Abstrak
Jauh sebelum kedatangan orang Eropa khususnya bangsa Belanda di Nusantara, etnik Cina
sudah melakukan aktivitas perdagangannya di tanah Jawa, tepatnya di pesisir pantai utara
Jawa, khususnya di daerah Tuban dan Surabaya yang saat itu sudah ramai dikunjungi oleh
para pedagang mancanegara yang kebanyakan dari mereka datang dari belahan bumi
sebelah barat dan timur. Peran para pedagang Cina saat tersebut lebih spesifik sebagai
pedagang perantara (middleman) antara penguasa pribumi dengan penguasa pribumi, juga
antara penguasa pribumi dengan rakyat. Sekaitan obyek masalah yang akan diteliti kejadian
masa lalu, maka metode penelitian yang digunakan adalah metode historis yang tahapannya
meliputi pengumpulan sumber tulisan, kritik sumber, interpretasi dan historiografi.
Memasuki abad ke-16, yaitu periode awal kedatangan bangsa Eropa di Nusantara
umumnya dan di Pulau Jawa khususnya, peran orang Cina tetap sebagai middleman artinya
peran etnik Cina belum mengalami perubahan dalam perannya sebagai pedagang, yaitu
masih sebagai pedagang perantara. Demikian pula, ketika orang Belanda mendirikan
kongsi dagang (VOC), peran orang Cina masih seperti sedia kala sebagai pedagang
perantara antara para pengusaha VOC dengan para penguasa pribumi dan para pengusaha
pribumi. Namun pada periode VOC, etnik Cina di samping sebagai pedagang perantara,
juga bekerja sebagai buruh di perkebunan-perkebunan yang dikelola oleh pemodal-
pemodal VOC. Hanya perannya sebagai pedagang perantara tetap dominan jika
dibandingkan dengan peran-peran yang lainnya. Pada masa kekuasaan VOC, kendatipun
orang Cina keberadaannya sangat dicurigai oleh pihak penguasa, namun orang Cina oleh
para penguasa VOC, secara hati-hati sering kali dijadikan mitra dagang. Para pejabat VOC
merasa lebih senang berhubungan dengan orang Cina, ketimbang harus berhubungan
dengan rakyat pribumi yang kental kultur feodalistiknya.
Abstract
Long before the arrival of Europeans, especially the Dutch in the archipelago, the ethnic
Chinese had carried out their trading activities on the land of Java, precisely on the north
coast of Java, especially in the Tuban and Surabaya areas, which at that time were already
visited by foreign traders, most of whom came from the western and eastern hemisphere.
The role of the Chinese traders at this time was more specific as an intermediary trader
(middleman) between the indigenous ruler and the indigenous ruler, also between the
indigenous ruler and the people. Regarding the object of the problem to be examined past
events, the research method used is the historical method which stages include collecting
written sources, source criticisms, interpretations and historiography. Entering the 16th
century, namely the initial period of the arrival of Europeans in the archipelago in general
and in Java in particular, the role of the Chinese remains middleman, meaning that the role
of ethnic Chinese has not changed in its role as a trader, which is still as an intermediary
trader. Likewise, when the Dutch established a trading partnership (VOC), the role of the
1
P-ISSN : 2655-3600 Bihari: Jurnal Pendidikan Sejarah dan Ilmu Sejarah
E-ISSN : 2714-7908 Vol. 2, No. 2, 2019
Chinese was still as available as an intermediary trader between VOC businessmen and
indigenous rulers and indigenous businessmen. But in the VOC period, ethnic Chinese as
well as intermediary traders, also worked as laborers on plantations managed by VOC
financiers. Only its role as an intermediary trader remains dominant when compared to
other roles. During the VOC's rule, although the Chinese were highly suspected by the
authorities, the Chinese by the VOC rulers were often carefully used as trading partners.
VOC officials felt more comfortable dealing with the Chinese, rather than having to deal
with indigenous people who were thick with feudalistic culture
2
P-ISSN : 2655-3600 Bihari: Jurnal Pendidikan Sejarah dan Ilmu Sejarah
E-ISSN : 2714-7908 Vol. 2, No. 2, 2019
3
P-ISSN : 2655-3600 Bihari: Jurnal Pendidikan Sejarah dan Ilmu Sejarah
E-ISSN : 2714-7908 Vol. 2, No. 2, 2019
4
P-ISSN : 2655-3600 Bihari: Jurnal Pendidikan Sejarah dan Ilmu Sejarah
E-ISSN : 2714-7908 Vol. 2, No. 2, 2019
mengatakan, tidak ada seorang Cina yang Obyek perdagangan pada waktu itu
tinggal di Pulau Jawa. Lain halnya adalah beras, lada dan gula. Selain
dengan yang tertulis dalam sejarah Cina berniaga mereka juga mengerjakan
lama yang menyebutkan, bahwa tanah pertanian, menanam merica dan
pengetahuan orang Cina merantau ke bersawah. Pada umumnya orang Cina
Indonesia terjadi pada masa akhir yang pertama datang ke Indonesia pada
pemerintahan dinasti Tang tahun 907 M waktu itu hanya terdiri dari kaum laki-
atau awal abad ke-10 M. Masih menurut laki saja. Keadaan ini berlangsung
keterangan dari sejarah Cina lama bahwa sampai perang dunia perama berakhir.
daerah yang pertama kali didatangi Oleh karena itu sebelum waktu itu telah
adalah Palembang, yang pada masa itu berlangsung perkawinan antara orang
merupakan pusat perdagangan kerajaan Cina laki-laki dengan wanita pribumi.
Sriwijaya. Dari Palembang mereka ini Akan tetapi setelah perang dunia pertama
pergi ke seletan dengan tujuan Pulau para emigran Cina membawa pula kaum
Jawa untuk mencari rempah-rempah. wanita serta keluarga lainnya kaum
Mereka itu dalam jumlah rombongan kerabatnya. Sejak itulah banyak orang
yang tidak begitu besar, kemudian Cina yang datang ke Indonesia, yang
menetap di daerah pelabuhan pantai utara kebanyakan berasal dari daerah Fukien
Pulau Jawa. Menetapnya imigran Cina di dan Kwantung. Mereka terutama
pesisir utara Jawa, karena sejak masa termasuk suku bangsa Hokkien, Hikka
yang cukup lama, pesisir pantai utara dan Kanton.
Jawa sudah menjadi jalur jaringan Sampai pertengahan abad ke-19 suku
perdagangan internasional yang Kokkin merupakan “dominant groups”.
menghubungkan antara pedagang dari Mereka ini termasuk yang pandai
belahan bumi bagian barat (Arab, India, berdagang. Mereka banyak yang
Eropa) dengan pedagang dari belahan menetap di pulau Jawa bagian tengah,
bumi bagian timur. Timur dan di pantai Utara Sumatra Barat.
Hubungan dagang Cina dengan Orang Cina yang berdiam di luar pulau
Indonesia ini secara lebih nyata telah Jawa kebanyakan termasuk suku bangsa
terbina sejak abad ke-13. Selanjutnya Teochius, yang mempnyai kepandaian
pendatang-pendatang baru banyak yang bertani. Mereka banyak yang menjadi
datang pada waktu negara Cina buruh perkebunan seperti di daerah
diperintah oleh dinasti Ming (1368- pantai Sumatra Timur. Suku bangsa
1644). Pada 1412 sebuah armada Cina di Cina Hikka yang datang ke Indonesia
bawah pimpinan Cheng Ho datang di terutama terjadi pada masa 1850-1931.
pulau Bangka, Bliton, Kepulauan Kemiskinan suku bangsa ini yang
Karimata, pulau Jawa di Semarang dan di mendorong untuk merantau. Pada
Madura. Menurut Cheng Ho, orang- mulanya mereka bekerja sebagai buruh
orang yang tinggal di pulau Jawa pada perusahaan-perusahaan nassional,
kebanyakan berpusat di kota-kota pantai akan tetapi kini mereka mendomisir
seperti di sekitar Tuban, Surabaya dan pertambangan-pertambangan, seperti
Gersik. Pada abad ke-13 daerah-daerah pertambangan emas di Kalimantan Barat
tersebut telah merupakan tempat penting dan pertambangan Timah di pulau
dalam perdagangan dengan orang-orang Bangka. Kemudian banyak diantaranya
Cina. Sedangkan di pulau Jawa bagian yang pergi ke pulau Jawa sebagai
barat (sekarang propinsi Banten), orang- pedagang di Jakarta atau buruh
orang Cina kebanyakan pada waktu itu perkebunan daerah Periangan, sehingga
bertempat tinggal di Banten dan selanjutnya perkembangan orang Cina
Jayakarta. suku bangsa Hikka ini lebih berat.
5
P-ISSN : 2655-3600 Bihari: Jurnal Pendidikan Sejarah dan Ilmu Sejarah
E-ISSN : 2714-7908 Vol. 2, No. 2, 2019
6
P-ISSN : 2655-3600 Bihari: Jurnal Pendidikan Sejarah dan Ilmu Sejarah
E-ISSN : 2714-7908 Vol. 2, No. 2, 2019
7
P-ISSN : 2655-3600 Bihari: Jurnal Pendidikan Sejarah dan Ilmu Sejarah
E-ISSN : 2714-7908 Vol. 2, No. 2, 2019
Selain itu sejak semula orang-orang 1511, maka peran perdagangan kota itu
Belanda sangat menghargai orang-orang pindah ke Aceh dan Banten. Adapun
Cina dan perdagangannya. Mereka perdagangan Jawa Timur pada
terkesan akan semangat dagang dan permulaan abad XVII pindah ke Makasar
usaha yang dimiliki oleh imigran Cina, dan Banjarmasin disebabkan oleh
dan karena kesediaannya menerima tamu peperangan Mataram dan kemudian pada
dan kecenderungan mengadakan jamuan akhir abad XVII pindah dari Makasar ke
makan dan ramah dalam pergaulan. Banten. Sejarah dari pusat perdagangan
Sehingga orang-orang Cina lebih itu adalah sejarah perdagangan laut
menarik hati bagi orang Belanda jika Indonesia. Pada akhir abad XVII, semua
dibandingkan dengan orang Jawa atau pusat yang penting Malaka, Aceh,
salah satu dari bangsa lainnya Banten, Jawa Timuur dan Makasar
(Vermeulen dalam Winarni, 2009: 100). runtuh. Namun sebaliknya, sejak akhir
Sejak saat itulah peranan orang-orang abad XVII VOC mencapai puncak
Cina terus mengakar. Kerja sama orang- kekuasaannya (Burger, 1962: 63).
orang Belanda dengan orang-orang Cina Kemudian menjadi pertanyaan
menyebabkan operasi perdagangan bagaimana keberadaan pedagang-
Belanda bekerja secara efektif. Sehingga pedagang Cina setelah terjadi perubahan
peranan mereka sebagai patner menjadi dalam struktur perdagangan laut di
sangat diperlukan. Hubungan tertutup Nusantara. Sepeti dikatakan ketika VOC
dengan Belanda melahirkan istilah masih dalam rangka mencari posisi
(pameo) ana landa ana cina (ada dalam perdagangan di Pesisir Utara,
Belanda ada Cina). Melalui perdagangan VOC telah memilih orang-orang Cina
ini penguasaan pemerintah terhadap sebagai patner dagang VOC. Sejak saat
pedesaan-pedesaan menjadi lebih itu telah terjalin jaringan kerja
intensif. Melalui mereka proses perdagangan antara VOC dengan
monetisasi memasuki wilayah pedesaan pedagang-pedagang Cina. Bahkan justru
dapat diatur dengan baik dan sejak zaman VOC tersebut sebenarnya
mantap(Suhartono, 1994: 178). Dalam perdagangan modern orang-orang Cina
perjalanan waktu seiring dengan naiknya mulai tumbuh dengan pasti. Di sini akan
kekuasaan VOC di Jawa umumnya dan terlihat bahwa orang-orang Cina pandai
di Jawa Timur pada khususnya dapat kita menangkap kesempatan, sehingga
lihat bagaimana aktivitas orang-orang meskipun terjadi perubahan politik,
Cina tersebut baik dalam masa awal mereka bisa bertahan.
VOC mencari posisi dalam perdagangan Seperti dijelaskan di atas bahwa, sejak
Pesisir Utara Jawa Timur maupun akhir abad ke-17 kekuasaan VOC mulai
sesudah VOC menguasai dan mengontrol mantap. Maka perdagangan orang-orang
perdagangan Pesisir Utara, dan orang- Cina pun mengikuti irama perkembangan
orang Cina yang menjadi mitra dagang perdagangan VOC. Sejak itu peran
VOC. pedagang distribusi Cina yang ada di
Pada akhir abad XVII tampak suatu Jawa sama sekali berubah. Dari menjadi
keadaan baru. Waktu itu semua pusat penghubung antara para pedagang
perdagangan di wilayah Nusantara jatuh kelontong besar Cina dan penduduk
berturut-turut. Para pedagang Pribumi pribumi (Jawa), maka mereka berubah
berkali-kali mencari jalan keluar, tetapi menjadi penghubung antara kompeni dan
selalu gagal karena adanya blokade dari penduduk di Jawa. Kompeni selain
kapal-kapal dagang asing, terutama menjadi satu-satunya pedagang besar
Belanda yang menerapkan politik koleksi lada, dan sebagainya, ia juga
monpoli perdagangan. Setelah Malaka menjadi satu-satunya pedagang besar
ditaklukan oleh Portugis pada tahun distribusi sepanjang menyangkut
8
P-ISSN : 2655-3600 Bihari: Jurnal Pendidikan Sejarah dan Ilmu Sejarah
E-ISSN : 2714-7908 Vol. 2, No. 2, 2019
9
P-ISSN : 2655-3600 Bihari: Jurnal Pendidikan Sejarah dan Ilmu Sejarah
E-ISSN : 2714-7908 Vol. 2, No. 2, 2019
10