Anda di halaman 1dari 4

NAMA : NABILAH PUTRI WARDAH

NIM : 17040284005

MATKUL : SEJARAH INTELEKTUAL/ MKJ-B

MATINYA KEPAKARAN
The Death Of Expertise

Hilangnya kebenaran sebuah ahli kepakaran?

Ketika membahas mengenai seorang ahli kepakaran, kita semua dapat membayangkan
dan mendeskripsikan bahwa ahli kepakaran adalah mereka-mereka yang memegang gelar
Professor. Seorang Professor yang kebanyakan bekerja sebagai dosen di lingkungan para
akademis diseluruh Universitas dengan eksistensinya sebagai seorang ahli yang selalu diagung-
agungkan dan dihormati oleh semua warga Universitas, karena kecerdesaran ilmu yang
mereka miliki. Tentu saja, mereka masih selalu giat belajar dan berusaha untuk
menyempurnakan keilmuannya. Tak jarang bahkan kita selalu mendapati salah satu beliau
(Professor) di Universitas kita yang gemar melakukan penelitian terus menerus yang kemudian
hasil researchnya dijadikan sebuah materi pembelajaran di Universitas itu sendiri.

Kegiatan yang dilakukan oleh para Professor tersebut tidak lain hanya bertujuan untuk
memantapkan serta mengetahui kebenaran-kebenaran lain dibalik sebuah kebenaran yang
telah diungkap. Kita juga mungkin seringkali mendapati ketika sebuah research (penelitian)
yang kemudian diteliti lagi namun berbeda variabel? Nah kurang lebih seperti itu, tidak mudah
mengungkapkan sebuah kebenaran tanpa adanya sebuah pembuktian yang valid, pembuktian
tersebut dapat dilakukan dengan cara membaca terlebih dahulu kemudian baru melakukan
penelitian. Maka dari itu seorang pakar lebih ditekankan pada mereka-mereka para Professor,
Ilmuwan dan lain sebagainya yang gemar melakukan sebuah penelitian mengenai gagasannya.

Bagaimana kebenaran itu sendiri?

Menurut saya, kebenaran ialah sebuah hal yang telah terbukti dengan akal rasional
manusia. Dan kebenaran itu sendiri memiliki bukti fisik berupa adanya sebuah persentase
mengenai sebelum dan sesudah (before-after). Dalam buku “Matinya Kepakaran” dikatakan
bahwa rata-rata manusia pada saat ini tidak selalu mengatakan bahwa benar adalah ketika
telah dibuktikan langsung oleh sebuah penelitian yang dilakukan oleh para ahli, namun mereka
cenderung meyakini bahwa benar adalah ketika gagasan tersebut diikuti oleh banyak
pengikut1. Hal tersebut dikarenakan karena akal logis mereka yang tidak memiliki rasa skeptis
sama sekali. Kembali lagi mengenai kebenaran itu sendiri, jadi dapat dikatakan bahwa
kebenaran ialah suatu hal yang selalu ada yang keberadaannya itu harus dibuktikan dengan
akal. Tidak ada sebuah kebenaran yang tidak ada atau dalam artian dalam kehidupan tentu

1
Tom Nichols, Matinya Kepakaran: The Death Expertise (Jakarta:PT Gramedia,2018), hal. 9.
saja ada sebuah petunjuk bagaimana kita harus hidup dengan baik, hal apa saja yang membuat
hidup kita terasa nyaman, damai, tenang dan lain sebagainya. Manusia pada masa lampau
telah membuktikan mengenai sebuah kebenaran dalam mempertahankan kelangsungan
hidupnya, mereka demi tahap berhasil menggunakan akalnya untuk berpikir. Misalnya saja,
pada zaman purba manusia berhasil menggunakan akalnya untuk mencari makan dikarenakan
mereka sadar bahwa perut mereka terasa kosong, kemudian berusaha mencari makanan,
ketika mencari makan bertemu seekor babi mereka mengejar namun hasilnya? Mereka gagal
mendapatkan babi tersebut. Alhasil mereka mencari cara lain dengan memakan
tumbuhan/buah yang ada disekitarnya.

Namun hal tersebut selalu dirasa kurang mencukupi yang kemudian mendorong
mereka untuk memakan hal lain selain buah-buahan, mereka yang terdesak akan situasi lalu
berpikir bagaimana cara mendapatkan babi tersebut? Munculah sebuah ide untuk
menggunakan alat, dengan memanfaatkan batu yang ujungnya dibentuk agak tajam kemudian
setelah menemukan hewan buruannya lalu dicobalah batu yang telah diukir tersebut. Dan
hasilnya, ide tersebut kemudian berhasil memunculkan sebuah penemuan benda berburu
yang akurat untuk manusia purba pada zamannya. Itu merupakan salah satu contoh
bagaimana manusia selalu mendapati sebuah kebenaran yang didapatkan dari akal manusia
yang perlu dibuktikan kevalidannya.

Jadi kebenaran selalu muncul ketika akal manusia digunakan untuk berpikir secara
logis mencari sebuah solusi mengenai adanya suatu keganjalan atau ketidakpuasan manusia
dalam berkehidupan, terbukti dari masa ke masa kehidupan beserta manusia didalamnya
mengalami perubahan. Sifat alami manusia yang selalu bertanya secara logis membuat mereka
sadar betapa pentingnya adanya sebuah pengetahuan yang benar-benar kongkrit atau terbukti
nyata secara akal rasional manusia. Hasil penelitian para ahli lah yang seharusnya dijadikan
patokan sebuah kebenaran menurut saya, namun tak jarang para pakar/ahli juga melakukan
sebuah kesalahan pada penelitiannya entah dalam kesimpulannya atau di bagian lainnya.
Maka dari itu dapat saya katakan bahwa kebenaran adalah ketika berhasil membaca sekian
banyak penelitian dengan teliti lantas mencoba untuk menerapkannya dalam eksperimen kecil
kita sendiri dan kemudian mengkritik jika terjadi sebuah kesalahan atau ketidaktepatan hasil
untuk mendapatkan sebuah kebenaran mutlak. Dalam artian bahwa mereka yang mencoba
untuk mencari sebuah kebenaran dengan cara empirisme dan menekankan metode
eksperimen diharuskan terjun ke lapangan sebagai bentuk pengalaman yang dapat
memberikan jawaban atas kebenaran itu sendiri. Dimana ditegaskan bahwa pengalaman lebih
memberi keyakinan dibandingkan kesimpulan logika semata atau kemestian sebab akibat,
yang dapat dilihat atau dirasakan hasil akhirnya2.

Bagaimana kebenaran hakiki itu sendiri?

Kembali lagi mengenai kebenaran yang hakiki, kebenaran yang benar-benar


sesungguhnya menurut saya ada pada akal manusia. Pola berpikir manusia yang menjurus
pada pertanyaan-pertanyaan untuk mendapatkan suatu kebenaran yang hakiki. Karena

2
Amsal Bakhtiar,Filsafat Ilmu(Jakarta:Rajawali Pres,2012), hlm 100.
kegiatan berpikir kritis manusia itulah yang merupakan jalan satu-satunya usaha untuk
mendapatkan hasil pengetahuan sebenar-benarnya. Namun perlu digaris bawahi bahwa pada
setiap jenis pengetahuan tidaklah sama kriteria kebenarannya karena sifat dan watak
pengetahuan itu berbeda, ketika kita membahas sebuah pengetahuan alam metafisika yang
kemudian dibandingkan dengan pengetahuan alam fisik hasil kebenarannya tidak sama, dalam
pengetahuan alam fisik pun memiliki perbedaan ukuran kebenaran bagi setiap jenis dan
bidang pengetahuan3.

Jadi dapat dikatakan bahwa menurut saya, kebenaran yang hakiki (sebener-benarnya)
ialah tergantung pada bidang ilmu pengetahuan itu sendiri, ketika membahas mengenai ilmu
alam fisik seperti sains, sosial, dan lain sebagainya akan dapat dikatakan benar ketika
statment/gagasan seseorang tersebut dapat dibuktikan secara keilmuwan serta penggunaan
metode penelitian yang akurat. Misal ketika orang awam mengatakan “orang hamil dengan
bentuk perut condong kebawah membuktikan bahwa ia sedang mengandung anak laki-laki”
walaupun terkadang statment tersebut dikatakan benar, namun itu bukanlah suatu ukuran
kebenaran ketika orang tersebut tidak melakukan research secara lanjut mengenai bagaimana
janin berkembang di dalam rahim sehingga mempengaruhi bentuk perut calon ibu bayi, dan
lain sebagainya. Karena ketika hanya berstatment lantas kemudian diikuti oleh banyak orang
karena (pernah benar perkataannya) tanpa dilakukan sebuah research secara mendalam itu
bukanlah suatu kebenaran hakiki melainkan hanya sebuah intuisi yang secara tidak lansung
benar walaupun belum tentu benar sebenar-benarnya.

Bagamaina cara saya membangun kebenaran itu sendiri?

Banyak cara untuk mendapatkan suatu ukuran kebenaran dari masing-masing bidang
ilmu pengetahuan itu sendiri, kebenaran yang hakiki tidak mudah untuk didapatkan secara
langsung tanpa adanya tahapan tahapan yang harus dilalui dari sebuah permasalahan yang
kemudian dikumpulkan dan dicari sumber permasalahan dengan hipotesa awal, lalu dibuktikan
dengan bukti fisik serta data data yang akan dianalisis untuk sampai pada kesimpulan akhir
(mendapatkan jawaban atas kebenaran). Menurut saya, ketika kita berusaha untuk
membangun sebuah kebenaran atas suatu pengetahuan dasar yang kita peroleh pijakan awal
untuk memulai itu semua adalah dengan mengkaji ilmu filsafat secara mendalam. Ketika
manusia mulai berfilsafat secara tidak langsung ia akan berjalan diatas jembatan keilmuwan
yang sesungguhnya atau dalam artian mereka akan benar-benar berfikir apakah itu benar
ataukah itu salah, bagaimana dapat dikatakan benar ketika hal tersebut seperti ini, dan lain
sebagainya perumpaan itulah menurut saya. Sedangkan untuk membangun pengetahuan
sampai pada hakikat kebenaran perlu penggunaan metode-metode tersendiri dalam ilmu
pengetahuan diantaranya adalah:

Metode Induktif dan Dedukti, Metode Positivisme dan Kontemplatif, serta Metode Dialektis4.

Jadi itu semua merupakan metode dari teori pengetahuan yang seharusnya diterapkan oleh
manusia melalui akal, indera dan lain sebagainya untuk membangun kebenaran itu sendiri.

3
Id. at 111.
4
Id. at 155.
DAFTAR PUSTAKA

Nichols, Tom. 2018. Matinya Kepakaran: The Death of Expertise. Jakarta: PT. Gramedia.

Bakhtiar, Amsal. 2012. Filsafat Ilmu. Jakarta: Rajawali Pres.

Anda mungkin juga menyukai