Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHANAN KEPERAWATAN PERIOPERATIF

Disusun Oleh :

IBNU SYARIFUDIN HIDAYAT

PROGRAM PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2019
LAPORAN PENDAHULUAN

SUB ARAKHNOID HEMORAGIC (SAH)

I. Konsep Penyakit Sub abarakhnoid hemoragic (SAH)


1.1 Definisi
Sub arakhnoid hemoragic (sah) adalah perdarahan tiba – tiba ke dalam
rongga diantara otak dan selaput otak. (Harsono, 2013)
Sub arakhnoid hemoragic (sah) merupakan penemuan yang sering pada
trauma kepala akibat dari yang paling sering adalah robeknya pembuluh
darah leptomeningeal pada vertex dimana terjadi pergerakan otak yang besar
sebagai dampak , atau pada sedikit kasus, akibat rupturnya pembuluh darah
serebral major (Harsono, 2013).

1.2 Etiologi
Trauma, Kelemahan pembuluh darah akibat infeksi, misalnya emboli septik
dari endokarditis infektif ( aneurisma mikotik ), Koagulapati, Gangguan lain
yang mempengaruhi vessels, Gangguan pembuluh darah pada sum- sum
tulang belakang dan berbagai jenis tumor.

1.3 Tanda gejala


1.3.1 Gejala prodromal: nyeri kepala hebat dan perakut, hanya 10 %
sementara 90% lainnya tanpa keluhan sakit kepala.
1.3.2 kesadaran sering terganggu, dan sangat bervariasi dari tak sadar
sebentar, sedikit delirium sampai koma.
1.3.3 Gejala / tanda rangsangan: kaku kudug, tanda kernig ada.
1.3.4 Fundus okuli 10% penderita mengalami edema pupil, beberapaa jam
setelah perdarahan. Sering terdapat perdarahan subhialoid karena
pecahnya aneurisma pada arteri komunikans anterior atau arteri
karortis interna.
1.3.5 Gejala – gejala neurologi fokal: bergantung pada lokasi lesi.
1.3.6 Gangguan saraf otonom: demam setelah 24 jam, demam ringan
karena rangsangan mening, dan demam tinggi bila dilihatkan
hipotalamus. Bila berat, maka terjadi ulkus peptikum disertai
hematemesis dan melena ( stress ulcer ), dan seringkali disertai
peninggian kadar gula darah, glukosuria, albuminuria, dan
perubahan pada EKG.
1.4 Patofisiologi
Aneurisma merupakan luka yang disebabkan oleh karena tekanan
hemodinamik pada dinding arteri percabangan dan perlekukan.Saccular
atau biji aneurisma dispesifikasikan untuk arteri intracranial kaarena
dindingnya kehilangan suatu selaput tipis bagian luar dan mengandung
faktor adventitia yang membantu pembentukan aneurisma.Suatu bagian
tambahan yang tidak didukung dalam ruang subarachnoid.Aneurisma
kebanyakan dihasilkan dari terminal pembagi dalam arteri karotid bagian
dalam dan dari cabang utama bagian anterior pembagi dari lingkaran wilis.

1.5 Pemeriksaan Penunjang


1.5.1 CT Scan
Pemeriksaan CT Scan berfungsi untuk mengetahui adanya massa
intracranial pada pembesaran ventrikel yang berhubungan dengan
darah ( densitas tinggi ) dalam ventrikel atau dalam ruang
subarachnoid.
1.5.2 MRI
Hasil tahapan control perdarahan subarachnoid kadang – kadang
tampak MRI lapisan tipis pada sinyal rendah.
1.5.3 Pungsi lumbal
Untuk konfirmasi diagnosis. Tidak ada kontraindikasi pungsi lumbal
selama diyakini tidak ada lesi massa dari pemeriksaan pencitraan dan
tidak kelainan perdarahan.
1.5.4 EKG dan Foto Thorax
Edema paru dan aritmia jantung dapat terlihat dari rontgen
dada.Kadang terjadi glikosuria.
1.6 Komplikasi
Pada beberapa keadaan, gejala awal adalah katastrofik.Pada kasus lain,
terutama dengan penundaan diagnosis, pasien mungkin mengalami
perjalanan penyakit yang dipersulit oleh perdarahan ulang ( 4 % ),
hidrosefalus, serangan kejang atau vasospasme. Perdarahan ulang
dihubungkan dengan tingkat mortalitas sebesar 70% dan merupakan
komplikasi segera yang paling memprihatinkan
1.7 Penatalaksanaan
1.1 Penderita segera dirawat dan tidak boleh melakukan aktifitas berat.
1.2 Obat pereda nyeri diberikan untuk mengatasi sakit kepala hebat.
1.3 Kadang dipasang selang drainase di dalam otak untuk mengurangi
tekanan.
1.4 Pembedahan untuk memperbaiki dinding arteri yang lemah, bisa
mengurangi resiko perdarahan fatal di kemudian hari.
1.5 Sebagian besar ahli bedah menganjurkan untuk melakukan
pembedahan dalam waktu 3 hari setelah timbulnya gejala. Menunda
pembedahan sampai 10 hari atau lebih dapat memungkinkan
terjadinya perdarahan hebat.
1.6 Pasien dengan SAH memerlukan observasi neurologik ketat dalam
ruang perawatan intensif, kontrol tekanan darah dan tatalaksana
nyeri sementara menunggu perbaaikan aneurisma defisit.
1.7 Pasien pasien harus menerima profilaksis serangan kejang dan
bloker kanal kalsium untuk vasospasme.
1.8 Tatalaksana ditujukan pada resusitasi segera dan pencegahan
perdarahan ulang.
1.9 Tirah baring dan analgesik diberikan pada awal tatalaksana.
1.10 Antagonis kalsium nimodipin dapat menurunkan mor komplikasi
dini perdarahan subarachnoid meliputi hidrosefalus sebagai akibat
obstruksi aliran cairan serebrospinal oleh bekuaan darah.
1.11 Jika pasien sadar atau hanya terlihat mengantuk, maka
pemeriksaan sumber perdarahan dilakukan angiografi serebral.
1.12 Identifikasi aneurisma memunkinkan dilakukan sedini mungkin,
dilakukannya intervensi jepitan ( clipping ) leher aneurisma, atau
jika mungkin membungkus ( wropping ) aneurisma tersebut.
1.13 Malformasi arteriovenosa yang terjadi tanpa adanya perdarahan,
misalnya epilepsi biasanya tidak ditangani dengan pembedahan.
1.8 Pathway
Ruptur aneurisma sakular, Malformasi arteriovena, Ruptur aneurisma fusiform, Ruptur aneurisma
mikotik, Kelainan darah: diskrasia darah, penggunaan antikoagulan, dan gangguan pembekuan
darah, infeksi, neoplasma, trauma

Pembuluh darah pecah

Ekstravasasi darah dari pembuluh darah arteri di otak

Masuk ke dalam ruang subarakhnoid

Menyebar ke seluruh otak dan medula spinalis bersama cairan serebrospinalis

Penekanan Edema serebri Infark serebri


jaringan otak

Penurunan perfusi jaringan serebral


CVA
Risiko peningkatan TIK

Defisit neurologis

Frontal Temporal Parietal Dominan Nondomnian Oksipital

Gangguan Gangguan  Disorientasi


Gangguan : Afasia (tidak Kemampuan
 Apraksia
memori mampu berbicara sensorik penglihatan
penilaian (kehilangan
Kejang dan menulis) bilateral kemampuan berkurang dan
,penampilan
psikomotor Agrafia (kehilangan melakukan buta
Gangguan gerakan
afek&proses Tuli kemampuan bertujuan)
pikir,fungsi Konfabulasi menulis)  Distorsi
(mengingat Agnosia (tidak konsep
motorik ruang
pengalaman mampu mengenali Risiko
 Hilang
imajiner) strimuli sensori) kesadaran cidera
pada sisi
Kehilangan tubuh yang
berlawanan
kontrol
Kerusakan
volunter
komunikasi
verbal
Penurunan
da
kesadaran

Hemiplegia n
hemiparese
Ketidakefektifan
bersihan jalan nafas
Kerusakan
Defisit perawatan diri:
mobilitas fisik Mandi dan eliminasi
II. Rencana asuhan klien dengan gangguan
2.1 Pengkajian
2.1.1 Riwayat keperawatan
a. Riwayat penyakit sekarang
b. Riwayat penyaki dahulu
c. Riwayat penyakit kelurga
d. Riwayat psikososial

2.1.2 Pemeriksaan fisik


a. Abdomen
Pembesaran, pelebaran pembuluh darah vena, distensi bladder,
pembesaran ginjal, nyeri tekan, terderness, bising usus.
b. Genetalia wanita
Inflamasi, nodul, lesi, adanya sekret dari meatus, keadaan atropi
jaringan vagina.
c. Genetalia laki-laki
Kebersihan, adanya lesi, terdeness, adanya pembesaran skrotum.

2.1.3 Pemeriksaan penunjang


a. CT Scan
Pemeriksaan CT Scan berfungsi untuk mengetahui adanya massa
intracranial pada pembesaran ventrikel yang berhubungan dengan
darah ( densitas tinggi ) dalam ventrikel atau dalam ruang
subarachnoid.
b. MRI
Hasil tahapan control perdarahan subarachnoid kadang – kadang
tampak MRI lapisan tipis pada sinyal rendah.
c. Pungsi lumbal
Untuk konfirmasi diagnosis. Tidak ada kontraindikasi pungsi lumbal
selama diyakini tidak ada lesi massa dari pemeriksaan pencitraan dan
tidak kelainan perdarahan.
d. EKG dan Foto Thorax
Edema paru dan aritmia jantung dapat terlihat dari rontgen
dada.Kadang terjadi glikosuria.
2.2 Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul
Diagnosa 1:Defisit perawatan diri ( NANDA 2015-2017 )
2.2.1 Definisi
Suatu kondisi pada seseorang yang mengalami kelemahan kemampuan
dalam melakukan atau melengkapi aktivitas perawatan diri secara
mandiri seperti mandi (hygiene), berpakaian/berhias, makan dan BAB
/ BAK.

2.2.2 Batasan karateristik


 Ketidakmampuan membasuhbtubuh
 Ketidakmampuan mengakses kamar mandi
 Ketidakmampuan mengambil perlengkapan mandi
 Ketidak mampuan mengatur air mandi
 Ketidak mampuan mengaringkan tubuh
 Ketidakmampuan menjangkau sumber air

2.2.3 Faktor yang berhubungan


 Ansietas
 Gangguan muskuloskeletal
 Gangguan neuromuskuler
 Gangguan persepsi
 Kelemahan
 Kendala lingkungan
 Ketidakmampuan merasakan bagian tubuh
 Ketidakmampuan merasakan hubungan spasial
 Nyeri
 Penurunan motivasi

Diagnosa 2: Ketidakefektifan bersihan jalan nafas ( NANDA 2015-2017)


2.2.4 Definisi
Ketidak mampuan untuk membersihkan sekresi atau obstruksi dari
saluran napas untuk memperhankanbersihan jalan napas

2.2.5 Batasan karakteristik


 Tidak ada batuk
 Suara napas tambahan
 Perubahan frekwensi napas
 Perubahan irama napas
 Sianosis
 Kesulitan berbicara atau mengelurkan suara
 Penurunan bunyi napas
 Dipsneu
 Sputum dalam jumlah berlebihan
 Batuk yang tidak efektif
 Orthopneu
 Gelisah
 Mata terbuka leber

2.2.6 Faktor yang berhubungan


 Lingkungan
- Peroko pasif
- Mengisa asap
- Merokok
 Obstruksi jalan nafas
- Spasma jalan napas
- Mokusa dalam jumlah berlebihan
- Eksudat dalam jalan alvioli
- Materi asaing dalam jalan napas
- Adanya jalan napas buatan
- Sekresi/sisa sekresi
- Sekresi dalm bronki
 Fisiologi
- Jalan napas alergk
- Asama
- Penyakit paru obstruktif kronik
- Infeksi
- Dispungsi neuromuskular
2.3 Perencanaan
Diagnosa 1: Defisit perawatan diri ( NANDA 2015-2017 )
2.3.1 Tujuan dan Kriteria hasil (outcomes criteria): berdasarkan NOC (lihat
daftar rujukan)
Kriteria hasil :
- Mampu melakukan ADL
- Mampu melakukan hygiene
- Mampu mempertahankan mobilitas
- Mengungkapkan kepuasan secara verbal
2.3.2 Intervensi keperawatan dan rasional: berdasarkan NIC (lihat daftar
rujukan)
Intervensi Rasional
 Monitor kemempuan klien  Utuk mengetahui tingkat
untuk perawatan diri yang kemampuan klien
mandiri.  Untuk mengetahui tingakat
 Monitor kebutuhan klien kemampuan ADL
untuk alat-alat bantu untuk  Memperikan soport agar
kebersihan diri, berpakaian, mampu secara mandiri
berhias, toileting dan makan.  Agar klien percaya diri dalam
 Sediakan bantuan sampai melakukan aktivitas
klien mampu secara utuh  Melatih pasien secara mandiri
untuk melakukan self-care. 
 Dorong untuk melakukan
secara mandiri, tapi beri
bantuan ketika klien tidak
mampu melakukannya.
 Berikan aktivitas rutin sehari-
hari sesuai kemampuan.

Diagnosa 2:Ketidakefektifan bersihan jalan nafas (NANDA 2015-2017)


2.3.3 Tujuan dan Kriteria hasil (outcomes criteria): berdasarkan NOC (lihat
daftar rujukan)
Tujuan :setelah dilakukan tindakan selama 2x24 jam klien mampu
meningkatkan dan mempertahankan jalan nafas tetap bersih dan
mencegah aspirasi.
Kriteria hasil :
 Bunyi nafas bersih
 Tidak ada penumpukan sekrest di saluran nafas
 Dapat melakukan batuk efektif
 RR 16-20 x/menit

2.3.1 Intervensi keperawatan dan rasional: berdasarkan NIC (lihat daftar


rujukan)

Intervensi Rasional
Kaji keadaan jalan nafas Obstuksi dapat terjadi karena akumulasi sekret
ata sisa cairan mukus, perdarahan.
Evaluasi pergerakan dada Pergerakan dada simetris dengan suara nafas
dan auskultasi kedua dari paru-paru mengindikasikan tidak ada
lapang paru. sumbatan.
Ubah posisi setap 2 jam Mengurangi risiko atelektasis.
dengan teratur.
Kolaborasikan: Mengatur venstilasi dan melepaskan sekret
Aminofisil, alupen, dan karena relaksasi otot.
bronkosol.
III. Daftar Pustaka

Ana keliat, Budi, dkk. 2015. Diagnoses Keperawatan Difinisi & Klasifikasi 2015-
2017. Edisi 10. Jakata : EGC
American Association of Neuroscience Nurses (AANN). 2013. Care of the Patient
with Aneurysmal Subarachnoid Haemorrhage. www.aann.org
Batticaca, Fransisca B. 2013. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika. Hal: 58.
Muttaqin A. 2014. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Weiner, Howard L. 2013. Buku Saku Neurologi. Jakarta: EGC.
Satyanegara, dkk. 2010. Ilmu Bedah Saraf Satyanegara. Ed. 4. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Dewanto G, et al. 2013. Panduan Praktis Diagnosis Dan Tata Laksana Penyakit
Saraf. Jakarta: EGC.
Price, Wilson. 2014. Patofisiologi. Jakarta:EGC

Anda mungkin juga menyukai