I.
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Lapangan Karebosi merupakan ikon kota Makassar, Lapangan ini telah
hadir ratusan tahun yang lalu bahkan sebelum masa penjajahan. Wilayah
sekitar Lapangan Karebosi dahulu merupakan sebuah pelataran benteng
Rotterdam yang berupa sawah yang luas, di areal persawahan tersebut
sering dijadikan sebagai lokasi acara adat bagi raja-raja pada jaman
Kerajaan Goa-Tallo. Pada masa pemerintahan kolonial Belanda, keberadaan
lapangan Karebosi tetap di pertahankan bahkan secara tidak langsung
Karebosi perlahan-lahan menjadi pusat pembangunan, berdirinya gedung
gedung dan fasilitas di sekitar lapangan karebosi yang bergaya
arsitektur Belanda masih dapat kita lihat hingga saat ini. Setelah jaman
kemerdekaan Karebosi tetap menjadi titik pusat kota Makassar yang
memiliki fungsi sebagai pusat aktivitas warga, tempat upacara, RTH, serta
kegiatan-kegiatan lain
Revitalisasi Karebosi sekitar sepuluh tahun yang silam sempat
menimbulkan kontroversi dari berbagai kalangan masyarakat yang pada
akhirnya Karebosi mengalami perubahan fungsi yang cukup signifikan,
pembangunan pusat perbelanjaan tepat di bawah tanah menjadi
persoalan yang sangat pelik, hingga akhirnya pusat perbelanjaan tersebut
berdiri dengan perizinan yang sah, kompensasi dari proses tersebut
adalah kewajiban investor untuk menata kembali lapangan karebosi
menjadi ruang publik yang lebih baik, hingga saat ini kita dapat melihat
wujud lapangan Karebosi yang jauh lebih tertata di bandingkan beberapa
tahun yang lalu.
Melihat lapangan karebosi yang mengalami perubahan fungsi yang
signifikan setelah melalui proses revitalisasi yang telah dilakukan oleh
investor. Fungsi lapangan karebosi dari hanya sekedar lapangan olahraga
publik saat ini juga memiliki fungsi pusat perbelanjaan tepat di bawah
lokasi lapangan tersebut. Perubahan fungsi lapangan Karebosi juga di ikuti
oleh perubahan aksesibiltas masyarakat. Pagar besi yang terpasang di
sekeliling Karebosimembuat akses masyarakat menjadi terbatas pada saat
malam hari, alasan lapangan karebosi terkunci pada malam hari adalah
demi alasan ketertiban, hal ini disebabkan pengalaman masa lalu di mana
karebosi akrab dengan praktek asusila di malam hari. Pagar-pagar besi
juga membatasi ruang antar kegiatan yang ada di lapangan Karebosi.
Lapangan olahraga, lapangan upacara, tempat perbelanjaan semuanya di
kelilingi oleh pagar besi yang membuat ruang ruang publik menjadi
tersegmentasi dan terbatas.
Mencermati fenomena diatas kita perlu melihat kembali posisi lapangan
karebosi sebagai ruang publik sekaligus ikon kota makassar. Sejarah
lapangan yang telah ratusan tahun berdiri sekaligus menjadi saksi dari
berbagai peristiwa bersejarah haruskah menjadi sebuah ruang yang
terbatas keberadaannya bagi masyarakat kota makassar.
Fenomena
perubahan yang terjadi di Karebosi sering kali hanya di kaitkan dengan
posisi pemerintah yang membuat kebijakan revitalisasi pada saat itu,
sebuah kebijakan yang diambil dengan tujuan untuk memperbaiki wajah
karebosi yang akrab dengan kegiatan asusila dan lapangan yang tidak
terurus. Perlu di cermati keberadaan karebosi yang telah berusia ratusan
tahun serta memiliki makna awal sebagai sawah kerajaan sangat terkait
erat dengan kebudayaan makassar baik sebagai tempat pertemuan para
raja-raja maupun sebagai tempat berlangsungnya upacara adat terkait
dengan pemujaan dewa-dewa agar masyarakat dapat berhasil dalam
bercocok tanam (masa sebelum islam diterima sebagai agama) . Pada
masa penjajahan VOC dan Belanda peran dan fungsi karebosi pun
1.3
II.
Rumusan Masalah
1. Apakah ada budaya kearifan lokal bugis-makassar yang terkait interaksi
manusia dengan alam yang dapat di jadikan pedoman dan dapat
dikembangkan di masa mendatang. (Ontologi)
2. Bagaimakah nilai budaya tersebut bisa dibuktikan sebagai budaya atau
sosiokultur yang ikut berperan dalam pembentukkan ruang publik
(Epistomologi)
3. Apakah yang menjadi tujuan perlunya nilai-nilai budaya tersebut di
kembangkan kembali? (Aksiologi)
Tujuan
1. Mengidentifikasi nilai nilai budaya kearifan lokal yang ada pada
masyarakat bugis makassar terkait interaksi manusia dengan alam
2. Memberikan gambaran mengenai fungsi lapangan karebosi dari masa
ke masa sehingga bisa didapatkan gambaran lapangan karebosi
memiliki nilai vital yang tidak bisa di pisahkan dari sejarah
perkembanga kota makassar dan sosiokultur masyarakat bugismakassar
3. Memaparkan pentingnya
pelestarian nilai budaya terkait dengan
pelestarian dan pengembangan ruang terbuka hijau di kota Makassar.
SEJARAH LAPANGAN KAREBOSI
Lapangan Karebosi yang terletak di jantung kota Makassar saat ini dan
merupakan ikon kota Makassar keberadaanya tidak dapat di pisahkan dari
sejarah kerajaan Goa-Tallo yang mulai berdiri pada abad ke 13.
Perkembangan lapangan Karebosi secara sederhana dapat di bagi
kedalam 3 era yang berbeda yaitu.
a. Jaman Kerajaan Goa-Tallo sekitar abad ke 13 sampai abad ke 17
b. Jaman Kolonial VOC (abad 17) dan Kerajaan Belanda (abad ke 19
sampai awal abad 20)
c. Jaman Pasca Kemerdekaan RI (1945-sekarang)
waktu itu sudah membentuk suatu kota menurut ukuran masa itu, dengan
pusat keramaian terletak di Bontoala dan Benteng Ujung Pandang yang
dihubungkan jalan antara Benteng Ujung Pandang, Benteng Toa, dan
Kampung Bontoala, serta adanya taman-taman yang dibuat orang Portugis
di Kampung Pattunuang.
b. Jaman Kolonial VOC abad ke 17 dan Belanda abad ke 18 s/d abad ke 19
Seperti yang tertulis dalam berbagai literatur sejarah pada akhirnya
kejayaan Kerajaan Goa-Tallo mulai mengalami kemunduran setelah di
kalahkan oleh VOC dibawah pimpinan Cornelis Spellman yang dibantu oleh
sekutunya. Kekalahan ini ditandai dengan ditandatanganinya Perjanjian
Bungaya yang sangat merugikan bagi pihak Kerajaan Goa-Tallo. VOC
mendominasi perdagangan di wilayah Makassar, akan tetapi perlawanan
rakyat Makassar tetap berlangsung walaupun tidak dalam skala yang
besar. VOC mengambilalih benteng Ujung Pandang sebagai pusat
kekuasaan, dan membuat pusat kekuasaan Goa-Tallo yang berada di
benteng Sombaopu menjadi redup. Pusat kegiatan berlangsung di dalam
benteng sementara itu Belanda tetap mengakomodasi para pedagang dari
berbagai wilayah dengan memberikan lokasi di sekitar benteng dengan di
batasi oleh pagar kayu (palisade). VOC pun menggunakan benteng toa/
Vredeburg sebagai benteng pengamanan dari serangan darat dengan
membuat kanal sekelilingnya untuk menghalau serangan dari masyarakat
asli yang kerap terjadi. Lapangan Karebosi yang telah berubah nama
menjadi Koningsplein saat itu berfungsi sebagai tempat latihan militer.
Kekuasaan VOC hampir selama 1 abad tidak membawa banyak perubahan
fisik terhadap wilayah disekitar Karebosi dan Benteng Rotterdam. Aktivitas
perdagangan yang di kuasai oleh VOC tetap berlangsung dan fungsi
pelabuhan Makassar saat itu otomatis hanya berfungsi sebagai pendukung
kepentingan penyokong ekonomi bagi Belanda, pengembangan wilayah
justru banyak terjadi didaerah luar wilayah benteng, hal ini ditandai
dengan berkembangnya kampung kampung etnis yang terlibat dalam
aktivitas perdagangan diantaranya kampung melayu, kampung tionghoa,
kampung ambon. Arung Palaka yang merupakan sekutu VOC saat
menaklukkan Makassar (dan kemudian diangkat menjadi raja Bone
menempati sebuah istana raja yang terletak di wilayah Bontoala yang
sekarang diduga ada disekitar Jalan Mesjid Raya dan Jalan Bulusaraung.
Pada awal abad 18 terjadilah sebuah perubahan yang disebabkan perang
antara Belanda dan Inggris, tidak hanya perang militer tetapi persaingan
ekonomi di berbagai daerah taklukan kedua negara tersebut. Inggris yang
membangun pelabuhan niaganya di Singapura di bahwa pimpinan Raffles
membuat peran Makassar sebagai pelabuhan niaga semakin redup.
Ditambah lagi perlawanan dari rakyat makassar membuat yang terus
mengakibatkan kerugian bagi VOC. Pada akhirnya pemerintah Belanda
mengambil keputusan untuk men non-aktifkan keberadaan VOC sehingga
kewenangan di wilayah-wilayah taklukan diatur langsung oleh Pemerintah
Belanda. Hal ini sama tidak meringankan bagi rakyat Makassar maupun
berbagai wilayah di Indonesia, justru pemerintah Belanda menerapkan
berbagai kebijakan yang makin menyengsarakan rakyat Indonesia seperti
kebijakan tanam paksa, dan demi memaksimalkan keuntungan ekonomi
bandar Makassar pun kembali dibuka untuk pasar bebas. Pada era inilah
kekejaman penjajahan Belanda betul betul dirasakan oleh bangsa
Indonesia hingga akhirnya terjadi pergerakan kaum progresif dari
masyarakat Belanda yang dipelopori oleh Van der Venter pada sekitar
pertengahan abad 18, pergerakan ini bermaksud untuk menekan
Dari masa ini lah peran dan fungsi lapangan karebosi sebagai lapangan
olahraga sekaligus ruang publik dapat kita rasakan hingga saat ini. Tidak
banyak perubahan yang terjadi pada lapangan rakyat ini selama puluhan
tahun sementara daerah sekitar lapangan ini terus berkembang dengan
pesat, hingga pada tahun 2004 Walikota Makassar saat itu mencetuskan
ide revitalisasi dengan menambahkan nilai ekonomi kedalam lapangan
karebosi. Pengerjaan revitalisasi membuat lapangan karebosi terhubung
melalui jalur bawah tanah dengan sebuah Mall Elektronik di sebelah timur
karebosi. Area bawah tanah sekitar 2,89 Ha dijadikan lahan parkir
sekaligus los bagi para pedagang elektronik dengan komposisi 60% lahan
parkir dan 40% area perdagangan, melalui mekanisme kerjasama BOT
(build operate and transfer) dengan komitmen bahwa bagian atas
lapangan karebosi akan tetap menjadi ruang publik. Belakangan ini
mencuat sebuah polemik
bahwa pihak investor mulai mendirikan
berbagai gerai makanan yang berada di atas lapangan.
III.
Pada puncak huruf ini terletak kepalanya, di sisi kiri dan kanan adalah
tangannya dan ujung bawah adalah kakinya. Huruf ini juga
mengsimbolisasikan bahwa pada bagian kepala terdapat sw yang
berarti mulut atau tempat keluarnya suara. Menurut mereka, dari
mulutlah segala sesuatu dinyatakan yang berupa sd atau bunyi. Bunyibunyi itu selanjutnya disusun sehingga mempunyai makna-makna
(simbol) yang disebut ad = ada (kata, sabda, titah). Dari kata ad inilah
segala sesuatu yang meliputi seluruh tertib kosmos (sarwa alam) diatur
melalui ad =ada (kata atau logos).
Selain itu simbol s juga memaknakan empat sifat manusia yang di
simbolkan melalui angin, air, api dan tanah yang masing masing
diwakili oleh empat warna. Warna angin kuning, warna air putih, warna
api merah dan warna tanah hitam. Banyak kearifan-kearifan tradisional
lokal yang terdapat dikalangan orang-orang Bugis Makassar, kearifan
tersebut senantiasa menganjurkan adanya keselarasan hidup manusia
dengan alam, Tuhan dan langit (atmosfer). Jika keempat unsur tersebut
tidak selaras, harmonis dan seimbang maka petaka akan menimpa
seluruh buana termasuk manusia. Karena manusia adalah pengelola
utama semesta raya yang bertanggung jawab terhadap pemanfaatan
bumi beserta isinya, maka wajarlah jika hampir seluruh kearifan yang
diciptakan oleh manusia mengarah kepada keselarasan hidup dengan
alam semesta. Pemanfaatan alam semesta oleh manusia yang diiringi
oleh peningkatan jumlah manusia dan peningkatan keragaman
kebutuhan mengakibatkan timbulnya eksploitasi pada alam. Akibatnya
manusia banyak memanfaatkan alam tanpa dibarengi dengan
kebijakan-kebijakan. Resiko seakan menjadi hal yang lumrah demi
memperoleh kebutuhan tersebut. Sementara di pihak lain, anak cucu
kita hanya bisa menanti semesta bagaimana yang kita berikan kelak
kepada mereka. Kita seharusnya merasa tersindir karena kita seakan
egois memanfaatkan alam untuk kepentingan kita tanpa memikirkan
bumi yang kelak akan kita wariskan kepada anak cucu. Karena itulah
dalam beberapa pertemuan-pertemuan mengenai lingkungan, digagas
perlunya ada etika lingkungan. Menurut Keraf (2005) Etika lingkungan
itu adalah disiplin ilmu yang berbicara mengenai norma dan kaidah
moral yang mengatur perilaku manusia dalam berhubungan dengan
alam serta nilai dan prinsip norma yang menjiwai perilaku manusia
dalam berhubungan dengan alam tersebut. Beberapa prinsip etika
lingkungan tersebut. Hurupu Sulapa eppa diatas menyimbolkan
keseimbangan yang tidak berat ke kiri ataupun ke kanan. Hal itu
memaknakan bahwa pemanfaatan alam ini harus selaras dan
seimbang. Menghormati alam harus dengan pertimbangan akal (rasio)
bukan pada keinginan hawa nafsu
b. Nilai Siri Pesse/Pacce dan Were
Pengertian Siri bagi masyarakat Makassar menurut Abdullah, H.
(1985) bukanlah sekedar perasaan malu, tetapi menyangkut masalah
yang paling peka yang merupakan jiwa dan semangat dalam diri
mereka, menyangkut faktor martabat atau harga diri, reputasi, dan
kehormatan, yang kesemuanya harus dipelihara dan ditegakkan. Siri
menempatkan eksistensi manusia di atas segala-galanya. Siri
merupakan wujud harga diri (Wahid S, 2007). Dalam Lontara Makassar
dikemukakan bahwa hanya untuk siri kita hidup di dunia, saya pegang
teguh adat karena siri kita dijaga oleh adat, adapun siri jiwa
imbalannya, nyawa perkiraannya (Mattulada, 1975). Dalam petuah
Makassar bahwa tiga hal yang dijadikan prinsip utama yaitu: takut
pada Tuhan, malu pada diri sendiri, dan m alu kepada sesama manusia
(Machmud, 1978). Betapa tingginya makna nilai siri dalam hidup
orang Makassar, sehingga dipahami bahwa seseorang dianggap
memiliki martabat di dunia hanya jika memiliki siri. Wahid, S (2007)
bahwa tidak ada tujuan hidup lebih tinggi bagi orang Makassar, dari
pada menjaga siri-nya. Pacce berarti kesetiakawanan atau solidaritas.
3.1.
IV.
KESIMPULAN
Kerajaan Goa-Tallo yang merupakan cikal bakal kota Makassar saat ini
merupakan sebuah kerajaan besar yang kaya akan adat istiadat,
berbagai kearifan lokal yang menjadi bagian dari adat istiadat tersebut
diantaranya falsafah sulapa eppa, siri pesse dan were serta budaya
sipakatau telah ikut membentuk kehidupan kota Makassar sejak jaman
dahulu. Budaya yang membentuk kota Makassar memang terasa hilang
dengan masuknya kolonial VOC dan Belanda yang menjajah Indonesia
selama ratusan tahun akan tetapi bahwa walaupun kota Makassar
mengalami westernisasi besar-besaran pada awal abad 20 nilai-nilai
tersebut tidak sepenuhnya hilang. Kaum kolonial dengan budaya yang
mereka pahami juga memberikan sentuhan artistik melalui bangunanbangunan arsitektur khas eropa dan taman-taman kota yang indah.
Tetapi seiring perkembangan jaman nilai-nilai kebudayaan dari 2 jaman
tersebut perlahan-lahan menghilang. Pembangunan di pusat kota
Makassar telah memberikan ruang untuk berbagai aktivitas ekonomi
tanpa bisa di kendalikan hal ini mengakibatkan situasi di sekitar
lapangan karebosi menjadi padat dan seringkali terjadi kemacetan,