Biskuit adalah kue kering yang tipis, keras, dan renyah yang dibuat tanpa peragian dan kandungan air yang rendah. Biskuit dapat digolongkan menjadi dua,berdasarkan cara pencampurannya dan resep yang dipakai, yaitu jenis adonan dan jenis busa yang dapat disemprotkan atau dicetak, sedangkan kue busa terdiri dari kue “sponge”. Menurut SNI Biskuit adalah sejenis makanan yang terbuat dari tepung terigu yang melalui proses pemanasan dan pencetakan. Dalam syarat mutu biskuit, gizi yang terkandung dalam biskuit adalah air maks 5%, protein min 9%, Karbohidrat min 70%, Abu maks 1,6 %, serat maks 0,5 %, Kalori min 40 kkl/ 100 gr, logam berbahaya tidak ada, bau, rasa, warna normal, bahan – bahan biskuit perlu persyaratan tertentu seperti aromannya sedap, mampu menghasilkan tekstur yang baik serta tidak menghasilkan reaksi pencoklatan yang tidak diinginkan (Kartika, 2014). Bahan baku pembuatan biscuit adalah sebagai berikut: 1. Tepung Terigu Tepung terigu merupakan hasil ekstraksi dari proses penggilingan gandum (T. sativum) yang tersusun oleh 67-70 % karbohidrat, 10-14 % protein, dan 1-3 % lemak. Protein dari tepung terigu membentuk suatu jaringan yang saling berikatan (continous) pada adonan dan bertanggung jawab sebagai komponen yang membentuk viscoelastik. Tepung yang digunakan pada pembuatan biskuit adalah tepung terigu yang mempunyai kandungan protein yang rendah (Fitasari, 2009). Menurut Mudjajanto dan Yulianti (2004), berdasarkan kandungan protein pada tepung terigu yang beredar dipasaran dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu: a. Hard flour, tepung ini berkualitas paling baik. Tepung tesebut mempunyai gluten yang kuat, kandungan proteinnya 12-13%, sifat elastisitasnya baik, dan tidak mudah putus. Tepung ini biasanya digunakan pada pembuatan roti dan mie yang berkualitas tinggi. Contoh terigu jenis ini dengan merk dagang cakra kembar. b. Medium hard flour, terigu jenis ini mempunyai sifat gluten sedang dan kandungan protein 9-11%. Tepung ini banyak digunakan untuk pembuatan roti, mie dan keperluan rumah tangga. Contoh terigu jenis ini dengan merk dagang segitiga biru. c. Soft flour, tepung jenis ini mempunyai sifat gluten yang lemah, kandungan protein sebesar 7-8,5%. Sifat elastisitasnya kurang dan mudah putus. Penggunaannya cocok sebagai bahan pembuatan kue dan biskuit. Contoh terigu jenis ini dengan merk dagang kunci biru. 2. Telur Penambahan telur dalam pembuatan biskuit berfungsi untuk memperbesar volume, memperbaiki tekstur, menambah protein yang dapat memperbaiki kualitas pada biskuit. Penggunaan kuning telur akan menghasilkan biskuit yang lebih empuk daripada memakai seluruh telur. Hal ini disebabkan lesitin pada kuning telur mempunyai daya pengemulsi. Adanya zat pengemulsi ini menjadikan telur dapat memperbaiki tekstur, memperbesar volume serta menambah kandungan protein. Peran sifat fungsional protein pada telur tergantung pada jenis produk yang akan dibuat. Sifat fungsional protein pada telur berperan menentukan kualitas produk akhir dalam industri pangan (Claudia, 2015). Telur terdiri dari protein 13%, lemak 12%, serta vitamin dan mineral. Telur mempunyai dua unsur yaitu, kuning telur dan putih telur. Kuning telur mengandung 50% air, sedangkan putih telur kadar airnya mencapai 87%. Dalam kuning telur terdapat lechitin yang berfungsi sebagai emulsifier yang memiliki kemampuan mengikat air dan lemak. Pada waktu dikocok, telur dengan gula akan mengikat udara sehingga adonan mengembang sempurna dan memberikan rasa lembab (moist) pada waktu digigit. Pada waktu pemanggangan, udara yang terperangkap tersebut akan memuai dan membuat rongga-rongga pada kue tergantung dari seberapa banyak udara yang terperangkap selama proses pengocokan telur. Kuning telur juga berfungsi sebagai pengawet alami, makin banyak kuning telur yang dipakai, kue akan terasa lebih legit dan padat, sebaliknya makin banyak putih telur yang dipakai kue akan lembek dan lekat di langit-langit mulut (Tarwotjo, 1998). 3. Gula Gula memberikan efek melunakan gluten sehingga cake yang dihasilkan lebih empuk. Gula yang digunakan untuk semua jenis cake adalah gula yang memiliki butiran halus agar susunan cake rata. Untuk pengkreman gula dengan lemak perbandingan maksimal yang baik adalah dua bagian gula dan satu bagian lemak. Gula akan mematangkan dan mengempukan susunan sel. Bila presentase gula terlalu tinggi dalam adonan maka hasil cake akan kurang baik, cenderung jatuh dibagian tengahnya. Pemakaian gula dalam adonan mempunyai peran yaitu, memberi makanan pada ragi selama proses peragian berlangsung, memberi rasa dan aroma, memberi kemampuan adonan untuk mengembang, kulit roti menjadi bagus, dan mengontrol waktu pembongkaran (Faridah, 2008). Gula digunakan sebagai pemberi rasa manis dan pengawet yaitu dalam konsentrasi tinggi dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme dengan cara menurunkan aktivitas air dari bahan. Gula mempunyai tekanan osmotik yang tinggi. Dengan penggulaan, cairan sel bahan akan keluar sehingga metabolisme bahan pangan akan terganggu (Ayustaningwarno, 2014). 5. Margarin (lemak) Lemak yang digunakan dalam jurnal ini adalah mentega (lemak hewani) dan margarine (lemak nabati). Mentega terbuat dari susu sedangkan margarine terbuat dari kelapa sawit. Untuk rasa yang lebih lezat digunakan mentega namun karena harganya lebih mahal dari margarin, pilihan margarin dengan cita rasa gurih mirip mentega. Margarin semacam ini sudah tersedia dari pasaran (Ananto, 2013). Margarin merupakan pengganti mentega dengan rupa, bau, konsistensi, rasa dan nilai gizi yang hampir sama. Margarin juga merupakan emulsi air dalam minyak, dengan persyaratan mengandung tidak kurang 80% lemak. Lemak yang digunakan dapat berasal dari lemak hewani atau lemak nabati. Karena minyak nabati umumnya dalam bentuk cair, maka harus dihidrogenisasi lebih dahulu menjadi lemak padat, yang berarti margarin harus bersifat plastis, padat pada suhu ruang, agak keras pada suhu rendah dan segera dapat mencair dalam mulut (Winarno, 2004) Fungsi margarin adalah untuk menjaga kue agar tahan lama, menambah nilai gizi, memberi aroma pada cake, dan membuat cake terasa empuk. Tentu juga menimbulkan rasa enak. Margarin juga membantu menahan cairan dalam cake yang telah jadi (Iriyanti, 2012). Lemak dan minyak merupakan zat makanan yang penting untuk menjaga kesehatan tubuh manusia. Selain itu lemak dan minyak juga merupakan sumber energi yang lebih efektif dibanding dengan karbohidrat dan protein. Satu gram minyak atau lemak dapat menghasilkan 9 kkal, (Hermanto, 2010). 6. Vanili Vanili (Vanilla planifolia) merupakan tanaman penghasil bubuk vanili yang biasa dijadikan pengharum makanan. Bubuk ini dihasilkan dari buahnya yang berbentuk polong. Tanaman vanili diperkenalkan pertama kali oleh suku indian di Meksiko. Flavor dan aroma unik vanili berasal dari senyawa fenolik vanilin (kandungan ± 98% dari total komponen flavor vanili) serta dari senyawa lainnya. Vanili yang merupakan komponen utama senyawa aromatik volatil dari buah vanili mempunyai rumus molekul C8H8O3 dengan nama IUPAC 4-hidroksi-3-metoksibenzaldehid. Vanili merupakan salah satu flavoring agent yang penggunaannya cukup luas. Penggunaan vanili saat ini sebesar 60% sebagai bahan aditif industri makanan dan minuman, sebesar 20-25% dalam industri parfum dan kosmetik, serta sebesar 5-10% dalam industri obat-obatan dan farmasi Dalam industri makanan vanili digunakan dalam pembuatan es krim, gula-gula, cokelat, kue, dan lain-lain (Yuliani, 2008) 2.2 Pengawasan Mutu Pengawasan mutu adalah kegiatan yang dilakukan untuk menjamin bahwa proses yang terjadi akan menghasilkan produk sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Kegiatan pengawasan mutu adalah mengevaluasi kinerja nyata proses dan membandingkan kinerja nyata proses dengan tujuan. Hal tersebut meliputi semua kegiatan dalam rangka pengawasan rutin mulai dari bahan baku, proses produksi hingga produk akhir. Pengawasan mutu bertujuan untuk mencapai sasaran dikembangkannya peraturan di bidang proses sehingga produk yang dihasilkan aman dan sesuai dengan keinginan masyarakat dan konsumen (Puspitasari, 2004). Pengendalian mutu merupakan alat bagi manajemen untuk memperbaiki mutu produk bila diperlukan, mempertahankan mutu produk yang sudah tinggi dan mengurangi jumlah produk yang rusak. jangka panjang perusahaan yaitu mempertahankan pasar yang telah ada atau menambah pasar perusahaan. Menurut Forsthe and Hayes (1998), “A food safety programme requires adequate surveillance to collate reported food poisoning outbreaks, issue alerts on contaminated food and organize specific epidemiological studies”. Suatu sistem jaminan keamanan pangan harus mampu menjamin keamanan pangan melalui regulasi dengan cara melakukan pengawasan yang ketat akan adanya bahaya pangan atau isu-isu terbaru mengenai pangan. Koordinasi antara pemerintah sebagai regulator dan legislator bersama pihak produsen sebagai pelaksana bila berjalan dengan baik, akan menciptakan iklim yang kondusif bagi terciptanya keamanan pangan. Pengawasan dan pengendalian mutu merupakan faktor penting bagi suatu perusahaan untuk menjaga konsistensi mutu produk yang dihasilkan, sesuai dengan tuntutan pasar, sehingga perlu dilakukan manajemen pengawasan dan pengendalian mutu untuk semua proses produksi. Pengawasan dan pengendalian mutu harus dilakukan sejak awal proses produksi sampai saluran distribusi untuk meningkatkan kepercayaan konsumen, meningkatkan jaminan keamanan produk, mencegah banyaknya produk yang rusak dan mencegah pemborosan biaya akibat kerugian yang ditimbulkan. DAFTAR PUSTAKA
Ananto, D. S. 2013. Buku Pintar Membuat Cake. DeMedia Pustaka, Jakarta.
Ayustaningwarno, Fitriyono. 2014. Teknologi Pangan: Teori Praktis dan Aplikasi. Yogyakarta: Graha Ilmu. Claudia, dkk, 2015 Pengembangan Biskuit dari Tepung Ubi Jalar Oranye (ipomoea batatas l.) dan Tepung Jagung (zea mays) Fermentasi : Kajian Pustaka jurnal pangan dan agroindustri vol. 3 no 4 p.1589-1595. Faridah, A., K. S. Pada, A. Yulastri, dan L. Yusuf. 2008. Patiseri. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, Jakarta. Fitasari, Eka. 2009. Pengaruh Tingkat Penambahan Tepung Terigu Terhadap Kadar Air,Kadar Lemak, Kadar Protein, Mikrostruktur, dan Mutu Organoleptik Keju Gouda Olahan. Jurnal Vol. 4, No. 2, Hal 17-29 Forsythe, S. J. & P. R. Hayes. (1998). Food Hygiene, Microbiology and HACCP Third Edition. An Aspen Pubication. Maryland. Hermanto, S., Muawanah, A. dan Wardhani, P. 2010. Analisis Tingkat Kerusakan Lemak Nabati dan Lemak Hewani Akibat Proses Pemanasan. Jurnal. UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta. Iriyanti, Yuni. 2012. Subtitusi Tepung Ubi Ungu Dalam Pembuatan Roti Manis, Donat dan Cake Bread. Proyek akhir. Yogyakarta: Fakultas Teknik, Univeritas Negri Yogyakarta. Kartika, B., P. Hastuti, dan W. Supartono. 2014. Pedoman Uji Inderawi Bahan Pangan. PAU Pangan dan Gizi. UGM-Press, Yogyakarta. Mudjajanto E.S dan L.N Yulianti. 2004. Membuat Aneka Roti, Penebar Swadaya. Jakarta. Puspitasari, D. 2004. Perbaikan dan Evaluasi Penerapan Sistem Manajemen Mutu Pada Industri Pengolahan Tahu. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Tarwotjo C. S. 1998. Dasar-dasar Gizi Kuliner. Jakarta: Grasindo.
Winarno, F.G, 2004. Kimia Pangan Dan Gizi. Penerbit PT. Gramedia pustaka Utama: Jakarta. Yuliani, V. 2008. Sintesis Ester Laktovanilit dari Asam Vanili dan Laktosa serta Uji Aktivitas Antioksidan. Skripsi. Universitas Indonesia, Jakarta.