Otak terletak dalam rongga kranium (tengkorak) berkembang dari sebuah tabung
yang mulanya memperhatikan tiga gejala pembesaran otak awal.
a. Otak depan menjadi hemisfer serebri, korpus striatum, thalamus, serta hipotalamus.
b. Otak tengah, tegmentum, krus serebrium, korpus kuadrigeminus.
c. Otak belakang, menjadi pons varoli, medulla oblongata, dan serebelum.
Serebrum
1. Lobus frontalis, adalah bagian dari serebrum yang terletak di depan sulkus sentralis.
2. Lobus parietalis, terdapat di depan sulkus sentralis dan dibelakang oleh korako-
oksipitalis.
3. Lobus temporalis, terdapat dibawah
lateral dari fisura serebralis dan di depan lobus
oksipitalis.
4. Oksipitalis yang mengisi bagian belakang
dari serebrum.
1. Korteks sensoris. Pusat sensasi umum primer suatu hemisfer serebri yang mengurus
bagian badan, luas daerah korteks yang menangani suatu alat atau bagian tubuh
bergantung pada fungsi alat yang bersangkutan. Di samping itu juga korteks sensoris
bagian fisura lateralis menangani bagian tubuh bilateral lebih dominan.
2. Korteks asosiasi. Tiap indra manusia, korteks asosiasi sendiri merupakan kemampuan
otak manusia dalam bidang intelektual, ingatan, berpikir, rangsangan yang diterima
diolah dan disimpan serta dihubungkan dengan daya yang lain. Bagian anterior lobus
temporalis mempunyai hubungan dengan fungsi luhur dan disebut psikokorteks.
3. Korteks motoris menerima impuls dari korteks sensoris, fungsi utamanya adalah
kontribusi pada traktur piramidalis yang mengatur bagian tubuh kontralateral.
Korteks pre-frontal terletak pada lobus frontalis berhubungan dengan sikap mental dan
kepribadian.
Fungsi serebrum
1. Mengingat pengalaman yang lalu.
2. Pusat persarafan yang menangani, aktivitas mental, akal, intelegensi, keinginan, dan
memori.
3. Pusat menangis, buang air besar, dan buang air kecil.
Batang otak
Serebelum
Korteks serebelum dibentuk oleh subtansia grisea, terdiri dari tiga lapisan yaitu
granular luar, lapisan purkinye, lapisan granular dalam. Serabut saraf yang masuk dan
yang keluar dari serebrum harus melewati serebelum
Fungsi serebelum
1. Arkhioserebelum (vestibuloserebelum), serabut aferen berasal dari telinga dalam
yang diteruskan oleh nervus VIII (auditorius) untuk keseimbangan dan rangsangan
pendengaran ke otak.
2. Paleaserebelum (spinoserebelum. Sebagai pusat penerima impuls dari reseptor
sensasi umum medula spinalis dan nervus vagus (N. trigeminus) kelopak mata, rahang
atas, dan bawah serta otot pengunyah.
3. Neoserebelum (pontoserebelum). Korteks serebelum menerima informasi tentang
gerakan yang sedang dan yang akan dikerjakan dan mengaturgerakan sisi badan.
Saraf otak
Saraf Simpatis
Saraf ini terletak di depan kolumna vertebra dan berhubungan dengan sumsum
tulang belakang melalui serabut – serabut saraf. Sistem simpatis terdiri dari 3 bagian, yaitu :
1. Kornu anterior segmen torakalis ke – 1 sampai ke-12 dan segmen lumbalis 1-3 terdapat
nucleus vegetative yang berisi kumpulan – kumpulan sel saraf simpatis. Sel saraf
simpatis ini mempunyai serabut – serabut preganglion yang keluar dari kornu anterior
bersama- sama dengan radiks anterior dan nucleus spinalis. Setelah keluar dari
foramen intervertebralis, serabut – serabut preganglion ini segera memusnahkan diri
dari nucleus spinalis dan masuk ke trunkus simpatikus serabut. Serabut preganglion ini
membentuk sinap terhadap sel – sel simpatis yang ada dalam trunkus simpatikus.
Tetapi ada pula serabut – serabut preganglion setelah berada di dalam trunkus
simpatikus terus keluar lagi dengan terlebih dahulu membentuk sinaps menuju ganglion
– ganglion / pleksus simpatikus.
2. Trunkus simpatikus beserta cabang – cabangnya. Di sebelah kiri dan kanan vertebra
terdapat barisan ganglion saraf simpatikus yang membujur di sepanjang vertebra.
Barisan ganglion – ganglion saraf simpatikus ini disebut trunkus simpatikus. Ganglion –
ganglion ini berisi sel saraf simpatis. Antara ganglion satu dengan ganglion lainnya,
atas, bawah, kiri, kanan, dihubungkan oleh saraf simpatis yang keluar masuk ke dalam
ganglion – ganglion itu. Hali ini menyebabkan sepasang trunkus simpatikus juga
menerima serabut – serabut saraf yang datang dari kornu anterior. Trunkus simpatikus
di bagi menjadi 4 bagian yaitu :
Sistem Parasimpatis
Saraf cranial otonom adalah saraf cranial 3, 7, 9, dan 10. Saraf ini merupakan
penghubung, melalui serabut – serabut parasimpatis dalam perjalanan keluar dari otak
menuju organ – organ sebagian dikendalikan oleh serabut – serabut menuju iris. Dan
dengan demikian merangsang gerakan – gerakan saraf ke -3 yaitu saraf okulomotorik.
Saraf simpatis sacral keluar dari sumsum tulang belakang melalui daerah sacral.
Saraf – saraf ini membentuk urat saraf pada alat – alat dalam pelvis dan bersama saraf –
saraf simpatis membentuk pleksus yang mempersarafi kolon rectum dan kandung kemih.
Refleks miksi juga menghilang bila saraf sensorik kandung kemih mengalami
gangguan. System pengendalian ganda ( simpatis dan parasimpatis ). Sebagian kecil
organ dan kelenjar memiliki satu sumber persarafan yaitu simpatis atau parasimpatis.
Sebagian besar organ memiliki persarafan ganda yaitu : menerima beberapa serabut dari
saraf otonom sacral atau cranial. Kelenjar organ dirangsang oleh sekelompok urat saraf (
masing – masing bekerja berlawanan ).
Dengan demikian penyesuaian antara aktivitas dan tempat istirahat tetap
dipertahankan. Demikian pula jantung menerima serabut – serabut ekselevator dari saraf
simpatis dan serabut inhibitor dari nervus vagus. Saluran pencernaan memiliki urat saraf
ekselevator dan inhibitor yang mempercepaT dan memperlambat peristaltic berturut – turut.
B. Definisi
Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan
oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak sering ini adalah kulminasi penyakit
serebrovaskuler selama beberapa tahun (Smeltzer and Bare, 2015). Menurut Doenges
(2016) stroke/penyakit serebrovaskuler menunjukan adanya beberapa kelainan otak
baik secara fungsional maupun struktural yang disebabkan oleh keadaan patologis dari
pembuluh darah serebral atau dari seluruh sistem pembuluh darah otak.
Menurut Batticaca (2015) stroke adalah suatu keadaan yang timbul karena terjadi
gangguan peredaran darah di otak yang menyebabkan terjadinya kematian jaringan
otak sehingga mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan atau kematian.
menurut Corwin (2016) ada dua klasifikasi umum cedera vascular serebral (stroke) yaitu
iskemik dan hemoragik. Stroke iskemik terjadi akibat penyumbatan aliran darah arteri
yang lama kebagian otak. Stroke Hemoragik terjadi akibat perdarahan dalam otak.
Jadi stroke hemoragik adalah suatu keadaan kehilangan fungsi otak yang diakibatkan
oleh perdarahan dalam otak sehingga mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan
atau kematian.
Stroke non hemoragik adalah sindroma klinis yang awalnya timbul mendadak, progresi
cepat berupa deficit neurologis fokal atau global yang berlangsung 24 jam atau lebih
atau langsung menimbul kematian yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah
otak non straumatik (Arif Mansjoer, 2014)
Stroke non hemoragik merupakan proses terjadinya iskemia akibat emboli dan
trombosis serebral biasanya terjadi setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di
pagi hari dan tidak terjadi perdarahan. Namun terjadi iskemia yang menimbulkan
hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder. (Arif Muttaqin, 2012).
C. Klasifikasi
Secara non hemoragik, stroke dapat dibagi berdasarkan manifestasi klinik dan proses
patologik
(kausal):
1) Berdasarkan manifestasi klinis
a) Serangan Iskemik Sepintas/Transient Ischemic Attack (TIA) Gejala neurologik
yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak akan menghilang dalam
waktu 24 jam.
b) Defisit Neurologik Iskemik Sepintas/Reversible Ischemic Neurological Deficit
(RIND) Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama
dari 24 jam, tapi tidak lebih dari seminggu.
c) Stroke Progresif (Progressive Stroke/Stroke In Evaluation) Gejala neurologik
makin lama makin berat.
d) Stroke komplet (Completed Stroke/Permanent Stroke) Kelainan neurologik
sudah menetap, dan tidak berkembang lagi.
2) Berdasarkan kausal
a) Stroke Trombotik
Stroke trombotik terjadi karena adanya penggumpalan pada pembuluh darah di
otak. Trombotik dapat terjadi pada pembuluh darah yang besar dan pembuluh
darah yang kecil. Pada pembuluh darah besar trombotik terjadi akibat
aterosklerosis yang diikuti oleh terbentuknya gumpalan darah yang cepat.
Selain itu, trombotik juga diakibatkan oleh tingginya kadar kolesterol jahat atau
Low Density Lipoprotein(LDL). Sedangkan pada pembuluh darah kecil,
trombotik terjadi karena aliran darah ke pembuluh darah arteri kecil
terhalang. Ini terkait dengan hipertensi dan merupakan indikator penyakit
aterosklerosis.
b) Stroke Emboli/Non Trombotik
Stroke emboli terjadi karena adanya gumpalan dari jantung atau lapisan lemak
yang lepas. Sehingga, terjadi penyumbatan pembuluh darah yang
mengakibatkan darah tidak bisa mengaliri oksigen dan nutrisi ke otak.
D. Etiologi
Pada tingkatan makroskopik, stroke non hemoragik paling sering disebabkan oleh
emboli ektrakranial atau trombosis intrakranial. Selain itu, stroke non hemoragik juga
dapat diakibatkan oleh penurunan aliran serebral. Pada tingkatan seluler, setiap proses
yang mengganggu aliran darah menuju otak menyebabkan timbulnya kaskade iskemik
yang berujung pada terjadinya kematian neuron dan infark serebri.
1. Emboli
a) Embolus yang dilepaskan oleh arteria karotis atau vertebralis, dapat berasal dari
“plaque athersclerotique” yang berulserasi atau dari trombus yang melekat pada
intima arteri akibat trauma tumpul pada daerah leher.
b) Embolisasi kardiogenik dapat terjadi pada:
Penyakit jantung dengan “shunt” yang menghubungkan bagian kanan dan
bagian kiri atrium atau ventrikel.
1) Penyakit jantung rheumatoid akut atau menahun yang meninggalkan
gangguan pada katup mitralis.
2) Fibrilasi atrium
3) Infarksio kordis akut
4) Embolus yang berasal dari vena pulmonalis
5) Kadangkadang pada kardiomiopati, fibrosis endrokardial, jantung
miksomatosus sistemik
c) Embolisasi akibat gangguan sistemik dapat terjadi sebagai:
1) Embolia septik, misalnya dari abses paru atau bronkiektasis
2) Metastasis neoplasma yang sudah tiba di paru.
3) Embolisasi lemak dan udara atau gas N (seperti penyakit “caisson”).
Emboli dapat berasal dari jantung, arteri ekstrakranial, ataupun dari right-
sided circulation (emboli paradoksikal). Penyebab terjadinya emboli
kardiogenik adalah trombi valvular seperti pada mitral stenosis, endokarditis,
katup buatan), trombi mural (seperti infark miokard, atrial fibrilasi,
kardiomiopati, gagal jantung kongestif) dan atrial miksoma.
Sebanyak 23 persen stroke emboli diakibatkan oleh infark miokard dan 85
persen di antaranya terjadi pada bulan pertama setelah terjadinya infark
miokard.
2. Thrombosis
Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh darah besar (termasuk
sistem arteri karotis) dan pembuluh darah kecil (termasuk sirkulus Willisi dan sirkulus
posterior). Tempat terjadinya trombosis yang paling sering adalah titik percabangan
arteri serebral utamanya pada daerah distribusi dari arteri karotis interna. Adanya
stenosis arteri dapat menyebabkan terjadinya turbulensi aliran darah (sehingga
meningkatkan resiko pembentukan trombus aterosklerosis (ulserasi plak), dan
perlengketan platelet. Penyebab lain terjadinya trombosis adalah polisetemia,
anemia sickle sel, defisiensi protein C, displasia fibromuskular dari arteri serebral,
dan vasokonstriksi yang berkepanjangan akibat gangguan migren. Setiap proses
yang menyebabkan diseksi arteri serebral juga dapat menyebabkan terjadinya stroke
trombotik (contohnya trauma, diseksi aorta thorasik, arteritis).
E. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala dari stroke adalah (Baughman, C Diane.dkk,2000):
1. Kehilangan motoric
Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi)
dan hemiparesis (kelemahan salah satu sisi) dan disfagia
2. Kehilangan komunikasi
Disfungsi bahasa dan komunikasi adalah disatria (kesulitan berbicara) atau afasia
(kehilangan berbicara).
3. Gangguan persepsi
Meliputi disfungsi persepsi visual humanus, heminapsia atau kehilangan
penglihatan perifer dan diplopia, gangguan hubungan visual, spesial dan
kehilangan sensori.
4. Kerusakan fungsi kognitif parestesia (terjadi pada sisi yang berlawanan).
5. Disfungsi kandung kemih meliputi: inkontinensiaurinarius transier, inkontinensia
urinarius peristen atau retensi urin (mungkin simtomatik dari kerusakan otak
bilateral), Inkontinensia urinarius dan defekasiyang berlanjut (dapat mencerminkan
kerusakan neurologi ekstensif).
1) Tanda dan gejala yang muncul sangat tergantung dengan daerah otak yang
terkena: Penngaruh terhadap status mental: tidak sadar, konfus, lupa tubuh
sebelah
2) Pengaruh secara fisik: paralise, disfagia, gangguan sentuhan dan sensasi,
gangguan penglihatan
3) Pengaruh terhadap komunikasi, bicara tidak jelas, kehilangan bahasa.
Dilihat dari bagian hemisfer yang terkena tanda dan gejala dapat berupa:
Hemisfer kiri Hemisfer kanan
Mengalami hemiparese kanan Hemiparese sebelah kiri tubuh
Perilaku lambat dan hatihati Penilaian buruk
Kelainan lapan pandang kana Mempunyai kerentanan terhadap sisi
Disfagia global kontralateral sehingga memungkinkan
Afasia terjatuh ke sisi yang berlawanan
Mudah frustasi tersebut
F. Komplikasi
Setelah mengalami stroke pasien mungkin akan mengalmi komplikasi, komplikasi ini
dapat dikelompokan berdasarkan:
1. Berhubungan dengan immobilisasi infeksi pernafasan, nyeri pada daerah
tertekan, konstipasi dan thromboflebitis.
2. Berhubungan dengan paralisis nyeri pada daerah punggung, dislokasi sendi,
deformitas dan terjatuh
3. Berhubungan dengan kerusakan otak epilepsi dan sakit kepala.
4. Hidrocephalus
Individu yang menderita stroke berat pada bagian otak yang mengontrol respon
pernapasan atau kardiovaskuler dapat meninggal.
G. Patofisiologi
Infark ischemic cerebri sangat erat hubungannya
dengan aterosklerosis dan arteriosklerosis. Aterosklerosis dapat menimbulkan
bermacammacam manifestasi klinis dengan cara:
1. Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi aliran darah.
2. Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya thrombus dan perdarahan
aterm
3. Dapat terbentuk thrombus yang kemudian terlepas sebagai emboli.
4. Menyebabkan aneurisma yaitu lemahnya dinding pembuluh darah atau menjadi lebih
tipis sehingga dapat dengan mudah robek.
Pengobatan Konservatif
Pengobatan Pembedahan
K. Asuhan Keperawatan
Pengkajian
a) Identitas Klien
Mengcakup nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, agama, No Mr, pendidikan,
status pekawinan, diangnosa medis dll.
b) Riwayat Kesehatan
(1) Riwayat Kesehatan Dahulu
Biasanya pada klien ini mempunyai riwayat hipertensi, diabetes melitus,
penyakit jantung, anemi, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama,
pengunaan obat-obat antikoagulan, aspirin dan kegemukan/obesitas.
(2) Riwayat Kesehatan Sekarang
(3) Biasanya klien sakit kepala, mual muntah bahkan kejang sampai tak sadarkan
diri, kleumpuhan separoh badan dan gangguan fungsi otak.
(4) Riwayat Kesehatan Keluarga
(5) Biasanya ada anggota keluarga yang menderita atau mengalami penyakit
seperti : hipertensi, Diabetes Melitus, penyakit jantung.
(6) Riwayat Psikososial
Biasanya masalah perawatan dan biaya pengobatan dapat membuat emosi
dan pikiran klein dan juga keluarga sehingga baik klien maupun keluarga
sering merasakan sterss dan cemas.
c) Pemeriksaan Fisik
(1) Rambut dan hygiene kepala
(2) Mata:buta,kehilangan daya lihat
(3) Hidung,simetris ki-ka adanya gangguan
(4) Leher,
(5) Dada
I: simetris ki-ka
P: premitus
P: sonor
A: ronchi
(6) Abdomen
I: perut acites
P :hepart dan lien tidak teraba
P :Thympani
A :Bising usus (+)
(7) Genito urinaria :dekontaminasi,anuria
(8) Ekstramitas :kelemahan,kelumpuhan.
d) Pemeriksaan Fisik Sistem Neurologis
(1) Tingkat Kesadaran
i. Kualitatif
Adalah fungsi mental keseluruhan dan derajat kewasapadaan.
CMC → dasar akan diri dan punya orientasi penuh
APATIS → tingkat kesadaran yang tampak lesu dan mengantuk
LATARGIE → tingkat kesadaran yang tampak lesu dan mengantuk
DELIRIUM → penurunan kesadaran disertai pe ↑ abnormal aktifitas
psikomotor → gaduh gelisah
SAMNOLEN → keadaan pasien yang selalu mw tidur → diransang
bangun lalu tidur kembali
KOMA → kesadaran yang hilang sama sekali
ii. Kuantitatif
Dengan Menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS)
Respon membuka mata ( E = Eye )
o Spontan (4)
o Dengan perintah (3)
o Dengan nyeri (2)
o Tidak berespon (1)
Respon Verbal ( V= Verbal )
o Berorientasi (5)
o Bicara membingungkan (4)
o Kata-kata tidak tepat (3)
o Suara tidak dapat dimengerti (2)
o Tidak ada respons (1)
Respon Motorik (M= Motorik )
o Dengan perintah (6)
o Melokalisasi nyeri (5)
o Menarik area yang nyeri (4)
o Fleksi abnormal/postur dekortikasi (3)
o Ekstensi abnormal/postur deserebrasi (2)
o Tidak berespon (1)
(2) Pemeriksaaan Nervus Cranialis
a) Test nervus I (Olfactory)
Fungsi penciuman Test pemeriksaan, klien tutup mata dan minta klien
mencium benda yang baunya mudah dikenal seperti sabun, tembakau, kopi
dan sebagainya. Bandingkan dengan hidung bagian kiri dan kanan.
b) Test nervus II ( Optikus)
Fungsi aktifitas visual dan lapang pandang Test aktifitas visual, tutup satu
mata klien kemudian suruh baca dua baris di koran, ulangi untuk satunya.
Test lapang pandang, klien tutup mata kiri, pemeriksa di kanan, klien
memandang hidung pemeriksa yang memegang pena warna cerah,
gerakkan perlahan obyek tersebut, informasikan agar klien langsung
memberitahu klien melihat benda tersebut.
c) Test nervus III, IV, VI (Oculomotorius, Trochlear dan Abducens)
Fungsi koordinasi gerakan mata dan kontriksi pupil mata (N III).
Test N III Oculomotorius (respon pupil terhadap cahaya),
menyorotkan senter kedalam tiap pupil mulai menyinari dari arah
belakang dari sisi klien dan sinari satu mata (jangan keduanya),
perhatikan kontriksi pupil kena sinar.
Test N IV Trochlear, kepala tegak lurus, letakkan obyek kurang lebih
60 cm sejajar mid line mata, gerakkan obyek kearah kanan.
Observasi adanya deviasi bola mata, diplopia, nistagmus.
Test N VI Abducens, minta klien untuk melihat kearah kiri dan kanan
tanpa menengok.
d) Test nervus V (Trigeminus)
Fungsi sensasi, caranya : dengan mengusap pilihan kapas pada kelopak
mata atas dan bawah.
Refleks kornea langsung maka gerakan mengedip ipsilateral.
Refleks kornea consensual maka gerakan mengedip kontralateral.
Usap pula dengan pilihan kapas pada maxilla dan mandibula dengan
mata klien tertutup. Perhatikan apakah klien merasakan adanya
sentuhan
Fungsi motorik, caranya : klien disuruh mengunyah, pemeriksa
melakukan palpasi pada otot temporal dan masseter.
e) Test nervus VII (Facialis)
Fungsi sensasi, kaji sensasi rasa bagian anterior lidah, terhadap
asam, manis, asin pahit. Klien tutup mata, usapkan larutan berasa
dengan kapas/teteskan, klien tidak boleh menarik masuk lidahnya
karena akan merangsang pula sisi yang sehat.
Otonom, lakrimasi dan salvias
Fungsi motorik, kontrol ekspresi muka dengancara meminta klien
untuk: tersenyum, mengerutkan dahi, menutup mata sementara
pemeriksa berusaha membukanya.
f) Test nervus VIII (Acustikus)
Fungsi sensoris :
Cochlear (mengkaji pendengaran), tutup satu telinga klien, pemeriksa
berbisik di satu telinga lain, atau menggesekkan jari bergantian
kanan-kiri.
Vestibulator (mengkaji keseimbangan), klien diminta berjalan lurus,
apakah dapat melakukan atau tidak.
M. Rencana keperawatan
No Diagnosa Tujuan Intervensi
Keperawatan
1 .Ketidakefektifan Setelah dilakukan Monitorang
Perfusi jaringan tindakan neurologis
serebral b.d aliran keperawatan 1. Monitor ukuran,
darah ke otak diharapkan suplai kesimetrisan,
terhambat. aliran darah keotak reaksi dan bentuk
lancar dengan pupil
kriteria hasil: 2. Monitor tingkat
Nyeri kepala / kesadaran klien
vertigo berkurang 3. Monitir tanda-
sampai dengan tanda vital
hilang 4. Monitor keluhan
Berfungsinya saraf nyeri kepala, mual,
dengan baik muntah
Tandatanda vital 5. Monitor respon
stabil klien terhadap
pengobatan
6. Hindari aktivitas
jika TIK meningkat
7. Observasi
kondisi fisik klien
Terapi oksigen
1. Bersihkan jalan
nafas dari sekret
2. Pertahankan
jalan nafas tetap
efektif
3. Berikan oksigen
sesuai intruksi
4. Monitor aliran
oksigen, kanul
oksigen dan sistem
humidifier
5. Beri penjelasan
kepada klien
tentang pentingnya
pemberian oksigen
6. Observasi tanda-
tanda hipoventilasi
7. Monitor respon
klien terhadap
pemberian oksigen
8. Anjurkan klien
untuk tetap
memakai oksigen
selama aktifitas
dan tidur
2 Kerusakan komunikasi Setelah dilakukan 1. Libatkan
verbal b.d tindakan keluarga untuk
penurunan sirkulasi ke keperawatan, membantu
otak diharapkan klien memahami /
mampu memahamkan
untuk informasi dari / ke
berkomunikasi lagi klien
dengan 2. Dengarkan
kriteria hasil: setiap ucapan klien
dapat menjawab dengan penuh
pertanyaan yang perhatian
diajukan perawat 3. Gunakan kata-
dapat mengerti kata sederhana
dan memahami dan pendek dalam
pesanpesan komunikasi dengan
melalui gambar klien
dapat 4. Dorong klien
mengekspresikan untuk mengulang
perasaannya katakata
secara verbal 5. Berikan arahan /
maupun nonverbal perintah yang
sederhana setiap
interaksi dengan
klien
6. Programkan
speechlanguage
teraphy
7. Lakukan speech-
language teraphy
setiap interaksi
dengan klien
3 Defisit perawatan diri; Setelah dilakukan 1 Kaji kamampuan
mandi,berpakaian, tindakan klien untuk
makan, keperawatan, perawatan diri
diharapkan 2 Pantau
kebutuhan kebutuhan klien
mandiri klien untuk alatalat bantu
terpenuhi, dengan dalam makan,
kriteria mandi, berpakaian
hasil: dan toileting
Klien dapat makan 3 Berikan bantuan
dengan bantuan pada klien hingga
orang lain / mandiri klien
Klien dapat mandi sepenuhnya bisa
dengan bantuan mandiri
orang lain 4 Berikan
Klien dapat dukungan pada
memakai pakaian klien untuk
dengan bantuan menunjukkan
orang lain / mandiri aktivitas normal
Klien dapat sesuai
toileting dengan kemampuannya
bantuan 5 Libatkan keluarga
alat dalam pemenuhan
kebutuhan
perawatan diri klien
4 Kerusakan mobilitas Setelah dilakukan 1 Ajarkan klien
fisik b.d tindakan untuk latihan
kerusakan neurovas- keperawatan rentang gerak aktif
kuler selama, diharapkan pada sisi
klien dapat ekstrimitas yang
melakukan sehat
pergerakan fisik 2 Ajarkan rentang
dengan gerak pasif pada
kriteria hasil : sisi ekstrimitas
Tidak terjadi yang parese / plegi
kontraktur otot dan dalam toleransi
footdrop nyeri
Pasien 3 Topang
berpartisipasi ekstrimitas dengan
dalam program bantal untuk
latihan mencegah
atau mangurangi
bengkak
4 Ajarkan ambulasi
sesuai dengan
tahapan dan
kemampuan klien
DAFTAR PUSTAKA
Batticaca, Fransisca B. (2015). Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Sistem
Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Carpenito, Lynda Juall. 2016. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 10. Jakarta: EGC.
Corwin, Elizabeth J. (2016).Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC
Dewanto, et al. (2016). Panduan Praktis Diagnosis & Tata Laksana Penyakit Saraf.
Jakarta:EGC
Doenges, Marilynn E. dkk. (2015). Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa
Keperawatan, EGC; Jakarta
Muttaqin, Arif. (2015). BukuAjar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Penerbit Salemba Medika.
Silbernagl, S., Florian Lang. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. EGC: Jakarta, 2007.
Smeltzer and Bare. (2015). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Volume 3. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Sotirios AT,. 2015. Differential Diagnosis in Neurology and Neurosurgery. New York. Thieme
Stuttgart.
Wlkinson, Judith M .2017. Diagnosa Keperawatan dengan NIC dan NOC. Alih bahasa:
Widyawati dkk. Jakarta:EGC