Anda di halaman 1dari 5

Mengisahkan sebuah keluarga petani yang hidup serba kekurangan di Tanah Gayo, Aceh.

Kesedihan
dan penderitaan yang dialami kepala keluarga beserta sang istri bertambah karena anak pertama
mereka sangat tidak mengerti akan kondisi dan situasi yang dialami keluarga. Bahkan anak itu tak
sudi untuk mengurus adiknya. Hingga suatu saat, hal yang tidak masuk akal terjadi pada keluarga
tersebut.
Judul
Legenda Batu Belah Batu Betangkup
Tema
Penyesalan anak durhaka pada kedua orang tua
Tokoh dan Perwatakan
Sulung : Nakal dan tidak patuh kepada orang tua
Ayah : Pekerja keras
Ibu : Pasrah
Bungsu
Tetangga
Naskah Drama
Suatu hari ketika musim kemarau, ladang kecil yang dimiliki petani tersebut sangat kering dan tidak
membuahkan hasil.
Ayah :Bu, kita sudah tak ada uang. Ladang kering kerontang. Apa yang harus kita lakukan untuk
menyambung hidup?
Ibu :Bagaimana kalau kambing yang kita ternak dijual saja Yah?
Ayah :Tapi kan kambing-kambing itu sangat kurus, tidak akan laku mahal di pasar, Bu.
Ibu :Nanti coba minta tolong Sulung untuk menggembala kambing ke padang rumput supaya cepat
gemuk ya Yah.
Ayah :Iya Bu.
Ayah segera memanggil Sulung.
Ayah :Sulung, tolong kamu beri makan kambing-kambing kita di padang rumput ya. Persediaan uang
sudah menipis, sedangkan ladang kita sedang sangat kering.
Sulung :Tidak mau!
Ibu :Kenapa, Sulung? Tolonglah bantu Ayah dan Ibu.
Ayah :Iya, nak. Rencananya kambing akan Ayah jual di pasar untuk pemasukan kebutuhan kita.
Tak lama kemudian Sulung mau menggembala dua ekor kambing yang dimikili Ayahnya. Namun tak
sampai di padang rumput yang dituju, Sulung memutuskan untuk tidur di bawah sebuah pohon
hingga sore. Dan ketika bangun, kambing yang dititipkan Ayahnya sudah raib entah ke mana. Tanpa
rasa bersalah, Sulung tak menjelaskan kejadian sebenarnya.

Ayah :Kambing-kambing kita di mana, Sulung? Kok tidak ada?


Sulung :Tadi hanyut di sungai!
Ayah :Apa? Hanyut? Yaampun bagaimana ini? Kenapa bisa hanyut?
Ayah sangat kecewa pada Sulung yang tidak bisa diandalkan, padahal semua hal yang dimintanya
adalah demi kepentingan hidup bersama-sama, yaitu demi kebutuhan pangan. Kesedihanpun
dirasakan Ibu yang selalu bersedia untuk mencari tambahan penghasilan untuk keluarga. Tanpa pikir
panjang, Ayah segera berangkat ke hutan untuk melihat perangkap yang sengaja dipasang untuk
menjerat hewan yang ada di sekitar hutan.
Ayah :Wow ternyata aku dapat! Seekor anak babi hutan, pasti akan laku dijual di pasar. Lumayan
untuk membeli kebutuhan makanan selama seminggu!
Dengan rasa gembira, Ayah melepas jeratan yang ada pada kaki hewan tersebut dan membawanya
pulang. Namun hal tak terduga terjadi sebelum ia keluar dari hutan. Ia diserang dua ekor induk babi
yang penuh amarah melihat anak mereka ditangkap. Serangan babi hutan tersebut tak kuasa
tertahan sehingga Ayah sulung terkapar tak berdaya namun tetap mencoba melakukan serangan
balik pada hewan liar tersebut. Tetapi usahanya tak membuahkan hasil, justru ia dikejar kawanan babi
hutan hingga ke sungai. Sungguh naas nasibnya, ia tewas ketika melompati bebatuan karena terjatuh
dan kepalanya membentur sebuah batu.
Sementara itu, Ibu sedang memarahi Sulung yang tega membuang beras terakhir yang tersedia di
rumah dengan rasa sedih yang tidak terbendung.
Ibu :Sulung! Kamu ini apa-apaan? Selalu bikin susah orang tua! Seenaknya saja kamu buang beras
untuk makan ke dalam sumur?!
Lelah memarahi Sulung, Ibupun meminta tolong agar Sulung mengambil periuk tanah liat di belakang
untuk dijual ke pasar.
Ibu :Yasudah Sulung, tolong Ibu ambil periuk tanah di belakang. Akan Ibu jual ke pasar, tolong jaga
adik karena Ayah belum pulang ke rumah.
Sulung :Untuk apa aku ambil periuk dan menjaga si Bungsu?!!! Aku jadi tidak bisa main! Mending aku
pecahkan saja periuk ini!!!!
Tak disangka periuk hasil buatan Ibu dipecahkan begitu saja oleh anak nakal yang satu ini. Sungguh
keterlaluan dan membuat hati Ibu hancur berkeping-keping layaknya periuk yang sudah pecah itu.
Ibu :Suluuuung.. Apa kamu tidak tahu, kita butuh makan. Kenapa kamu pecahkan periuk itu?
Padahal itu adalah satu-satunya sisa harta yang kita punya. (sambil meneteskan air mata)
Sungguh terlalu, Sulung justru membentak Ibunya dengan nada tinggi yang tak terkira. sikap Sulung
itu sangat keterlaluan pada Ibunya. Ia tak sadar bahwa suatu saat nanti penyesalan dan penderitaan
pasti akan ia alami jika sang Ibu sudah tiada. Sementara itu, Bungsu yang baru satu tahun hanya bisa
menyaksikan kesedihan mendalam pada Ibunya. Jika sudah sebesar Sulung, mungkin adiknya itu
akan berinisiatif untuk menolong Ibunya. Tak lama kemudian, salah satu tetangga datang di tengah

kekacauan dalam rumah itu.


Tetangga:Bu, saya ingin menyampaikan informasi bahwa suami Ibu ditemukan sudah tak bernyawa di
tepi sungai. Saya beserta warga yang lain turut berduka cita sedalam-dalamnya atas kepergian
Almarhum.
Ibu :Innalillahi wainailaihi rajiun (semakin tersedu mendengar kabar buruk tersebut)
Namun tak nampak raut wajah kesedihan dari wajah Sulung. Ia justru berpikir bahwa tanpa Ayahnya,
ia berarti bebas karena tidak ada yang menyuruh-nyuruhnya lagi.
Ibu :Sulung Ibu tak sanggup lagi hidup di dunia ini. Ibu sangat sedih melihat perilaku kamu. Tolong
jaga Bungsu, Ibu mau menyusul Ayahmu
Ibu Sulung pergi menuju sebuah batu yang disebut Batu Belah tempat suaminya terjatuh dan
meninggal. Kemudian iapun bersenandung sambil berjalan menuju batu tersebut
Batu belah batu bertangkup. Hatiku alangkah merana. Batu belah batu bertangkup. Bawalah aku
serta.
Angin sesaat bertiup kencang dan membuat Ibu Sulung terperangkap di Batu Belah yang tidak bisa
terbuka kembali untuk selamanya. Menyadari Ibunya telah tiada, Sulungpun sangat menyesal.
Sulung :Ibuuuuu!!!! Maafkan aku!!! Ibu kembalilah, Buuu!!!! Aku menyesaaal!!! Ibuuuu!!!!
Sambil merintih dan terus menerus memohon Ibunya kembali, usaha Sulung tetap sia-sia. Batu Belah
kini tertutup dan ia tak akan bisa bertemu Ibunya.

Batu Batangkup
Konon, disebuah dusun di Indragiri Hilir,Riau hiduplah seorang janda tua yang bernama Mak
Minah.Ia hidup bersama ketiga anaknya yang bernama Utuh,Ucin dan Diang.Sejak ditinggal mati
suaminya,Mak Minahlah yang bekerja keras untuk menghidupi ketiga anaknya.
Mak Minah : Akhirnya selesai juga pekerjaanku rumahku hari ini.Selanjutnya aku harus mencari kayu bakar
untuk dijual ke pasar
Ketiga anak Mak Minah sangat nakal dan pemalas.Setiap hari mereka hanya bermain.Mereka
tidak pernah merasa iba melihat emaknya setiap hari bekerja keras membanting tulang di
usianya yang sudah renta dan sakit sakitan.Bahkan,mereka sering membantah nasehat
emaknya hingga membuat Mak Minah bersedih.
Mak Minah : UtuhUcinDiang
Utuh : Sudahlah,diamkan saja orang tua cerewet itu.Lebih baik kita lanjutkan saja lagi permainan kita
tadi.Ucin jaga!
Ucin : Yah,kok aku lagi yang jaga.Diang belum pernah jadi yang jaga
Diang : Sudahlah,cepatlah berhitung Cin
Ucin : SatuDua...Tiga
Mak Minah : (berteriak dari depan pintu rumah) Utuh,Ucin,Diang!Pulanglah!Hari sudah gelap!Hari ini emak
kurang enak badan.Masaklah untuk makan malam!

Setelah menunggu beberapa saat,anak anak Mak Minah pun tetap saja asyik
bermain.Akhirnya,Mak Minah pergi ke dapur untuk memasak,meskipun badannya sangat lemas.
Mak Minah : Utuh,Ucin,Diang!Pulanglah Nak!Makan malam sudah emak siapkan.
Diang : Ayo kita makan dulu saudara saudara!
Utuh & Ucin : Ayoo!
Mereka pun menghabiskan semua makanan yang telah disiapkan emaknya.Bukannya
membantu emaknya mencuci piring,mereka malah kembali bermain.
Ucin : Ayolah kita main lagi!
Utuh & Diang : Ayook!
Malam pun semakin larut.Sakit Mak Minah semakin parah.Seluruh badannya terasa pegal pegal
dan sangat lemah karena kelelahan.
Mak Minah : Utuh,Ucin,Diang!Tolong pijitin emak,Nak!
Utuh : Sudahlah,kita pura pura tidur saja (berbisik kepada saudaranya)
Mak Minah sudah tidak bisa berbuat apa apa lagi,kecuali meratapi nasibnya.
Mak Minah : Ya Tuhan,tolonglah hambamu ini!Sadarkanlah ketiga anakku agar mereka mau peduli padaku
yang sudah tak berdaya ini
Keesokan harinya,pagi pagi sekali Mak Minah sudah bangun memasak nasi dan lauk yang
banyak untuk anak anaknya.Setelah itu,tanpa sepengetahuan anaknya,Mak Minah pergi ke
tepian sungai di dekat gubuknya.Ia mendekati sebuah batu yang konon bisa berbicara seperti
manusia.Batu itu juga bisa membuka dan menutup seperti kerang.Orang-orang menyebutnya
Batu Batangkup.
Didepan batu itu,Mak Minah berlutut dan memohon kepada batu itu agar menelan dirinya.
Mak Minah : Wahai Batu Batangkup,telanlah saya.Saya sudah tidak sanggup lagi hidup bersama ketiga anak
saya yang tidak mau mendengar nasihat saya
Batu Batangkup : Apakah engkau tidak menyesal,Mak Minah?Lalu bagaimana nasib anakmu?
Mak Minah : Biarlah mereka hidup sendiri tanpa emaknya.Mereka juga sudah tidak peduli pada emaknya
Batu Batangkup : Baiklah,jika itu yang kau inginkan
Dalam waktu sekejap,Batu Batangkup menelan tubuh Mak Minah dan hanya menyisakan
rambutnya yang panjang hingga masih tampak diluar.
Sementara itu,ketika hari menjelang sore,ketiga anak Mak Minah pulang bermain.Mereka
langsung menyantap makanan yang sudah disiapkan Mak Minah.Mereka heran,karena emak
mereka belum juga pulang.
Diang : Emak kemana ya?Kok belum pulang?
Ucin : Sudahlah,makan dah makanannya nih.Kalo gak mau buat aku aja.
Utuh : Udahlah,makan aja.Gak usah peduliin emak,ntah kemana orang tua itu perginya
Menjelang hari kedua,persediaan makanan mereka sudah habis.Sementara Mak Minah belum
juga pulang kerumah.Ketiga anaknya pun kebingungan mencari Mak Minah.
Utuh,Ucin,Diang : Maafkan kami Emak!Kami sangat menyesal menyia nyiakan Emak!
Hingga larut malam,mereka terus meratap dan menangis karena kelaparan.Tapi karena
kecapaian bermain,akhirnya mereka pun tertidur lelap.
Keesokan harinya,ketiga anak tersebut kembali mencari emak mereka.Setelah menyusuri
sungai yang tak jauh dari tempat tinggal mereka,sampailah mereka di depan Batu
Batangkup.Alangkah terkejutnya mereka melihat rambut emaknya terurai di sela Batu
Batangkup.
h,Ucin,Diang : Wahai Batu Batangkup! Keluarkanlah Emak kami dari perutmu.Kami membutuhkan Emak kami
u Batangkup : Tidak!Kalian hanya membutuhkan Emak kalian pada saat kalian lapar.Kalian tidak pernah mau
membantu dan mendengar nasihat emak kalian!

Utuh : Batu Batangkup!Kami berjanji untuk membantu emak dan mematuhi nasihat emak kami
Ucin & Diang : Iya Batu Batangkup,kami berjanji
u Batangkup : Baiklah,emak kalian akan aku keluarkan karena kalian sudah berjanji.Tetapi jika kalian
mengingkari janji,emak kalian akan kutelan kembali
Batu Batangkup pun mengeluarkan Mak Minah dari perutnya.Utuh,Ucin dan Diang pun segera
berlutut didepan Mak Minah.
Utuh : Maafkan Utuh,Emak!
Uci : Maafkan Uci juga Mak!Uci berjanji akan mematuhi nasihat Emak!
Diang : Iya Mak!Diang juga minta maaf!
Mak Minah : Sudahlah Anakku!Kalian sudah Emak maafkan.Mari kita pulang nak.
Sejak saat itu,setiap hari ketiga anak tersebut rajin membantu Mak Minah bekerja.Utuh dan Uci
membantu emaknya mencari kayu bakar di hutan untuk dijual ke pasar.Sementara Diang,sibuk
dirumah menyiapkan makanan untuk emak dan kedua abangnya.Mak Minah sangat gembira
dan bahagia melihat perubahan perilaku anaknya.
Namun sayang,kebahagian itu hanya sementara.Perilaku anaknya tersebut kembali berubah.
Justru, mereka semakin nakal dan pemalas.Utuh dan Uci tak pernah lagi membantu emaknya
mencari kayu bakar.Demikian pula Diang,ia tak pernah memask di rumah.Bahkan,mereka
semakin berani membantah nasihat emak mereka.Hal itu membuat Mak Minah semakin sedih.
Pada suatu malam,Mak Minah memasak nasi dan lauk cukup banyak tanpa diketahui oleh anak
anaknya.
Mak Minah : Aku sudah tidak tahan lagi melihat perilaku mereka!Lebih baik aku kembali ke Batu Batangkup
Dengan perasaan sedih,Mak Minah meninggalkan ketiga anaknya.Di depan Batu
Batangkup,Mak Minah berlutut dan memohon.
Mak Minah : Wahai Batu Batangkup!Telanlah saya kembali.Mereka benar benar tidak mau menghormatiku
lagi
Batu Batangkup pun langsung menelan Mak Minah.
Keesokan harinya,ketiga anaknya kembali bermain seperti biasanya.Mereka tidak menghiraukan
emaknya.Dikiranya,emaknya pergi ke hutan mencari kayu.
Diang : Kemana lagi sih si emak ni pergi?
Ucin : Palingan lagi cari kayu dihutan.Yang penting makanan udah siap dah.
Menjelang sore hari,Mak Minah belum juga pulang kerumah.
Utuh : Jangan jangan emak kembali lagi ke Batu Batangkup.
Diang : Kita sudah melanggar janji kita kepada Batu Batangkup!
Ucin : Kita sudah melupakan hal itu.Mari kita kembali lagi ke Batu Batangkup untuk mengambil
kembali emak!
Mereka pun langsung berlari menuju ke Batu Batangkup.
h,Ucin,Diang : Maafkan kami Batu Batangkup!Kami sangat menyesal.Keluarkanlah emak kami dari perutmu!
Batu Batangkup : Kalian memang anak nakal.Kali ini aku tidak akan memaafkan kalian!
Ketiga anak itu pun langsung ditelan oleh Batu Batangkup.Setelah tubuh ketiga anak itu sudah
masuk ke dalam perutnya,Batu Batangkup itu pun masuk kedalam tanah.Sampai sekarang Batu
Batangkup itu pun tak pernah muncul lagi.

Anda mungkin juga menyukai