Anda di halaman 1dari 30

A.

ANATOMI DAN FISIOLOGI OTAK


Susunan Saraf pusat
1. Medula Spinalis
a. Otak besar
b. Otak kecil
2. Otak
3. Batang otak
Susunan saraf perifer

1. Susunan saraf somatic


Susunan saraf yang
mempunyai peranan spesifik untuk
mengatur aktivitas otot sadar atau
serat lintang.
2. Susunan saraf otonom
Susunan saraf yang
mempunyai peranan penting memengaruhi pekerjaan otot involunter (otot polos) seperti
jantung, hati, pancreas, jalan pencernaan, kelenjar dan lain-lain.
a. Susunan saraf simpatis
b. Susunan saraf parasimpatis
Otak

Otak terletak dalam rongga kranium (tengkorak) berkembang dari sebuah tabung
yang mulanya memperhatikan tiga gejala pembesaran otak awal.

a. Otak depan menjadi hemisfer serebri, korpus striatum, thalamus, serta hipotalamus.
b. Otak tengah, tegmentum, krus serebrium, korpus kuadrigeminus.
c. Otak belakang, menjadi pons varoli, medulla oblongata, dan serebelum.
Serebrum

Pada otak besar ditemukan beberapa lobus yaitu:

1. Lobus frontalis, adalah bagian dari serebrum yang terletak di depan sulkus sentralis.
2. Lobus parietalis, terdapat di depan sulkus sentralis dan dibelakang oleh korako-
oksipitalis.
3. Lobus temporalis, terdapat dibawah
lateral dari fisura serebralis dan di depan lobus
oksipitalis.
4. Oksipitalis yang mengisi bagian belakang
dari serebrum.

Korteks serebri selain dibagi dalam lobus dapat


juga dibagi menurut fungsi dan banyaknya area.
Campbel membagi bentuk korteks serebri
menjadi 20 area. Secara umum korteks serebri
dibagi menjadi empat bagian:

1. Korteks sensoris. Pusat sensasi umum primer suatu hemisfer serebri yang mengurus
bagian badan, luas daerah korteks yang menangani suatu alat atau bagian tubuh
bergantung pada fungsi alat yang bersangkutan. Di samping itu juga korteks sensoris
bagian fisura lateralis menangani bagian tubuh bilateral lebih dominan.
2. Korteks asosiasi. Tiap indra manusia, korteks asosiasi sendiri merupakan kemampuan
otak manusia dalam bidang intelektual, ingatan, berpikir, rangsangan yang diterima
diolah dan disimpan serta dihubungkan dengan daya yang lain. Bagian anterior lobus
temporalis mempunyai hubungan dengan fungsi luhur dan disebut psikokorteks.
3. Korteks motoris menerima impuls dari korteks sensoris, fungsi utamanya adalah
kontribusi pada traktur piramidalis yang mengatur bagian tubuh kontralateral.
Korteks pre-frontal terletak pada lobus frontalis berhubungan dengan sikap mental dan
kepribadian.

Fungsi serebrum
1. Mengingat pengalaman yang lalu.
2. Pusat persarafan yang menangani, aktivitas mental, akal, intelegensi, keinginan, dan
memori.
3. Pusat menangis, buang air besar, dan buang air kecil.
Batang otak

Batang otak terdiri dari:

1. Diensefalon, ialah bagian otak yang


paling rostral, dan tertanam di antara ke-
dua belahan otak besar (haemispherium
cerebri). Diantara diensefalon dan
mesencephalon, batang otak membengkok
hampir sembilah puluh derajat kearah
ventral. Kumpulan dari sel saraf yang
terdapat di bagian depan lobus temporalis
terdapat kapsula interna dengan sudut
menghadap kesamping. Fungsi dari diensefalon:
a. Vasokonstriktor, mengecilkan pembuluh darah
b. Respiratori, membantu proses persarafan.
c. Mengontrol kegiatan refleks.
d. Membantu kerja jantung.
2. Mesensefalon, atap dari mesensefalon terdiri dari empat bagian yang menonjol ke atas.
Dua di sebelah atas disebut korpus kuadrigeminus superior dan dua di sebelah bawah
disebut korpus kuadrigeminus inferior. Serat saraf okulomotorius berjalan ke ventral di
bagian medial. Serat nervus troklearis berjalan ke arah dorsal menyilang garis tengah ke
sisi lain. Fungsinya:
a. Membantu pergerakan mata dan mengangkat kelopak mata.
b. Memutar mata dan pusat pergerakan mata.
3. Pons varoli, brakium pontis yang menghubungkan mesensefalon dengan pons varoli
dengan serebelum, terletak di depan serebelum di antara otak tengah dan medula
oblongata. Disini terdapat premotoksid yang mengatur gerakan pernapasan dan refleks.
Fungsinya:
a. Penghubung antara kedua bagian serebelum dan juga antara medula oblongata
dengan serebelum atau otak besar.
b. Pusat saraf nervus trigeminus.
4. Medula oblongata merupakan bagian dari batang otak yang paling bawah yang
menghubungkan pons varoli dengan medula spinalis. Bagian bawah medula oblongata
merupakan persambungan medula spinalis ke atas, bagian atas medula oblongata yang
melebar disebut kanalis sentralis di daerah tengah bagian ventral medula oblongata.
Fungsi medula oblongata:
a. Mengontrol kerja jantung.
b. Mengecilkan pembuluh darah (vasokonstriktor).
c. Pusat pernapasan.
d. Mengontrol kegiatan refleks

Serebelum

Serebelum (otak kecil) terletak pada bagian


bawah dan belakang tengkorak dipisahkan
dengan serebrum oleh fisura transversalis
dibelakangi oleh pons varoli dan di atas
medula oblongata. Organ ini banyak
menerima serabut aferen sensoris,
merupakan pusat koordinasi dan integrasi.

Bentuknya oval, bagian yang mengecil


pada sentral disebut vermis dan bagian yang
melebar pada lateral disebut hemisfer.
Serebelum berhubungan dengan batang otak melalui pendunkulus serebri inferior (korpus
retiformi) permukaan luar serebelum berlipat-lipat menyerupai serebelum tetapi lipatannya
lebih kecil dan lebih teratur. Permukaan serebelum ini mengandung zat kelabu.

Korteks serebelum dibentuk oleh subtansia grisea, terdiri dari tiga lapisan yaitu
granular luar, lapisan purkinye, lapisan granular dalam. Serabut saraf yang masuk dan
yang keluar dari serebrum harus melewati serebelum

Fungsi serebelum
1. Arkhioserebelum (vestibuloserebelum), serabut aferen berasal dari telinga dalam
yang diteruskan oleh nervus VIII (auditorius) untuk keseimbangan dan rangsangan
pendengaran ke otak.
2. Paleaserebelum (spinoserebelum. Sebagai pusat penerima impuls dari reseptor
sensasi umum medula spinalis dan nervus vagus (N. trigeminus) kelopak mata, rahang
atas, dan bawah serta otot pengunyah.
3. Neoserebelum (pontoserebelum). Korteks serebelum menerima informasi tentang
gerakan yang sedang dan yang akan dikerjakan dan mengaturgerakan sisi badan.

Saraf otak

Urutan saraf Nama Saraf Sifat Saraf Memberikan saraf untuk


dan fungsi
I Nervus olfaktorius Sensorik Hidung, sebagai alat penciuman
II Nervus optikus Sensorik Bola mata, untuk penglihatan
III Nervus Motorik Penggerak bola mata dan
okulomotoris mengangkat kelopak mata
IV Nervus troklearis Motorik Mata, memutar mata dan
penggerak bola mata
V Nervus trigeminus Motorik dan sensorik -

N. Oftalmikus Motorik dan sensorik Kulit kepala dan kelopak mata


atas
N. Maksilaris Sensorik Rahang atas, palatum dan
hidung
N. Mandibularis Motorik dan sensorik Rahang bawah dan lidah
VI Nervus abdusen Motorik Mata, penggoyang sisi mata
VII Nervus fasialis Motorik dan Sensorik Otot lidah, menggerakkan lidah
dan selaput lendir rongga mulut
VIII Nervus auditorius Sensorik Telinga, rangsangan
pendengaran
IX Nervus vagus Sensorik dan motorik Faring, tonsil, dan lidah,
rangsangan citarasa
X Nervus vagus Sensorik dan motorik Faring, laring, paru-paru dan
esophagus
XI Nervus asesorius Motorik Leher, otot leher
XII Nervus hipoglosus Motorik Lidah, citarasa, dan otot lidah
Saraf otonom

Saraf Simpatis

Saraf ini terletak di depan kolumna vertebra dan berhubungan dengan sumsum
tulang belakang melalui serabut – serabut saraf. Sistem simpatis terdiri dari 3 bagian, yaitu :

1. Kornu anterior segmen torakalis ke – 1 sampai ke-12 dan segmen lumbalis 1-3 terdapat
nucleus vegetative yang berisi kumpulan – kumpulan sel saraf simpatis. Sel saraf
simpatis ini mempunyai serabut – serabut preganglion yang keluar dari kornu anterior
bersama- sama dengan radiks anterior dan nucleus spinalis. Setelah keluar dari
foramen intervertebralis, serabut – serabut preganglion ini segera memusnahkan diri
dari nucleus spinalis dan masuk ke trunkus simpatikus serabut. Serabut preganglion ini
membentuk sinap terhadap sel – sel simpatis yang ada dalam trunkus simpatikus.
Tetapi ada pula serabut – serabut preganglion setelah berada di dalam trunkus
simpatikus terus keluar lagi dengan terlebih dahulu membentuk sinaps menuju ganglion
– ganglion / pleksus simpatikus.

2. Trunkus simpatikus beserta cabang – cabangnya. Di sebelah kiri dan kanan vertebra
terdapat barisan ganglion saraf simpatikus yang membujur di sepanjang vertebra.
Barisan ganglion – ganglion saraf simpatikus ini disebut trunkus simpatikus. Ganglion –
ganglion ini berisi sel saraf simpatis. Antara ganglion satu dengan ganglion lainnya,
atas, bawah, kiri, kanan, dihubungkan oleh saraf simpatis yang keluar masuk ke dalam
ganglion – ganglion itu. Hali ini menyebabkan sepasang trunkus simpatikus juga
menerima serabut – serabut saraf yang datang dari kornu anterior. Trunkus simpatikus
di bagi menjadi 4 bagian yaitu :

a. Trunkus simpatikus servikalis.


Terdiri dari 3 pasang ganglion. Dari ganglion – ganglion ini keluar cabang – cabang
saraf simpatis yang menuju ke jantung dari arteri karotis. Disekitar arteri karotis
membentuk pleksus. Dari pleksus ini keluar cabang – cabang yang menuju ke atas
cabang lain mempersarafi pembuluh darah serta organ – organ yang terletak di
kepala. Misalnya faring, kelenjar ludah, kelenjar lakrimalis, otot – otot dilatators, pupil
mata, dan sebagainya.
b. Trunkus simpatikus torakalis.
Terdiri dari 10-11 ganglion, dari ganglion ini keluar cabang – cabang simpatis seperti
cabang yang mensarafi organ – organ di dalam toraks ( mis, orta, paru – paru,
bronkus, esophagus, dsb ) dan cabang – cabang yang menembus diafragma dan
masuk ke dalam abdomen, Cabang ini dalam rongga abdomen mensarafi organ –
organ di dalamnya.

c. Trunkus simpatikus lumbalis.


Bercabang – cabang menuju ke dalam abdomen, juga ikut membentuk pleksus
solare yang bercabang – cabang ke dalam pelvis untuk turut membentuk pleksus
pelvini.
d. Trunkus simpatikus pelvis. Bercabang cabang ke dalam pelvis untuk membentuk
pleksus pelvini.
3. Pleksus simpatikus beserta cabang cabangnya. Di dalam abdomen, pelvis, toraks, serta
di dekat organ – organ yang dipersarafi oleh saraf simpatis ( otonom ).
Umumnya terdapat pleksus – pleksus yang dibentuk oleh saraf simpatis / ganglion yaitu
pleksus/ganglion simpatikus.

Ganglion lainnya ( simpatis ) berhubungan dengan rangkaian dua ganglion besar,


ini bersama serabutnya membentuk pleksus – pleksus simpatis :

1. Pleksus kardio, terletak dekat dasar jantung serta mengarahkan cabangnya ke


daerah tersebut dan paru – paru
2. Pleksus seliaka, terletak di sebelah belakang lambung dan mempersarafi organ –
organ dalam rongga abdomen
3. Pleksus mesentrikus ( pleksus higratrikus ), terletak depan sacrum dan mencapai
organ – organ pelvis

Tabel 10-2 Organ tubuh dan system pengendalian ganda

Organ Rangsangan Rangsangan


simpatis parasimpatis
Jantung Denyut dipercepat Denyut dipercepat
Arteri koronari Dilatasi Konstriksi
Pembuluh darah perifer Vasokonstriksi Vasodilatasi
Tekanan darah Naik Turun
Bronkus Dilatasi Konstriksi
Kelenjar ludah Sekresi berkurang Sekresi bertambah
Kelenjar lakrimalis Sekresi berkurang Sekresi bertambah
Pupil mata Dilatasi Konstriksi
Sistem pencernaan Peristaltik berkurang Peristaltik
makanan (SPM) bertambah
Kelenjar – kelenjar SPM Sekresi berkurang
Kelenjar keringat Ekskresi bertambah Sekresi bertambah
Ekskresi berkurang
Fungsi serabut saraf simpatis

1. Mensarafi otot jantung


2. Mensarafi pembuluh darah dan otot tak sadar
3. Mempersarafi semua alat dalam seperti lambung, pancreas dan usus
4. Melayani serabut motorik sekretorik pada kelenjar keringat
5. Serabut motorik pada otot tak sadar dalam kulit
6. Mempertahankan tonus semua otot sadar.

Sistem Parasimpatis

Saraf cranial otonom adalah saraf cranial 3, 7, 9, dan 10. Saraf ini merupakan
penghubung, melalui serabut – serabut parasimpatis dalam perjalanan keluar dari otak
menuju organ – organ sebagian dikendalikan oleh serabut – serabut menuju iris. Dan
dengan demikian merangsang gerakan – gerakan saraf ke -3 yaitu saraf okulomotorik.

Saraf simpatis sacral keluar dari sumsum tulang belakang melalui daerah sacral.
Saraf – saraf ini membentuk urat saraf pada alat – alat dalam pelvis dan bersama saraf –
saraf simpatis membentuk pleksus yang mempersarafi kolon rectum dan kandung kemih.

Refleks miksi juga menghilang bila saraf sensorik kandung kemih mengalami
gangguan. System pengendalian ganda ( simpatis dan parasimpatis ). Sebagian kecil
organ dan kelenjar memiliki satu sumber persarafan yaitu simpatis atau parasimpatis.
Sebagian besar organ memiliki persarafan ganda yaitu : menerima beberapa serabut dari
saraf otonom sacral atau cranial. Kelenjar organ dirangsang oleh sekelompok urat saraf (
masing – masing bekerja berlawanan ).
Dengan demikian penyesuaian antara aktivitas dan tempat istirahat tetap
dipertahankan. Demikian pula jantung menerima serabut – serabut ekselevator dari saraf
simpatis dan serabut inhibitor dari nervus vagus. Saluran pencernaan memiliki urat saraf
ekselevator dan inhibitor yang mempercepaT dan memperlambat peristaltic berturut – turut.

Fungsi serabut parasimpatis :

1. Merangsang sekresi kelenjar air mata, kelenjar sublingualis, submandibularis, dan


kelenjar – kelenjar dalam mukosa rongga hidung.
2. Mmepersarafi kelenjar air mata dan mukosa rongga hidung, berpusat di nuclei
lakrimalis, saraf – sarafnya keluar bersama nervus fasialis.
3. Mempersarafi kelenjar ludah ( sublingualis dan submandibularis ), berpusat di nucleus
salivatorius superior, saraf – saraf ini mengikuti nervus VII
4. Mempersarafi parotis yang berpusat di nucleus salivatoris inferior di dalam medulla
oblongata, saraf ini mengikuti nervus IX
5. Mempersarafi sebagian besar alat tubuh yaitu jantung, paru – paru, gastrointestinum,
ginjal, pancreas, limfa, hepar, dan kelenjar suprarenalis yang berpusat pada nucleus
dorsalis nervus X
6. Mempersarafi kolon desendens, sigmoid, rectum, vesika urinaria dan alat kelamin,
berpusat di sacral II, III, IV.
7. Miksi dan defekasi pada dasarnya adalah suatu reflex yang berpusat di kornu lateralis
medulla spinalis bagian sacral. Bila kandung kemih dan rectum tegang miksi dan
defekasi secara reflex. Pada orang dewasa reflex ini dapat dikendalikan oleh kehendak.
Saraf yang berpengaruh menghambat ini berasal dari korteks di daerah lotus
parasentralis yang berjalan dalam traktus piramidalis.

B. Definisi
Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan
oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak sering ini adalah kulminasi penyakit
serebrovaskuler selama beberapa tahun (Smeltzer and Bare, 2015). Menurut Doenges
(2016) stroke/penyakit serebrovaskuler menunjukan adanya beberapa kelainan otak
baik secara fungsional maupun struktural yang disebabkan oleh keadaan patologis dari
pembuluh darah serebral atau dari seluruh sistem pembuluh darah otak.
Menurut Batticaca (2015) stroke adalah suatu keadaan yang timbul karena terjadi
gangguan peredaran darah di otak yang menyebabkan terjadinya kematian jaringan
otak sehingga mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan atau kematian.
menurut Corwin (2016) ada dua klasifikasi umum cedera vascular serebral (stroke) yaitu
iskemik dan hemoragik. Stroke iskemik terjadi akibat penyumbatan aliran darah arteri
yang lama kebagian otak. Stroke Hemoragik terjadi akibat perdarahan dalam otak.
Jadi stroke hemoragik adalah suatu keadaan kehilangan fungsi otak yang diakibatkan
oleh perdarahan dalam otak sehingga mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan
atau kematian.
Stroke non hemoragik adalah sindroma klinis yang awalnya timbul mendadak, progresi
cepat berupa deficit neurologis fokal atau global yang berlangsung 24 jam atau lebih
atau langsung menimbul kematian yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah
otak non straumatik (Arif Mansjoer, 2014)
Stroke non hemoragik merupakan proses terjadinya iskemia akibat emboli dan
trombosis serebral biasanya terjadi setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di
pagi hari dan tidak terjadi perdarahan. Namun terjadi iskemia yang menimbulkan
hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder. (Arif Muttaqin, 2012).

C. Klasifikasi
Secara non hemoragik, stroke dapat dibagi berdasarkan manifestasi klinik dan proses
patologik
(kausal):
1) Berdasarkan manifestasi klinis
a) Serangan Iskemik Sepintas/Transient Ischemic Attack (TIA) Gejala neurologik
yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak akan menghilang dalam
waktu 24 jam.
b) Defisit Neurologik Iskemik Sepintas/Reversible Ischemic Neurological Deficit
(RIND) Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama
dari 24 jam, tapi tidak lebih dari seminggu.
c) Stroke Progresif (Progressive Stroke/Stroke In Evaluation) Gejala neurologik
makin lama makin berat.
d) Stroke komplet (Completed Stroke/Permanent Stroke) Kelainan neurologik
sudah menetap, dan tidak berkembang lagi.
2) Berdasarkan kausal
a) Stroke Trombotik
Stroke trombotik terjadi karena adanya penggumpalan pada pembuluh darah di
otak. Trombotik dapat terjadi pada pembuluh darah yang besar dan pembuluh
darah yang kecil. Pada pembuluh darah besar trombotik terjadi akibat
aterosklerosis yang diikuti oleh terbentuknya gumpalan darah yang cepat.
Selain itu, trombotik juga diakibatkan oleh tingginya kadar kolesterol jahat atau
Low Density Lipoprotein(LDL). Sedangkan pada pembuluh darah kecil,
trombotik terjadi karena aliran darah ke pembuluh darah arteri kecil
terhalang. Ini terkait dengan hipertensi dan merupakan indikator penyakit
aterosklerosis.
b) Stroke Emboli/Non Trombotik
Stroke emboli terjadi karena adanya gumpalan dari jantung atau lapisan lemak
yang lepas. Sehingga, terjadi penyumbatan pembuluh darah yang
mengakibatkan darah tidak bisa mengaliri oksigen dan nutrisi ke otak.

D. Etiologi
Pada tingkatan makroskopik, stroke non hemoragik paling sering disebabkan oleh
emboli ektrakranial atau trombosis intrakranial. Selain itu, stroke non hemoragik juga
dapat diakibatkan oleh penurunan aliran serebral. Pada tingkatan seluler, setiap proses
yang mengganggu aliran darah menuju otak menyebabkan timbulnya kaskade iskemik
yang berujung pada terjadinya kematian neuron dan infark serebri.
1. Emboli
a) Embolus yang dilepaskan oleh arteria karotis atau vertebralis, dapat berasal dari
“plaque athersclerotique” yang berulserasi atau dari trombus yang melekat pada
intima arteri akibat trauma tumpul pada daerah leher.
b) Embolisasi kardiogenik dapat terjadi pada:
Penyakit jantung dengan “shunt” yang menghubungkan bagian kanan dan
bagian kiri atrium atau ventrikel.
1) Penyakit jantung rheumatoid akut atau menahun yang meninggalkan
gangguan pada katup mitralis.
2) Fibrilasi atrium
3) Infarksio kordis akut
4) Embolus yang berasal dari vena pulmonalis
5) Kadangkadang pada kardiomiopati, fibrosis endrokardial, jantung
miksomatosus sistemik
c) Embolisasi akibat gangguan sistemik dapat terjadi sebagai:
1) Embolia septik, misalnya dari abses paru atau bronkiektasis
2) Metastasis neoplasma yang sudah tiba di paru.
3) Embolisasi lemak dan udara atau gas N (seperti penyakit “caisson”).
Emboli dapat berasal dari jantung, arteri ekstrakranial, ataupun dari right-
sided circulation (emboli paradoksikal). Penyebab terjadinya emboli
kardiogenik adalah trombi valvular seperti pada mitral stenosis, endokarditis,
katup buatan), trombi mural (seperti infark miokard, atrial fibrilasi,
kardiomiopati, gagal jantung kongestif) dan atrial miksoma.
Sebanyak 23 persen stroke emboli diakibatkan oleh infark miokard dan 85
persen di antaranya terjadi pada bulan pertama setelah terjadinya infark
miokard.
2. Thrombosis
Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh darah besar (termasuk
sistem arteri karotis) dan pembuluh darah kecil (termasuk sirkulus Willisi dan sirkulus
posterior). Tempat terjadinya trombosis yang paling sering adalah titik percabangan
arteri serebral utamanya pada daerah distribusi dari arteri karotis interna. Adanya
stenosis arteri dapat menyebabkan terjadinya turbulensi aliran darah (sehingga
meningkatkan resiko pembentukan trombus aterosklerosis (ulserasi plak), dan
perlengketan platelet. Penyebab lain terjadinya trombosis adalah polisetemia,
anemia sickle sel, defisiensi protein C, displasia fibromuskular dari arteri serebral,
dan vasokonstriksi yang berkepanjangan akibat gangguan migren. Setiap proses
yang menyebabkan diseksi arteri serebral juga dapat menyebabkan terjadinya stroke
trombotik (contohnya trauma, diseksi aorta thorasik, arteritis).
E. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala dari stroke adalah (Baughman, C Diane.dkk,2000):
1. Kehilangan motoric
Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi)
dan hemiparesis (kelemahan salah satu sisi) dan disfagia
2. Kehilangan komunikasi
Disfungsi bahasa dan komunikasi adalah disatria (kesulitan berbicara) atau afasia
(kehilangan berbicara).
3. Gangguan persepsi
Meliputi disfungsi persepsi visual humanus, heminapsia atau kehilangan
penglihatan perifer dan diplopia, gangguan hubungan visual, spesial dan
kehilangan sensori.
4. Kerusakan fungsi kognitif parestesia (terjadi pada sisi yang berlawanan).
5. Disfungsi kandung kemih meliputi: inkontinensiaurinarius transier, inkontinensia
urinarius peristen atau retensi urin (mungkin simtomatik dari kerusakan otak
bilateral), Inkontinensia urinarius dan defekasiyang berlanjut (dapat mencerminkan
kerusakan neurologi ekstensif).
1) Tanda dan gejala yang muncul sangat tergantung dengan daerah otak yang
terkena: Penngaruh terhadap status mental: tidak sadar, konfus, lupa tubuh
sebelah
2) Pengaruh secara fisik: paralise, disfagia, gangguan sentuhan dan sensasi,
gangguan penglihatan
3) Pengaruh terhadap komunikasi, bicara tidak jelas, kehilangan bahasa.
Dilihat dari bagian hemisfer yang terkena tanda dan gejala dapat berupa:
Hemisfer kiri Hemisfer kanan
Mengalami hemiparese kanan  Hemiparese sebelah kiri tubuh
 Perilaku lambat dan hatihati  Penilaian buruk
 Kelainan lapan pandang kana  Mempunyai kerentanan terhadap sisi
 Disfagia global kontralateral sehingga memungkinkan
 Afasia terjatuh ke sisi yang berlawanan
 Mudah frustasi tersebut

F. Komplikasi
Setelah mengalami stroke pasien mungkin akan mengalmi komplikasi, komplikasi ini
dapat dikelompokan berdasarkan:
1. Berhubungan dengan immobilisasi  infeksi pernafasan, nyeri pada daerah
tertekan, konstipasi dan thromboflebitis.
2. Berhubungan dengan paralisis  nyeri pada daerah punggung, dislokasi sendi,
deformitas dan terjatuh
3. Berhubungan dengan kerusakan otak  epilepsi dan sakit kepala.
4. Hidrocephalus
Individu yang menderita stroke berat pada bagian otak yang mengontrol respon
pernapasan atau kardiovaskuler dapat meninggal.

G. Patofisiologi
Infark ischemic cerebri sangat erat hubungannya
dengan aterosklerosis dan arteriosklerosis. Aterosklerosis dapat menimbulkan
bermacammacam manifestasi klinis dengan cara:
1. Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi aliran darah.
2. Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya thrombus dan perdarahan
aterm
3. Dapat terbentuk thrombus yang kemudian terlepas sebagai emboli.
4. Menyebabkan aneurisma yaitu lemahnya dinding pembuluh darah atau menjadi lebih
tipis sehingga dapat dengan mudah robek.

Faktor yang mempengaruhi aliran darah ke otak:


1. Keadaan pembuluh darah.
2. Keadan darah : viskositas darah meningkat, hematokrit meningkat, aliran darah ke
otak
menjadi lebih lambat, anemia berat, oksigenasi ke otak menjadi menurun.
3. Tekanan darah sistemik memegang peranan perfusi otak. Otoregulasi otak yaitu
kemampuan
intrinsik pembuluh darah otak untuk mengatur agar pembuluh darah otak tetap
konstan
walaupun ada perubahan tekanan perfusi otak.
4. Kelainan jantung menyebabkan menurunnya curah jantung dan karenalepasnya
embolus sehingga menimbulkan iskhemia otak.
Suplai darah ke otak dapat berubah pada gangguan fokal (thrombus, emboli,
perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh karena gangguan umum (Hypoksia karena
gangguan paru dan jantung). Arterosklerosissering/cenderung sebagai faktor penting
terhadap otak. Thrombus dapatberasal dari flak arterosklerotik atau darah dapat beku
pada area yang stenosis, dimana aliran darah akan lambat atau terjadi turbulensi. Oklusi
pada pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan oedema dan nekrosis diikuti
thrombosis dan hypertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas
akan menyebabkan kematian dibandingkan dari keseluruhan penyakit cerebrovaskuler.
Anoksia serebral dapat reversibel untuk jangka waktu 46 menit. Perubahan irreversible
dapat anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan
yang bervariasi, salah satunya cardiac arrest.
H. Pathway
I. Pelaksanaan
Tujuan intervensi adalah berusaha menstabilkan tandatanda vital dengan melakukan
tindakan sebagai berikut:
1. Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan lendiryang
sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu pernafasan.
2. Mengendalikan tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk untuk usaha
memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
3. Berusaha menentukan dan memperbaiki aritmia jantung.
4. Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat mungkin
pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihanlatihan gerak pasif.
5. Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK
Dengan meninggikan kepala 1530 menghindari flexi dan rotasi kepala yang
berlebihan,

Pengobatan Konservatif

1. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara percobaan, tetapi


maknanya: pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan.
2. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra arterial.
3. Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat reaksi
pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.
4. Anti koagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya/ memberatnya
trombosis atau emboli di tempat lain di sistem kardiovaskuler.

Pengobatan Pembedahan

Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral :

1. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan membuka


arteri karotis di leher.
2. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya
paling dirasakan oleh pasien TIA.
3. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut
4. Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma
J. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan penunjang disgnostik yang dapat dilakukan adalah :
1. laboratorium: mengarah pada pemeriksaan darah lengkap, elektrolit, kolesterol, dan
bila perlu analisa gas darah, gula darah dsb.
2. CT scan kepala untuk mengetahui lokasi dan luasnya perdarahan atau infark
3. MRI untuk mengetahui adanya edema, infark, hematom dan bergesernya struktur
otak
4. Angiografi untuk mengetahui penyebab dan gambaran yang jelas mengenai
pembuluh darah yang terganggu.
5. Fungsi Lumbal : Menunjukan adanya tekanan normal dan biasanya ada trombosis,
emboli serabral dan TIA, sedangkan tekanan meningkat dan cairan yang
mengandung darah menujukan adanya hemoragi suaraknoid intrakranial. Kadar
protein meningkat pada kasus trombosis sehubungan dengan adanya proses
imflamasi.
6. Mengidentifikasi maslah didasarkan pada gelombang otak dan mungkin adanya
daerah lesi yang spesifik.
7. Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang berlawanan dari
masa yang meluas; klasifikasi karptis interna terdapat pada trombosis serebral.
8. Ultrasonografi Doppler : Mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah system
arteri karotis), aliran darah / muncul plak (arteriosklerotik).

K. Asuhan Keperawatan
Pengkajian
a) Identitas Klien
Mengcakup nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, agama, No Mr, pendidikan,
status pekawinan, diangnosa medis dll.
b) Riwayat Kesehatan
(1) Riwayat Kesehatan Dahulu
Biasanya pada klien ini mempunyai riwayat hipertensi, diabetes melitus,
penyakit jantung, anemi, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama,
pengunaan obat-obat antikoagulan, aspirin dan kegemukan/obesitas.
(2) Riwayat Kesehatan Sekarang
(3) Biasanya klien sakit kepala, mual muntah bahkan kejang sampai tak sadarkan
diri, kleumpuhan separoh badan dan gangguan fungsi otak.
(4) Riwayat Kesehatan Keluarga
(5) Biasanya ada anggota keluarga yang menderita atau mengalami penyakit
seperti : hipertensi, Diabetes Melitus, penyakit jantung.
(6) Riwayat Psikososial
Biasanya masalah perawatan dan biaya pengobatan dapat membuat emosi
dan pikiran klein dan juga keluarga sehingga baik klien maupun keluarga
sering merasakan sterss dan cemas.
c) Pemeriksaan Fisik
(1) Rambut dan hygiene kepala
(2) Mata:buta,kehilangan daya lihat
(3) Hidung,simetris ki-ka adanya gangguan
(4) Leher,
(5) Dada
I: simetris ki-ka
P: premitus
P: sonor
A: ronchi
(6) Abdomen
I: perut acites
P :hepart dan lien tidak teraba
P :Thympani
A :Bising usus (+)
(7) Genito urinaria :dekontaminasi,anuria
(8) Ekstramitas :kelemahan,kelumpuhan.
d) Pemeriksaan Fisik Sistem Neurologis
(1) Tingkat Kesadaran
i. Kualitatif
Adalah fungsi mental keseluruhan dan derajat kewasapadaan.
 CMC → dasar akan diri dan punya orientasi penuh
 APATIS → tingkat kesadaran yang tampak lesu dan mengantuk
 LATARGIE → tingkat kesadaran yang tampak lesu dan mengantuk
 DELIRIUM → penurunan kesadaran disertai pe ↑ abnormal aktifitas
psikomotor → gaduh gelisah
 SAMNOLEN → keadaan pasien yang selalu mw tidur → diransang
bangun lalu tidur kembali
 KOMA → kesadaran yang hilang sama sekali
ii. Kuantitatif
Dengan Menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS)
 Respon membuka mata ( E = Eye )
o Spontan (4)
o Dengan perintah (3)
o Dengan nyeri (2)
o Tidak berespon (1)
 Respon Verbal ( V= Verbal )
o Berorientasi (5)
o Bicara membingungkan (4)
o Kata-kata tidak tepat (3)
o Suara tidak dapat dimengerti (2)
o Tidak ada respons (1)
 Respon Motorik (M= Motorik )
o Dengan perintah (6)
o Melokalisasi nyeri (5)
o Menarik area yang nyeri (4)
o Fleksi abnormal/postur dekortikasi (3)
o Ekstensi abnormal/postur deserebrasi (2)
o Tidak berespon (1)
(2) Pemeriksaaan Nervus Cranialis
a) Test nervus I (Olfactory)
Fungsi penciuman Test pemeriksaan, klien tutup mata dan minta klien
mencium benda yang baunya mudah dikenal seperti sabun, tembakau, kopi
dan sebagainya. Bandingkan dengan hidung bagian kiri dan kanan.
b) Test nervus II ( Optikus)
Fungsi aktifitas visual dan lapang pandang Test aktifitas visual, tutup satu
mata klien kemudian suruh baca dua baris di koran, ulangi untuk satunya.
Test lapang pandang, klien tutup mata kiri, pemeriksa di kanan, klien
memandang hidung pemeriksa yang memegang pena warna cerah,
gerakkan perlahan obyek tersebut, informasikan agar klien langsung
memberitahu klien melihat benda tersebut.
c) Test nervus III, IV, VI (Oculomotorius, Trochlear dan Abducens)
Fungsi koordinasi gerakan mata dan kontriksi pupil mata (N III).
 Test N III Oculomotorius (respon pupil terhadap cahaya),
menyorotkan senter kedalam tiap pupil mulai menyinari dari arah
belakang dari sisi klien dan sinari satu mata (jangan keduanya),
perhatikan kontriksi pupil kena sinar.
 Test N IV Trochlear, kepala tegak lurus, letakkan obyek kurang lebih
60 cm sejajar mid line mata, gerakkan obyek kearah kanan.
Observasi adanya deviasi bola mata, diplopia, nistagmus.
 Test N VI Abducens, minta klien untuk melihat kearah kiri dan kanan
tanpa menengok.
d) Test nervus V (Trigeminus)
Fungsi sensasi, caranya : dengan mengusap pilihan kapas pada kelopak
mata atas dan bawah.
 Refleks kornea langsung maka gerakan mengedip ipsilateral.
 Refleks kornea consensual maka gerakan mengedip kontralateral.
Usap pula dengan pilihan kapas pada maxilla dan mandibula dengan
mata klien tertutup. Perhatikan apakah klien merasakan adanya
sentuhan
 Fungsi motorik, caranya : klien disuruh mengunyah, pemeriksa
melakukan palpasi pada otot temporal dan masseter.
e) Test nervus VII (Facialis)
 Fungsi sensasi, kaji sensasi rasa bagian anterior lidah, terhadap
asam, manis, asin pahit. Klien tutup mata, usapkan larutan berasa
dengan kapas/teteskan, klien tidak boleh menarik masuk lidahnya
karena akan merangsang pula sisi yang sehat.
 Otonom, lakrimasi dan salvias
 Fungsi motorik, kontrol ekspresi muka dengancara meminta klien
untuk: tersenyum, mengerutkan dahi, menutup mata sementara
pemeriksa berusaha membukanya.
f) Test nervus VIII (Acustikus)
Fungsi sensoris :
 Cochlear (mengkaji pendengaran), tutup satu telinga klien, pemeriksa
berbisik di satu telinga lain, atau menggesekkan jari bergantian
kanan-kiri.
 Vestibulator (mengkaji keseimbangan), klien diminta berjalan lurus,
apakah dapat melakukan atau tidak.

g) Test nervus IX (Glossopharingeal) dan nervus X (Vagus)


N IX, mempersarafi perasaan mengecap pada 1/3 posterior lidah, tapi
bagian ini sulit di test demikian pula dengan M.Stylopharingeus. Bagian
parasimpatik N IX mempersarafi M. Salivarius inferior. N X, mempersarafi
organ viseral dan thoracal, pergerakan ovula, palatum lunak, sensasi
pharynx, tonsil dan palatum lunak.
h) Test nervus XI (Accessorius)
Klien disuruh menoleh kesamping melawan tahanan. Apakah
Sternocledomastodeus dapat terlihat ? apakah atropi ? kemudian palpasi
kekuatannya. Minta klien mengangkat bahu dan pemeriksa berusaha
menahan test otot trapezius.
i) Nervus XII (Hypoglosus)
 Mengkaji gerakan lidah saat bicara dan menelan
 Inspeksi posisi lidah (mormal, asimetris / deviasi)
Keluarkan lidah klien (oleh sendiri) dan memasukkan dengan cepat
dan minta untuk menggerakkan ke kiri dan ke kanan.
(3) Menilai Kekuatan Otot
Kaji cara berjalan dan keseimbangan
Observasi cara berjalan, kemudahan berjalan dan koordinasi gerakan tangan,
tubuh – kaki
a) Periksa tonus otot dan kekuatan
Kekualan otot dinyatakan dengan menggunakan angka dari 0-5
0 = tidak didapatkan sedikitpun kontraksi otot ; Iumpuh total
1 = terlihat kontraksi tetap ; tidak ada gerakan pada sendi.
2 = ada gerakan pada sendi tetapi tidak dapat melawan gravitasi
3 = bisa melawan gravitasi tetapi tidak dapat menahan tahanan pemeriksa
4 = bisa bergerak melawan tahanan pemeriksa tetapi kekuatannya
berkurang
5 = dapat melawan tahanan pemeriksa dengan kekuatan maksimal
(4) Pemeriksaan reflek
Pemeriksaan refleks biasanya dilakukan paling akhir. Klien biasanya dalam
posisi duduk atau tidur jika kondisi klien tidak memungkinkan. Evaluasi respon
klien dengan menggunakan skala 0 – 4
0 = tidak ada respon
1 = Berkurang (+)
2 = Normal (++)
3 = Lebih dari normal (+++)
4 = Hiperaktif (++++)
a) Reflek Fisiologis
b) Reflek Tendon
c) Reflek patella
Pasien bebaring terlentang lutut diangkat keatas fleksi kurang lebih dari 30 0.
tendon patella (ditengah-tengah patela dan Tuberositas tibiae) dipukul
dengan reflek hamer. respon berupa kontraksi otot guardrisep femoris yaitu
ekstensi dari lutut.
d) Reflek Bisep
Lengan difleksikan terhadap siku dengan sudut 900 supinasi dan lengan
bawah ditopang ada atas (meja periksa) jari periksa ditempat kan pada
tendon m.bisep (diatas lipatan siku) kemudian dipukul dengan reflek
hamer.normal jika ada kontraksi otot biceps, sedikit meningkat bila ada fleksi
sebagian ada pronasi, hiperaktif maka akan tejadi penyebaran gerakan-
gerakan pada jari atau sendi.
e) Reflek trisep
Lengan bawah disemifleksikan, tendon bisep dipukul dengan dengan reflek
hamer (tendon bisep berada pada jarak 1-2 cm diatas olekronon) respon
yang normal adalah kontraksi otot trisep, sedikit meningkat bila ada ekstensi
ringan dan hiperaktif bila ekstensi bila ekstensi siku tersebut menyebar
keatas sampai ke otot – otot bahu.
f) Reflek Achiles
Posisi kaki adalah dorso fleksi untuk memudah kan pemeriksaan reflek ini
kaki yang di[eriksa diletakan/disilangkan diatas tungkai bawah kontral
lateral.tendon achiles dipukul dengan reflek hamer, respon normal berupa
gerakan plantar fleksi kaki.
g) Reflek Superfisial
 Reflek kulit perut
 Reflek kremeaster
 Reflek kornea
 Reflek bulbokavernosus
 Reflek plantar
Reflek Patologis
a) Babinski
Merupakan reflek yang paling penting ia hanya dijumpai pada penyakit
traktus kortikospital.untuk melakukan tes ini, goreslah kuat-kuat bagian
lateral telapak kaki bagian lateraltelapak kaki dari tumit ke arah jari
kelingking dan kemudian melintasi bagian jantung kaki. Respon babinski
timbul jika ibu jari kaki melakukan dorsofleksi dan jari-jari lain
menyebar,klau normalnya adalah fleksi plantar pada semua jari kaki.
Cara lain untuk membangkitkan rangsangan babinski:
 Cara chaddock
Rangsang diberikan dengan jalan menggores bagian lateral maleolus
hasil positif bila gerakan dorsoekstensi dari ibu jari dan gerakan
abduksi dari jarijari lainnya.
 Cara Gordon
Memencet ( mencubit) otot betis
 Cara Oppenheim
Mengurut dengan kuat tibia dan otot tibialis anterior arah mengurut
kebawah (distal)
 Cara Gonda
Memencet (menekan) satu jari kaki dan kemudian melepaskannya
sekonyong koyong.
b) Rangsangan Meningeal
Untuk mengetahui rangsangan selaput otak (misalnya pada meningitis)
dilakukan pemeriksaan :
(1) Kaku kuduk
Bila leher di tekuk secara pasif terdapat tahanan, sehingga dagu tidak
dapat menempel pada dada --- Kaku kuduk positif (+)
(2) Tanda Brudzunsky I
Letakkan satu tangan pemeriksa di bawah kepala klien dan tangan
lain di dada klien untuk mencegah badan tidak terangkat.Kemudian
kepala klien di fleksikan kedada secara pasif.Brudzinsky I positif (+)
(3) Tanda Brudzinsky II
Tanda brudzinsky II positif (+) bila fleksi klien pada sendi panggul
secara pasif akan diikuti oleh fleksi tungkai lainnya pada sendi
panggul dan lutut.
(4) Tanda kerniq
Fleksi tungkai atas tegak lurus,lalu dicoba meluruskan tungkai bawah
pada sendi lutut normal-,bila tungkai membentuk sudut 1350
terhadap tungkai atas. Kerniq + bila ekstensi lutut pasif akan
menyebabkan rasa sakit tebila ekstensi lutut pasif akan
menyebabkan rasa sakit terhadap hambatan.
(5) Test lasegue
Fleksi sendi paha dengan sendi lutut yang lurus akan menimbulkan
nyeri sepanjang Mischiadicus.
c) Data Penunjang
(1) Laboratorium
 Hematologi
 Kimia klinik
(2) Radiologi
 CT Scan: Memperlihatkan adanya edema , hematoma, iskemia dan
adanya infark
 MRI: Menunjukan daerah yang mengalami infark, hemoragik.
 Sinar X Tengkorak: Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng
pineal
L. Diagnosa keperawatan
1. Ketidakefektifan Perfusi jaringan serebral berhubungan dengan aliran darah ke otak
terhambat
2. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi ke otak
3. Defisit perawatan diri: makan, mandi, berpakaian, toileting berhubungan kerusakan
neurovaskuler
4. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler

M. Rencana keperawatan
No Diagnosa Tujuan Intervensi
Keperawatan
1 .Ketidakefektifan Setelah dilakukan Monitorang
Perfusi jaringan tindakan neurologis
serebral b.d aliran keperawatan 1. Monitor ukuran,
darah ke otak diharapkan suplai kesimetrisan,
terhambat. aliran darah keotak reaksi dan bentuk
lancar dengan pupil
kriteria hasil: 2. Monitor tingkat
Nyeri kepala / kesadaran klien
vertigo berkurang 3. Monitir tanda-
sampai dengan tanda vital
hilang 4. Monitor keluhan
Berfungsinya saraf nyeri kepala, mual,
dengan baik muntah
Tandatanda vital 5. Monitor respon
stabil klien terhadap
pengobatan
6. Hindari aktivitas
jika TIK meningkat
7. Observasi
kondisi fisik klien
Terapi oksigen
1. Bersihkan jalan
nafas dari sekret
2. Pertahankan
jalan nafas tetap
efektif
3. Berikan oksigen
sesuai intruksi
4. Monitor aliran
oksigen, kanul
oksigen dan sistem
humidifier
5. Beri penjelasan
kepada klien
tentang pentingnya
pemberian oksigen
6. Observasi tanda-
tanda hipoventilasi
7. Monitor respon
klien terhadap
pemberian oksigen
8. Anjurkan klien
untuk tetap
memakai oksigen
selama aktifitas
dan tidur
2 Kerusakan komunikasi Setelah dilakukan 1. Libatkan
verbal b.d tindakan keluarga untuk
penurunan sirkulasi ke keperawatan, membantu
otak diharapkan klien memahami /
mampu memahamkan
untuk informasi dari / ke
berkomunikasi lagi klien
dengan 2. Dengarkan
kriteria hasil: setiap ucapan klien
dapat menjawab dengan penuh
pertanyaan yang perhatian
diajukan perawat 3. Gunakan kata-
dapat mengerti kata sederhana
dan memahami dan pendek dalam
pesanpesan komunikasi dengan
melalui gambar klien
dapat 4. Dorong klien
mengekspresikan untuk mengulang
perasaannya katakata
secara verbal 5. Berikan arahan /
maupun nonverbal perintah yang
sederhana setiap
interaksi dengan
klien
6. Programkan
speechlanguage
teraphy
7. Lakukan speech-
language teraphy
setiap interaksi
dengan klien
3 Defisit perawatan diri; Setelah dilakukan 1 Kaji kamampuan
mandi,berpakaian, tindakan klien untuk
makan, keperawatan, perawatan diri
diharapkan 2 Pantau
kebutuhan kebutuhan klien
mandiri klien untuk alatalat bantu
terpenuhi, dengan dalam makan,
kriteria mandi, berpakaian
hasil: dan toileting
Klien dapat makan 3 Berikan bantuan
dengan bantuan pada klien hingga
orang lain / mandiri klien
Klien dapat mandi sepenuhnya bisa
dengan bantuan mandiri
orang lain 4 Berikan
Klien dapat dukungan pada
memakai pakaian klien untuk
dengan bantuan menunjukkan
orang lain / mandiri aktivitas normal
Klien dapat sesuai
toileting dengan kemampuannya
bantuan 5 Libatkan keluarga
alat dalam pemenuhan
kebutuhan
perawatan diri klien
4 Kerusakan mobilitas Setelah dilakukan 1 Ajarkan klien
fisik b.d tindakan untuk latihan
kerusakan neurovas- keperawatan rentang gerak aktif
kuler selama, diharapkan pada sisi
klien dapat ekstrimitas yang
melakukan sehat
pergerakan fisik 2 Ajarkan rentang
dengan gerak pasif pada
kriteria hasil : sisi ekstrimitas
Tidak terjadi yang parese / plegi
kontraktur otot dan dalam toleransi
footdrop nyeri
Pasien 3 Topang
berpartisipasi ekstrimitas dengan
dalam program bantal untuk
latihan mencegah
atau mangurangi
bengkak
4 Ajarkan ambulasi
sesuai dengan
tahapan dan
kemampuan klien
DAFTAR PUSTAKA

Batticaca, Fransisca B. (2015). Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Sistem
Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Carpenito, Lynda Juall. 2016. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 10. Jakarta: EGC.
Corwin, Elizabeth J. (2016).Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC
Dewanto, et al. (2016). Panduan Praktis Diagnosis & Tata Laksana Penyakit Saraf.
Jakarta:EGC
Doenges, Marilynn E. dkk. (2015). Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa
Keperawatan, EGC; Jakarta
Muttaqin, Arif. (2015). BukuAjar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Penerbit Salemba Medika.

Nasissi, Denise. 2015. Hemorrhagic Stroke Emedicine. Medscape,.

Silbernagl, S., Florian Lang. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. EGC: Jakarta, 2007.

Smeltzer and Bare. (2015). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Volume 3. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.

Sotirios AT,. 2015. Differential Diagnosis in Neurology and Neurosurgery. New York. Thieme
Stuttgart.
Wlkinson, Judith M .2017. Diagnosa Keperawatan dengan NIC dan NOC. Alih bahasa:
Widyawati dkk. Jakarta:EGC

Anda mungkin juga menyukai