Anda di halaman 1dari 7

A.

Permasalahan Pengembangan Industri Minyak Atsiri Indonesia


Mindo Sianipar (2008) mengungkapkan bahwa perkembangan minyak atsiri di
Indonesia berjalan lambat. Mengingat Indonesia telah merdeka selama lebih dari 60
tahun, ada berbagai faktor penghambat yang perlu dikaji dan dipecahkan serta
ditemukan solusinya. Mindo Sianipar (2008) juga mengungkapkan beberapa faktor
tersebut antara lain rendahnya produksi tanaman, sifat usaha tani, mutu minyak yang
beragam, penyediaan produk yang tidak bermutu, fluktuasi harga, pemasaran,
persaingan sesama negara produsen dan adanya produk sintetis.
Pengolahan minyak atsiri di Indonesia masih dilakukan oleh petani di pedesaan
dalam bentuk industri kecil (Mindo Sianipar, 2008). Rendahnya pengetahuan mereka
tentang pengolahan minyak atsiri baik sebelum panen maupun sesudah panen
menjadi pemicu utama rendahnya produk minyak atsiri yang dihasilkan, selain itu
peralatan yang sederhana dan terbatas juga menjadi faktor pendukungnya. Skala
usaha tani yang minim dan serba terbatas tersebutlah yang menjadikan kualitas dan
kuantitas minyak atsiri yang dihasilkan oleh petani minyak atsiri Indonesia dinilai
kurang mantap dalam pemenuhan permintaan ekspor dunia.
Kondisi tanah, kualitas dan jenis pupuk yang digunakan, daerah tanam, iklim,
ketinggian, musim panen, cara panen, proses destilasi dan bagian tanaman yang
didestilasi menjadi variabel yang berpengaruh terhadap mutu minyak atsiri.
Keberagaman penyediaan produk (bahan baku) tersebutlah yang menjadikan kualitas
minyak atsiri di berbagai wilayah di Indonesia beragam.
Mindo Sianipar (2008) mengungkapkan bahwa adanya fluktuasi harga minyak
atsiri yang tinggi menjadi masalah yang sulit dikendalikan. Mengingat petani Indonesia
yang umumnya memiliki lahan yang sempit dan terbatas membuat bahan baku
minyak atsiri terbatas pula. Apalagi ditunjang dengan proses pengolahan minyak atsiri
yang rumit serta teknologi yang tidak sederhana semakin membuat petani minyak
atsiri berpaling untuk menanam tanaman lain yang lebih menjanjikan.
Sistem pemasaran minyak atsiri harus dibangun sebaik mungkin agar
ketersediaan pasokan dapat terjamin dengan harga yang adil. Panjangnya rantai
pemasaran semakin membuat petani dirugikan. Selain itu, persaingan antar negara
penghasil minyak atsiri dan adanya produk sintetis juga menjadi penghambat
pengembangan industri minyak atsiri (Mindo Sianipar, 2008) apalagi mulai datangnya
Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) semakin membuat Indonesia terancam akan
persaingan terhadap kuantitas dan kualitas minyak atsiri yang diproduksi.
B.Solusi Pemecahan Hambatan Industrialisasi Minyak Atsiri Indonesia
Dalam pengembangan kualitas dan kuantitas industrialisasi minyak atsiri di
Indonesia Mindo Sianipar (2008) mengungkapkan harus adanya reorientasi
pengembangan minyak atsiri yang meliputi pengembangan industri hilir minyak atsiri
dengan meningkatkan jumlah ekspor dan mengurangi jumlah impor agar adanya
peningkatan nilai tambah dan dapat menghemat devisa negara, Mindo Sianipar
(2008) juga mengungkapkan bahwa selama ini petani atau penyuling minyk atsiri
Indonesia telah memberikan subsidi kepada end user (ekspor) sebab, pengembangan
minyak atsiri hanya diukur dari peningkatan nilai ekspor yang berbanding lurus
dengan volume ekspor padahal harga rata-rata produk minyak atsiri Indonesia masih
rendah jika dibandingkan dengan komoditas sejenis dari negara lain. Oleh sebab
itulah pemerintah pusat dan daerah dalam pengembangan industrialisasi minyak atsiri
perlu dengan khusus menjamin harga yang memadai bagi para petani dan penyuling
yang dapat diwujudkan dengan regulasi pembatasan pelaku ekspor atau memberikan
standar harga minimum ekspor.
Peningkatan produktivitas minyak atsiri dalam negeri harus dioptimalkan
sebaik mungkin baik dalam peningkatan mutu, penekanan biaya dan penyediaan stok.
Dalam pencapaiannya Hadi Feriyanto (2013) mengungkapkan perlu adanya
penetapan visi bersama dan pengimplementasian di seluruh rantai nilai mulai dari
penyediaan bahan baku yang berkualitas, penerapan GAP (Good Agricultural
Practices) maupun GMP (Good Manufacturing Practices), efisiensi biaya proses,
tataniaga, serta sistem pasokan bahan baku dan produk yang tererkendali.
Fluktuasi harga minyak atsiri dapat dihadapi dengan usaha diversifikasi jenis
komoditasbaik secara horizontal maupun vertikal (Mindo Sianipar, 2008). Secara
horizontal yaitu dengan menambah keanekaragaman jenis minyak atsiri, sedangkan
secara vertikal yaitu dengan cara menganekaragamkan produk melalui pengolahan
jenis minyak atsiri lebih lanjut.
Masuknya MEA ke Indonesia seharusnya membawa dapak baik untuk petani
dan penyuling minyak atsiri. Sebab, mereka akan sangat mudah untuk mengekspor
minyak atsiri ke berbagai wilayah negara Asean. Namun, tantangannya adalah
persaingan mutu dengan negara lain juga akan semakin ketat. Oleh sebab itu, petani
dan penyuling minyak atsiri harus meningkatkan mutu dan volume produksi mereka
agar mereka tidak hanya menjual produk tetapi juga dapat meningkatkan
kesejahteraan hidup mereka. Disinilah peran pemerintah pusat dan daerah sangat
penting dalam peningkatan SDM (Sumber Daya Manusia) yang ada dan penggunaan
alat dan teknologi yang canggih

C. Permasalahan Dan Solusi Minyak Atsiri


Permasalahan yang dihadapi Indonesia dalam menghasilkan produk minyak
atsiri yaitu mutu dari minyak atsiri tersebut dan harga dari minyak atsiri yang
berfluktuasi di pasar dunia terutama pada komoditas ekspor utamanya minyak nilam
dan akar wangi. Mutu minyak atsiri yang rendah merupakan akumulasi dari mutu
bahan baku tanaman atsiri yang rendah dan tidak seragam, penggunaan alat
penyuling dan teknologi proses masih relative sederhana, serta kurangnya
pengetahuan masyarakat tentang harga minyak atsiri yang bermutu baik. Kebanyakan
para petani tidak memperhatikan biaya produksi yang harus mereka keluarkan dalam
penjualan bahan baku tanaman yang digunakan, melainkan ditentukan oleh jumlah
bahan bakar yang digunakan pada saat proses penyulingan.
Para pelaku industri minyak atsiri tidak semuanya akan mengalami jalan yang
mudah dalam menjalankan bisnis ini, melainkan ada beberapa factor juga yang
mampu menjadikan kendala yang menghalangi berkembangnya minyak atsiri di
Indonesia untuk pasar global. Adapun lembaga assosiasi yang dibentuk guna untuk
mengetahui kondisi industri minyak atsiri yang ada di Indonesia dalam pengaruh
devisa Negara. Akibat pengaruh dari devisa Negara yang akan terjadi pada saat
produksi minyak atsiri, maka tantangan setiap permasalahan dari pelaku pembisnis
baru harus mereka lalui. Tantangan tersebut diantaranya adalah:
 Modal serta biaya tenaga kerja
Dalam hal ini tidaklah cukup bagi para pelaku baru mengandalkan potensi
alam yang ada di Indonesia, para pelaku baru juga harus mampu
berspekulasi dan mengatur pola produksi minyak atsiri yang dibutuhkan
dipasaran. Permasalahan ini juga ditujukan kepada para petani bahan baku
untuk mencari bibit unggul pada saat penanaman dan perawatannya dengan
modal yang cukup besar juga untuk mendapatkannya, serta membutuhkan
waktu dan tenaga yang ekstra juga dalam proses menunggu saat panen agar
mampu menghasilkan produk minyak atsiri yang berkualitas dalam
pengolahan diindustri.
 Mencari inovasi baru dan Teknologi canggih.
Pelaku baru pun harus peka terhadap perkembangan teknologi dan peka
terhadapat kebutuhan permintaan. Menjaga standar mutu produk perlu
diperhatikan terutama bagi pelaku baru yang bergelut dalam bidang ini. Masalah
utama yang dihadapkan dalam komoditas minyak atsiri Indonesia adalah tidak
stabilnya mutu maupun supply dalam pemenuhan kebutuhan pasar internasional.
Hal ini disebabkan karena sebagian besar usaha produksi minyak atsiri masih
dilakukan secara sangat sederhana, baik dalam budidaya tanamannya maupun
hasil pengolahan. Serta efisiensi dan efektivitas usaha agribisnis minyak atsiri
masih relatif rendah. Maka dari itu perlu mengupayakan pengembangan produksi,
kualitas dan nilai tambah minyak atsiri agar daya saingnya senantiasa menguat
dan terus meningkatkan devisa Negara.
 Persaingan pasar antar Negara yang tinggi.
Persaingan pasar antar Negara sering terjadi bagi mereka yang mempuyai
bisnis pengolahan minyak atsiri, hal ini disebabkan karena adanya sindikat-
sindikat tertentu yang mengakibatkan eksportir baru tidak mudah masuk
kedalam pasar internasional akibatnya banyak petani local yang gulung
tikar.
 Persaingan mutu.
Selain persaingan pasar yang tinggi antara produsen yang berlomba-lomba untuk
meningkatkan mutunya, perkembangan produk pelaku pun dihambat dengan
minyak sintesis yang beredar dipasaran. Hal ini menyebakbakn berkurangnya
permintaan kostumer/konsumen karena hilangnya kepercayaan
kostumer/konsumen yang merasa tidak puas dan dirugikan.
 Fluktuasi Harga Minyak Atsiri dipasaran.
Fluktuasi yang terjadi diakibatkan oleh penggarapan lahan yang sempit dan
terbatas dari petani sehingga ketersediaa produk yang ada terbatas. Hal ini
dilakukan karena para petani tidak ingin mengalami kerugian yang besar
sehingga mengalihkan usaha mereka dengan menanam tanaman lain yang
lebih menjanjikan. Untuk menghadapi fluktuasi harga, usaha yang dapat
ditempuh adalah diversifikasi jenis komoditas, baik secara horizontal maupun
vertikal. Secara horizontal yaitu dengan menambah keanekaragaman jenis minyak
atsiri, sedang secara vertikal menganekaragamkan produk melalui pengolahan
lebih lanjut jenis minyak atsiri.
 Bergantung pada importir.
Importir minyak atsiri lebih diprioritaskan karena dianggap lebih menguntungkan,
dikarenakan sebagian besar produk Indonesia merupakan bahan mentah yang
banyak diburu oleh Negara lain.. Alhasil, kelangsungan industry minyak atsiri
Indonesia masih bergantung kepada kondisi ekonomi Negara importer.
 Ketergantungan relasi.
Ketergantungan relasi sangat dibutuhkan dalam program kerja yang terintegritasi
serta strategi bisnis agar semua pihak terjalin dalam suatu hubungan yang saling
menguntungkan.

D.Strategi Pengembangan
Program ekstensifikasi tanaman atsiri perlu dipertimbangkan dengan
mengutamakan komoditas setiap pewilayahan agar peningkatan produktivitas dan
mutu bahan baku minyak atsiri yang akan dihasilkan sesuai yang diharapkan,
sehingga tidak menimbulkan risiko kerugian bagi petani. Usaha tani atsiri
dikembangkan pada daerah yang sesuai, dengan menggunakan bibit tanaman yang
unggul, serta menerapkan proses budidaya tanaman atsiri guna meningkatkan
produktivitas dan mutu yang berkualitas.
Perlunya pengembangan yang dikerjakan oleh bangsa Indonesia diharapkan
Indonesia tidak hanya mampu mengekspor bahan baku tetapi juga mampu
menghasilkan olahan jadi yang bernilai tinggi dan mampu bersaing dengan Negara
lain. Tingkat dan fluktuasi dari harga minyak atsiri ditentukan oleh adanya pasokan
dan permintaan. Untuk itu diharapkan pemerintah dan eksportir berperan aktif dalam
memberikan pembinaan dan penyuluhan kepada petani dan penyuling untuk
mengantisipasi kondisi dan kebutuhan pasar dunia. Sikap keterbukaan semua pelaku
usaha dalam hal informasi komponen dan struktur biaya usaha tani, penyulingan,
perdagangan, dan ekspor serta tingkat harga di pasaran ekspor dapat meningkatkan
harmonisasi hubungan bisnis antarpelaku usaha. Nilai tambah produk minyak atsiri
bergantung pada teknologi yang digunakan pada proses pengolahannya. Semakin
bagus teknologi yang digunakan dalam pengolahan minyak atsiri, semakin mahal juga
harga yang akan terjual dalam pasar internasional, karena mereka sudah yakin
bahwasanyya mutu minyak atsiri Indonesia sudah mengalami beberapa tahapan yang
terjamin mutunya.
Upaya yang dilakukan dalam perumusan dan implementasi standar proses
produksi (GoodAgricultural Practices & GoodManufacturing Practices), standar alat,
standar mutu serta standar harga dikaitkan dengan mutu hendaknya segera
dilakukan, karena hal ini dapat meningkatkan keuntungan yang diperoleh dalam
pengolahan minyak atsiri yang selama ini masih terkendala oleh beberapa factor
terutama minimya penggunaan alat dalam proses penyulingan yang masih sangat
sederhana. Kelengkapan fasilitas dan pembinaan yang lebih intensif dari
pemerintah/perguruan tinggi/lembaga penelitian dan eksportir dibutuhkan untuk
diseminasi teknologi kepada petani dan penyuling. Keikutsertaan Pemerintah dalam
menyosialisasikan kondisi dan peraturan yang berlaku pada bisnis atsiri, baik di
tingkat nasional maupun internasional akan mampu meningkatkan mutu produk
minyak atsiri di pasar dunia.
Guna memadukan dan menyerasikan aktivitas masyarakat atsiri nasional, ada
baiknya apabila membentuk kelembagaan Dewan Atsiri Indonesia yang berfungsi
sebagai wahana untuk:
 Mempersatukan, melindungi dan memperjuangkan kepentingan seluruh
pemangku kepentingan dalam menghadapi globalisasi,
 Meningkatkan daya saing dan senantiasa menjaga kekuatan mutu produk
minyak atsiri nasional yang ada di dunia internasional
 Meningkatkan kerja sama dalam pengembangan produk dan nilai tambah
produk minyak atsiri.

E. Inovasi Baru untuk menaikkan ekspor minyak atsiri di indonesia

Yaitu dengan pengembangan MODEL TECHNO-INDUSTRIAL CLUSTER MINYAK


ATSIRI

Alih teknologi industri minyak atsiri (sebelum slide yg agenda kegiatan yg


dilakukan)

Permasalahan rendahnya harga jual minyak atsiri Indonesia salah satunya


karena tidak memenuhi standar mutu nasional/internasional. Masalah ini
umumnya disebabkan proses penanaman tanama atsiri yang tidak sesuai
Standar Operasional Prosedur (SOP) dan teknologi proses produksi yang masih
tradisional. Oleh karena itu diperlukan alih teknologi untuk mengatasi hal
tersebut. Alih teknologi utama yang dapat dilakukan antara lain:

1) alih teknologi bertanam atsiri sesuai SOP dan proses panen serta pengolahan/
preparasi bahan baku atsiri pasca panen bagi petani atsiri

2) rancang bangun destilasi water bubble termodifikasi. Berdasarkan penelitian


Fitri (2014), rendemen minyak nilam meningkat dari 1,25 % menjadi 6,25% dan
kadar patchouli alkohol sebagai komponen utama minyak nilam meningkat
menjadi 43 - 60% dengan menggunakan teknik fermentasi ringandestilasi water
bubble skala pilot. Kelemahan teknik ini biaya operasional tinggi karena
memerlukan energi untuk menggerakkan dinamo pengaduk. Penelitian ini akan
diteruskan dengan memodifikasi ketel water bubble yang telah ada untuk
menurunkan biaya operasional;

3) alih teknologi kedua adalah rancang bangun proses pemurnian minyak atsiri
dengan teknik destilasi fraksinasi skala semi industri. Teknik ini mengacu
penelitian Sastrohamidjojo (2014) yang telah berhasil memurnikan minyak
cengkeh dan minyak sereh wangi menggunakan teknologi destilasi fraksinasi
dan Su et al (2014) yang berhasil mengkristalkan patchouli alkohol dari minyak
nilam dengan teknologi destilasi fraksinasi;

4) alih teknologi ketiga adalah rancang bangun alat pemurnian bahan baku
minyak atsiri kualitas rendah skala pilot dengan menggunakan bahan arang aktif
termodifikasi (Allwar et al, 2014) dan senyawa pengkhelat untuk mengikat ion
logam pengotor (Widayat, 2014).

Anda mungkin juga menyukai