit untuk menghantarkan impuls listrik.
Impuls listrik tersebut berfungsi sebagai pemblok impuls nyeri yang
dirasakan oleh pasien. Impuls nyeri yang diblok akan mengakibatkan nyeri
berkurang. Pemberian intervensi TENS dengan frekuensi rendah mampu
merangsang tubuh mengeluarkan endorphin, endorphin yang keluar akan
meningkatkan relaksasi kemudian diikuti oleh penurunan nyeri. (Brunner
& Suddarth, 2001; Johnson, 2009).

Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation (TENS) merupakan


penggabungan perangkat kecil untuk mengarahkan pulse listrik ringan ke
saraf di area yang sakit. Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation
(TENS) bekerja dengan menstimulasi serabut saraf tipe α β yang dapat
mengurangi nyeri (Corwin, 2009). Mekanisme kerjanya diperkirakan
melalui ‘penutupan gerbang’ transmisi nyeri dari serabut saraf kecil
dengan menstimulasi serabut saraf besar, kemudian serabut saraf besar
akan menutup jalur pesan nyeri ke otak dan meningkatkan aliran darah ke
area yang nyeri dan Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation (TENS)

4
juga menstimulasi produksi anti nyeri alamiah tubuh yaitu endorfin
(Vance, 2014).

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa Memahami Manajemen Nyeri Dengan Teknik Tens
(Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation)
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu memahami pengertian Teknik Tens
(Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation)

b. Mahasiswa mampu memahami jenis – jenis Teknik Tens (Transcutaneous


Electrical Nerve Stimulation)

c. Mahasiswa mampu memahami indikasi Teknik Tens (Transcutaneous


Electrical Nerve Stimulation)

d. Mahasiswa mampu memahami Kontraindikasi Tens (Transcutaneous


Electrical Nerve Stimulation)

e. Mahasiswa mampu menguraikan penetapan electrode Teknik Tens


(Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation)

C. Rumusan Masalah
1. Jelaskan Definisi Teknik Tens (Transcutaneous Electrical Nerve
Stimulation)!

5
2. Jelaskan Jenis-jenis Teknik Tens (Transcutaneous Electrical Nerve
Stimulation) !
3. Jelaskan Indikasi Teknik Tens (Transcutaneous Electrical Nerve
Stimulation)!
4. Jelaskan Kontraindikasi Teknik Tens (Transcutaneous Electrical Nerve
Stimulation) !
5. Jelaskan penetapan electrode Teknik Tens (Transcutaneous Electrical Nerve
Stimulation) !

BAB II
KAJIAN TEORI

2.1 Pengertian TENS


TRANSCUTANEOUS ELECTRICAL NERVE STIMULATIONS (TENS)
adalah salah satu alat yang digunakan untuk menurunkan nyeri dengan
menggunakan gelombang bifasik melalui elektroda pada kulit, umumnya
berupa stimulator mesin kecil yang dioperasikan dengan baterai dengan arus
keluaran 0-50 mA. Frekuensi bervariasi dari 2 Hz sampai 300 Hz, frekuensi
rendah digunakan untuk nyeri kronis dan sedikit lebih tinggi (80-120 Hz)
untuk nyeri akut. (Ana Zakiyah, 2015)
TENS (Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation). TENS
(Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation) merupakan suatu alat yang
menstimulasi pada kulit dengan menggunakan arus listrik ringan yang di
hantarkan melalui elektroda luar (Yuliyanik, Patemah, Waifty Amalia, dan
Nicky Danur Jayanti, 2014).
TENS merupakan modalitas fisioterapi yang paling sering digunakan
untuk mengatasi nyeri, misalnya untuk kasus-kasus trauma, inflamasi, cidera,
seperti wiplash injury dan nyeri punggung bawah. TENS dapat digunakan
untuk nyeri kronis dan akut pada segala kondisi (Facci et al., 2011). Salah
satu teknik penanganan nyeri nonfarmakologi adalah dengan menggunakan
TRANSCUTANEUS ELECTRICAL NERVE STIMULATION (TENS)
(Bulechek et all, 2013).
TENS merupakan suatu cara penggunaan energi listrik guna
merangsang sistem saraf melalui permukaan kulit dan terbukti efektif untuk
merangsang berbagai tipe nyeri (Parjoto, 2006). TENS (Transcutaneus

6
Electrical Nerve Stimulation) adalah modalitas mengurangi nyeri non invasif
yang dapat dibawa kemana-mana yang memungkinkan klien berpartisipasi
dalam aktifitas dengan nyaman tanpa obat (Agus, 2018) . TENS dapat
digunakan untuk nyeri kronis dan akut pada segala kondisi (Facci et al., 2011)

Ada tiga pilihan metode terapi dengan TENS yaitu :

a. Konvensional TENS
Konvensional TENS menggunakan frekuensi tinggi (40-150 Hz) dan
intensitas rendah, pengaturan arus antara 10-30 mA, durasinya pendek (diatas
50 mikrodetik). Onset analgesia pada metode ini bersifat sedang. Nyeri hilang
bila alat dihidupkan dan biasanya kembali lagi bila alat dimatikan. Setiap
harinya pasien memasang elektroda sepanjang hari, stimulus diberikan dengan
interval 30 menit. Pada individu yang merespon baik, akan didapatkan efek
analgetik sampai beberapa lama setelah penggunaan alat dihentikan.
b. Acupuncture Like TENS (AL-TENS)
Pada metode ini digunakan stimulus dengan frekuensi rendah dimulai dengan
1-10 Hz, intensitas tinggi, tetapi masih dapat ditoleransi pasien. Metode ini
lebih efektif dari pada konvensional TENS, tetapi ada beberapa pasien yang
merasa kurang nyaman. Metode ini biasanya digunakan untuk pasien yang
tidak respon terhadap konvensional TENS.
c. Intense TENS
Menggunakan stimulus dengan intensitas tinggi dan frekuensi tinggi. Cetusan
arus dilepaskan 1-2 Hz, dengan frekuensi masing-masing cetusan 100 Hz.
Tidak ada keuntungan khusus metode ini dibandingkan dengan konvensional
TENS.

TENS dengan mekanismenya dapat diberikan dalam upaya penanganan masalah


tersebut. TENS (TRANSCUTANEOUS ELECTRICAL NERVE STIMULATION)
merupakan suatu cara penggunaan elektroterapeutik untuk merangsang sistem
saraf melalui permukaan kulit. Menurut Vrbova et al. (2008)

7
2.2 Bentuk-Bentuk / Jenis TENS
Menurut Vrbova et al. (2008), TENS dapat dibagi menjadi 2 jenis, yaitu
High TENS – Gate TENS dan Low TENS – Endhorphine TENS.
High TENS-Gate TENS , teori gerbang-kontrol menunjukkan bahwa
adalah mekanisme saraf di sumsum tulang belakang yang bertindak sebagai
semacam gerbang, mematikan atau membuka aliran sinyal dari pinggiran ke
otak. Apakah gerbang terbuka, tertutup atau sebagian tertutup, tergantung
pada jenis sinyal apa yang diterima dari otak untuk mengubah persepsi rasa
sakit di tubuh pengguna. Frekuensi-frekuensi ini berinteraksi dengan
transmisi pesan rasa sakit pada tingkat medula spinalis, dan membantu
menghalangi transmisi pesan nyeri mereka pada level medula spinalis, dan
membantu memblokir transmisi mereka ke otak. Secara umum, parameter
gerbang TENS adalah antara 75 dan 150 Hz (pulse per detik) dengan lebar
pulse sempit (50-150 mikrodetik).

8
Low TENS – Endhorphine TENS, Teori lain disebut "Endorphin
Release", yang menunjukkan bahwa listrik di dalam tubuh, substansi seperti
morfin alami yang membuat pesan rasa sakit tidak mencapai otak. Tingkat
pelepasan endorphin (pulse) antara 2 dan 10 Hz (Pulse per detik). Stimulasi
jenis pelepasan endorfin membutuhkan waktu pengaplikasian yang lebih
lama, antara 30 menit hingga 2 jam, untuk mencapai tingkat maksimum
pelepasan endorfin, tetapi karena endorfin tetap berada pada level efektif
dalam aliran darah untuk periode yang lama, periode penghilang rasa sakit
hingga 36 jam dapat dicapai. Stimulasi berkelanjutan pada level rendah dari
intensitas nadi memiliki efek terkuat pada penanganan nyeri kronis yang
mengganggu
Menurut Jonhson (2000) yang dikutip oleh Parjoto (2006) membedakan
TENS menjadi empat tipe yaitu : (1) tipe konvensional , (2) AL TENS, (3)
INTENSE TENS, (4) Pulse Burst TENS.
 TENS konvensional dengan spesifikasi sebagai berikut : target
arus adalah mengaktivasi syaraf berdiameter besar, frekuensi
sampai dengan 200Hz, intensitas rendah pada kontinyu, durasi
stimulus 100-200m detik, sensasi yang timbul parestesi yang
kuat dengan sedikit kontraksi, durasi terapi secara terus
menerus, mekanisme analgetik tingkat segmental, posisi
elektroda titik nyeri atau area dan dermatom yang sama.
 Al TENS dengan spesifikasi sebagai berikut: terget arus adalah
mengaktivasi motorik, serabut saraf G III atau ergoreseptor dan
A alpa, sensasi yang diinginkan kontraksi otot fasik yang kuat
tapi nyaman, karekteristik fisika frekuensi rendah, intensitas
tinggi dan durasi 100-200m detik, penempatan elektroda pada
motor point atau miotom yang sama, profil analgesik terjadi
setelah 30 menit terapi dan menghilang > 1 jam setelah alat di
matikan. Durasi terapi 30 menit setiap kali terapi, mekanisme
analgesik ekstra segmental atau segmental.
 Tipe INTENSE TENS dengan ciri: target arus mengaktivasi
saraf berdiameter kecil, jaringan yang teraktivasi adalah
nosiseptor, sensasi yang terjadi terasa tak nyaman yang masih
dapat ditoleransi pasien, fisika dasar frekuensi 200Hz, durasi
stimulus > 100m detik dan intensitas tertinggi yang masih dapat
ditoleransi. Penempatan elektroda di area yang nyeri atau
sebelah proksimal titik nyeri atau pada cabang utama saraf yang
bersangkutan, profil analgesik < 30 menit tetapi sudah bisa
terjadi sedang pengaruh analgesiknya > 1 jam kadang dijumpai
hiposentesia, durasi terapi < 15 menit, mekanisme analgesik
periferal, ekstra segmental, maupun segmental.

9
 Tipe Pulse Burst mempunyai fisika dasar frekuensi 1 – 10 Hz,
waktu durasi 200 μ S atau ( simetris 2, 5 KHz ). Penempatan
elektroda di tempatkan pada syaraf perifer / distal motor point
( biasanya terletak 1/3 proximal dari muscle belly ). Lama
pemberian arus 20 – 45 menit agar tidak terjadi kelelahan otot
karena pada arus pulse burst TENS terjadi kontraksi otot.

Trabert menggunakan istilah ’ arus 2 – 5’ untuk mengacu pada suatu


arus IDC dengan pulse rectanguler yang mempunyai jangka waktu 2 ms dan
fase interval 5 ms. Trabert sendiri tidak menjelaskan untuk pilihan parameter.
Namun, banyak bekerja menggunakan terapi arus trabert ini cocok dan
mengaplikasikan dengan baik. Ada efek yang luar biasa dan nyeri bisa siap
sedia muncul setelah pengobatan pertama, dan bisa berakhir untuk beberapa
jam.

Trabert diuraikan menjadi 4 tipe lokasi untuk elektrode ( EL = Lokasi


Elektroda ), corespond yang baik yang mana dengan segmental teori pada
elektro terapi. Polaritas tergantung pada area target. Sebagai contoh, EL I di
gunakan untuk mengobati sakit kepala dan nyeri leher. Pada pengobatan sakit
kepala elektrode negatif di posisikan caudal berkenaan dengan elektode
positif, sedang dalam pengobatan nyeri leher yang menyebar pada lengan
tangan elektrode negatif di posisikan proksimal berkenaan dengan hal itu
elektrode positif. Posisi elektrode apakah sangat cocok untuk beberapa bagian
aplikasi. Sebagai contoh, EL I apakah terutama sekali yang pantas untuk
pengobatan tentang intermitten claudication. Jika kondisi bilateral, electrode
negative bisa di di posisikan dalam daerah gluteal.

Waktu itu arus amplitudo akan mengumpul, bantuan akan terjadi


perbaikan yang cepat, masih ada kekurangan dari perubahan frekuensi.
Setelah jangka pendek ini, pasien akan tidak lama merasakan arus yang kuat
pada awal pengobatan. Oleh karena itu, Trabert di rekomendasikan bahwa
amplitudo bisa meningkat, sampai pada batas toleransi. Amplitudo ini
meningkat dengan beberapa langkah sampai kontraksi otot terjadi. Kontraksi
otot ini akan lebih jelas atau lebih nampak. Kontraksi ini mungkin
menyokong untuk meningkatkan kerja dari otot ( mekanisme pompa otot ).

Setelah kontraksi awal untuk mengurangi, arus amplitudo seharusnya


yang di tingkatkan lagi. Pada praktek, cara itu arus amplitudo meningkat pada

10
interval dari satu menit. Batas dari toleransi umumnya yang di usahakan
untuk di dapatkan 5 – 7 menit, setelah yang amplitudo yang sekarang yang
tidak lagi di tingkatkan. Pada beberapa kasus, arus amplitudo dari 70 – 80 mA
mungkin di capai. Walaupun nilai yang langsung secara relatif, amplitudo itu
di perlukan untuk mendapatkan ketebalan ( minimum ketebalan 1 cm ).
Elektroda harus di tetapkan dengan kuat. Dalam kaitannya otot menimbulkan
kontraksi, menggunakan bantuan karung berisi pasir tidaklah selalu cukup. Di
dalam literatur, referensi di buat untuk maksimum waktu pengobatan selama
15 menit. ( Adel RV,1995).

2.3 Indikasi TENS


Indikasi penggunaan TENS :
- Sakit parah lama berbagai kondisi
- Neuralgia pascaherpes
- Kausalgia
- Nyeri pantom
- Trigeminal neuralgia
- Nyeri kronis
- Selama persalinan
(Ana Zakiyah, 2015)

2.4 Kontraindikasi Penggunaan TENS


a. Pasien dengan aritmia jantung dan pasien yang menggunakan alat pacu
jantung
b. Pasien dengan kondisi jantung yang serius atau tidak stabil
c. Pasien dengan epilepsi
d. Pasien terpasang elektroda yang ditempatkan di dada, kedua lengan secara
bersamaan, dan leher di wilayah aretei carotid
e. Pasein yang mempunyai kulit yang meradang atau terinfeksi
f. Kehamilan
(Ana Zakiyah, 2015)

2.5 Penempatan Elektroda TENS

11
William & Wilkins (2008) mengatakan penempatan elektroda
ditempatkan proksimal dari cedera (antara otak dan area cedera) untuk
menghindari peningkatan nyeri. Hal ini sejalan dengan penelitian ini bahwa
penempatan elektroda berada di bagian proksimal cedera sehingga dapat
memblok nyeri.

Tipe Pulse Burst memiliki Penempatan elektroda di tempatkan pada


syaraf perifer / distal motor point ( biasanya terletak 1/3 proximal dari muscle
belly ). TENS konvensional dengan posisi elektroda titik nyeri atau area dan
dermatom yang sama. Al TENS memiliki penempatan elektroda pada motor
point atau miotom yang sama. Tipe Pulse Burst memiliki penempatan
elektroda di tempatkan pada syaraf perifer / distal motor point ( biasanya
terletak 1/3 proximal dari muscle belly). Trabert diuraikan menjadi 4 tipe
lokasi untuk elektrode ( EL = Lokasi Elektrode ), corespond yang baik yang
mana dengan segmental teori pada elektro terapi. Polaritas tergantung pada
area target. Sebagai contoh, EL I di gunakan untuk mengobati sakit kepala
dan nyeri leher. Pada pengobatan sakit kepala elektrode negatif di posisikan
caudal berkenaan dengan elektode positif, sedang dalam pengobatan nyeri
leher yang menyebar pada lengan tangan elektrode negatif di posisikan
proksimal berkenaan dengan hal itu elektrode positif. (Adel RV, 1995)

Menurut Ana Zakiyah, 2015, lokasi penempatan TENS ada beberapa


yaitu pundak kaku kedua sisi, efek stimulasi pada sistem-sistem tubuh saraf
dan otot untuk masalah kelelahan dan peredaran darah kurang lancer, nyeri
tengkuk leher, nyeri lutut, nyeri pinggul nyeri kaki, usus besar, nyeri lengan,
pegal pinggul, nyeri telapak kaki, nyeri mata kaki, migran atau sakit kepala
yang terlihat pada gambar di bawah ini

12
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

TENS merupakan modalitas fisioterapi yang paling sering digunakan


untuk mengatasi nyeri, misalnya untuk kasus-kasus trauma, inflamasi, cidera,
seperti wiplash injury dan nyeri punggung bawah. TENS dapat digunakan

13
untuk nyeri kronis dan akut pada segala kondisi (Facci et al., 2011). Salah
satu teknik penanganan nyeri nonfarmakologi adalah dengan menggunakan
TRANSCUTANEUS ELECTRICAL NERVE STIMULATION (TENS)
(Bulechek et all, 2013).
TENS merupakan suatu cara penggunaan energi listrik guna
merangsang sistem saraf melalui permukaan kulit dan terbukti efektif untuk
merangsang berbagai tipe nyeri (Parjoto, 2006).

 Ada tiga pilihan metode terapi dengan TENS yaitu :

a. Konvensional TENS
b. Acupuncture Like TENS (AL-TENS)
c. Intense TENS

 Menurut Jonhson (2000) yang dikutip oleh Parjoto (2006) membedakan


TENS menjadi empat tipe yaitu :
(1) tipe konvensional ,
(2) AL TENS,
(3) INTENSE TENS,
(4) Pulse Burst TENS

3.2 Saran
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi
pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan
kelemahannya, karena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau
referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini.
Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman sudi memberikan
kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah
ini dan penulisan makalah di kesempatan-kesempatan berikutnya

DAFTAR PUSTAKA

Adel RV. 1995. Low and medium Frequency Electrotherapy. 2nd The Netherland.
Parjoto, S. 2006. Terapi Listrik Untuk Modulasi Nyeri. IFI cabang Semarang

Balmar Morangelita Nuach, Ika Yuni Widyawati, Laily Hidayati. PEMBERIAN


TRANSCUTANEOUS ELECTRICAL NERVE STIMULATION (TENS)
MENURUNKAN INTENSITAS NYERI PADA PASIEN BEDAH
UROLOGI DI RUANG RAWAT INAP MARWAH RSU HAJI

14
SURABAYA, Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga, 2014;
http://journal.unair.ac.id/download-fullpapers-cmsnj33b48bc1c42full.pdf ,
diakses pada 20 November 2019
Gerta Vrbova, Olga Hudlicka, Kristin Schaefer Centofanti, 2008. Application of
Muscle/Nerve Stimulation in Health and Disease. Springer.
Khariyono, Irfan, Winaya. PEMBERIAN TRANSCUTANEOUS ELECTRICAL
NERVE STIMULATION (TENS) DAPAT MENINGKATKAN
KETAJAMAN VISUAL PADA KONDISI KELELAHAN MATA. Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana Denpasar. 2014;
file:///C:/Users/power/Downloads/8436-1-15021-1-10-20140327.pdf ,
diakses pada 20 November 2019
Santoso, Fitriyani. EFEKTIFITAS DAN KENYAMANAN TRANSCUTANEUS
ELECTRICAL NERVE STIMULATION (TENS) PULSE BURST DAN
ARUS TRABERT DALAM MENGURANGI NYERI KRONIK DI LUTUT
PADA USIA LANJUT. Universitas Muhammadiyah Surakarta. 2009;
https://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/11617/3319/9 , diakses
pada 20 November 2019
Septi Ayu Arum Yuspita Sari. PERBEDAAN PENGARUH ANTARA
TRANSCUTANEUS ELECTRICAL NERVE STIMULATION (TENS)
DENGAN TERAPI MASSAGE TERHADAP PENURUNAN NYERI PADA
PENDERITA NYERI PUNGGUNG BAWAH NON SPESIFIK, Jurnal
Terpadu Ilmu Kesehatan, Mei 2016;, Volume 6, No 1, hlm 01-117;
file:///C:/Users/power/Downloads/287-544-1-SM%20(3).pdf, diakses pada
20 November 2019
Yuliyanik, Patemah, Waifty Amalia, dan Nicky Danur Jayanti. IMPLEMENTASI
METODE TRANSCUTANEOUS ELECTRICAL NERVE STIMULATION
(TENS) UNTUK MENGATASI NYERI PERSALINAN KALA I FASE
AKTIF PADA IBU BERSALIN. JURNAL ILMIAH KESEHATAN MEDIA
HUSADA, MARET 2014; VOLUME 02/ NOMOR 02/ ;
file:///C:/Users/power/Downloads/117-Article%20Text-161-1-10-
20181213.pdf , diakses pada 20 November 2019
Zakiyah Ana, 2015. Nyeri Konsep dan Penatalaksanaan dalam Praktik Keperawatan
Berbasis Bukti. Salemba Medika.

15

Anda mungkin juga menyukai