Anda di halaman 1dari 5

Monyet dan Unta Peniru

(Kelas 1)
Suatu hari, ada suatu perayaan di hutan. Perayaan itu untuk merayakan terpilihnya
Singa sebagai raja hutan. Monyet yang pandai menari di suruh maju oleh Singa.
Monyet segera meliuk-liukkan badannya dan menghibur semua hewan dengan
tariannya yang indah. Semua orang memujinya. Unta merasa iri dan merasa bisa menirukan
tarian Monyet. Tanpa disuruh, Unta maju dan menirukan gaya menari Monyet. Namun,
tubuhnya yang besar dan kakinya yang panjang, membuatnya sulit menari. Bahkan, ia
menabrak beberapa hewan disekitarnya. Ia junga hampir mengenai hidung Singa.
Semua hewan yang ada di sana merasa jengkel pada Unta. Mereka pun mengusir Unta
dan membuangnya kepadang gurun.

Nasihat :Iri hati akan membuatmu kehilangan sahabat. Lakukanlah sesuatu sesuai
kemampuanmu.
Bangau dan Rubah Makan Bersama
(Kelas 2 dan 3)

Suatu hari seekor rubah memikirkan rencana untuk mempermaikan temannya - seekor
burung bangau yang penampilannya selalu membuat sang Rubah tertawa.
"Kamu harus datang dan menikmati makan siang bersamaku hari ini," kata sang Rubah
kepada sang Bangau, sambil tersenyum-senyum karena memikirkan gurauan yang akan
diperbuat olehnya. Sang Bangau dengan senang menerima undangan dari sang Rubah dan
datang pada siang hari itu.
Untuk makan siang, sang Rubah menyiapkan sup yang disajikan pada piring yang
sangat ceper dan hampir datar, sehingga sang Bangau tidak bisa menikmati sup tersebut,
hanya ujung paruhnya saja yang bisa menyentuh air sup. Tak setetes sup yang bisa di
minumnya, sedangkan sang Rubah menjilati sup tersebut dengan gampangnya sambil tertawa-
tawa hingga sang Bangau menjadi sangat kecewa karena telah dipermainkan.
Sang Bangau yang lapar dan merasa tidak senang, tetap berusaha untuk tenang. Lalu
kemudian sang Bangau balas mengundang sang Rubah untuk makan siang keesokan hari di
rumahnya.
Keesokan hari, tepat pada saat makan siang, sang Rubah tiba di rumah sang Bangau
yang menyediakan ikan yang sangat lezat sebagai menunya, tetapi ikan tersebut di sajikan
dalam sebuah guci tinggi yang mempunyai mulut guci yang sempit. Sang Bangau dengan
gampang memakan ikan tersebut dengan paruhnya yang panjang sedangkan sang Rubah
hanya bisa menjilati pinggiran guci sambil mencium lezatnya makanan yang tersaji. Saat sang
Rubah menjadi marah, dengan tenangnya sang Bangau berkata: "Jangan mempermainkan
orang karena kamu sendiri pasti tidak suka untuk dipermainkan".

Jadi pembelajaran yang dapat kita teladani dari dongeng bangau dan rubah makan bersama ini
adalah :
Janganlah mempermainkan orang lain karena kita juga tidak suka jika dipermainkan orang lain.
Dongeng Istana Pasir
(Kelas 1, 2, dan 3)

Luna, saudara Oki datang berlibur ke rumah Oki. Luna adalah seorang penyihir cilik.
Wajahnya cantik. "Ki, besok aku berulang tahun. Itu sebabnya aku kesini! Aku ingin
merayakannya disini!" ujar Luna.
Wah, Oki pusing juga. Ia lalu berjalan ke pantai, sambil mencari ide. "Apa yang harus
kulakukan untuk memeriahkan ulang tahun Luna?" pikir Oki sambil bermain pasir. Tanpa
disadari, ia membuat sebuah istana dari pasir.
"Wah bagus sekali istana pasirmu!" ujar Luna yang tiba-tiba muncul. "Andai aku putri
raja, tentu ulang tahunku dirayakan di istana. Asyik,ya!" Luna mengkhayal. "Ah aku ada akal!"
gumam Oki seketika.
Oki lalu menemui Nirmala. Ia membisikkan sesuatu. "Oooo.... beres, Ki!" ujar Nirmala
sambil tersenyum lebar. "Eh itu pak Dobleh! Kau juga bisa minta tolong padanya untuk
membuat makanan!" saran Nirmala.
Oki lega karena pak Dobleh tak menolak permintaannya. "Akan kubuatkan makanan
yang enak untuk pesta saudaramu!" janji pak Dobleh. Kini Oki mengundang teman-teman
kurcacinya untuk datang ke pesta Luna.
Esoknya, pagi-pagi sekali Oki dan Nirmala ke pantai. Oki kembali membuat istana dari
pasir. Lalu, "sim salabim!" Nirmala menyulap istana pasir itu menjadi istana betulan. Indah dan
megah. "Wah Luna pasti senang!" seru Oki riang.
Wuah, lihatlah! Meriah sekali pesta ulang tahun Luna. Pak Dobleh menghidangkan
makanan lezat di atas cangkang-cangkang kerang. Kurcaci-kurcaci datang membawa hadiah.
Ratu bidadari pun datang. Ia menghadiahi Luna sebuah mahkota mungil. Hmmm... Luna jadi
seperti putri raja kan? "Terima kasih, semuanya! Ini pesta ulang tahunku yang paling meriah!"
gumam Luna bahagia.
Kakek Tua dan Cucunya
(Kelas 4, 5, dan 6)

Dahulu, ada seorang kakek yang sangat tua, yang matanya telah menjadi rabun,
pendengarannya hampir tuli, lututnya gemetaran, dan ketika dia duduk di meja untuk makan,
dia hampir tidak bisa memegang sendok sehingga sering menumpahkan kaldu dari sendoknya
ke atas taplak meja dan terkadang kaldu pun menetes turun dari mulutnya.
Anaknya dan istri anaknya menjadi muak dengan keadaan ini, sehingga mereka
mendudukkan sang Kakek Tua di sudut dekat dapur sendirian, dan mereka memberinya
makanan dalam sebuah mangkuk gerabah. Makanan yang diberikan pun selalu sedikit dan
tidak cukup.
Sambil makan, sang Kakek Tua sering melihat ke arah meja makan dengan mata
berlinang air mata. Suatu ketika, tangannya yang gemetaran tidak bisa menahan mangkuk, dan
mangkuk tersebut jatuh ke lantai dan pecah berhamburan. Anaknya beserta Istri anaknya pun
menjadi marah, tetapi orang tua tersebut tidak berkata apa-apa dan hanya bisa menghela
napas panjang.
Kemudian mereka membelikan sebuah mangkuk kayu yang murah untuk sang Kakek
Tua agar mangkuk kayu tersebut tidak pecah saat jatuh.
Pada saat mereka duduk di meja untuk makan, cucunya yang masih kecil dan berusia
empat tahun mulai mengumpulkan beberapa potongan-potongan kayu di tanah.
"Apa yang kamu lakukan di sana, Anakku?" tanya sang Ayah.
"Saya akan membuat mangkuk kayu yang kecil," jawab si Anak Kecil, "untuk ayah dan
ibu, untuk nantinya kalian pakai saat makan ketika saya telah dewasa."
Laki-laki dan istrinya saling berpandangan selama beberapa saat, dan akhirnya mereka
pun menangis karena tersadar dan menyesali perlakuan buruk mereka. Kemudian mereka
mengajak sang Kakek Tua ke meja makan, dan untuk selanjutnya sang Kakek Tua selalu
makan bersama mereka di satu meja. Sejak saat itu pula, mereka tidak pernah lagi berkata
apapun ataupun mengeluh apabila sang Kakek Tua menumpahkan sesuatu ke atas meja.
Jadi pembelajaran yang dapat kita teladani dari dongeng kakek tua dan cucunya ini
adalah
Hormatilah orangtuamu bagaimanapun keadaanya, saat muda dan tak berdaya, orang
tua lah yang menjaga, dan saat orangtua menjadi tua dan tak berdaya, tugas sebagai anak
untuk merawat orangtua.
Ayam Jantan yang Cerdik dan Rubah yang Licik
(Kelas 4, 5, dan 6)

Suatu senja saat matahari mulai tenggelam, seekor ayam jantan terbang ke dahan
pohon untuk bertengger. Sebelum dia beristirahat dengan santai, dia mengepakkan sayapnya
tiga kali dan berkokok dengan keras. Saat dia akan meletakkan kepalanya di bawah sayap-nya,
mata nya menangkap sesuatu yang berwarna merah dan sekilas hidung yang panjang dari
seekor rubah.
"Sudahkah kamu mendengar berita yang bagus?" teriak sang Rubah dengan cara yang
sangat menyenangkan dan bersemangat.
"Kabar apa?" tanya sang Ayam Jantan dengan tenang. Tapi dia merasa sedikit aneh
dan sedikit gugup, karena sebenarnya sang Ayam takut kepada sang Rubah.
"Keluargamu dan keluarga saya dan semua hewan lainnya telah sepakat untuk
melupakan perbedaan mereka dan hidup dalam perdamaian dan persahabatan mulai dari
sekarang sampai selamanya. Cobalah pikirkan berita bagus ini! Aku menjadi tidak sabar untuk
memeluk kamu! Turunlah ke sini, teman, dan mari kita rayakan dengan gembira."
"Bagus sekali!" kata sang Ayam Jantan. "Saya sangat senang mendengar berita ini."
Tapi sang Ayam berbicara sambil menjinjitkan kakinya seolah-olah melihat dan menantikan
kedatangan sesuatu dari kejauhan.
"Apa yang kau lihat?"tanya sang Rubah sedikit cemas.
"Saya melihat sepasang Anjing datang kemari. Mereka pasti telah mendengar kabar
baik ini dan -"
Tapi sang Rubah tidak menunggu lebih lama lagi untuk mendengar perkataan sang
Ayam dan mulai berlari menjauh.
"Tunggu," teriak sang Ayam Jantan tersebut. "Mengapa engkau lari? sekarang anjing
adalah teman-teman kamu juga!"
"Ya,"jawab Fox. "Tapi mereka mungkin tidak pernah mendengar berita itu. Selain itu,
saya mempunyai tugas yang sangat penting yang hampir saja saya lupakan."
Ayam jantan itu tersenyum sambil membenamkan kepalanya kembali ke bawah bulu
sayapnya dan tidur, karena ia telah berhasil memperdaya musuhnya yang sangat licik.

Jadi pembelajaran yang dapat kita teladani dari dongeng ayam jantan yang cerdik dan rubah
yang licik ini adalah :
Janganlah kita menipu orang lain, jadilah cerdik tetapi tidak licik.

Anda mungkin juga menyukai