Anda di halaman 1dari 8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian curah hujan

Curah hujan merupakan ketinggian air hujan yang terkumpul dalam


tempat yang datar, tidak menguap, tidak meresap, dan tidak mengalir. Satuan curah
hujan selalu dinyatakan dalam satuan milimeter atau inchi namun untuk di
indonesia satuan curah hujan yang digunakan adalah dalam satuan milimeter (mm).
Curah hujan dalam 1 (satu) milimeter memiliki arti dalam luasan satu meter persegi
pada tempat yang datar tertampung air setinggi satu milimeter atau tertampung air
sebanyak satu liter. Intensitas curah hujan adalah jumlah curah hujan dalam suatu
satuan waktu tertentu, yang biasanya dinyatakan dalam mm/jam, mm/hari,
mm/tahun, dan sebagainya ; yang berturut-turut sering disebut hujan jam-jaman,
harian, tahunan, dan sebagainya. Biasanya data yang sering digunakan untuk
analisis adalah nilai maksimum, minimum dan nilai rata-ratanya.

2.2 Prose terjadinya hujan

Presipitasi adalah turunnya air dari atmosfer ke permukaan bumi yang


bisa berupa hujan, hujan salju, kabut, embun, dan hujan es. Di daerah tropis hujan
memberikan sumbangan terbesar sehingga seringkali hujanlah yang dianggap
presipitasi (Triatmodjo, 2008). Sedangkan menurut Sosrodarsono (1985),
presipitasi adalah sebutan umum dari uap yang mengkondensasi dan jatuh ke tanah
dalam rangkaian proses siklus hidrologi, biasanya jumlah selalu dinyatakan dengan
dalamnya presipitasi (mm). Jika uap air yang jatuh berbentuk cair disebut hujan
(rainfall) dan jika berbentuk padat disebut salju (snow). Siklus hidrologi
merupakan proses yang berlangsung secara terus menerus dimana air bergerak dari
bumi ke atmosfer dan kemudian kembali ke bumi lagi. Proses ini diawali dengan
menguapnya air di permukaan tanah dan laut ke udara. Uap air tersebut bergerak
dan naik ke atmosfer, yang kemudian mengalami kondensasi dan berubah menjadi
titik-titik air yang berbentuk awan. Selanjutnya titik-titik air tersebut jatuh sebagai
hujan ke permukaan lau tan daratan. Hujan yang jatuh sebagian tertahan oleh
tumbuh-tumbuhan (intersepsi) dan selebihnya sampai ke permukaan tanah.
Sebagian air hujan yang sampai ke permukaan tanah akan meresap ke dalam tanah
(infiltrasi) dan sebagian lainnya mengalir di atas permukaan tanah (aliran
permukaan atau surface runoff mengisi cekungan tanah, danau, dan masuk ke
sungai dan akhirnya mengalir ke laut. Air yang meresap ke dalam tanah sebagian
mengalir secara vertikal di dalam tanah (perkolasi) mengisi 6 air tanah (ground
water) yang kemudian keluar sebagai mata air atau mengalir ke sungai. Akhirnya
aliran air di sungai akan sampai ke laut (Triatmodjo, 2008). Gambar proses siklus
hidrologi dapat dilihat pada Gambar 1 di bawah ini.

2.3 Intensitas curah hujan

Intensitas curah hujan adalah lamanya curah hujan yang berlangsung pada saat tertentu
dengan satuannya mm / (menit atau jam). Jenis hujan berdasarkan intensitas curah
hujan adalah:

1. Hujan Ringan dengan intensitas :0,1-5,0 mm/jam atau 5-20 mm/24 jam
2. Hujan Sedang dengan intensitas :5,0- 10,0 mm/jam atau 20-50 mm/24 jam
3. Hujan Lebat dengan intensitas :10,0-20 mm/jam atau 50-100 mm/24 jam
4. Hujan Sangat Lebat dengan intensitas :>20 mm/jam atau >100 mm/24 jam
5. Ttu (tidak terukur) :terjadi hujan tetapi tidak terukur (dibawah 0,5 mm)
6. 0 :tidak terjadi hujan 7. - :data tidak masuk
2.4 Pola Curah Hujan di Indonesia
Penelitian Aldrian (2003) menyatakan bahwa secara klimatogis pola
hujan di Indonesia dapat dibagi menjadi tiga yaitu pola monson, pola
equatorial, dan pola lokal.
a. Pola monson dicirikan oleh bentuk pola hujan yang bersifat unimodal
(satu puncak musim hujan) biasanya terjadi di bulan Desember.
b. Pola ekuatorial dicirikan oleh pola hujan dengan bentuk bimodal (dua
puncak hujan) yang biasanya terjadi sekitar bulan Maret dan Oktober
yaitu saat matahari berada dekat ekuator.
c. Pola lokal dicirikan oleh bentuk pola hujan unimodal (satu puncak
hujan) tapi bentuknya berlawanan dengan pola hujan pada tipe mooson.

Daerah pembagian hujan secara klimatologis dapat di lihat di


gambar dibawah ini.
Menurut Aldrian (2003), pola umum curah hujan di Indonesia
antara lain dipengaruhi oleh letak geografis. Secara rinci yang mempengaruhi
pola hujan secara umum di Indonesia dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Pantai sebelah barat setiap pulau memperoleh jumlah hujan selalu lebih banyak
daripada pantai sebelah timur.
2. Curah hujan di Indonesia bagian barat lebih besar daripada Indonesia bagian
Timur. Sebagai contoh, deretan pulau-pulau Jawa, Bali, NTB, dan NTT yang
dihubungkan oleh selat-selat sempit, jumlah curah hujan terbanyak adalah Jawa
Barat.
3. Curah hujan juga bertambah sesuia dengan ketinggian tempat. Curah hujan
terbanyak umumnya berada pada ketinggian antara 600-900 m diatas
permukaan laut.
4. Di daerah pedalaman, di semua pulau musim hujan jatuh pada musim
pancaroba. Demikian juga hal-halnya di daerah-daerah rawa yang besar.
5. Bulan maksimum hujan sesuai dengan letak DKAT.
6. Saat mulai turun hujan bergeser dari Barat ke Timur seperti :
a. Pantai barat pulau Sumatra sampai ke Bengkulu mendapat hujan
terbanyak pada bulan November.
b. Lampung-Bangka yang letaknya ke timur mendapat hujan terbanyak
pada bulan Desember.
c. Jawa bagian utara, Bali, NTT, dan NTB mendapat hujan terbanyak pada
bulan Januari-Februari.
7. Di Sulawesi Selatan bagian timu, Sulawesi Tenggara, Maluku Tengah, musim
hujannya berbeda, yaitu bulan Mei-Juni. Pada saat itu, daerah lain sedang
mengalami musim kering. Batas daerah hujan Indonesia barat dan timur
terletak pada kira-kira 120 Bujur Timur (BT).
Rata-rata curah hujan di Indonesia untuk setiap tahunnya tidak sama.
Namun masih tergolong cukup tinggi, yaitu rata-rata 2.000-3.000 mm/tahun.
Begitu pula antara tempat yang satu dengan tempat yang lain rata-rata curah
hujannya tidak sama. Menurut penelitian Aldrian (2003) ada daerah yang
mendapat curah hujan sangat rendah dan ada pula daerah yang mendapat curah
hujan tinggi:
a. Daerah yang mendapat curah hujan rata-rata per tahun kurang dari
1.000 mm meliputi 0,6 % dari luas wilayah Indonesia. Diantaranya
Nusa Tenggara, dan 2 daerah di Sulawesi (lembah Palu dan Luwak).
b. Daerah yang mendapat curah hujan antara 1.000-2.000 mm per tahun di
antaranya sebagian Nusa Tenggara, daerah sempit di Merauke,
Kepulauan Aru, dan Taniber.
c. Daerah yang mendapat curah hujan tertinggi antara 2.000-3.000 mm per
tahun, meliputi Sumatra bagian selatan, Kalimantan Selatan,
Kalimantan Timur, sebagian besar Jawa Barat dan Jawa Tengah,
sebagian Irian Jaya, Kepulauan Maluku, dan sebagian besar Sulawesi.
d. Derah yang mendapat curah hujan tertinggi lebih dari 3.000 mm
pertahun meliputi dataran tinggi di Sumatra Barat, Kalimantan Tengah,
dataran tinggi Irian bagian tengah, dan beberapa daerah di Jawa, Bali,
Lombok, dan Sumba.
2.5 Dinamika Atmosfer
2.5.1 Dinamika Cuaca dan Iklim Global
Cuaca adalah total dari keseluruhan variabel atmosfer di suatu
tempat dalam jangka waktu yang singkat, sedangkan iklim berbicara
mengenai bagaimana prilaku atmosfer dalam jangka waktu yang lama.
Perbedaan antara cuaca dan iklim adalah pada ukuran waktunya. Iklim
merupakan kumulatif dari keadaan cuaca yang sering djelaskan dalam
rata-rata terutama pada temperatur dan presipitasi serta angin. Variabel-
variabel utamanya adalah sinar matahari, kelembaban, awan, hujan dan
angin serta tekanan atmosfer. Tekanan atmosfer menentukan arah dan
kecepatan angin dan menggerakkan massa udara yang berbeda temperatur
dan kelembabannya dari satu lokasi ke lokasi lainnya. Sedangkan
pergerakan udara bergerak secara horizontal dan vertikal. Jika pergerakan
udara tersebut adalahnvertikal maka akan cenderung terjadi awan dan
hujan.
Pengontrol cuaca dan iklim yang paling mendasar adalah
pemanasan dan pendinginan atmosfer yang tidak seimbang pada bagian-
bagian bumi yang berlainan. Bumi secara keseluruhan melepaskan panas
ke angkasa sebanyak panas yang diterimanya dari matahari sehingga
beberapa bagian tertentu akan kehilangan panas dan bagian lain akan
menambah panas. Pemanasan yang tidak seimbang itu terjadi dalam
berbagai skala geografi dengan keragaman yang luas dan paling besar.
Perbedaan tersebut yang paling penting adalah perbedaan antara lintang
tinggi dan lintang rendah. Perbedaan pemanasan dan pendinginan juga
terdapat pada benua dan lautan, antara wilayah yang tertutup salju dan
yang bebas dari salju, antara kota dan desa. Hasil dari perbedaan tersebut
mengakibatkan terjadinya pergerakan udara (angin) yang mengendalikan
cuaca dan iklim (Trewartha dan Horn, 1980).
2.6 Dinamika Cuaca dan Iklim Lokal
Dinamika cuaca dan iklim lokal terjadi akibat perbedaan
kondisi fisik lokal seperti kondisi topografi serta perbedaan siang dan
malam yang mengakibatkan terjadinya perbedaan suhu pada daratan dan
lautan serta perbedaan suhu pada puncak dan lembah. Pada wilayah
daratan dan lautan, iklim lokal yang terjadi adalah angin darat dan angin
laut (Gambar … dan Gambar ….). Angin darat terjadi pada malam hari
ketika suhu di daratan lebih dingin daripada suhu di lautan. Angin darat
berhembus ke laut dan menyebabkan terjadinya pembentukan awan dan
hujan. Hal ini dikarenakan terjadinya konveksi di laut. Sedangkan angin
laut merupakan kebalikan dari angin darat. Angin laut terjadi pada siang
hari ketika suhu di laut lebih dingin daripada suhu di daratan. Hal ini akan
menyebabkan angin berhembus ke wilayah daratan. Peredaran angin darat
dan angin laut ini biasanya tidak lebih dari 20 – 30 kilometer di atas darat.
Selain angin darat dan angin laut, di daerah pedalaman, dimana
permukaan bumi berbukit dan berlembah serta pengaruh laut tidak lagi terasa,
terutama di dalam lembah terdapat angin vertikal. Pada siang hari udara
bergerak ke atas di sepanjang lereng lembah akibat pemanasan. Suhu udara di
puncak gunung lebih tinggi daripada di lereng lembah, akibatnya tekanan udara
di lembah akan menjadi lebih tinggi daripada tekanan udara di puncak gunung.
Angin ini disebut juga dengan angin lembah (Gambar ). Hal ini yang
menyebabkan udara bergerak ke atas di sepanjang lereng lembah. Udara yang
bergerak ke atas adalah udara yang tidak stabil atau tidak mantap.

Sedangkan pada malam hari, arah angin bergerak menuju dasar lembah
melalui sisi lembah yang disebut juga dengan angin gunung (Gambar ). Hal ini
dikarenakan tekanan udara di puncak lebih tinggi daripada tekanan udara di
lembah. Untuk terjadinya keseimbangan udara akan bergerak dari tekanan yang
tinggi ke tekanan yang rendah.

Anda mungkin juga menyukai