Anda di halaman 1dari 6

MAKALAH

BALAI PUTIH

Disusun oleh:

Aisyah Shinta Dewi Jamal (2)

Dina Fahriyanti (5)

Paulina Lusiana Rawung (24)

Muhammad Gazyi (19)

Sangaji Bintang N.F. (28)

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

SMAN 1 SUMBAWA BESAR

TAHUN 2022
Mengenal bala puti

Bala Puti (Bahasa Sumbawa : Istana Putih) digagas pada tahun 1931 oleh
Sultan Muhammad Kaharuddin III sebagai simbol dan pusat pemerintahan
modern untuk melengkapi 2 (dua) istana yang sebelumya sudah berdiri yaitu
Dalam Loka (pusat pemerintahan kesultanan) dan Bala Kuning (kediaman
pribadi Sultan). Yang saat itu masa kekuasannya di awal kemerdekaan .
Arsitektur Bala Puti yang terinspirasi arsitektur Perancis dan memiliki orientasi
arah Utara-Selatan sebagaimana juga Dalam Loka, namun Bala Puti menghadap
ke Utara berlawanan dengan Dalam Loka yang mengarah ke Selatan, ini selesai
dibangun pada tahun 1934.

Istana bala putih merupakan istana yang secara arsitektur berbeda dengan istana
sebelumnya yaitu istana dalam loka yang merupakan istana dari sultan
jalaluddin III. Arsitektur bangunan ini merupakan bangunan dengan kekhasan
dari bangunan kolonial belanda . Bila dilihat pada tahun 1930an ciri
bangunannya khas pada tahun tersebut. Istana bala putih ini menjadi simbol
keberagaman di masa lalu dan menjadi simbol pemerintahan sultan muhammad
kaharuddin III.

Melihat usianya maka Bala Puti memenuhi kriteria sebagai Cagar Budaya
sebagaimana diatur dalam UU 11/2010 tentang Cagar Budaya yang menetapkan
kriteria usia bangunan minimal 50 tahun.

Sejarah bala putih

Istana ini mempunyai sejarah yang luar biasa pada era sultan muhammad
kaharuddin III. Salah satu yang membuat istana ini menarik adalah istana ini
memiliki sebuah cerita dibalik pembangunannya. Cerita dibalik dibangunnya
istana ini dibagi menjadi 2 versi. Yaitu ebagai tonggak keinginan membentuk
pemerintahan yang modern istana putih erat kaitannya dengan masa dimana
sultan muhammad kaharuddin III berkiprah sebagai sultan Selain, pembangunan
Bala Puti juga sebenarnya memiliki alasan romantis di belakangnya yaitu
sebagai bukti cinta Sultan kepada permaisurinya yang berasal dari Kesultanan
Bima. yaitu istana balai putih ini sebagai emas kawin bagi permaisurinya .

Latar politik konsolidasi digabung dengan latar asmara dalam suatu bentang
geografis merupakan lahan penelitian menarik yang membutuhkan pendalaman
lebih lanjut. Meskipun banyak cerita mengenai balai putih ini, istana bala putih
merupakan tempat kekuasaan sultan muhammad kaharuddin III dipusatkan saat
beliau memerintah.istana ini menjadi tempat untuk mempersatukan berbagai
etnis dari berbagai daerah di sumbawa. Selain itu adanya konsep negara setelah
era kesultanan dengan dideklarasikan terbentuknya negara indonesia bagian
timur di istana balai putih . jadi, selain menjadi kesultanan sumbawa , sultan
muhammad kaharuddin III juga aktif berpolitik dalam artian melakukan
hubungan dengan kesultanan kesultanan lain dalam unsur konsep negara pada
saat itu. Ketika masa pemerintahan sultan muhammad kaharuddin III ada
pengembangan tata kota sumbawa dari yang dulunya berkiblat ke arah selatan
menuju ke arah utara. Karena memang arah perkembangan kota lebih ke depan
yaitu ke utara. Mungkin jika lebih ke arha utara akan banyak filosofi yang bisa
dibangun misalnya ada banyak simbol kemodernan pada masa itu yang telah
ada di istana balai putih dan ada beberapa tersisa pohon kelapa sawit di istana
balai putih , kelapa sawit pada masa itu merupakan komoditas ekspor . tidak
hanya di kesultanan yang ada indonesia timur tetapi juga ada di indonesia barat
mislnya kesultanan deli, kesultanan langkat sehingga hadiah dari kesultanan deli
lah kelapa sawit yang ditanam dan itulah menjadi simbol produk yang sedang
trend pada saat itu.

Pembangunan bala putih

Memahami kenapa suatu tinggalan bersejarah itu penting dan faktor apa saja
yang membuatnya menjadi penting adalah landasan utama. Perubahan
merupakan keniscayaan dalam sejarah baik karena faktor alami maupun karena
alasan sosial ekonomi dan teknologi. Sebagian kalangan menekankan bahwa
yang penting adalah mengelola perubahan tersebut.

Bala Puti dengan konstruksi dan penataan tapaknya memiliki cerita yang
apabila dibandingkan dengan pembangunan gedung di era-era berikutnya,
menyiratkan terdapatnya sesuatu yang kini hilang. Tidak banyak kantor
pemerintah di era modern di Sumbawa yang memiliki penataan ruang terbuka
yang ideal sebagaimana Bala Puti dibangun. Gempa bumi yang pernah melanda
Sumbawa tidak menimbulkan dampak kerusakan berarti terhadap Bala Puti
dibanding banyak gedung perkantoran atau sekolah yang dibangun di era
modern yang mengalami kerusakan. Teknik pembangunan Bala Puti dianggap
sebagai pembeda, bahwa bangunan dari zaman Belanda umumnya kokoh
walaupun tidak menggunakan struktur beton bertulang sebagaimana dikenal
dewasa ini, karena tidak ada penyimpangan atau kecurangan dalam
pelaksanaannya. Kenapa tidak belajar dari cara membangun pada jaman
Belanda
Bala Puti yang mengambil inspirasi dari arsitektur Perancis lalu dikombinasikan
dengan faktor lingkungan setempat menghasilkan sesuatu yang indah pada
masanya. Detail dan konsistensi konsep yang tertuang dalam bentuk bangunan
Bala Puti menjadi sesuatu yang indah yang karena pertimbangan finansial
dewasa ini seringkali terabaikan. Masa pembangunan yang relatif panjang
dipandang sebagai jawaban kenapa Bala Puti tidak dibangun asal jadi.
Keinginan untuk melakukan konservasi terhadap bangunan bersejarah, termasuk
Bala Puti, mewakili perasaan rindu akan sesuatu yang indah di tengah Kota
Sumbawa Besar.

Tidak bisa dipungkiri bahwa Bala Puti pernah menjadi situs dan saksi dimana
terjadi peralihan kekuasaan tradisional di Sumbawa menuju pemerintahan
modern.

Rakyat meramaikan upacara kesultanan di halaman Bala Puti (koleksi :


Arpusda) Rakyat Sumbawa di halaman Bala Puti (koleksi Arpusda)

Dalam kontek lingkungan (politik), di atau melalui Bala Puti-lah terjadi


perubahan banyak sendi dan tatanan sosial di Sumbawa kemudian. Penguasa
tidak lagi identik dengan Sultan, melainkan melekat pada jabatan Bupati yang
memungkinkan disandang oleh seseorang yang tidak memiliki akar sejarah,
geneologis ataupun kultural dengan Sumbawa. Bala Puti dan penghuni sah-nya
lah yang dipandang mengerti Sumbawa secara utuh. Kejadian kebakaran Bala
Puti yang kalau tidak dilakukan upaya konservasi, dalam bentuk restorasi,
dipandang akan mengancam keberadaan titik referensi tersebut. Kekhawatiran
semacam ini semakin menguat apabila membayangkan generasi mendatang
yang potensial tidak lagi memiliki pengikat arkeologi, penaut keindahan antar
generasi sehingga akan mengancam keberlanjutan pewarisan kebanggaan
sebagai Tau Samawa. Melihat masa depan di masa lalu Melalui UU 11/2010
tentang Cagar Budaya dan kemudian diperkuat lagi dengan hadirnya UU 5/2017
tentang Pemajuan Kebudayaan, pemerintah daerah dan masyarakat mendapat
angin segar untuk kembali menoleh, menggali dan memperkuat nilai budaya
lokal sebagai bekal pembangunan.

Sebagian kalangan memandang skeptis, bahwa konservasi tidak lebih dari suatu
bentuk utopia, mimpi yang tidak masuk akal atau bahkan ilusi kolektif di jaman
modern ini. Pandangan ini dibantah oleh Fransesco Bandarin dan Ron van Oers
dalam buku mereka, The Historic Urban Landscape, Managing Heritage in an
Urban Century (2012), karena keberlanjutan sejarah kota merupakan bentuk
ekspresi nilai yang akan mendorong masyarakat untuk menjaga identitas dan
kenangan kolektif, serta membantu menjaga perasaan keberlanjutan dan tradisi
komunitas.

Restorasi Bala Puti dapat ditempatkan dalam kontek menjaga keberlanjutan


identitas dan memori kolektif yang disebut Tau dan Tana Samawa, suatu konsep
entitas sejarah yang membentang melintasi waktu dan melampaui batas wilayah
administratif Kabupaten Sumbawa saat ini. Keinginan tersebut dalam
perumusan kebijakan akan mengharuskan pemerintah untuk mencari
keseimbangan antara pengembangan sistem perlindungan dan kriteria yang
dapat diterima publik, pada saat yang sama memperluas atau memperkuat
apresiasi terhadap keberadaan suatu tinggalan penting. Kedua hal tersebut
terkadang bertolak belakang dalam implementasinya. Edward Hobson (2004)
dalam Conservation and Planning, Changing Values and Practices menyebutkan
bahwa konservasi hanya satu cara dalam berurusan dengan struktur bersejarah.
Konservasi sebagian besarnya berhubungan dengan sikap budaya generasi hari
ini dalam menentukan bangunan tua tertentu yang harus dilindungi. Tidak
berlebihan apabila disebutkan bahwa konservasi suatu warisan sejarah pada
dasarnya merupakan bentuk negosiasi antar generasi untuk melakukan transisi
dari masa lalu ke masa depan dan karenanya merupakan refleksi dari sikap
budaya terhadap masa lalu.

Citra 3d Bala Puti yang lebih interaktif, terutama dari sisi eksteriornya dapat
dilihat di sini.Memandang restorasi Bala Puti adalah meraba transisi warisan
generasi Sumbawa masa lalu ke generasi hari ini. Kebijakan yang ditempuh hari
ini pada gilirannya akan menjadi bentuk transisi sikap budaya kepada generasi
masa depan Sumbawa.

Upaya mencari material yang cocok dan sesuai dengan prinsip-prinsip


konservasi adalah bentuk kesungguhan memberi arti tentang nilai pentingnya
suatu warisan yang bernama Bala Puti yang pernah berdiri tegak dalam kota
Sumbawa Besar dan sejarah Kabupaten Sumbawa. Rencana pembangunan
jangka menengah daerah yang akan disiapkan pada tahun 2020 mendatang akan
menjadi salah satu cara dan bentuk pembuktian formal harapan tersebut.

Anda mungkin juga menyukai