Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Tujuan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimuat dalam Alinea IV Pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD 1945)
telah sangat jelas menyebutkan tujuan dari pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI) yaitu untuk “melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia
dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan
sosial”. Untuk Tujuan sebagaimana tersebut, Negara melalui Pemerintah berupaya melakukan
pembangunan-pembangunan yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan
social.
Pemerintah sejak Kemerdekaan Republik Indonesia menggalakkan pembangunan-
pembangunan tersebut yang diistilahkan dengan Pembangunan Nasional. Pembangunan nasional
adalah kegiatan yang berlangsung secara terus - menerus dan berkesinambungan. Pembangunan
tersebut bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan kesejahteraan rakyat Indonesia
secara adil, makmur dan merata. Agar tujuan tersebut dapat terwujud maka dibutuhkan dana, yang
salah satunya berasal dari penerimaan pajak. Pajak merupakan pendapatan negara yang cukup
potensial, untuk mencapai tujuan pembangunan nasional. Penerimaan dari sektor pajak ternyata
salah satu sumber penerimaan terbesar negara. Negara akan maju kalau pajak tetap ada dan negara
akan hancur kalau tidak ada pajak.
Dalam rangka membiayai berbagai keperluan pembangunan, negara sangat membutuhkan
dana yang tidak sedikit. Antara lain untuk membiayai gaji pegawai, subsidi, membangun jembatan,
terminal, jalan, dana untuk keamanan, pendidikan, kebudayaan, kesejahteraan sosial,
kependudukan, perumahan rakyat dan fasilitas untuk kesehatan. Jika melihat struktur Rencana
Anggaran Pendapatan Belanja Negara 2001, ada dua pos penerimaan sebagai sumber dana biaya
pembangunan yaitu penerimaan dalam negeri dan penerimaan luar negeri yang sebenarnya lebih
tepat disebut sebagai bantuan.
Namun pada akhirnya pajak menjadi prioritas penting untuk dijadikan sumber penerimaan
utama bagi negara. Sekarang ini pajak masih dijadikan salah satu sumber penerimaan Negara yang
dinilai masih efektif, meskipun kondisi Indonesia saat ini masih dilanda krisis ekonomi yang
belum jelas penyelesaiannya. Oleh karena itu peran masyarakat dalam pembiayaan pembangunan
harus terus ditumbuhkan dengan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang kewajibannya
membayar pajak. Pajak merupakan alternatif yang sangat potensial. Sebagai salah satu sumber
penerimaan Negara yang sangat potensial, sektor pajak merupakan pilihan yang sangat tepat,
selain karena jumlahnya yang relatif stabil. Juga merupakan cerminan partisipasi aktif masyarakat
dalam membiayai pembangunan. Jenis pungutan di Indonesia terdiri dari pajak Negara (pajak
pusat), pajak daerah, retribusi daerah, bea dan cukai dan penerimaan Negara bukan pajak. Dalam
Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 pasal 1 ayat (1) , menjelaskan bahwa pajak adalah kontribusi
wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa
berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan langsung dan digunakan untuk
keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dari pengertian tersebut kita dapat
menganalisis bahwa pajak merupakan kontribusi wajib kepada negara. Kata wajib artinya bahwa
semua warga negara wajib untuk membayar pajak, namun harus berdasarkan Undang-Undang
tentang pelaksanaanya entah proses pemungutannya atau besarnya pungutan pajak tersebut.
Pajak tidak mendapatkan imbalan langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Walaupun tidak dapat dirasakan langsung namun pajak
seperti yang disebutkan diatas bahwa digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat. Jadi jelas bahwa peranan pajak selain untuk fungsi budgeter yaitu fungsi
pajak yang bertujuan untuk memasukan penerimaan uang untuk Kas Negara sebanyak banyaknya
dalam mengisi RAPBN, sesuai dengan penerimaan pajak yang telah ditetapkan.
Dari pemaparan di atas, betapa pentingnya peranan pajak dalam pembangunan. Ketertiban
dan kemajuan bidang perpajakan dengan pembangunan nasional. Oleh karena itu untuk
mengetahui lebih detail dan jelas maka, dalam Makalah ini penulis akan mengkaji tentang :
“Peranan Pajak dalam Pembangunan”

B. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan yang digunakan dalam penulisan adalah dengan menggunakan tipe
penelitian hukum normatif, yakni mengkonsepsikan hukum sebagai norma, kaidah, asas, atau
dogma-dogma, dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan, yang dijelaskan secara
deskriptif berdasarkan permasalahan dengan berbagai aturan-aturan hukum dan literatur, serta
mencari suatu opini hukum tentang masalah yang menjadi objek permasalahan. Penulis dalam
hal ini berusaha untuk memahami menganalisis dan mengkaji tentang Konsep dan dasar
pemungutan pajak dan peran serta fungsi pajak dalam pembangunan.
Sumber data yang dipergunakan pada penelitian ini adalah data sekunder yang terdiri dari:
1) Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, yakni: Undang - undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Ketentuan Umum Perpajakan, sumber peraturan
perundang-undangan lain yang mengatur tentang topik yang dibahas.
2) Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan
hukum primer, buku – buku, karya tulis hukum atau pandangan ahli hukum. Yang termuat dalam
media massa, internet dengan menyebut nama situsnya, serta artikel – artikel yang relevan dengan
topik penelitian.
3) Bahan tertier adalah bahan pendukung di luar bidang hukum seperti kamus ensiklopedia atau
majalah yang terkait dengan Perikatan yang timbul dari Kuasa.
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan Makalah ini selain untuk memenuhi kewajiban tugas mahasiswa
Mata Kuliah Pengantar Ekonomi Pembangunan Semester Empat pada Program Studi Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Tama Jagakarsa. Penulis ingin meneliti dan belajar serta
mengetahui lebih terang dan jelas tentang Peranan pajak dalam pembangunan.
Tujuan Penulisan Makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui bagaimana Konsep Pajak yang berlaku di Indonesia
2. Untuk mengetahui bagaimanakah Peranan Pajak dalam Pembangunan di Indonesia
BAB II
PERMASALAHAN

A. Sejarah Perpajakan Indonesia

Pada mulanya pajak merupakan suatu upeti (pemberian secara cumacuma) namun sifatnya
merupakan suatu kewajiban yang dapat dipaksakan yang harus dilaksanakan oleh rakyat
(masyarakat) kepada seorang raja atau penguasa. Saat itu, rakyat memberikan upetinya kepada raja
atau penguasa berbentuk natura berupa padi, ternak, atau hasil tanaman lainnya seperti pisang,
kelapa, dan lainlain. Pemberian yang dilakukan rakyat saat itu digunakan untuk keperluan atau
kepentingan raja atau penguasa setempat dan tidak ada imbalan atau prestasi yang dikembalikan
kepada rakyat karena memang sifatnya hanya untuk kepentingan sepihak dan seolah-olah ada
tekanan secara psikologis karena kedudukan raja yang lebih tinggi status sosialnya dibandingkan
rakyat.
Dalam perkembangannya, sifat upeti yang diberikan oleh rakyat tidak lagi hanya untuk
kepentingan raja saja, tetapi sudah mengarah kepada kepentingan rakyat itu sendiri. Artinya
pemberian kepada rakyat atau penguasa digunakan untuk kepentingan umum seperti untuk
menjaga keamanan rakyat, memelihara jalan, pembangun saluran air, membangun sarana sosial
lainnya, serta kepentingan umum lainnya.Perkembangan dalam masyarakat mengubah sifat upeti
(pemberian) yang semula dilakukan cuma-cuma dan sifatnya memaksa tersebut, yang kemudian
dibuat suatu aturan-aturan yang lebih baik agar sifatnya yang memaksa tetap ada, namun unsur
keadilan lebih diperhatikan. Untuk memenuhi unsur keadilan inilah maka rakyat diikutsertakan
dalam membuat aturan-aturan dalam pemungutan pajak, yang nantinya akan dikembalikan juga
hasilnya untuk kepentingan rakyat sendiri.

Di Indonesia, sejak zaman kolonial Belanda ternyata telah diberlakukan cukup banyak
undang-undang yang mengatur mengenai pembayaran pajak, yaitu sebagai berikut:
1. Ordonansi Pajak Rumah Tangga;
2. Aturan Bea Meterai;
3. Ordonansi Bea Balik Nama;
4. Ordonansi Pajak Kekayaan;
5. Ordonansi Pajak Kendaraan Bermotor;
6. Ordonansi Pajak Upah;
7. Ordonansi Pajak Potong;
8. Ordonansi Pajak Pendapatan
9. Undang-undang Pajak Radio;
10. Undang-undang Pajak Pembangunan I;
11. Undang-undang Pajak Peredaran.

Kemudian diundangkan lagi beberapa undang-undang, antara lain:


1. UU Pajak Penjualan Tahun 1951 yang diubah dengan UU No. 2 Tahun 1968;
2. UU No. 21 Tahun 1959 tentang Pajak Deviden yang diubah dengan Undangundang No. 10
Tahun 1967 tentang Pajak atas Bunga, Dividen, dan Royalti;
3. UU No. 19 Tahun 1959 tentang Penagihan Pajak Negara dengan Surat Paksa;
4. UU No. 74 Tahun 1958 tentang Pajak Bangsa Asing;
5. UU No. 8 Tahun 1967 tentang Tata Cara Pemungutan PPd, PKK, dan PPs atau Tata Cara
MPS-MPO.

Pada tahun 1983, pemerintah bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat sepakat
melakukan reformasi undang-undang perpajakan yang ada dengan mencabut semua undang-
undang yang ada dan mengundangkan 5 (lima) paket undang-undang perpajakan yang sifatnya
lebih mudah dipelajari dan dipraktikkan serta tidak menimbulkan duplikasi dalam hal pemungutan
pajak dan unsur keadilan menjadi lebih diutamakan, bahkan sistem perpajakan yang semula
official assessment diubah menjadi self assessment. Kelima undang-undang tersebut adalah :
1. UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP);
2. UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (PPh);
3. UU No. 8 Tahun 1983 tentang PPN dan PPnBM;
4. UU No. 12 Tahun1985 tentang PBB (masih menggunakan official assessment);
5. UU No. 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai (BM).

Pada tahun 1994, empat dari kelima undang-undang di atas kemudian mengalami
perubahan dengan mengubah beberapa pasal yang dipandang perlu dengan undang-undang, yaitu:
1. UU No.6 Tahun 1983 diubah dengan UU No. 9 Tahun 1994;
2. UU No. 7 Tahun 1983 diubah dengan UU No. 10 Tahun 1994;
3. UU No. 8 Tahun 1983 diubah dengan UU No. 11 Tahun 1994;
4. UU No. 12 Tahun 1985 diubah dengan UU No. 12 Tahun 1994;

Kemudian pada tahun 1997 pemerintah membuat beberapa undangundang yang berkaitan
dengan masalah perpajakan untuk mendukung undangundang yang sudah ada, yaitu:
1. UU No. 17 Tahun 1997 tentang Badan Penyelesaian dan Sengketa Pajak;
2. UU No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah;
3. UU No. 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa;
4. UU No. 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak;
5. UU No. 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

Adanya perkembangan ekonomi dan masyarakat yang terus menerus dan untuk
memberikan rasa keadilan dan pelayanan kepada Wajib Pajak, maka pada tahun 2000 pemerintah
kembali mengubah undang-undang perpajakan, yaitu:
1. UU No. 16 Tahun 2000 tentang KUP;
2. UU No. 17 Tahun 2000 tentang PPh;
3. UU No. 18 Tahun 2000 tentang PPN dan PPnBM;
4. UU No. 19 Tahun 2000 tentang PPSP;
5. UU No. 21 Tahun 2000 tentang BPHTB
6. UU No. 34 Tahun 2000 tentang PDRD; serta
7. Peraturan Pemerintah (PP) No. 24 Tahun 2000 tentang Perubahan Tarif Bea Meterai.

Perubahan terakhir undang-undang perpajakan baru-baru ini dilakukan pada tahun 2007
dan 2008 yang menghasilkan UU KUP No. 28 Tahun 2007 yang berlaku mulai tahun 2008 dan
UU PPh No. 36 Tahun 2008 yang berlaku mulai tahun 2009. Namun, dilatarbelakangi adanya
sunset policy beberapa waktu lalu, maka UU KUP diperbaharui lagi dengan adanya UU No. 16
Tahun 2009 sebagai penetapan Perpu No. 5 Tahun 2008 yang hanya mengubah satu bunyi
ketentuan Pasal 37A ayat (1) UU KUP No. 28 Tahun 2007.UU PPN/PPNBM No. 42 tahun 2009
yg berlaku 1 April 2010.
B. Sistem dan Dasar Penagihan Pajak
Falsafah Pajak di Indonesia, Pasal 23 ayat (2) UUD 1945, menjelaskan “ Segala pajak
untuk kegunaan kas Negara berdasarkan undang-undang”. Artinya pemungutan pajak dilakukan
berdasarkan Undang-undang. Dan segala pungutan yang tidak berdasarkan undang-undang
(undang-undang dalam arti luar) adalah tidak sah dan tidak dibenarkan.
Di Inggris, dalil pajaknya adalah : “ No taxation without representation “. Yang dalam
bahasa Indonesia berarti Tolak pajak tanpa perwakilan rakyat". Pernyataan atau slogan tersebut
adalah sebuah seruan dalam Perang Kemerdekaan Amerika. Selama revolusi berlangsung,
pendukung kemerdekaan Amerika Serikat memprotes kenyataan bahwa ke-13 koloni harus
membayar pajak ke London, namun mereka tidak memiliki perwakilan di Parlemen. Mereka
menuntut hak semua orang Inggris, bahwa perwakilan yang dipilih oleh mereka dapat menarik
pajak. Slogan No taxation without representation tersebut kemudian pada tahun 1750-an
digunakan di Amerika Serikat pada masa revolusi dan berkembang slogan istilah baru, “Taxation
without Representation is Robbery”. Pemungutan pajak tanpa persetujuan dewan perwakilan
rakyat dalam bentuk undang-undang adalah perampokan.50
Di Indonesia pemungutan pajak berdasarkan Undang-undang Dasar 1945 yaitu pasal 23
ayat (2) yang kemudian dijadikan dasar hukum pembuatan Undangundang pajak. Pendapat ahli
hukum tentang pemungutan pajak. Prof. Soerjono Soekanto dalam bukunya, “Teori yang Murni
tentang Hukum” (1985) mengatakan sebagai berikut:

“Perintah seorang penjahat untuk menyerahkan sejumlah uang mempunyai arti subjektif yang
sama dengan perintah petugas pajak, oleh karena pihak yang terkena perintah itu harus
menyerahkan sejumlah uang. Namun, hanya perintah seorang petugas pajak yang mempunyai arti
sebagai kaidah yang sah, oleh karena perbuatan petugas pajak berlandaskan perundang-undangan
pajak”.

Adapun dasar penagihan pajak, antara lain:


1) Surat Tagihan Pajak (STP)
STP diterbitkan apabila pajak dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar, Wajib
Pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda administrasi dan/atau bunga.
Dari hasil penelitian Surat Pemberitahuan terdapat kekurangan pembayaran pajak
sebagai akibat salah tulis dan/atau salah hitung. Surat Tagihan Pajak mempunyai
kekuatan hukum yang sama dengan Surat Ketetapan Pajak.
2) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)
SKPKB diterbitkan terhadap wajib pajak yang nyata-nyata atau berdasarkan hasil
pemeriksaan tidak memenuhi kewajiban formal dan kewajiban material Perpajakan.
3) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)
SKPKBT dapat diterbitkan Dirjen Pajak dalam jangka waktu 10 tahun sesudah saat
terutang pajak, apabila ditemukan data baru dan atau data yang semula belum terungkap
yang menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terutang.
4) Surat Keputusan Pembetulan
Surat Keputusan Keberatan dan Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang
harus dibayar bertambah.

Apabila utang pajak yang tercantum dalam Surat Ketetapan di atas tidak atau kurang
dibayar sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran, maka dapat segera dilaksanakan tindakan
penagihan aktif.
Istilah-istilah yang berhubungan dengan Penagihan Pajak :
a. Penagihan Pajak adalah serangkaian tindakan oleh juru sita agar Penanggung Pajak
melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan,
melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan Surat Paksa,
mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual
barang yang telah disita. (UU PPSP Pasal 1 ayat ( 9) ).
b. Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas
pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban Wajib
Pajak menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. (UU PPSP Pasal 1
ayat (3) ).
c. Utang Pajak adalah pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi administrasi berupa
bunga, denda atau kenaikan yang tercantum dalam surat ketetapan pajak atau surat
sejenisnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. (UU PPSP
Pasal 1 ayat (8)).
d. Biaya Penagihan Pajak adalah biaya pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan
Penyitaan, Pengumuman Lelang, Pembatalan Lelang, Jasa Penilai dan biaya lainnya
sehubungan dengan penagihan pajak. (UU PPSP Pasal 1 ayat (13)).
e. Penagihan Seketika dan Sekaligus adalah tindakan penagihan pajak yang dilaksanakan oleh
Juru sita Pajak kepada Penanggung Pajak tanpa menunggu tanggal jatuh tempo
pembayaran yang meliputi seluruh utang pajak dari semua jenis pajak, Masa Pajak, dan
Tahun Pajak. (UU PPSP Pasal 1 ayat (11)).
f. Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak. (UU
PPSP Pasal 1 ayat (12)).
g. Pencegahan adalah larangan bersifat sementara terhadap Penanggung Pajak tertentu untuk
keluar dari wilayah Negara Republik Indonesia berdasar alasan tertentu sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan. (UU PPSP Pasal 1 ayat (20)).
h. Penyitaan adalah tindakan Juru sita Pajak untuk menguasai barang Penanggung Pajak, guna
dijadikan jaminan untuk melunasi utang pajak menurut peraturan perundang-
undangan.(UU PPSP Pasal 1 ayat (14) ).
i. Penyanderaan adalah pengekangan sementara waktu kebebasan Penanggung Pajak dengan
menempatkannya di tempat tertentu. (UU PPSP Pasal 1 ayat (21)).
j. Lelang adalah setiap penjualan barang di muka umum dengan cara penawaran harga secara
lisan dan atau tertulis melalui usaha pengumpulan peminat atau calon pembeli. (UU PPSP
Pasal 1 ayat (17)).”
Tindakan penagihan pajak dilakukan apabila pajak yang terutang sebagaimana tercantum dalam
Surat Tagihan Pajak (STP), SKPKB, SKPKBT, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan
Keberatan, Putusan Banding yang menyebabkan pajak yang harus dibayar bertambah, tidak atau
kurang bayar setelah lewat tanggal jatuh tempo pembayaran pajak yang bersangkutan. Dalam
bidang administrasi perpajakan dikenal beberapa bentuk tindakan penagihan yaitu penagihan pasif,
penagihan aktif dan penagihan dengan surat paksa.
1) Penagihan Pasif
Penagihan pasif adalah tindakan yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak dengan cara
memberikan himbauan kepada Wajib Pajak agar melakukan pembayaran pajak sebelum tanggal
jatuh tempo. Penagihan pajak dilakukan dengan menggunakan Surat Tagihan Pajak (STP),
SKPKB, SKPKBT, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding
yang menyebabkan jumlah pajak terutang menjadi lebih besar. Penagihan pasif merupakan tugas
pengawasan fiskus atau kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajibannya sesuai dengan
Undang-undang yang berlaku.
2) Penagihan Aktif
Penagihan aktif adalah penagihan yang didasarkan pada STP, SKPKB, SKPKBT yang jatuh
temponya telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan yaitu 1 bulan
terhitung mulai dari STP, SKPKB, SKPKBT diterbitkan. Penagihan aktif ini merupakan
kelanjutan dari penagihan pasif, oleh sebab itu dalam upaya penagihan ini fiskus berperan aktif,
dalam arti tidak hanya mengirim STP atau SKP tetapi juga akan diikuti dengan tindakan dan
dilanjutkan dengan pelaksanaan lelang.

C. Asas dan Teori Pemungutan Pajak


Adam smith (1723-1790) dalam bukunya “an inquiry into the nature and causes of the
wealth of nations” (terkenal dengan nama wealth of nations) mengemukakan empat asas
pemungutan pajak yang lazim disebut “the four cannons maxims taxation“. Suatu aturan hukum
tentang pajak yang adil harus memenuhi syarat :
1. Asas kesamaan (equality) dan keadilan (equity) Asas kesamaan (equality) dan keadilan
(equity) dalam the four maxim tidak memperbolehkan suatu negara mengadakan
diskriminasi di antara sesama wajib pajak. Dalam keadaan yang sama, para wajib pajak
harus dikenakan pajak yang sama pula. Pemungutan pajak harus bersifat adil dan merata,
yaitu pajak dikenakan kepada orang pribadi yang harus sebanding dengan kemampuan
membayar pajak atau ability to pay dan sesuai dengan manfaat yang diterima. Adil
dimaksudkan bahwa setiap wajib pajak menyumbangkan uang untuk pengeluaran
pemerintah sebanding dengan kepentingannya dan manfaat yang diminta
2. Asas kepastian hukum (certainty) Selanjutnya, asas kepastian hukum (certainty) dalam
the four maxim menyatakan, pajak yang harus dibayar oleh seseorang harus terang
(certain) dan tidak mengenal kompromis (not arbitary). Dalam asas certainty ini,
kepastian hukum yang dipentingkan adalah yang mengenai subjek, objek, besarnya pajak,
dan juga ketentuan mengenai waktu pembayarannya.
3. Asas tepat waktu (convenient of payment) Bahwa pajak harus dipungut pada saat yang
tepat bagi wajib pajak (saat yang paling baik), misalnya disaat wajib pajak baru menerima
penghasilannya atau disaat wajib pajak menerima hadiah. Sistem pemungutan ini disebut
pay as you earn
4. Asas economic of collection Bahwa biaya pemungutan pajak diusahakan sehemat
mungkin, jangan sampai terjadi biaya pemungutan pajak yang lebih besar dari hasil
pemungutan pajak.

Menurut Menurut W.J Langen :


1. Asas daya pikul Definisi asas daya pikul adalah penyesuaian besar pungutan pajak terhadap
penghasilan wajib pajak. Seorang yang berpenghasilan besar maka akan membayar pajak
yang lebih besar juga, demikian sebaliknya.
2. Asas manfaat Dalam asas manfaat berate pajak yang dipungut harus benar- benar
dimanfaatkan untuk pembangunan dan kepentingan umum.
3. Asas kesejahteraan rakyat Pajak yang dipungut adalah digunakan sebesar- besarnya untuk
mensejahterakan rakyat.
4. Asas kesamaan Dalam asas kesamaan berarti setiap wajib pajak diberlakukan sama dalam
hal tarif pemungutan pajak.
5. Asas beban sekecil- kecilnya Artinya adalah pemungutan pajak tidak boleh memberatkan
wajib pajak, maka dari itu nilai yang dikenakan harus rendah jika dibandingkan dengan
nilai objek pajak itu sendiri.
Menurut Adolf Wagner :
1. Asas politik finansial
Asas politik finansial berarti pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara harus
memadai sehingga dapat membiaya pembangunan dan mendorong perekonomian negara.
2. Asas ekonomi
Asas ini mengemukakan bahwa penentuan objek pajak harus tepat sasaran, seperti pada
penetapan pajak pendapatan dan pajak barang mewah.
3. Asas keadilan
Pemungutan pajak harus berlaku secara umum, adil dan tidak diskriminatif
4. Asas administrasi
Asas administrasi mengatur segala permasalahan berhubungan dengan perpajakan seperti
bagaimana cara membayar pajak, besar biaya pajak dan dimana tempat membayar pajak.
5. Asas yuridis
Asas yuridis yaitu segala pungutan pajak harus dilakukan berdasarkan undang undang.

Di Indonesia kita mengenal 4 asas dalam pemungutan pajak yaitu hukum, yuridis, ekonomis, dan
finansial. Untuk lebih jelasnya akan coba papar singkat.
1. Asas falsafah hukum Dalam asas ini berbicara tentang keadlian dalam pemungutan pajak
yang diterapkan negara kepada wajib pajaknya
2. Asas yuridis Pada asas ini lebih berfokus pada permasalahan bahwa hukum yang memayungi
pajak harus dinyatakan secara tegas yang berbentuk keadilan bagi negara maupun rakyatnya.
Jadi intinya pajak itu harus berdasar UU itu artinya bahwa setiap pajak pasti harus mendapat
persetujuan DPR. Jadi disini dalam penetepan pajak rakyat pun terlibat dengan diwakilkan oleh
DPR.
3. Asas ekonomis Disini berarti bahwa pajak berfungsi sebagai pengatur budgeter dan pajak
disini diharapkan bias mengatur perekonomian. Lewat berbagai kebijakan mengenai pajak.
4. Asas financial Menurut asas ini bahwa pajak harus dilaksanakan dengan asas efektif dan
efisien. Efisien berarti biaya pemungutan pajak harus serendah mungkin dibandingkan dengan
perolehan pajak yang diterima.
BAB III
PEMBAHASAN

A. Peran Pajak dalam Pembangunan


Seperti negara-negara berkembang lainnya, Indonesia mempunyai masalah dengan poverty
vicious circle (lingkaran setan kemiskinan). Dengan besarnya penerimaan pajak yang diterima oleh
negara, diharapkan negara dapat memutar roda perekonomian dengan cara penyertaan modal pada
perusahaanperusahaan milik negara dan melakukan pembangunan, sehingga negara dapat
melakukan peningkatan pembelanjaan barang modal dan belanja rutin yang dampaknya akan
dirasakan oleh sektor swasta sebagai rekanan pemerintah. Untuk menjadi negara maju, kita
memerlukan dana yang besar.62
Pendapatan Negara berdasarkan APBN tahun 2013 terdiri dari Pajak Dalam Negeri
Rp1.099,94 T ( 73,23%), Sumber Daya Alam (SDA) Rp 203,73 T (13,56%), Pajak Perdagangan
Internasional Rp 48,42 T ( 3,22%), Penerimaan Bukan Pajak (selain SDA) Rp 149,92 T(9,98%)
dimana Pendapat Negara terbesar berasal dari Pajak Dalam Negeri. Terkadang untuk pemenuhan
kebutuhan Negara masih mengalami difisit.Indonesia menganggarkan pembayaran bunga utang
pada tahun 2013 sebesar Rp 112,5 T. Apabila kita tidak mempunyai utang sebesar itu, maka dana
tersebut dapat digunakan untuk pembangunan infrastruktur dan pembiayaan lainnya untuk
kesejahteraan rakyat Indonesia. Untuk mencegah timbulnya utang baru yang akan membebani
Indonesia, maka Indonesia memerlukan dana yang besar yang berasal dari pendapatan dalam negeri.
Pendapatan dalam negeri dimaksud diantaranya adalah Sumber Daya Alam (SDA), Pajak, dan
Penerimaan Bukan Pajak Lainnya.
Dalam APBN yang dibuat oleh pemerintah terdapat tiga sumber penerimaan yang menjadi
pokok andalan, yaitu:

a. Penerimaan dari sektor pajak;


b. Penerimaan dari sektor migas; dan
c. Penerimaan dari sektor bukan pajak.

Penerimaan dari sektor pajak merupakan salah satu sumber penerimaan terbesar Negara.
Penerimaan dari migas, yang dahulu selalu menjadi andalan penerimaan Negara, sekarang ini
sudah tidak bisa diharapkan sebagai sumber penerimaan keuangan Negara yang terus menerus
karena sifatnya yang tidak dapat diperbarui (non renewable resources). Penerimaan migas pada
suatu waktu akan habis sedangkan pemnerimaan pajak selalu dapat diperbarui sesuai dengan
perkembangan ekonomi dan masyarakat itu sendiri. Di tinjau dari fungsinya, pajak sendiri terbagi
atas 4 bagian, antara lain sebagai berikut :
1. Fungsi budgeter/anggaran
Sebagai sumber devisa negara, pajak memang memiliki peran vital didalam mencukupi
kebutuhan-kebutuhan pengeluaran negara. Karena bagaimanapun, melalui pajaklah pemerintah
dapat menjalankan tugas-tugas rutinnya sebagai kepala negara dan melaksanakan berbagai
agenda pembangunan. Untuk saat ini, mungkin pungutan pajak digunakan pemerintah sebagai
pembiayaan belanja pegawai, pengadaan barang, pemeliharaan disejumlah pra-sarana umum,
dan masih banyak lainnya. Pemerintah hingga saat ini masih mengupayakan untuk
mengoptimalkan pendapatan dari sektor pajak guna memenuhi pembiayaan pembangunan yang
kian hari memang selalu meningkat.
2. Fungsi regulered/pengatur
Pemerintah bisa saja meningkatkan sistem perekonomian negara melalui sektor pajak. Melalui
fungsi dari pada mengatur inilah, pajak dapat dimanfaatkan pemerintah sebagai alat tempur
untuk mencapai berbagai tujuan. Contohnya sebagai upaya pemerintahan dalam hal
meningkatkan sistem penanaman modal, baik dari pihak asing ataupun dalam negeri,
pemerintah memberikan berbagai fasilitas seperti keringanan biaya pajak. Dalam upaya
pemerintah melindungi produksi dalam negeri supaya aman, pemerintah harus menerapkan
biaya pajak masuk dari luar negeri yang mahal.
3. Fungsi stabilitas
Dengan adanya sistem perpajakan yang diterapkan, otomatis pemerintah akan mendapatkan
dukungan dana yang cukup. Dukungan dana tersebut bisa saja dimanfaatkan oleh pemerintah
untuk membuat kebijakan-kebijakan khusus guna menstabilkan harga-harga barang didalam
negeri, sehingga diharapkan angka inflansi dalam negeri akan dapat selalu dikendalikan dengan
baik. Untuk menstabilkan harga barang dan menekan angka inflansi dalam negeri, peran
pemerintah sangat diperlukan. Dalam hal ini pemerintah harus mulai mengatur jalannya
peredaran uang dalam lingkup masyarakat, pemungutan pajak, danpenggunaan dana hasil pajak
dengan efektif dan efisien.
4. Fungsi redistribusi pendapatan
Sistem perpajakan yang diterapkan oleh negara memang bersifat wajib dibayarkan bagi setiap
lapisan masyarakat, baik dari kalangan perkotaan hingga pedesaan sekalipun. Hal ini
dimaksudkan agar pembangunan yang diprogramkan oleh pemerintah mampu terealisasikan
secara merata, mulai dari perkotaan hingga pelosok nusantara. Pajak yang diterima negara akan
otomatis dikelola oleh pemerintah untuk mencukupi semua aspek kepentingan umum, mulai
yang mencangkup sarana umum, insfrastruktur jalan, dan masih banyak lainnya. Hingga saat
ini, pemerintah masih mengupayakan setiap program-programnya terdistribusikan secara
merata sehingga kesejahteraan masyarakatpun semakin terjamin.
Pajak sebagai sumber pendapatan negara selain memiliki fungsi anggaran (budgetair) dan
fungsi mengatur (regulerend), pajak juga memiliki fungsi lainnya, yaitu :
1. Fungsi Stabilitas
Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang
berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan. Hal ini bisa dilakukan
antara lain dengan jalan mengatur peredaran uang di masyarakat, pemungutan pajak,
penggunaan pajak yang efektif dan efisien.
2. Fungsi Redistribusi Pendapatan
Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan
umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan
kerja, yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan masyarakat.

B. Pajak Untuk Kesejahteraan Rakyat


Negara Republik Indonesia adalah Negara Hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar 1945, dalam perkembangannya telah menghasilkan pembangunan yang pesat dalam
kehidupan nasional yang perlu dilanjutkan dengan dukungan Pemerintah dan seluruh potensi
masyarakat. Dalam menyelenggarakan pemerintahan, negara mempunyai kewajiban untuk
menjaga kepentingan rakyatnya, baik dalam bidang kesejahteraan, keamanan, pertahanan, maupun
kecerdasan kehidupannya. Hal ini sesuai dengan tujuan negara yang dicantumkan di dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi “melindungi segenap bangsa Indonesia
dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan keadilan sosial”.
Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional Tahun 2015 - 2019, menekankan bahwa “Pembangunan pada hakikatnya
adalah upaya sistematis dan terencana oleh masing-masing maupun seluruh komponen bangsa
untuk mengubah suatu keadaan menjadi keadaan yang lebih baik dengan memanfaatkan
berbagai sumber daya yang tersedia secara optimal, efisien, efektif,dan akuntabel, dengan
tujuan akhir untuk meningkatkan kualitas hidup manusia dan masyarakat secara
berkelanjutan”. Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015 - 2019, ditentukan bahwa sesuai dengan
visi pembangunan, yaitu “Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat, Mandiri, dan Berkepribadian
Berlandaskan Gotong Royong”, maka Pembangunan Nasional 2015 - 2019 akan diarahkan
untuk mencapai sasaran utama yang mencakup :
A. Sasaran makro, yang terdiri atas dua butir, yaitu:
1) pembangunan manusia dan masyarakat;
2) ekonomi makro;
B. Sasaran pembangunan manusia dan masyarakat, yang meliputi:
1) kependudukan dan keluarga berencana;
2) pendidikan;
3) kesehatan;
4) kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan;
5) perlindungan anak; dan
6) pembangunan masyarakat;

C. Sasaran pembangunan sektor unggulan, yang meliputi:


1) kedaulatan pangan;
2) pembangunan, peningkatan dan rehabilitasi irigasi;
3) kedaulatan energi;
4) maritim dan kelautan;
5) pariwisata dan industri manufaktur; dan
6) ketahanan air, infrastruktur dasar, dan konektivitas;

D. Sasaran pembangunan dimensi pemerataan, yang meliputi:


1) menurunkan kesenjangan antar kelompok ekonomi;
2) meningkatkan cakupan pelayanan dasar dan akses terhadap ekonomi produktif
masyarakat kurang mampu;

E. Sasaran pembangunan kewilayahan dan antar wilayah pemerataan, yang meliputi


pembangunan antar wilayah, antara lain peran wilayah dalam pembentukan PDB
Nasional, pembangunan perdesaan, pengembangan kawasan perbatasan,
pembangunan daerah tertinggal, pembangunan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi
luar Jawa, dan pembangunan kawasan perkotaan;
F. Sasaran pembangunan politik, hukum, pertahanan dan keamanan, yang meliputi:
1) politik dan demokrasi;
2) penegakan hukum;
3) tata kelola dan reformasi birokrasi;
4) penguatan tata kelola pemerintah daerah; dan
5) pertahanan dan keamanan.

Dalam 6 (enam) sasaran pokok pembangunan tersebut, terdapat 22 butir sasaran


pembangunan nasional yang harus dibiayai agar target-target yang telah ditetapkan pemerintah
tercapai. Diperlukan penerimaan negara dalam jumlah besar terutama dari penerimaan pajak.
Sebagai sumber utama penerimaan negara, peranan pajak sangatlah penting untuk mendukung
pembiayaan 22 butir sasaran pembangunan nasional tersebut.
Pajak dipungut pemerintah berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk menutup
biaya yang harus dikeluarkan oleh pemerintah untuk mencapai kesejahteraan bersama. Pajak
dipungut untuk dikembalikan ke rakyat melalui pengeluaran-pengeluaran dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan rakyat. Manfaat pajak sangat strategis, sebagai urat nadi kehidupan
bangsa. Sekitar 70% dari penerimaan dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan nasional, baik
berupa barang ataupun jasa, berasal daripajak. Perekeonomian negara sama halnya dengan
perekonomian rumah tangga, dimana mengenal sumber-sumber penerimaan dan pos-pos
pengeluaran. Pajak sendiri merupakan sumber utama penerimaan negara. Oleh karena itu, apabila
masyarakat tidak taat akan pajak maka seluruh kegiatan negara akan sulit terpenuhi. Dengan
membayar pajak masyarakat akan mendapatkan manfaat-manfaat dalam bentuk :

1. Fasilitas umum dan Infrastruktur seperti jalan, jembatan, sekolah, rumah sakit,dan puskesmas.
2. Pertahanan dan keamanan seperti bangunan, senjata, perumahan hingga gaji - gajinya.
3. Subsidi pangan dan bahan bakar aminyak
4. kelestarian lingkungan hidup dan budaya.
5. Dana Pemilu
6. pengembangan alat transportasi massa, dll.
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Negara yang digunakan untuk
melaksanakan pembangunan bagi seluruh rakyat Indonesia. Pajak dipungut dari warga Negara
Indonesia dan menjadi salah satu kewajiban yang dapat dipaksakan penagihannya. Pembangunan
nasional Indonesia pada dasarnya dilakukan oleh masyarakat bersama-sama pemerintah
Di Indonesia pemungutan pajak berdasarkan Undang-undang Dasar 1945 yaitu pasal 23
ayat (2) yang kemudian dijadikan dasar hukum pembuatan Undang - undang pajak. Pendapat ahli
hukum tentang pemungutan pajak. Prof. Soerjono Soekanto dalam bukunya, “Teori yang Murni
tentang Hukum” (1985) mengatakan sebagai berikut: “Perintah seorang penjahat untuk
menyerahkan sejumlah uang mempunyai arti subjektif yang sama dengan perintah petugas pajak,
oleh karena pihak yang terkena perintah itu harus menyerahkan sejumlah uang. Namun, hanya
perintah seorang petugas pajak yang mempunyai arti sebagai kaidah yang sah, oleh karena
perbuatan petugas pajak berlandaskan perundang-undangan pajak”.
Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 pasal 1 ayat (1) , menjelaskan bahwa pajak adalah
kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat
memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan langsung dan
digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dari pengertian
tersebut kita dapat menganalisis bahwa pajak merupakan kontribusi wajib kepada negara. Kata
wajib artinya bahwa semua warga negara wajib untuk membayar pajak, namun harus berdasarkan
Undang-Undang tentang pelaksanaanya entah proses pemungutannya atau besarnya pungutan
pajak tersebut.
Pada dasarnya pajak tidak selalu berguna terhadap pembangunan, pajak baru akan
bermanfaat untuk pembangunan apabila setelah digunakan untuk membiayai pengeluaran rutin,
masih ada cukup sisa yang dapat digunakan untuk membiayai pembangunan melalui investasi
publik. Dari segi pembangunan, pajak dapat ditinjau sebagai alat fiskal, kedua fungsi yang
dikombinasikan sedemikian rupa sehingga dapat memberikan hasil yang sebesar-besarnya bagi
pembangunan. Masalah pokok dalam pembangunan adalah investasi. Investasi ini berasal dari
tabungan swasta maupun tabungan pemerintah. Investasi tabungan masyarakat tidak dapat
diserahkan sepenuhnya kepada kehendak dan kerelaan golongan swasta, melainkan harus
diserahkan kepada golongan tertentu.
Pajak dipungut pemerintah berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk menutup
biaya yang harus dikeluarkan oleh pemerintah untuk mencapai kesejahteraan bersama. Pajak
dipungut untuk dikembalikan ke rakyat melalui pengeluaran-pengeluaran dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan rakyat. Diperlukan penerimaan negara dalam jumlah besar terutama
dari penerimaan pajak. Sebagai sumber utama penerimaan negara, peranan pajak sangatlah
penting untuk mendukung pembiayaan sasaran pembangunan nasional tersebut.

Pajak untuk pembangunan nasional dan kesejahteraan rakyat dapat kita lihat melalui
pembanguna fasilitas umum dan pembangunan infrastruktur. Pembangunan Fasilitas Umum
untuk kesejahteraan rakyat misalnya:
1. Pembangunan gedung dan sarana sekolah;
2. Pembangunan fasilitas kesehatan seperti rumah sakit dan puskesmas serta subsidi atau
penyediaan obat generik;
3. Pemberian beasiswa pendidikan;
4. Penyediaan lapangan kerja, dan lain sebagainya

Pajak untuk pembangunan nasional dibidang pembangunan infrastruktur contohnya:


1. Pembangunan jalan tol,
2. Pembangunan dan peningkatan sarana transportasi udara,
3. Perbaikan jalan yang rusak,
4. Penambahan armada transportasi darat, dan lainnya.
Dari urgensi peran dan fungsi pajak tersebut dapat pula disimpulkan bahwa pemungutan
dan atau pengelolaan pajak yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
akan berakibat program pembangunan terhambat. Tingkat kesadaran pajak masyarakat/wajib
pajak dan juga kejujuran dan integritas fiskus dalam hal ini sangat berpengaruh besar.

B. Saran
Dari uraian-uraian di atas Saran yang dapat penulis sampaikan adalah pemerintah dalam
penegakan hukum pajak harus secara intensive memperhatikan dan mengawasi pemungutan pajak,
termasuk pengawasan oknum direktorat jenderal pajak. Dismaping perlunya penyuluhan dan
publikasi terus menerus tentang pajak kepada masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai