Anda di halaman 1dari 6

2.

1 Biskuit dan Bahan Baku Biskuit


Biskuit adalah kue kering yang tipis, keras, dan renyah yang dibuat tanpa
peragian dan kandungan air yang rendah. Biskuit dapat digolongkan menjadi
dua,berdasarkan cara pencampurannya dan resep yang dipakai, yaitu jenis adonan dan
jenis busa yang dapat disemprotkan atau dicetak, sedangkan kue busa terdiri dari kue
“sponge”. Menurut SNI Biskuit adalah sejenis makanan yang terbuat dari tepung
terigu yang melalui proses pemanasan dan pencetakan. Dalam syarat mutu biskuit,
gizi yang terkandung dalam biskuit adalah air maks 5%, protein min 9%, Karbohidrat
min 70%, Abu maks 1,6 %, serat maks 0,5 %, Kalori min 40 kkl/ 100 gr, logam
berbahaya tidak ada, bau, rasa, warna normal, bahan – bahan biskuit perlu
persyaratan tertentu seperti aromannya sedap, mampu menghasilkan tekstur yang
baik serta tidak menghasilkan reaksi pencoklatan yang tidak diinginkan (Kartika,
2014). Bahan baku pembuatan biscuit adalah sebagai berikut:
1. Tepung Terigu
Tepung terigu merupakan hasil ekstraksi dari proses penggilingan gandum (T.
sativum) yang tersusun oleh 67-70 % karbohidrat, 10-14 % protein, dan 1-3 % lemak.
Protein dari tepung terigu membentuk suatu jaringan yang saling berikatan
(continous) pada adonan dan bertanggung jawab sebagai komponen yang membentuk
viscoelastik. Tepung yang digunakan pada pembuatan biskuit adalah tepung terigu
yang mempunyai kandungan protein yang rendah (Fitasari, 2009).
Menurut Mudjajanto dan Yulianti (2004), berdasarkan kandungan protein
pada tepung terigu yang beredar dipasaran dapat dibedakan menjadi tiga macam
yaitu:
a. Hard flour, tepung ini berkualitas paling baik. Tepung tesebut mempunyai
gluten yang kuat, kandungan proteinnya 12-13%, sifat elastisitasnya baik, dan tidak
mudah putus. Tepung ini biasanya digunakan pada pembuatan roti dan mie yang
berkualitas tinggi. Contoh terigu jenis ini dengan merk dagang cakra kembar.
b. Medium hard flour, terigu jenis ini mempunyai sifat gluten sedang dan
kandungan protein 9-11%. Tepung ini banyak digunakan untuk pembuatan roti, mie
dan keperluan rumah tangga. Contoh terigu jenis ini dengan merk dagang segitiga
biru.
c. Soft flour, tepung jenis ini mempunyai sifat gluten yang lemah, kandungan
protein sebesar 7-8,5%. Sifat elastisitasnya kurang dan mudah putus. Penggunaannya
cocok sebagai bahan pembuatan kue dan biskuit. Contoh terigu jenis ini dengan merk
dagang kunci biru.
2. Telur
Penambahan telur dalam pembuatan biskuit berfungsi untuk memperbesar
volume, memperbaiki tekstur, menambah protein yang dapat memperbaiki kualitas
pada biskuit. Penggunaan kuning telur akan menghasilkan biskuit yang lebih empuk
daripada memakai seluruh telur. Hal ini disebabkan lesitin pada kuning telur
mempunyai daya pengemulsi. Adanya zat pengemulsi ini menjadikan telur dapat
memperbaiki tekstur, memperbesar volume serta menambah kandungan protein.
Peran sifat fungsional protein pada telur tergantung pada jenis produk yang akan
dibuat. Sifat fungsional protein pada telur berperan menentukan kualitas produk akhir
dalam industri pangan (Claudia, 2015).
Telur terdiri dari protein 13%, lemak 12%, serta vitamin dan mineral. Telur
mempunyai dua unsur yaitu, kuning telur dan putih telur. Kuning telur mengandung
50% air, sedangkan putih telur kadar airnya mencapai 87%. Dalam kuning telur
terdapat lechitin yang berfungsi sebagai emulsifier yang memiliki kemampuan
mengikat air dan lemak. Pada waktu dikocok, telur dengan gula akan mengikat udara
sehingga adonan mengembang sempurna dan memberikan rasa lembab (moist) pada
waktu digigit. Pada waktu pemanggangan, udara yang terperangkap tersebut akan
memuai dan membuat rongga-rongga pada kue tergantung dari seberapa banyak
udara yang terperangkap selama proses pengocokan telur. Kuning telur juga berfungsi
sebagai pengawet alami, makin banyak kuning telur yang dipakai, kue akan terasa
lebih legit dan padat, sebaliknya makin banyak putih telur yang dipakai kue akan
lembek dan lekat di langit-langit mulut (Tarwotjo, 1998).
3. Gula
Gula memberikan efek melunakan gluten sehingga cake yang dihasilkan lebih
empuk. Gula yang digunakan untuk semua jenis cake adalah gula yang memiliki
butiran halus agar susunan cake rata. Untuk pengkreman gula dengan lemak
perbandingan maksimal yang baik adalah dua bagian gula dan satu bagian lemak.
Gula akan mematangkan dan mengempukan susunan sel. Bila presentase gula terlalu
tinggi dalam adonan maka hasil cake akan kurang baik, cenderung jatuh dibagian
tengahnya. Pemakaian gula dalam adonan mempunyai peran yaitu, memberi makanan
pada ragi selama proses peragian berlangsung, memberi rasa dan aroma, memberi
kemampuan adonan untuk mengembang, kulit roti menjadi bagus, dan mengontrol
waktu pembongkaran (Faridah, 2008).
Gula digunakan sebagai pemberi rasa manis dan pengawet yaitu dalam
konsentrasi tinggi dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme dengan cara
menurunkan aktivitas air dari bahan. Gula mempunyai tekanan osmotik yang tinggi.
Dengan penggulaan, cairan sel bahan akan keluar sehingga metabolisme bahan
pangan akan terganggu (Ayustaningwarno, 2014).
5. Margarin (lemak)
Lemak yang digunakan dalam jurnal ini adalah mentega (lemak hewani) dan
margarine (lemak nabati). Mentega terbuat dari susu sedangkan margarine terbuat
dari kelapa sawit. Untuk rasa yang lebih lezat digunakan mentega namun karena
harganya lebih mahal dari margarin, pilihan margarin dengan cita rasa gurih mirip
mentega. Margarin semacam ini sudah tersedia dari pasaran (Ananto, 2013).
Margarin merupakan pengganti mentega dengan rupa, bau, konsistensi, rasa
dan nilai gizi yang hampir sama. Margarin juga merupakan emulsi air dalam minyak,
dengan persyaratan mengandung tidak kurang 80% lemak. Lemak yang digunakan
dapat berasal dari lemak hewani atau lemak nabati. Karena minyak nabati umumnya
dalam bentuk cair, maka harus dihidrogenisasi lebih dahulu menjadi lemak padat,
yang berarti margarin harus bersifat plastis, padat pada suhu ruang, agak keras pada
suhu rendah dan segera dapat mencair dalam mulut (Winarno, 2004)
Fungsi margarin adalah untuk menjaga kue agar tahan lama, menambah nilai
gizi, memberi aroma pada cake, dan membuat cake terasa empuk. Tentu juga
menimbulkan rasa enak. Margarin juga membantu menahan cairan dalam cake yang
telah jadi (Iriyanti, 2012).
Lemak dan minyak merupakan zat makanan yang penting untuk menjaga
kesehatan tubuh manusia. Selain itu lemak dan minyak juga merupakan sumber
energi yang lebih efektif dibanding dengan karbohidrat dan protein. Satu gram
minyak atau lemak dapat menghasilkan 9 kkal, (Hermanto, 2010).
6. Vanili
Vanili (Vanilla planifolia) merupakan tanaman penghasil bubuk vanili yang
biasa dijadikan pengharum makanan. Bubuk ini dihasilkan dari buahnya yang
berbentuk polong. Tanaman vanili diperkenalkan pertama kali oleh suku indian di
Meksiko.
Flavor dan aroma unik vanili berasal dari senyawa fenolik vanilin (kandungan
± 98% dari total komponen flavor vanili) serta dari senyawa lainnya. Vanili yang
merupakan komponen utama senyawa aromatik volatil dari buah vanili mempunyai
rumus molekul C8H8O3 dengan nama IUPAC 4-hidroksi-3-metoksibenzaldehid.
Vanili merupakan salah satu flavoring agent yang penggunaannya cukup luas.
Penggunaan vanili saat ini sebesar 60% sebagai bahan aditif industri makanan dan
minuman, sebesar 20-25% dalam industri parfum dan kosmetik, serta sebesar 5-10%
dalam industri obat-obatan dan farmasi Dalam industri makanan vanili digunakan
dalam pembuatan es krim, gula-gula, cokelat, kue, dan lain-lain (Yuliani, 2008)
2.2 Pengawasan Mutu
Pengawasan mutu adalah kegiatan yang dilakukan untuk menjamin bahwa
proses yang terjadi akan menghasilkan produk sesuai dengan tujuan yang
diinginkan. Kegiatan pengawasan mutu adalah mengevaluasi kinerja nyata proses
dan membandingkan kinerja nyata proses dengan tujuan. Hal tersebut meliputi
semua kegiatan dalam rangka pengawasan rutin mulai dari bahan baku, proses
produksi hingga produk akhir. Pengawasan mutu bertujuan untuk mencapai
sasaran dikembangkannya peraturan di bidang proses sehingga produk yang
dihasilkan aman dan sesuai dengan keinginan masyarakat dan konsumen
(Puspitasari, 2004). Pengendalian mutu merupakan alat bagi manajemen untuk
memperbaiki mutu produk bila diperlukan, mempertahankan mutu produk yang
sudah tinggi dan mengurangi jumlah produk yang rusak. jangka panjang
perusahaan yaitu mempertahankan pasar yang telah ada atau menambah pasar
perusahaan.
Menurut Forsthe and Hayes (1998), “A food safety programme requires
adequate surveillance to collate reported food poisoning outbreaks, issue alerts
on contaminated food and organize specific epidemiological studies”. Suatu
sistem jaminan keamanan pangan harus mampu menjamin keamanan pangan
melalui regulasi dengan cara melakukan pengawasan yang ketat akan adanya
bahaya pangan atau isu-isu terbaru mengenai pangan. Koordinasi antara
pemerintah sebagai regulator dan legislator bersama pihak produsen sebagai
pelaksana bila berjalan dengan baik, akan menciptakan iklim yang kondusif bagi
terciptanya keamanan pangan.
Pengawasan dan pengendalian mutu merupakan faktor penting bagi suatu
perusahaan untuk menjaga konsistensi mutu produk yang dihasilkan, sesuai
dengan tuntutan pasar, sehingga perlu dilakukan manajemen pengawasan dan
pengendalian mutu untuk semua proses produksi. Pengawasan dan pengendalian
mutu harus dilakukan sejak awal proses produksi sampai saluran distribusi untuk
meningkatkan kepercayaan konsumen, meningkatkan jaminan keamanan produk,
mencegah banyaknya produk yang rusak dan mencegah pemborosan biaya akibat
kerugian yang ditimbulkan.
DAFTAR PUSTAKA

Ananto, D. S. 2013. Buku Pintar Membuat Cake. DeMedia Pustaka, Jakarta.


Ayustaningwarno, Fitriyono. 2014. Teknologi Pangan: Teori Praktis dan Aplikasi.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Claudia, dkk, 2015 Pengembangan Biskuit dari Tepung Ubi Jalar Oranye (ipomoea
batatas l.) dan Tepung Jagung (zea mays) Fermentasi : Kajian Pustaka jurnal
pangan dan agroindustri vol. 3 no 4 p.1589-1595.
Faridah, A., K. S. Pada, A. Yulastri, dan L. Yusuf. 2008. Patiseri. Direktorat
Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, Jakarta.
Fitasari, Eka. 2009. Pengaruh Tingkat Penambahan Tepung Terigu Terhadap Kadar
Air,Kadar Lemak, Kadar Protein, Mikrostruktur, dan Mutu Organoleptik Keju
Gouda Olahan. Jurnal Vol. 4, No. 2, Hal 17-29
Forsythe, S. J. & P. R. Hayes. (1998). Food Hygiene, Microbiology and HACCP
Third Edition. An Aspen Pubication. Maryland.
Hermanto, S., Muawanah, A. dan Wardhani, P. 2010. Analisis Tingkat Kerusakan
Lemak Nabati dan Lemak Hewani Akibat Proses Pemanasan. Jurnal. UIN Syarif
Hidayatullah. Jakarta.
Iriyanti, Yuni. 2012. Subtitusi Tepung Ubi Ungu Dalam Pembuatan Roti Manis,
Donat dan Cake Bread. Proyek akhir. Yogyakarta: Fakultas Teknik,
Univeritas Negri Yogyakarta.
Kartika, B., P. Hastuti, dan W. Supartono. 2014. Pedoman Uji Inderawi Bahan
Pangan. PAU Pangan dan Gizi. UGM-Press, Yogyakarta.
Mudjajanto E.S dan L.N Yulianti. 2004. Membuat Aneka Roti, Penebar Swadaya.
Jakarta.
Puspitasari, D. 2004. Perbaikan dan Evaluasi Penerapan Sistem Manajemen Mutu Pada
Industri Pengolahan Tahu. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Tarwotjo C. S. 1998. Dasar-dasar Gizi Kuliner. Jakarta: Grasindo.


Winarno, F.G, 2004. Kimia Pangan Dan Gizi. Penerbit PT. Gramedia pustaka Utama:
Jakarta.
Yuliani, V. 2008. Sintesis Ester Laktovanilit dari Asam Vanili dan Laktosa serta Uji
Aktivitas Antioksidan. Skripsi. Universitas Indonesia, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai