Anda di halaman 1dari 2

Ai Mangkung

Angin terasa sejuk menerpa tubuhku. Kicauan burung terdengar merdu. Seraya ku amati
langit biru yang tersenyum cerah hari ini. Rumput – rumput bergoyang menjatuhkan
embunnya yang segar itu . Terdengar dentingan peralatan masak dari arah dapur, disertai
kericuhan dayang yang sedang membersihkan sekitaran istana. Sapaan – sapaan dilontarkan
oleh kawanku yang mulai sibuk bekerja. Dan aku pun mengamati hari dengan menyiapkan
sarapan sang putri.

Tuan putri yang baru saja terbangun pun tersenyum kepadaku dan mengambil santapan yang
telah ku siapkan. Setelahnya, aku pun membantu tuan putri menyiapkan diri dan berganti
pakaian. Pada pagi hari, biasanya tuan putri akan menyapa ayahnya di ruang keluarga. Tentu
saja, orangtuanya bukanlah orang biasa mengingat bangunan yang ditinggalinya ini luar biasa
luas. Datu palowe, ia adalah tokoh masyarakat tersokor di daerah Jompang ini. Ia memiliki 2
orang anak, yaitu Lalu Wanru dan tuan putri Lala Sri Menanti, keluarga Datu Palowe yang
sangat disanjung masyarakat.

Lala Sri Menanti, ia merupakan putri Datu Palowe yang sangat disayang dan dicintai oleh
ayahnya. Lala Sri Menanti terkenal akan parasnya yang cantik dan rupawan. Tak heran
banyak orang yang terpesona dan terpukau akan parasnya. Namun, dibalik paras yang cantik
nan rupawan itu, ia memiliki sifat manja dan egois. Segala kemauan dan keinginannya harus
dituruti. Mulai dari bermacam-macam pakaian yang dikenakan, sampai berbagai perhiasan
indah yang dikenakannya. Meskipun begitu, sang Ayah Datu Palowe selalu menuruti segala
keinginan sang anak.

Sementara di sisi lain, Lalu Wanru tak begitu diperhatikan. Tak memiliki kelebihan yang
menonjol, Lalu Wanru sebagai anak sulung sering diabaikan. Aku terkadang merasa iba
melihat perbedaan perlakuan dari sang Ayah. Jangankan diikuti keinginannya, Lalu Wanru
bahkan jarang mendapat makanan kesukannya karena hanya kemauan Lala Sri Menanti yang
dituruti. Namun begitu, Lalu Wanru tumbuh menjadi pribadi yang tegar dan kuat.
Diskriminasi dari sang Ayah tak mengurangi rasa sayangnya kepada sang Ayah.

Suatu pagi yang cerah Lala Sri menanti tiba-tiba merasa gelisah. Beberapa dayang pun
menanyakan apa yang terjadi kepadanya. Ternyata Lala menginginkan sesuatu. Ia pun segera
menemui ayahnya. “Ayah... hari ini rasanya Lala ingin sekali memakan udang” ucap Lala
tiba-tiba. “ Ada apa gerangan anakku, apakah kau ingin sekali memakannya?” ucap Datu
Palowe. “ Benar Ayah... pikiran ku terus-menerus memikirkan udang segar yang berada pada
kali itu, apakah ayah dapat mengabulkan keinginanku?” ucap Lala dengan mata yang
berbinar. “ Tentu saja anakku...” ucap Datu Palowe. Datu Palowe pun segera memanggil Ina
dan Bapak Bangkel, aku serta dayang lainnya untuk pergi memempas udang .

Bapak dan Ina Bangkel, aku, serta dayang lainnya segera menemui Datu Palowe. Firasat ku
mengatakan Lala pasti menginginkan sesuatu. “ Lala ingin sekali makan udang segar.
Pergilah kalian menempas dan menangkap udang di kali terdekat bersamanya” perintah Datu
Palowe. “ Baik yang Mulia” jawab kami “ Ayah, apakah aku boleh ikut bersama Lala untuk
menemaninya?” sela Lalu Wanru di tengah percakapan. “ Tidak, kau sebaiknya tetap disini
membantuku” jawab Datu Palowe pada anak sulungnya. Aku dan Ina Bangkel kemudian
bergegas membantu Lala bersiap dan tentu saja ingin tampil menawan dengan perhiasan
emasnya yang melimpah. Sementara , Bapak Bangkel dan dayang lainnya menyiapkan
keberangkatan.

Setelah persiapan keberangkatan telah siap, Aku , Ina dan Bapak Bangkel , dayang lainnya
serta Lala segera menuju kali yang ada disekitar Desa Jompong. Di tengah perjalanan, Lala
merasa kurang nyaman dengan segala perhiasan yang dikenakannya. “ Lala..., apakah kamu
baik- baik saja dengan segala perhiasan itu?” ucapku kepada Lala “Walau sedikit kurang
nyaman, aku baik-baik saja. Lanjutkan saja perjalanannya” ucap Lala. Setelah perjalanan
panjang pun, kita telah sampai di kali. Ina dan Bapak Bangkel segera mengeluarkan segala
peralatan yang dibawa untuk menempas udang. Aku dan para dayang lainnya pun turut
membantu menempas udang . Sembari menunggu hasil tangkapan, Lala duduk di atas sebuh
batu besar sambil menyaksikan orang-orang yang sibuk menempas udang ditemani Ina
Bangkel.

Tanpa sepengetahuan mereka, datanglah empat orang dari Desa Tarusa untuk menebang dan
menagmbil bambu disekitar kali Olat Pemanto Asu. Mereka masing-masing membawa kuda
untuk mengangkut. Dari kejauhan, mereka memperhatikan sesuatu yang menarik. Mereka
melihat paras menawan Lala Sri Menanti, namun yang lebih mencuri perhatian adalah emas
yang melingkar di tangan gadis itu. Tentu saja mereka tahu siapa Lala Sri Menanti, putri Datu
Palowe yang tersohor dan terkenal dimana-mana. Sedangkan mereka hanyalah rakyat biasa.

Anda mungkin juga menyukai