Anda di halaman 1dari 4

BAB III

DESKRIPSI KASUS

Minyak goreng adalah salahsatu bagian dari Sembilan Bahan Pokok (SEMBAKO) yang multiguna dan
menyangkut kesejahteraan masyarakat. Hal tersebut membuat minyak goreng berperan penting dalam
perekonomian Indonesia. Sebagai negara produsen minyak sawit mentah terbesar, Indonesia saat ini
tengah dilanda tren naiknya harga minyak goreng di pasar domestik. Pesatnya perkembangan industri
sawit di Indonesia tidak diimbangi dengan transparansi otoritas dan tata kelola. Harga minyak goreng
sampai saat ini terus mengalami peningkatan yang cukup tinggi dari semula harga minyak goreng Rp
14.000/liter terus terakumulasi hingga seharga menjadi Rp. 50.000/liter. Krisis minyak goreng nyaris
merata di hampir seluruh kota di Indonesia. Dengan kondisi harga minyak goreng yang semakin
melambung tinggi, membuat sejumlah pelaku usaha semakin kesusahan dalam memperolehnya sehingga
mayoritas konsumen khususnya bidang industri pengolahan makanan menggunakan minyak jelantah atau
minyak bekas pakai untuk digunakan kembali. Akibatnya, kualitas yang dihasilkan pun menurun. Namun,
hal tersebut menjadi jalan keluar dalam kompetensi persaingan usaha, karena jika para pelaku usaha
menaikkan harga makanan akan memengaruhi minat konsumen.
Data Fluktuasi Harga Minyak Goreng Di Indonesia

Dari kenaikan harga minyak goreng sehingga memberikan dampak negatif bagi perusahaan yang
bergerak di bidang produksi makanan olahan, yaitu menurunnya penawaran agregat karena
kenaikan harga minyak berarti perusahaan membeli bahan utama atau Fixed Cost lebih sedikit
sehingga produktivitas dan nilai output menurun. Tidak hanya itu, meningkatnya harga minyak
goreng juga berpengaruh dengan perusahaan untuk melakukan efisiensi dengan mengurangi
jumlah tenaga kerja. Akibatnya, berita yang beredar selama kelangkaan minyak goreng tersebut
yaitu terjadi penurunan penawaran sebagai Multiplier Effect nya. Permintaan yang terjadi di
pasar terus meningkat, namun perusahaan tidak bisa memasok kebutuhan minyak lebih banyak
dikarenakan minyak yang sudah beredar pun tidak sepenuhnya dapat dibeli masyarakat akibat
harga yang terlalu tinggi.
Persoalan kenaikan harga minyak goreng tidak lepas dari efek domino, yaitu banyak sektor-
sektor yang turut berpengaruh akibat fenomena tersebut. Paling nampak terjadi pada pedagang-
pedagang asongan yang spesifiknya menjual makanan jajanan. Kemudian, sektor rumah makan
serta restoran banyak yang mengurangi jumlah tenaga kerja sehingga angka pengangguran
bertambah. Apabila pengangguran bertambah maka kemiskinan pun ikut terakumulasi.
Kemiskinan pun memicu banyak pihak melakukan tindakan kriminal atau disebut juga dengan
Economic of Crime. Bahkan lebih krusialnya, kondisi tersebut memicu angka mortalitas yang
tinggi diakibatkan faktor psikologi bahwa apabila seorang tidak mampu bertahan hidup dan
memenuhi kebutuhan utama dalam hidupnya maka jalan keluarnya adalah kematian.
BAB IV
ANALISIS KASUS
Crude Palm Oil (CPO) atau dikenal secara umum sebagai kelapa sawit adalah komoditi dalam
perkebunan yang dapat menghasilkan minyak sawit mentah yang menjadi favorit untuk komoditi ekspor
Indonesia. Oleh karena itu, kelapa sawit memiliki peran yang cukup vital terutama sebagai bahan utama
produksi minyak goreng. Fenomena kontemporer menunjukkan adanya gejolak harga Crude Palm Oil
(CPO) dunia,
dan berdampak pada gejolak harga minyak goreng di pasar domestik. Namun, ketika terjadi penurunan
harga di pasar internasional terhadap CPO, harga minyak goreng di pasar domestik tidak merespon secara
proporsional. Hal ini dapat memicu terjadinya perilaku ataupun praktek persaingan usaha tidak sehat yang
dilakukan oleh para pelaku usaha minyak goreng di Indonesia, sehingga banyak pihak pelaku usaha yang
lebih memilih mengekspor besar-besaran ke pasar internasional dengan kondisi harga yang saat ini secara
global sangat tinggi. Dengan model seperti ini, sehingga terjadi ketidakseimbangan pasokan dengan
kebutuhan domestik atau permintaan di masyarakat dalam negeri tidak tercapai Equillibrium.
Selain itu, industri CPO domestik selain berproduksi untuk memenuhi kebutuhan domestik terhadap
CPO, komoditas CPO juga memiliki orientasi ekspor yang sangat tinggi. Hal ini disebabkan oleh
permintaan CPO dunia yang setiap tahun meningkat dengan laju 1,96% per tahun. Kelebihan permintaan
CPO di pasar dunia mencerminkan laju permintaan lebih besar dibandingkan dengan laju peningkatan
produksi, sehingga harga CPO dunia terus meningkat. Peningkatan harga tersebut berdampak pada
fluktuasi ekspor CPO Indonesia dan hal tersebut juga sekaligus dapat mengakibatkan kenaikan harga
minyak goreng dalam negeri.
Berdasarkan hasil analisis lebih spesifik, diidentifikasi bahwa kasus kelangkaan minyak goreng di seluruh
Indonesia juga diakibatkan faktor “Panic Buying” yaitu adanya beberapa oknum yang mengambil
tindakan konsumsi secara skala besar dengan asumsi khawatir kehabisan stok minyak goreng yang
tersedia, padahal justru jika masyarakat bisa menyikapinya dengan baik maka kelangkaan serta kenaikan
harga minyak goreng bisa diminimalisir. Dampak dari fenomena “Panic Buying” tersebut mengakibatkan
begitu banyaknya pabrik atau perusahaan minyak goreng menimbun persediaan minyak goreng.
Faktor Penyebab Dari Sisi Pelaku Usaha
Produsen maupun pelaku usaha kapitalistik di sektor produksi minyak goreng banyak yang menimbun
minyak goreng di dalam gudang penyimpanan, sedangkan di sisi lain pasokan minyak goreng dibutuhkan
oleh masyarakat, akibatnya minyak goreng menjadi langka karena terhambatnya proses distribusi dan
minyak goreng yang beredar di pasaran pun menjadi terbatas. Tidak hanya itu, banyak produsen yang
melakukan ekspor minyak goreng dalam jumlah yang cukup besar, padahal di dalam negeri sendiri pun
stok minyak masih sangat terbatas. Keadaan juga semakin diperparah dengan para pelaku pasar ritel skala
kecil yang begitu barang masuk, langsung diborong kemudian disimpan, dan dijual ke tempat yang
lain dalam jumlah stok yang sangat sedikit.

Anda mungkin juga menyukai