Anda di halaman 1dari 4

NAMA : NABILAH PUTRI WARDAH

NIM : 17040284005

MATKUL : MUSEOLOGI/MKJ-B

KOTA TUA SURABAYA


(Beneded Stad)

Nama awal pada masa lampau :


 Kota Bawah (dalam penyebutan di masyarakat)
 Beneded Stad (dalam penyebutan di Bahasa Belanda)

Lokasi :
 Jl. Gula No. 14-A, Bongkaran, Pabean Cantian, Kota Surabaya, Jawa Timur, 60161.

Kondisi Lingkungan :
a) Masyarakat pada saat ini
Dikawasan tersebut tepatnya pada wilayah Kota Tua Surabaya aktifitas masyarakat masih
sama seperti pada masa lampau, dari segi sosial serta ekonomi kawasan tersebut dijadikan
sebagai tempat untuk mencari sebuah peruntungan demi menyambung kebutuhan hidup
sehari-hari yakni dengan melakukakan kegiatan perdagangan. Terlebih lagi kawasan ini juga
telah dijadikan sebagai tmpat wisata sejarah oleh masyarakat lokal maupun turis yang
sedang berkunjung di Surabaya, karena keunikan serta model bangunannya yang kuno serta
bernuansa vintage dengan desain yang apik menjadikan tempat ini menjadi sasaran para
penggantin baru untuk melakukan photo prewed. Alhasil masyarakat sekitar kawasan kota
tua mencoba menggambil peruntungan dengan menawarkan jasa foto prewed, tidak lupa
dengan benda pendamping yang tidak kalah kuno dan sesuai dengan suasana gaya ditempat
ini masyarakat sekitar menyediakan penyewaan sepeda kebo.

History/Sejarahnya
 Obyek Bangunan
Surabaya merupakan salah satu kota besar dan tertua di Indonesia yang berdiri sejak
abad ke-13. Sejak saat itu Surabaya mulai banyak mengalami perkembangan terus menerus
mulai dari ekonomi, politik, perubahan sosiologi maupun antropologi pada masyrakatnya.
Pulau Jawa yang menjadi pusat perdagangan serta pusat peradaban yang maju di Indonesia
sejak zaman kerajaan hingga saat ini. Terlebih pada saat kedatangan Belanda di Indonesia
dan mulai menjajah, keseluruhan pusat dari segala aktifitas ekonomi (perdagangan) mulai
dipindahkan ke kota Surabaya, seiring berjalannya waktu berbagai macam etnis ataupun
keturunan diluar jawa mulai banyak bertempat tinggal di Pulau Jawa khususnya Surabaya
yang menjadi pusat perdagangan masa kolonial Belanda pada waktu itu. Pemindahan pusat
perdagangan di Surabaya pada era Hindia-Belanda tidak lain karena sejak zaman dahulu atau
era dimana Indonesia masih berupa kerajaan-kerajaan, Pulau Jawa menjadi central wilayah
perdagangan yang terkenal hingga manca negara, otomatis banyak sekali para pedagang
asing seperti India,Arab,Cina,Eropa yang singgah di tanah Pulau Jawa. Terlebih lagi Pulau
Jawa juga sangatlah subur. Alasan lain mengapa Belanda memindahkan pusat perdagangan
pada saat itu di kota Surabaya ialah secara geografis terletak di pesisir. Hal ini menjadi salah
satu alasan Belanda membangun pusat pemerintahan di Surabaya untuk memudahkan
melakukan kegiatan bongkar muat rempah-rempah yang diangkut dari Jawa untuk dikirim
menuju Negara Belanda (Ridwiyanto, 2012).

Para etnis-etnis yang sebagian besar datang ke Surabaya untuk melakukan perdagangan
mereka banyak mendiami bagian kawasan kota bawah (kota tua) atau Beneden Stad (dalam
bahasa Belanda). Menurut ketentuan Undang-Undang Wilayah atau Wijkenstelsel yang
dibuat oleh Pemerintah Kolonial Belanda saat itu pada tahun 1814-1910, pembagian wilayah
pemukiman di kota tua Surabaya tidak lain untuk memudahkan pengontrolan dan
pengawasan etnis-etnis yang ada di Surabaya, maka kota bawah (Beneden Stad) Surabaya
diagi menjadi beberapa wilayah cluster permukiman berdasarkan etnis, yakni :

 Permukiman orang Eropa : berada di sisi Barat Jembatan Merah atau Kali Mas.
 Permukiman orang Timur Asing (Vreande Oosterlingen) berada di sisi Timur Kali
Mas yang terdiri dari kawasan: Pecinan Tionghoa (Chineesche Kamp), atau Kembang
Jepun, Kawasan Arab (Arabische Kamp) atau Ampel.
 Permukiman masyarakat pribumi yang menyebar di sekitar hunian masyarakat
Tionghoa dan Arab.

Obyek Bangunan Kota Tua Surabaya Bergaya Neo-Klasik


Penataan serta bentuk dari bangunan kota tua surabaya tidak lain karena adanya campur
tangan Belanda saat mengkolonisasi bangsa Indonesia pada waktu itu, Belanda yang datang ke
Indonesia memiliki tujuan lain selain mengkolonisasi ialah menyebarkan budaya, maupun agama.
Adanya pengaruh budaya barat yang dibawa oleh Belanda (pengaruh Occidental) yang memasuki
segala aspek kehidupan bangsa Indonesia termasuk pada bangunan-bangunan yang didirikan oleh
Belanda dengan gaya khas Eropa. Arsitektur pada zaman kolonial lebih banyak mengadopsi gaya
neo-klasik (berorientasi pada arsitektur klasik Yunani dan Romawi), terlihat pada kawasan Kota Tua
(Beneded Stad) Belanda menerapkan gaya neo-klasiknya untuk menyatukan perpaduan bangunan
yang bercorak Barat-Timur (kawasan permukiman orang Eropa, Timur Asing).

Pantaskah dijadikan sebagai living heritage?


Menurut saya, bangunan atau kawasan kota tua layak untuk dijadikan sebagai living heritage
karena keberadaannya yang memberikan sebuah makna maupun cerita didalamnya mengenai suatu
perubahan akan wajah dari kota Surabaya. Terlebih lagi kawasan tersebut juga memiliki potensi
sebagai daya tarik tempat pariwisata maupun sebagai tempat edukasi yang menyenangkan selain
museum. Dengan menjadikan kota tua sebagai living heritage maka kesan belajar akan sejarah
khususnya sejarah nasional menjadi lebih berkesan karena adanya pengalaman untuk melihat
suasana kota tua sembari membayangkan bagaimana keadaan masyarakat saat itu dengan berbagai
etnis didalamnya, sehingga hal tersebut akan memberikan stimulus terhadap metakognitif anak atau
cara berpikir kritisnya alih-alih hanya mempelajari sejarah kolonial melalui teks bacaan.
Gambar Suasana Kawasan Kota Tua Surabaya
(Jl. Gula)
Daftar Pustaka

Adm. (Online). http://e-journal.uajy.ac.id/6934/2/MTA101487.pdf diakses pada 15 Oktober 2019.

Putra, W.D.R (2016). Identifikasi Kelestraian Kawasan Kota Lama Melalui Proteksi Bangunan Cagar
Budaya Oleh Pemerintah Kota Surabaya. Jurnal Pengembangan Kota, 4(2), 140-142.
file:///C:/Users/Guest%20Only.ASUS-PC/Downloads/630-2200-1-PB.pdf

Adm. (Online)
https://www.academia.edu/19870371/Perkembangan_Arsitektur_Kolonial_di_Indonesia diakses
pada 15 Oktober 2019.

Anda mungkin juga menyukai