Anda di halaman 1dari 105

MATERI KULIAH

Oleh : Zusrotin
BAB 1
SEJARAH PEREKONOMIAN KUNA
A. Perdagangan Asia Kuna Secara Umum

Pada masa sebelum sejarah telah terjadi perpindahan bangsa-bangsa


secara besar-besaran. Dari wilayah Asia Tenggara mereka berpindah ke
kepulauan Indonesia dan ke kepulauan-kepulauan sebelah timur Indonesia.
Pada permulaan Masehi perpindahan bangsa-bangsa itu telah berakhir.
Kepulauan Indonesia kemudian didiami oleh suku-suku bangsa yang hingga
sekarang msih dikenal, yang pada dasarnya sejak awal dibedakan menjadi
dua kelompok. Pertama, suku-suku yang bertempat tinggal di wilayah
pedalaman seperti suku bangsa Batak, Dayak, dan Toraja. Kedua, adalah
suku bangsa yang mendiami daerah pantai seperti suku bangsa Jawa,
Sunda, Melayu, Madura, Bali, dan Bugis.
Pada zaman kuna sebelum Masehi dan pada permulaan Masehi, di Asia
terdapat dua jalan perniagaan Internasional yaitu melalui darat dan laut.
Jalan darat Asia menghubungkan wilayah Cina – Asia Tengah – Turkistan –
Laut Tengah. Jalan tersebut dikenal dengan “Jalan Sutera”.
Jalan perniagaan internasional melalui laut menghubungkan Cina dengan
India melalui Malaka dan perairan Indonesia.
Perhubungan laut antara Laut Tengah, India, dan Cina tampaknya sudah
biasa dilalui sejak abad pertama Masehi. Hal ini dimungkinkan karena
adanya beberapa faktor, baik teknis maupun non teknis.
Secara teknis adanya kemajuan-kemajuan dalam bidang:
1. Pembuatan kapal besar (jung)
2. Kemajuan dalam bidang geografi
Non teknis perhubungan laut dimungkinkan karena adanya:

1. Persebaran paham Budha


2. Permintaan barang-barang dari Timur yang meningkat
3. Perpindahan daerah pensuplai emas
Dengan demikian jelas bahwa pada awal Masehi telah tercukupi syarat-
syarat teknis, ekonomis, dan sosiologis yang diperlukan untuk
mengembangkan perdagangan di daerah pantai Asia Selatan.
Hubungan perniagaan antara daerah Indonesia dengan India, Cina, dan
wilayah sebelah barat India telah menyebabkan munculnya pengaruh
kebudayaan antar bangsa.
Dalam abad kedua dan abad-abad berikutnya, pengaruh Hindu di wilayah
Asia Tenggara makin kuat. Pengaruh ini bertahan selama  1000 th hingga
datangnya Islam sekitar tahun 1200, dalam kondisi India sendiri sudah
mendapat pengaruh Islam.
Menurut J.C. Van Leur (1961) mengemukakan pada zaman kekaisaran
Romawi di abad pertama telah terbuka jaringan hubungan perniagaan yang
luas antara Asia Selatan dengan Laut Tengah.
Sifat utama dari perdagangan Asia di zaman kuna adalah adanya dua
golongan pedagang, yaitu yang pertama: golongan finansier, golongan orang
kaya, kaum hartawan, nobles de robe, popolo grosso, pedagang pasif, yang
memasukkan uangnya dalam usaha perdagangan secara insidental. Hal ini
berarti perdagangan hanya untuk satu kali perjalanan dagang dalam
melayani satu pesanan saja atau disebut commenda system.
Sejak dahulu kala yang terpenting dalam perniagaan India adalah ekspor
katun atau kapas dan kain-kain halus. Pada zaman kekaisaran Romawi,
pada awal perhitungan Masehi, sudah banyak barang katun dari India yang
diekspor ke Eropa.
Ditinjau dari sudut kebudayaan, perdagangan di zaman kuna yang merintis
jalan bagi agama Budha dan Islam, menurut pendapat Van Leur memiliki arti
kultural 10 kali lebih penting dari arti perekonomian itu sendiri, karena
hubungan perdagangan itu telah mempertemukan berbagai kebudayaan
bangsa-bangsa di dunia ini.
Perdagangan di zaman kuna itu adalah suatu perdagangan internasional
yang melalui pantai-pantai dan pelabuhan-pelabuhan, sedang daerah
pedalaman dapat diabaikan/tak tersentuh jalur perdagangan laut.
Hubungan dagang di dunia dari waktu ke waktu semakin bertambah ramai.
Aturan yang dikeluarkan oleh Paus yang melarang orang Kristen untuk
berdagang dengan orang Islam sejak meletusnya Perang Salib sudah tidak
dihiraukan lagi oleh pedagang-pedagang Kristen sendiri.
Ketika orang-orang Portugis berhasil menyeberangi Samudra Hindia (1498)
hingga kemudian dapat menguasai Malaka (1511), beralih pulalah pusat
perdagangan rempah-rempah dari Iskandariah ke Lisabon. Dengan demikian
mati pulalah perniagaan di Mesir, bahkan akhirnya hancur sama sekali ketika
Turki Osmani berhsil menguasai Quc (1517).
Beberapa usaha untuk mengatasi kesulitan memperoleh barang penukar,
seperti:
1. Menekan harga beli serendah mungkin dengan cara menemukan sendiri
jalan menuju ke tempat produksi rempah-rempah di Asia
2. Mendapatkan berbagai sumber emas yang lebih banyak

Perang Salib secara politis telah menyebabkan runtuhnya komunikasi antar


negara-negara Kristen di Eropa dengan negara-negara Islam di Timur
Tengah, namun secara ekonomis semakin intensifnya hubungan dagang
antara Eropa dengan Asia. Hal ini karena kebutuhan rempah-rempah bagi
Eropa di atas kepentingan politik, bahkan kepentingan agama.
Serbuan bangsa Mongol yang telah menghancurkan dinasti Abbasiyah
(1258) justru telah menyebabkan semakin luasnya pengaruh Islam ke
wilayah timur.
Pedagang-pedagang Arab semakin intensif melakukan perdagangan ke
daerah-daerah yang terletak di sebelah Jazirah Arabia, seperti India Selatan
dan Asia Tenggara.
B. Sejarah Perekonomian Indonesia Kuna

Sejarah perekonomian Indonesia menunjukkan suatu motif dasar (suatu


protipe atau suatu contoh dasar), yang secara tetap tampak pada semua
perubahan ekonomis (menyangkut latar belakang, perubahan ekonomis) dari
suatu masa ke masa berikutnya di zaman kuna. Motif dasar yang dimaksud
adalah desa Indonesia. Masyarakat dalam kelompok kecil dan cenderung
“primitif” inilah yang tetap menjadi inti kegiatan ekonomi di tengah-tengah
segala perubahan yang berlangsung berabad-abad di Indonesia.
Dapat dijelaskan bahwa kehidupan ekonomis bangsa Indonesia diwarnai
oleh kehidupan desa. Desa Indonesia sebagai kelompok masyarakat dalam
jumlah kecil yang “primitif” kurang berkembang secara ekonomis. Mereka
adalah masyarakat petani, yang dalam beberapa hal bersikap sebagai
anggota sebuah keluarga besar.
Ciri utama yang membedakan sejarah perekonomian Indonesia dibanding
sejarah perekonomian Eropa Barat dan Tengah pada zaman kuna adalah
perkembangan individualisme.
Di Indonesia, tenah perladangan milik kolektif atau penguasa. Di Eropa
Barat, orang-orang di pedesaan Jerman kuna telah memiliki ladang secara
individual. Rumah tangga tertutup berkembang karena didukung oleh sikap
hidup yang terbuka dan adanya persaingan.
Perkembangan individualisme merupakan akar perbedaan perkembangan
antara desa-desa Indonesia dengan desa-desa Eropa Barat dan Eropa
Tengah. Terhambatnya individualisme pada desa-desa Indonesia ini
merupakan kunci pokok untuk memahami masyarakat dan sejarah
perekonomian Indonesia.
Sebelum kedatangan pengaruh Hindu, orang-orang Jawa telah mengenal
logam, mengenal navigasi, dan telah mengenal pula sistem persawahan.
Tingkat kebudayaan yang demikian itu menunjukkan tingkatan peradaban
masyarakat yang berada di atas tingkatan masyarakat primitif.
Munculnya masyarakat Jawa Hindu tidak secara spontan, melainkan karena
adanya kekuasaan raja yang berada di atas rumah tangga desa. Perubahan
berarti yang diakibatkan oleh Hinduisme itu adalah; desa yang sebelumnya
bereproduksi sebatas hanya untuk memenuhi kebutuhan desanya sendiri
kemudian berkembang bukan hanya untuk keperluan desanya sendiri tetapi
juga untuk mencukupi kebutuhan raja atau kekuasaan di atas desa dan juga
untuk pembayaran upeti.
Masyarakat agraris Indonesia kuna dapat disejajarkan dengan masyarakat
agraris Eropa pada abad pertengahan apabila ditinjau dari stratifikasi
sosialnya.
Masuknya pengaruh Islam di Indonesia tidak membawa perubahan yang
berarti bagi kehidupan ekonomi Indonesia. Pengaruh yang dibawa oleh
pedagang Islam, baik yang berasal dari India maupun negeri-negeri Timur
Tengah adalah semakin banyaknya wilayah Indonesia yang terlibat dalam
perdagangan internsional.
Perdagangan antara tahun 1400-1600 mengalami perkembangan yang
pesat. Semakin banyak komoditi perdagangan yang diekspor ke wilayah
barat. Pedagang-pedagang Jawa yang tinggal di kota-kota pantai, pedagang
Maluku, pedagang-pedagang Melayu dari kerajaan-kerajaan pantai,
pedagang-pedagang Bugis (Makasar), semakin berperan dalam
perdagangan di wilayah Indonesia.
PERDAGANGAN LAUT INDONESIA DI ZAMAN KUNA

A. Sriwijaya

Pelayaran bangsa Indonesia sudah berlangsung sejak munculnya sejarah


bangsa tersebut, atau mungkin jauh sebelum itu. Argumen tersebut
didasarkan pada fakta bahwa bangsa Indonesia berasal dari seberang lautan,
yaitu dari Yunan, kawasan Asia Tenggara.
Pada abad kedua sesudah Masehi, Indonesia telah memiliki hubungan
dengan India, dan selama enam abad berikutnya pengaruh Hinduisme di
Indonesia banyak mengirim utusan ke Cina.
Sejak awal keterlibatan Indonesia dalam jalur hubungan dengan India-Cina ini,
yang diperdagangkan Indonesia adalah rempah-rempah. Lada dari Sumatra
(Sumatra Selatan dan Tengah), cengkih dan buah pala dari Indonesia Timur
(kepulauan Maluku), jenis-jenis kayu berharga (pulau-pulau di Nusa
Tenggara), hasil-hasil hutan seperti kapur barus dari Sumatra, kayu cendana
dari Nusa Tenggara, berbagai jenis burung dari Indonesia Timur, dsb.
Van Leur mengemukakan salah satu kunci untuk mendapatkan gambaran
mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan perdagangan kuna Asia
maupun Indonesia adalah memahami kedudukan raja-raja serta kepala-kepala
negeri yang penting.
Pengaruh raja-raja dan kepala negeri di Indonesia antara lain terindikasi
melalui kedudukan mereka dalam menentukan penarikan bea cukai untuk
barang-barang yang masuk dan keluar dari wilayah kekuasaannya, hak
“paksaan menimbun barang”, pemilikan “hak beli utama”, monopoli-monopoli
untuk jenis barang perdagangan tertentu, keberlakuan “hak beli utama”,
keberlangsungan perdagangan kala-kala, pemilikan kapal-kapal dagang,
permodalan dan pelayaran perdagangan, pemberlakuan “hak rampas kapal di
pantai”, dan pada perompakan di laut.
Perkembangan kerajaan Sriwijaya tampaknya memiliki kaitan yang erat
dengan perluasan Islam di wilayah Asia bagian barat. Menurut Coedes, akibat
yang timbul dari adanya penaklukan-penaklukan yang dilakukan oleh
kekhalifahan Islam sejak abad VII di jazirah Arab dan sekitarnya, muncullah
suatu kekuasaan yagn kuat di daerah Timur Tengah, seperti Arab Saudi,
Suriah, MEsir, dan Meseoptamia.
Teknologi pelayaran yang masih sederhana pada abad VII menyebabkan
kapal-kapal dagang yagn melalui Selat Malaka harus singgah di beberapa
pelabuhan untuk mengambil air minum dan menambah bahan perbekalan.
Sriwijaya adalah negara yagn terpenting di Indonesia dalam perdagangan
sebelum kerajaan-kerajaan jawa mengembangakn kekuasaannya. Di Jawa
terutama Jawa Tengah dan Jawa Timur terdapat kerajaan yang sezaman
dengan kerajaan Sriwijaya. Basis perekonomian kerajaan Jawa terletak di
daerah pedalaman, bukan di pantai. Pertanian berkembang baik di Jawa
karena dukungan sumber daya alam dan sumber daya manusia. Tanah
pertanian Jawa lebih subur dan penduduknya lebih padat.
Meskipun basis perekonomian antara kerajaan di Sumatra (Sriwijaya) dan
kerajaan di Jawa (Kediri, Singasari, dan Majapahit) berbeda, namun satu hal
yang harus diperhatikan adalah bahwa golongan yang paling berkuasa adalah
raja-raja, bangsawan, dan pemilik modal.
Di zaman teknologi pelayaran yang masih sangat sederhana ini, pelayaran
dalam kawasan Indonesia, yaitu dari Maluku ke Malaka sudah merupakan
prestasi yang luar biasa karena jarak yang ditempuh sudah merupakan
prestasi yang luar biasa karena jarak yang ditempuh sudah mencapai
seperdelapan lingkaran bumi.
Pada tahun 1125 kerajaan Sriwijaya masih menguasai daerah Palembang,
Malaka, Sailan, dan Sunda (Jawa Barat). Kemudian timbul persengketaan
dengan raja Cola (pantai Coromandel India Selatan) yang sedang meluaskan
kekuasaan lautnya di teluk Benggala. Pada tahun 1265 diketahui Sailan
terlepas dari tangan Sriwijaya.
B. Kediri
Sejak abad IX, kekuasaan di Jawa terfokus di Jawa Timur. Beberapa kerajaan
silih berganti di Jawa Timur. Dalam abad XI, kerajaan Kahuripan di bawah
Erlangga melakukan persiapan-persiapan untuk menyelenggarakan
perdagangan laut.
Pelabuhan Tuban pada abad XI diperkirakan memiliki perdagangan laut dan
memiliki posisi penting sebagai bandar Jawa Timur dalam hubungan ke arah
timur maupun ke arah barat. Kota ini lama sekali bertahan menjadi kota
pelabuhan penting. Ke arah barat, pada abad XII kapal-kapal Jawa sudah
berlayar sampai ke nnam (Vietnam).
Kerajaan Kediri (dikenal juga sebagai kerajaan Daha, 1050-1222) di Jawa
Timur membangun angkatan lautnya dan menanamkan hegemoninya di
pulau-pulau di wilayah Indonesia bagian timur. Kawasan Indonesia dengan
demikian dikuasai oleh dua kerajaan. Di wilayah barat Sriwijaya memegang
kekuasaan, sedangkan di wilayah timur kerajaan Kediri yang berkuasa.
Kemunduran pengaruh Hindu telah menyebabkan sifat kejawaan kembali
menguat. Oleh karena itu, kebudayaan Hindu-Jawa sesudah tahun 1200 lebih
bersifat kejawaan. Kerajaan-kerajaan yang muncul sesudah Kediri, yaitu
kerajaan Singasari (1222-1291) dan Majapahit (1293-akhir abad XIV) banyak
memunculkan unsur-unsur budaya asli Jawa.
Sebelum berpindah ke Jawa Timur sekitar tahun 900, maka aktivitas Hindu-
Jawa berpusat di Jawa Tengah. Setelah pindah ke Jawa Timur, maka
kedudukan Jawa Tengah tidak berarti lagi, baik secara politis maupun secara
ekonomis. Kira-kira tahun 1600 Jawa Tengah mulai kembali menjalankan
peran yang penting di Jawa setelah munculnya kerajaan Demak yang
bercorak Islam.
Pada akhir abad XIII pergulatan antara Jawa Timur dengan Sriwijaya untuk
memperebutkan pengaruh di wilayah Indonesia semakin menguat.
Sejak akhir abad XIII kekuasaan Malaka semakin merosot. Sriwijaya
kehilangan tanah genting Kra karena direbut oleh Raja Siam.
Awal abad XIV peran Sriwijaya sebagai suatu pelabuhan internasional sudah
berakhir. Bahkan pada tahun 1365 Sriwijaya sudah menjadi daerah taklukan
Jawa. Pada tahun 1377 ada percobaan untuk melepaskan diri dari Jawa,
tetapi mengalami kegagalan.
Dalam waktu yang relatif singkat kerajaan Malaka menjadi pelabuhan
terpenting dalam perdagangan. Faktor yang menyebabkan Malaka segera
menjadi pusat perdagangan baru karena perpindahan pedagang-pedagang
Sumatra Utara yang tidak mau menerima kekuasaan Islam di sana. Kira-kira
tahun 1450 Malaka telah menampilkan diri sebagai pusat perniagaan baru
menggantikan kebesaran Sriwijaya.
C. Majapahit
Tahun 1293 setelah terjadi kekacauan akibat serangan Jayakatwang dan
kedatangan tentara Cina, di Jawa Timur muncul kerajaan baru yaitu
Majapahit. Kerajaan ini dalam waktu yang relatif cepat dapat meluaskan
pengaruhnya ke seluruh wilayah Indonesia, baik bagian barat maupun timur.
Dalam tahun 1365 kerajaan mengalami masa kegemilangannya.
Meskipun kerajaan Majapahit tidak menguasai kerajaan Pajajaran di Jawa
Barat dan wilayah bagian selatan Jawa Tengah, tetapi bekas wilayahnya
seringkali disamakan dengan wilayah “Netherland Indie” pada zaman
Belanda atau wilayah RI sekarang. Bahkan jika dibandingkan justru lebih luas
kerajaan Majapahit karena pada masanya semenanjung Malaka juga
dikuasai.
Menurut N.J. Krom, kerajaan Majapahit mendasarkan kekuasaannya di laut.
Pntai-pantai dan laut-laut penting dikuasainya.
Beberapa abad lamanya Kota Tuban, yang tumbuh sejak abad XI merupakan
pelabuhan terpenting di Jawa. Dalam abad XV di Jawa Timur muncul kota
Gresik. Banyak orang Cina yang kaya berdiam di kota tersebut. Gresik
kemudian menjadi gudang besar rempah-rempah yang berasal dari Maluku.
Menurut Vlekke, tingkat pertanian kerajaan Majapahit sudah cukup maju
dengan jaringan irigasi yang luas. Diimbangi dengan perdagangan
internasional yang kuat telah menciptakan kondisi-kondisi yang
menguntungkan untuk memperluas pengawasan teritorialnya,
mengembangkan birokrasi yang semakin terinci, dan menyusun kekuasaan
politik yang semakin disentralisasikan.
Konsep masyarakat hidrolik di Majapahit menunjukkan bahwa kerajaan ini
berintikan pertanian dengan sistem irigasi yang luas. Sebelum mencapai
integrasi sisio-kultural pada tingkat negara, Majapahit hanyalah komunitas-
komunitas kecil dengan spesialisasi terbatas.
Sepeninggal raja Hayam Wuruk tahun 1389, pengaruh Majapahit mulai
mengalami kemerosotan. Lemahnya pemerintahan pusat akibat tiadanya
pemimpin yang kuat dan terjadinya perang saudara, menyebabkan banyak
daerah-daerah pengaruh Majapahit yang kemudian melepaskan diri.
Masa antara 1450-1500 agama Islam memiliki pengaruh yang kuat di pesisir
utara Jawa Timur dan Jawa Tengah. Kadipaten-kadipaten Majapahit di pesisir
utara Jawa berkembang menjadi kerajaan-kerajaan yang merdeka yang kaya,
dan sebagian besar tidak lagi mau mengakui kekuasaan pemerintahan pusat
Majapahit yang Jawa Hindu.
Tahun 1440 agama Islam sudah mencapai Tidore. Menurut Babad Tanah
Jawi, jatuhnya Majapahit adalah tahun 1400 saka. Hal ini diperkuat pendapat
DeGraff yang menyebutkan bahwa Majapahit runtuh pada tahun 1478M.
Namun demikian De Graff tidak menerima isi babad yang menyebutkan
bahwa jatuhnya kerajaan Majapahit disebabkan oleh serangan kota-kota
pantai utara Jawa yang beragama Islam dibawah koordinasi Demak.
Peradaban dan buday Majapahit dilanjutkan oleh kerajaan-kerajaan
pelabuhan pantai utara Jawa, yaitu daerah Pesisir Utara Jawa yang pada
abad XV dan XVI pengaruhnya sangat besar dalam percaturan politik dan
perdagangan di Indonesia.
Setelah Majapahit runtuh, kesultanan Demak adalah kerajaan terbesr yang
beragama Islam di Jawa. Lebih kurang tahun 1515 wilayah kekuasaan
Demak terbentang di pesisir utara Jawa antara Demak hingga Cirebon.
Demak pada tahun 1546 wilayahnya sudah meliputi Jepara. Pada bagian
pertama abad XVI Demak memegang hegemoni diantara kota-kota pantai
utara Jawa Timur.
Menurut Kronika Banjarmasin, pada pertengahan abad XVI Sultan
Banjarmasin sudah memeluk Islam dibawah pengawasan Demak.
Pergeseran pusat pemerintahan di Jawa terjadi pada tahun 1574, ketika
Pajang berhasil melepaskan diri dari kekuasaan Demak.
Perniagaan laut Indonesia periode abad XII hingga XV menunjukkan tanda
bahwa pelayaran laut Jawa mengalami kemajuan yang sangat besar.

D. Ternate
Di Maluku baru abad XII mulai terbentuk organisasi-organisasi kenegaraan
yang bertaraf tinggi. Kurang lebih tahun 1250 di Ternate terbentuk suatu
kerajaan, tidak lama setelah Jailolo di Halmahera muncul sebelumnya.
Menurut De Graff, mulai abad XIII di Maluku terjadi perluasan penanaman
rempah-rempah. Cengkih yang tadinya merupakan tanaman hutan kemudian
menjadi tanaman perkebunan ketika semakin banyak permintaan dalam
perdagangan pada abad XV.
Sejalan dengan pendapat Schrieke, Burger menjelaskan bahwa tidak
mustahil bila adanya perhubungan perniagaan kembali antara Eropa Barat
dengan Asia telah menyebabkan produksi rempah-rempah di Indonesia
menjadi maju. Perdagangan laut di Asia menjadi ramai.
Menurut Schrieke, pada abad XVI di Indonesia terdapat tiga kekuatan politik
yang utama, yaitu Aceh Mataram, dan Ternate. Kerajaan terakhir ini
pengaruhnya meliputi Sulawesi Tengah (Toraja dan Poso), Buton, Sunda
Kecil, Halmahera Utara, Buru, Seram, Ambon, Kepulauan Uliasa, dan Banda.
Sementara Tidore pengaruhnya daerah Halmahera Selatan dan beberapa
daerah pantai Irian.
Munculnya Makasar sebagai pusat perniagaan di Indonesia Timur pada
permulaan abad XVII merupakan salah satu kemunduran pelabuhan Hitu di
Ternate. Abad XVI, Makasar berkembang sebagai kerajaan Maritim.
Beberapa faktor yang menyebabkan Makasar berkembang antara lain: (a)
perpindahan saudagar-saudagar lada dan cengkih dari Melayu akibat
gangguan Portugis dan Aceh, (b) runtuhnya kota-kota pantai utara Jawa
Timur sebagai akibat ekspansi Mataram, terutama pada zaman Sultan Agung
antara 1613-1625, (c) sejak pendudukkan Malaka oleh Belanda tahun 1641,
saudagar-saudagar Philipina, Patani, dan Cina, serta Nusa Tenggara lebih
senang berhenti di Makasar daripada terus berlayar ke Malaka. Dengan
demikian Makasar sebagai pusat perdagangan rempah-rempah dari Maluku
dan lada dari Banjarmasin.
Menurut Tiele, Heeres, dan De Jong, yang mendasarkan pada daghregister
(catatan harian) Belanda tahun 1663, Makasar menarik semua orang Asing
dan orang-orang Islam untuk berdagang disana. Dengan demikian Makasar
melakukan “perdagangan bebas dan terbuka”.
Serangan Speelman (Belanda) tahun 1669 ke Makasar menyebabkan
kerajaan ini kehilangan pengaruhnya atas daerah rempah-rempah di Maluku.
Menurut Van Goens, raja Makasar melakukan perlawanan karena untuk
menyelamatkan pengikut-pengikut Islam.
Menurut Schieke, selama periode bad XVI dan XVII terjadi perubahan-
perubahan kekuasan politik dan ekonomi di Indonesia. Perubahan basis
ekonomi menurut Sartono Kartodirjo akan menentukan struktur birokrasi
pemerintahan dari suatu pusat politik.
Karena Maluku bukan merupakan daerah pertanian yang baik, kebutuhan
beras didatangkan dari Jawa. Sumber-sumber Belanda pada awal abad XVII
mencatat bahwa 2/3 penduduk Banda, 1/3 penduduk Ambon dan Maluku
Utara makanan pokoknya adalah beras. Orang-orang miskin dan budak-
budak makannya sagu. Beras dari Jawa setiap tahunnya dikirim ke Maluku
sekitar 30 ton.
.
KEHADIRAN PEDAGANG-PEDAGANG EROPA
DI INDONESIA
Tahun 1500 terjadi perubahan-perubahan besar dalam perdagangan di Asia
sebagai akibat dari kehadiran pedagang-pedagang Eropa. Yang pertama kali
datang adalah pedagang Portugis. Selain didorong oleh semangat untuk
memerangi bangsa Moor yang beragama Islam dan yang menjajah mereka,
kehadiran Portugis di Asia didorong oleh semangat untuk mengungkap mitor
yang berkembang mengenai kerajaan timur yang penuh misteri.
Ketika Portugis sampai di Asia Selatan, mereka menemukan adanya jalur
perdagangan yang berasal dari timur, yaitu jalan melalui Selat Malaka kemudian
menyusur pantai selatan Asia menuju ke arah Teluk Persia hingga Laut Merah,
pulang pergi.
Tiga pintu utama perdagangan Asia pada permulaan abad XVI adalah: Selat
Malaka, Teluk Persia, dan Laut Merah. Selat Malaka secara militer dapat mereka
kuasai pada tahun 1511, meskipun tujuan secara ekonomis tidak pernah
tercapai.
A. Pandangan Tradisional Asia Tenggara sebelum Kehadiran Portugis

Dalam perdagangan lama berlaku tukar-menukar hasil pokok dari daerah-


daerah dan pulau-pulau di Asia Tenggara. Tukar menukar tersebut sudah
berlangsung sejak abad XII berupa lada dan rempah-rempah dari Asia
Tenggara, tekstil yang merupakan hasil pokok dari industri India, dan
sutera serta porselin dari Cina.
Pelabuhan-pelabuhan di sepanjang Selat Malaka berfungsi sebagai:
1. Tempat menambah perbekalan (air, bahan makanan, perbekalan lain
yang diperlukan dalam perjalanan berikutnya), tempat memperbaiki
kapal
2. Tempat bertemunya para saudagar dari berbagai daerah di Asia
Tenggara, India, dan Cina (tempat berlangsungnya transaksi
perdagangan)

Sriwijaya merupakan pelabuhan penting di Selat Malaka pada abad XIII,


tetapi sejak abad XV perannya sudah digantikan oleh Malaka.
Malaka abad XV sebagai pelabuhan transito, hal ini berarti:

1. Barang-barang hasil bumi dari daerah Asia Tenggara, terutama


rempah-rempah dan lada dari wilayah Indonesia terkumpul di sini, baru
kemudian diekspor ke wilayah barat (paling jauh hingga India) dan juga
sebagian ke Cina (bukan untuk diperdagangkan kembali dengan
daerah lain, tetapi untuk konsumsi sendiri)
2. Hasil produksi dari India dan Cina (terutama tekstil, candu, porselin,
sutera, dan logam berharga) terkumpul di sini, baru kemudian
didistribusikan ke daerah-daerah Asia Tenggara, termasuk Indonesia.

Daerah-daerah Indonesia sebagai pemasok hasil bumi dan bahan


perdagangan lainnya antara lain:

1. Sumatra dan Jawa Barat  penghasil lada


2. Maluku  penghasil cengkih dan pala
3. Minangkabau, Bengkulu, Pahang  penghasil emas
4. Sumatra, Kalimantan  penghasil kapur barus dan kayu kaper
5. Nusa Tenggara  penghasil kayu cendana
6. Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatra  penghasil beras dan bahan
pangan lainnya
Di Malaka, pedagang sudah menggunakan uang sebagai alat penukar.
Uang yang beredar di Malaka abad XV terbuat dari:

a. Timah yang dibuat oleh kerajaan Malaka sendiri


b. Perunggu yang dibawa oleh pedagang-pedagang Cina
c. Timah/perak/emas, yang dibawa oleh pedagang-pedagang Sumatra

Dalam Suma Oriental, Tome Pires menjelaskan di pelabuhan Malaka,


kaum mulsimin memperoleh perlakuan yang istimewa dibandign pedagang
non muslim. Mereka memperoleh kemudahan dalam birokrasi, fasilitas-
fasilitas perdagangan dan hak atas tanah yang strategis. Perlakuan ini
lebih istimewa lagi untuk pedagang India yang muslim.
Penanggungjawab pelabuhan Malaka adalah Bamdara/Bendahara, yang
merupakan pejabat kepala administrasi kerajaan. Dalam melaksanakan
tugasnya, bendaraha dibantu pejabat yang berada dibawahnya:

1. Tumonguo/tumenggung, yaitu penguasa tertinggi yang bertanggung


jawab dalam bidang peradilan (kepala magisrecht/hakim)
2. Laksamana, yaitu penanggungjawab keamanan di laut
3. Syabamdar/syahbandar, yaitu kepala pelabuhan yang bertanggung
jawab dalam bidang eksekutif
Terdapat empat Syahbandar yang masing-masing memiliki kewenangan
untuk daerah asal kapal yang berbeda
a. Syahbandar untuk urusan Gujarat
b. Syahbandar untuk urusan Chola, Benggala, Pegu, dan Sumatra Utara
c. Syahbandar untuk urusan Indochina dan Cina
d. Syahbandar untuk urusan Sumatra Selatan, Jawa dan Maluku
Tugas utama Syahbandar adalah mengurus dan mengawasi perdagangan
orang-orang yang dibawahnya, termasuk pengawasan di pasar dan
gudang.
Syahbandar juga mempunyai tugas sebagai penaksir barang dagangan
yang dibawa oleh para pedagang dan menentukan besarnya pajak yang
harus dipenuhi.
Tumenggung adalah atasan langsung para syahbandar. Ia bertanggung
jawab dalam bidang keamanan seluruh kota dan pelabuhan. Dalam
urusan dagang, peranan tumenggung sangat besar karena dialah yang
menerima bea masuk dan ekspor pelabuhan atas barang-barang yang
diperdagangkan. Tumenggung juga yang berhak mengadili perkara-
perkara yang menyangkut orang asing.
B. Kedatangan Bangsa Portugis

Kedatangan bangsa Eropa ke Asia telah membawa perubahan struktur


dan cara perdagangan di Asia. Pada pertengahan abad XV, di wilayah
Barat terjadi perubahan politik yang membawa perubahan dalam
perekonomian, baik di Eropa maupun di Asia. Kerjaaan Turki tahun 1453
menguasai kota Istambul, wilayah Asia kecil dan Yunani kemudian
dikuasai juga.
Tindakan yang dilakukan Turki telah membawa perubahan hubungan
perdagangan antara Timru dan Barat, yaitu:

1. Lalu lintas barang dagangan antara Timur dan Barat banyak


mengalami hambatan
2. Banyak terjadi penyelundupan barang dagangan dari maupun menuju
ke Barat.

Abad XV Portugis bersma Spanyol berhasil mengusir orang-orang Islam


(bangsa Moor) dari semenanjung Iberia. Kemenangan ini telah
menyebabkan munculnya semangat nasionalisme yang berlebihan,
sehingga timbul keinginan untuk meluaskan batas wilayah melebihi batas
yang ada.
Sasaran pertama memerangi orang Islam adalah mereka yang berada di
Benua Afrika. Dorongan untuk memerangi orang-orang Islam tersebut
digunakan untuk menumbuhkan semangat mendapatkan emas di Afrika
Barat.
Dalam menghancurkan perdagangan muslim di Asia, cara yang ditempuh
oleh Portugis antara lain :
1. Penutupan jalan darat ke dunia Barat, mulai dari India hingga daerah-
daerah Asia Barat yang selalu dilalui oleh penyelundup
2. Menguasai jalan dagang ke dunia Timur (Cina, daerah-daerah
produsen rempah-rempah)

Perwujudan dari cara-cara yang ditempuh tersebut adalah:

a. Tahun 1503 daerah Chocin diduduki dan kemudian digunakan sebagai


tempat kedudukan tetap untuk pangkalan dagang dan militer di Asia
b. Dalam rangka menutup jalan darat ke dunia Barat, Portugis menguasai
Diu dan Pulau Sokotra di Laut Merah pada tahun 1508
c. Dalam rangka menguasai jlaan perdagangan ke dunia Timur, tahun
1511 kota Malaka direbut dari pedagang-pedagang Muslim
Dalam pendudukan Portugis, Malaka difungsikan sebagai:
1. Pangkalan perdagangan ke daerah rempah-rempah dan ke negeri-
negeri di Asia Tenggara yang lain, serta digunakan juga sebagai
pangkalan perdagangan dengan Cina (Macao)
2. Pelabuhan transito (entreport) sebagaimana pada waktu dikuasai oleh
pedagang-pedagang Muslim.

Dalam pendudukan Portugis, Malaka difungsikan sebagai:

1. Pangkalan perdagangan ke daerah rempah-rempah dan ke negeri-


negeri di Asia Tenggara yang lain, serta digunakan juga sebagai
pangkalan perdagangan dengan Cina (Macao)
2. Pelabuhan transito (entreport) sebagaimana pada waktu dikuasai oleh
pedagang-pedagang Muslim.
Pnguasaan Malaka oleh Portugis memberikan kesempatan bagi
perkembangan Aceh. Sebelum tahun 1511, Aceh merupakan daerah yang
kurang berarti dalam perdagangan.
Tahun 1520 Aceh melepaskan diri dari kekuasaan Pidie dan kemudian
mengalami kemajuan pesat abad XVI hingga pertengahan pertama abad
XVII.
Sesudah Malaka jatuh, Jawa Barat mulai ramai. Pelabuhan Sunda Kelapa
yang kemudian berubah menjadi Jayakarta baru berkembang sesudah
tahun 1511. Namun karena letak Banten yang lebih strategis dalam
pelayaran melalui Selat sunda dan juga karena hasil lada, dalam
perkembangan selanjutnya perdagangan Banten lebih maju daripada
Jayakarta.

C. Abad Portugis

1. Kepulauan Maluku

Secara ekonomis, tujuan utama perdagangan Portugis di Asia Tenggara


adalah menguasai daerah produsen rempah-rempah Maluku.
Penguasaan terhadap daerah itu akan berarti menguasai atau
mendpatkan secara langsung rempah-rempah dari tempat asalnya.
Usaha untuk menguasai Maluku dilaksanakan sesudah Portugis
menguasai Malaka. Untuk menarik Portugis, tahun 1512 sultan Ternate
mengizinkan didirikannya benteng pertahanan Portugis dan bahkan
memberikan monopoli pembelian cengkih.
Cara lebih intensif perdagangan agresif Portugis mulai dilancarkan
sejak tahun 1522, ketika mereka memperoleh izin mendirikan benteng
dari Sultan Ternate sebagai tempat kedudukan tetapnya di Maluku.
Di bawah pimpinan Antonio de Britto, tanggal 24 Juni 1522 didirikanlah
benteng Sao Paolo. Sejak saat itu monopoli perdagangan dilaksanakan
secara intensif.
Munculnya kapal-kapal Spanyol di Maluku yang kemudian membantu
sultan Tidore, merupakan ancaman bagi Ternate. Oleh karena itu,
kedatangan Spanyol di Tidore justru semakin memudahkan Portugis
untuk memperoleh hak-hak monopoli. Pengaruh Portugis semakin kuat
di kerajaan Ternate.

2. Daerah Selat Malaka


Dalam rangka menjadikan daerah Malaka seperti pada waktu dikuasai
oleh pedagang-pedagang Muslim (berfungsi sebagai pelabuhan
transito), Portugis terpaksa harus melakukan “perang-perang
perdagangan” yang digabung dengan “perang agama” melawan
pedagang-pedagang asia.
Sesudah dikuasai oleh Portugis, penguasaan Malaka memindahkan
pemerintahannya ke Bintan (pantai timur Semenanjung Malaka). Dari
kota ini diupayakan menyusun kekuatan untuk mengusir Portugis.
Penguasaan Portugis atas Malaka yang telah menyebabkan pindahnya
saudagar Islam dari Malaka ke daerah Sumatra dan Jawa telah
menyebabkan semakin pentingnya kedudukan beberapa kota dagang
di kedua pulau tersebut.
Tahun 1519 intervensi terhadap Pasai mulai dilaksanakan. Tahun 1521
Pedir yang sudah dikuasai oleh Aceh diserang, namun mengalami
kegagalan. Intervensi Portugis di Pasai hanya berlangsung selama
empat tahun. Mereka terusir dari kerajaan tersebut tahun 1523.
Zaman paling gemilang bagi kerajaan Aceh adalah pada permulaan
abad XVII. Pada abad XVII daerah lada yang dikuasai Aceh meliputi
Sumatra Utara dan Sumatra Barat hingga Bengkulu, serta sebagian
besar pantai barat Semenanjung Malaka.

3. Sistem Perdagangan Portugis di Asia


Dalam memperoleh barang-barang dagangan di Asia terdapat dua cara
yang ditempuh oleh Portugis, yaitu:
a. Perdagangan umum/biasa
1) Perdagangan dengan menggunakan tradisi perdagangan yang
sudah ada sejak semula. Portugis belum menggunakan
kekerasan dan monopoli. Mereka berbaur dalam perdagangan
tradisional, mengikuti pola-pola perdagangan yang berlaku
2) Barang-barang yang diperoleh melalui perdagangan biasa
tersebut kemudian dikirim ke Goa. Goa berfungsi sebagai tempat
pengumpulan barang-barang Asia yang dibutuhkan Eropa dan
juga sebagai tempat pendistribusian barang-barang dari Eropa
yang akan dipsarkan di Asia.
b. Monopoli perdagangan dan penggunaan kekuasaan kerajaan
Di Malaka, kekuasaan kerajaan digunakan untuk memaksa semua
kapal membayar bea cukai kepada Portugis. Kapal-kapal yang
terpaksa atau dipaksa masuk pelabuhan Malaka harus membayar
bea masuk yang tinggi, disamping pajak barang yang tinggi pula. Di
Maluku, rempah-rempah didapatnya dari monopoli yang diberikan
oleh penguasa lokal (Sultan Ternate). Bahkan dalam
perkembangannya Sultan juga memberikan rempah-rempah sebagai
upeti.

Pola perdagangan yang diberlakukan oleh Portugis lebih murah dan


lebih efisien dibanding dengan pola yang ada sebelumnya. Portugis
sebenarnya memiliki peluang yang besar untuk menang menghadapi
persaingan melawan pedagang-pedagang tradisional Asia. Namun
karena perdagangan mereka disertai dengan semangat Perang Salib,
perdagangan mereka disertai dengan tindakan-tindakan militer.
Dorongan melakukan Perang Salib menyebabkan ongkos militer yang
tinggi dan sulitnya berhubungan dagang dengan pedagang tradisional.
Kelemahan dalam organisasi tampaknya ditunjuk sebagai faktor utama
kemunduran Portugis di Asia sejak akhir abad XVI.
Faktor-faktor penyebab kemunduran Portugis pada akhir abad XVI di
Asia sbb:
1) Kekuatan militer yang dimilikinya tidak sebanding dgn luasnya
wilayah yang harus diawasinya. Sumber daya yang terbatas harus
mengamankan daerah yang terbentang dari Laut Merah hingga Laut
Cina Selatan. Organisasi perdagangan tidak cukup menyediakan
kebutuhan militernya. Operasi militer yang mereka laksanakan
membutuhkan dana yang lebih besar daripada keuntungan
perdagangannya.
2) Pedagang yg merupakan hamba kerajaan adalah pegawai
pemerintah yang memperoleh gaji sebagaimana pegawai kerajaan
yang lain. Mereka merasa banyak melakukan aktivitas yagn
memberikan keuntungan secara finansial kepada kerajaan. Banyak
yang merasa bahwa insentif yang mereka terima tidak sepadan
dengan jerih payah yang telah mereka lakukan. Kondisi demikian
yang mendorong para pegawai kerajaan melakukan korupsi.
3) Kehadiran bangsa Eropa yang lain ke Asia, seperti Belanda dan
Inggris, dengan semangat dagang yang lebih besar dan dukungan
organisasi perdagangan yang lebih baik sulit dihadapi oleh Portugis.
Organisasi perdagangan Belanda dan Inggris dipersiapkan secara
matang untuk urusan perdagangan karena didorong oleh motif
perdagangan semata, bukan oleh motif agama.
Perpaduan antara motif dagang, organisasi yang lebih rapi, dan
dukungan modal yang besar ini menjadikan Belanda dan Inggris
pada akhirnya mampu menyingkirkan Portugis dari perdagangan di
Asia.

Faktor yang disebutkan di atas telah menyebabkan perdagangan


Portugis di Asia lepas dan jatuh ke tangan pedagang-pedagang
Belanda dan Inggris. Sejak akhir abad XVII kekuasaan Belanda
kemudian berkembang melalui organisasi dagang VOC (Vereenigde
Oost Indische Compagnie) dan Inggris melalui EIC (East Indian
Company)
BAB IV
PERMULAAN PERDAGANGAN BELANDA &
INGGRIS DI INDONESIA
A. Perdagangan Belanda
Pertengahan pertama abad XVI, keadaan perdagangan Belanda msih tetap
seperti keadaan abad-abad sebelumnya. Pelayaran yang diselenggarakan
masih berkisar antara Eropa Utara dengan Eropa Selatan. Pelabuhan di
negara Belanda masih berfungsi sebagai tempat pemberhentian dan
pemuatan barang-barang ke kapal.
Kapal-kapal dari berbagai bangsa datang ke Antwerpen membawa barang-
barang yang berasal dari Cadiz, Lisabon, Inggris, dan juga dari daerah laut
Timur. Di samping rempah-rempah, kota ini terdapat juga anggur yang
berasal dari Perancis, kain wool yang berasal dari Inggris dan Spanyol.
Ekspor terpenting Antwerpen adalah Laken.
Ketika terjadi perselisihan antara Belanda dengan Spanyol, Antwerpen
memihak kepada Belanda. Ketika Belanda mengalami kekalahan dalam
perang 80 tahun pada tahun 1585, Belanda kemudian menutup sungai
Schelde.
Dasar utama usaha perdagangan kota Amsterdam adalah pelayaran di laut
timur dengan berbagai wilayah Eropa. Kapal-kapal Belanda menguasai kira-
kira 50-60% pengangkutan di Laut Timur dan kebanyakan berasal dari
Amsterdam. Sebenarnya jenis barang dagangan secara kualitatif masih
sama seperti pada zaman pertengahan, hanya pada abad XVI ini
perdagangan dilaksanakan secara besar-besaran.
Pada akhir abad XVI pedagang-pedagang Belanda mulai mengadakan
pelayaran di Laut Tengah. Dalam tahun 1580 terjadi perubahan politik akibat
dikalahkannya Portugal oleh Spanyol. Pada waktu itu Spanyol sedang
bermusuhan dengan Belanda. Akibatnya perdagangan Belanda
menghadapi kesukaran dalam perdagangan, dalam berhubungan dengan
Lisabon. Para pedagang Belanda akhirnya merasa perlu untuk menemukan
sendiri jalan menuju ke dunia Timur, ke daerah sumber barang-barang yang
sebelumnya dapat diperoleh di Lisabon.
Untuk menuju ke timur (India), terdapat empat alternatif yang mungkin dapat
ditempuh, yaitu:
1. Mengelilingi benua Afrika
2. Melalui jalan yang pernah dilalui oleh Magelhaens, yaitu mengitari
Amerika Selatan
3. Melalui jurusan barat laut, melalui sebelah utara Kanada
4. Mengambil jurusan timur laut, melalui sebelah utara Siberia
Kondisi-kondisi objektif yang dimiliki pedagang Belanda sebagai dorongan
untuk menemukan jalan menuju ke timur (HIndia) adalah:

1. Modal yang mereka miliki sebagai keuntungan perdagangan laut timur


sudah cukup kuat untuk mengadakan penjelajahan ke dunia Timur.
Dengan menemukan jalan serta mendapatkan barang-barang
dagangan di negeri asal (daerah produsen), maka dapat diharapkan
keuntungan yang lebih besar
2. Syarat-syarat teknis sudah terpenuhi untuk melakukan penjelajahan
samudera:

a. Orang-orang Belanda yang memiliki pengalaman melakukan


perjalanan ke Timur semakin banyak jumlahnya. Mereka adalah
bekas anak buah kapal kerajaan Portugis, dan pekerja-pekerja
kasar. Pengalaman mereka ini dapat dimanfaatkan oleh para
pedagang Belanda
b. Pemilikan pengetahuan orang-orang Belanda mengenai dunia
Timru sudah cukup memadai. Hasil karya dari Jan Huijgen van
Linschoten yang berupa buku Reijsgeschrift (1596) dianggap sudah
mencukupi untuk mengadakan penjelajahan ke dunia timur
3. Sejak tahun 1594 pedagang-pedagang Belanda dilarang melakukan
kegiatan dagang di Lisabon melalui dekrit yang dikeluarkan oleh raja
Pilipus II dari Spanyol. Tujuan dikeluarkannya dekrit tersebut adalah
untuk mematikan sumber perekonomian Belanda, sehingga tidak
mampu membiayai perangnya melawan Spanyol. Larangan tersebut
telah memperkuat keinginan pedagang Belanda untuk segera
menemukan jalan dagang sendiri ke wilayah timur.

Ekspedisi-ekspedisi pengenalan dan penjajagan berdagang di dunia


Timur berlangsung tahun 1595-1597. Untuk pertama kalinya ekspedisi
dipimpin oleh Cornelis de Houtman dan Pieter de Keizer. Rombongan
ekspedisi ini berhasil mencapai Banten, tetapi kapal mereka tidak dapat
merapat ke pelabuhan karena ditolak oleh Banten. Penolakan kerajaan
Banten didasarkan pada pengalaman mereka berhubungan dengan
orang-orang kulit putih sebelumnya, yaitu orang-orang Portugis.
Jika melihat latar belakang kehadiran pedagang-pedagang Belanda ke
Indonesia, maka secara ekonomis kehadiran mereka semata-mata untuk
berdagang. Berbeda dengna motif kehadiran Portugis dan Spanyol yang
setengah-setengah. Di samping sebagai pedagang, kedua bangsa
tersebut menganggap dirinya sebagai pejuang Perang Salib,pahlawan-
pahlawan yang suci. Bahkan dapat dikatakan bahwa tugas pokok mereka
adalah melanjutkan Perang Salib.
Pada tahun 1602 usaha mempersatukan pedagang Belanda mulai
terwujud dengan dibentuknya Vereenigde Oost Indisceh Compagnie
(VOC) yang terbentuk atas prakarsa dari Johan van Oldenbarneveld.
Kerjasama pedagang-pedagang VOC ini dianggap penting karena alasan
berikut:
1. Secara bersama-sama diperlukan adanya suatu kekuatan untuk
menghdapi kekuasaan Spanyol dan Portugis. VOC dapat
dipergunakan sebagai alat organisasi pemerintah Belanda dalam
rangka menghadapi peperangan melawan kedua bangsa tersebut,
terutama Portugis.
2. Perjalanan yang jauh dan penuh resiko dalam pelayaran dapat
diperingan dengan kerjasama di antara mereka. Pengalaman
sebelumnya menunjukkan bahwa tahun-tahun pertama ekspedisi
dilaksanakan, seperenam dari kapal-kapal yang berangkat dari negara
Belanda tidak pernah kembali ke negeri Belanda. Banyak kapal-kapal
yang nyasar ke perairan Australia
3. Untuk dapat mempertahankan diri di Asia, mereka harus memegang
monopoli perdagangan. Usaha untuk mencapai hal itu hanya akan
berhasil apabila mereka memiliki kekuatan bersaing yang tinggi
melalui persekutuan dagang
Bagi para pendiri VOC (kebanyakan pendirinya adalah bekas anggota-
anggota Compagnie van Verre), tujuan utama bergabungnya mereka
dalam VOC adalah untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-
besarnya dalam waktu yang secepat-cepatnya.
Di wilayah Indoensia VOC harus berjung melawan pedagang-pedagang
Portugis dan Spanyol. Beberapa kantor dagang (factory) digunakan juga
sebagai benteng pertahanan, seperti misalnya yang ada di Banten dan
Jakarta. Kantor-kantor dagang dilengkapi dengan kapal-kapal dagang
yang akan menuju ke Hindi (dunia Timur) dan menjual barang-barang
yang diterima dari dunia Timur.
Sementara itu dalam perdagangan, posisi Portugis semakin terdesak
akibat sifat perdagangannya yang agresif. Namun saingan berat yang lain
muncul, yaitu pedagang-pedagang Inggris. Pada maa kepemimpinan
Gubernur Jenderal dipedagang oleh Jan Pieter Zoen Coen diputuskan
untuk melakukan perlawanan terhadap pedagang-pedagang Inggris yang
ada di wilayah Indonesia. Untuk keperluan ini JP Coen memindahkan
pusat kegiatan VOC dari Ambon ke Batavia yang didirikannya pada 31
Mei 1619. Pemindahan ini dimaksudkan untuk mendapatkan pangkalan
militer dan pangkalan dagang yang dekat dengan pelayaran-pelayaran
menuju Tanjung Harapan, India, Melayu, dan Asia Timur. Ancaman
kekuatan Inggris terutama adalah yang berada di wilayah barat Indonesia.
B. Perdagangan Inggris

Dilihat dari motif ekonominya, maka kehadiran Inggris ke Asia sama dengan
motif kehadiran Belanda. Di wilayah Asia, Inggris sedapat mungkin
menghindari bentrokkan dengan Eropa yang lain. Dalam hal ini Inggris sangat
berbeda dengan tindakan-tindkaan yang dilakukan oleh Belanda. Kumpeni
Belanda setelah memiliki tempat kedudukan yang kuat dan mantap di Batavia
kemudian mereka memerlukan militer yang kuat terutama untuk menghadapi
Portugis dan Spanyol dalam rangka merebut pasar mereka di Asia.
Ketika berlangsung ekspedisi tahun 1577-1580 dibawah Francis Drake,
terbukalah harapan untuk melakukan penjelajahan lebih lanjut. Ekspedisi
yang pada mulanya berlayar menuju selatan dari Inggris, kemudian melalui
Selat Magelhans dan kembalinya melalui Tanjung Harapan. Dari hasil
penjelajahan untuk menemukan jalan menuju Asia ini memberikan pengertian
kepada orang-orang Inggris bahwa masih terdapat rute-rute perdagangan
yang belum dikuasai oleh Portugis maupun Spanyol.
Ekspedisi penjelajahan kedua, armada laut dipimpin oleh Thomas Cavendish
yang melakukan perjalanan melalui Selat Magelhans – Guam – Philipina –
Selat Makasar – Jawa. Mereka semakin melihat adanya kemungkinan untuk
segera melakukan perdagangan di Asia.
Periode 1591-1602 dilaksanakan secara sungguh-sungguh usaha untuk
menemukan jalan ke Asia. Usaha Inggris dibiayai oleh East Indian Company
(EIC) yang dipimpin oleh James Lancaster. Usaha mereka akhirnya berhasil
yaitu dibuktikan dengan diselenggarakannya hubungan perdagangan dengan
Aceh dan Banten sejak tahun 1602.
Di wilayah Indonesia, Inggris tidak menemukan sesuatu yang mereka cari.
Oleh karena itu, perhatian mereka terhadap Indonesia tidak begitu besar.
Kurangnya perhatian terhadap Indonesia disebabkan oleh dua hal, yaitu: (1)
Indonesia tidak memiliki cukup persediaan bahan untuk keperluan industri
tekstil, yaitu kapas; (2) Belanda yang sudah lebih dulu masuk ke Indonesia
menggunakan kekerasan dalam menghadapi pesaing-pesaing dagangnya,
juga termasuk Inggris.

C. Perkembangan Kumpeni Dagang Belanda

Sejak awal kehadiran bangsa Belanda ke Indonesia adalah untuk berdagang,


terutama di daerah Maluku. Ekspedisi penjelajahan mereka sepenuhnya
didukung oleh para saudagar bebas, bukan seperti Portugis dan Spanyol
yang didukung oleh kerajaan. Dalam perkembangannya VOC dijadikan
sebagai alat pemerintah dalam uahanya melawan kekuasaan Portugis dan
Spanyol di Eropa.
Keberhasilan menguasai daerah produsen dan daerah perdagangan
milik Portugis dan Spanyol di Asia itu bagi negeri Belanda memiliki
arti :
1. Perang melawan Portugis dan Spanyol dapat diperluas hingga
Asia. Kemenangan-kemenangan VOC di Asia mempunyai
pengaruh berarti dalam situasi perang di Eropa
2. Keuntungan perdagangan Asia bagi Portugis dan Spanyol
merupakan dana pendukung perang yang sangat diandalkan
pengaruh negara tersebut. Jatuhnya perdagangan mereka di Asia
akan berarti :

a. Portugis dan Spanyol akan kehilangan sumber dana untuk


membiayai perangnya di Eropa
b. Belanda akan memperoleh sumber dana melalui para
pedagangnya sehingga pembiayaan perang menghadapi
Spanyol dan Portugis akan dapat ditingkatkan
Bagi pemerintah Belanda, berdirinya VOC sejak awal telah
dimaksudkan untuk tujuan-tujuan politis. Konsentrasi atas pemberian
hak yang demikian luas bagi VOC adalah dalam kaitan dengan tujuan
pemerintah, VOC bukan semata-mata bersifat komersial, tetapi
bersifat politik dan militer.
Di Maluku, khususnya di Ternate dan Ambon, VOC berusaha
memonopoli perdagangan rempah-rempah. Situasi politik yang
sedang berlangsung pada waktu itu memberikan keuntungan kepada
pedagang-pedagang Belanda.
Di Ternate, karena bantuan yang diberikan kepada Sultan Ternate
ketika menghadapi ancaman dari Portugis dan Spanyol, kumpeni
Belanda akhirnya memperoleh hak beli utama atas rempah-rempah di
Ternate.
Sejak tahun 1695 Portugis terusir dari kepulauan Maluku, meskipun
masih menimbulkan kekhawatiran penguasa lokal.
Beberapa faktor yang menyebabkan kumpeni Belanda sulit untuk
menggantikan peran pedagang Jawa dalam perdagangan di timur
wilayah Indonesia adalah :

1. Perdagangan yng dilakukan di Indonesia Timur adalah


perdagangan bebas. Adanya kebijakan raja yang memberikan hak-
hak istimewa kepada VOC menyebabkan banyak pedagang lokal
yang melakukan perdagangan secara sembunyi-sembunyi
2. Pedagang-pedagang Jawa menguasai bahan penukar yang
dibutuhkan oleh pedagang-pedagang Maluku.
Di kepulauan Banda VOC juga berusaha memperoleh monopoli
pembelian atas pala. Usaha seperti itu sudah mulai dirintis sejak
tahun 1602, namun baru berhasil tahun 1623.
Beberapa faktor yang menyebabkan lamanya waktu yang diperlukan
untuk memperoleh monopoli dagang di Banda, antara lain:

1. Rakyat tidak mau memberikan hak monopoli pembelian kepada


VOC. Rakyat hanya memberikan hak membeli seperti halnya
pedagang-pedagang Jawa dan Makasar yang juga berhubungan
dengan mereka
2. Rakyat tetap berhubungan dengan pedagang-pedagang Jawa dan
Makasar, bahkan tampaknya hubungan ini lebih menyenangkan
bagi mereka daripada harus berhubungan dengan bangsa kulit
putih
3. Kumpeni VOC pada waktu itu tidak berani bertindak dengan
kekerasan, mereka masih takut menghadapi pedagang-pedagang
Makasar yang memiliki kekuatan dan pengalaman di wilayah timur.
Pedagang Makasar lebih dekat dengan rakyat Banda
4. Keberadaan Inggris di Wai dan Run dengan pos pedagangnya,
menyebabkan VOC tidak berani bertindak melebihi batas
kewenangannya sebagia pedagang.
Kemantapan ekonomi dan politik orang-orang Belanda baru dicapai
ketika mereka memindahkan pusat kegiatannya dari Ambon ke
Batavia pada tahun 1619. Tahun stabilitas ekonomi dan politik ini oleh
D.G.E Hall dinamai dengan saat berdirinya “kerajaan Belanda India
Timur”. J.P. Coen sebgai Gubernur General dan pendiri Batavia
dianggap telah meletakkan dasar-dasar kekuasaan Belanda di
Batavia.
Dikatakan sebagia peletak dasar kekuasaan Belanda di Indonesia,
karena tindakan-tindakan berikut:

1. Memindahkan pangkalan tetap dari Ambon ke Batavia


Pangkalan tetap Batavia difungsikan sebagai:
a. Tempat pengawasan perdagangan di Selat Sunda, Selat
Malaka, dan jalan menuju Maluku
b. Tempat “rendervous” bagi kapal-kapal dagang yang tersebar di
seluruh Asia Tenggara dan Asia Timur (Cina dan Jepang)
c. Pangkalan militer yang merupakan pusat komando tertinggi
untuk melakukan operasi-operasi militernya
d. Pusat kegiatan politik untuk mengurus wilayah-wilayah yang
berada di bawah kekuasaan atau pengaruhnya
2. Mengenyahkan semua pedagang asing dari Maluku. Terakhir yang
terusir adalah pedagang-pedagang Inggris
3. Mulai menaruh perhatian terhadap daerah pedalaman Jawa.

Permulaan abad XVII, Malaka yang dikuasai oleh Portugis merupakan


ancaman militer bagi orang-orang Belanda.
Kemajuan perdagangan rempah-rempah di Asia telah menampilkan
negeri Belanda sebagai negara yang utama di Eropa pada abad XVII.
Puncak kekuasaan VOC di perairan Indonesia adalah akhir abad XVII.
Angkatan lautnya menguasai Samudra Hindia dan membantu
mempertahankan monopoli-monopoli perdagangan di Maluku,
Makasar, Banten, Jambi, dan daerah lainnya. Orang Portugis sejak
terusir dari Ambon (1605) hanya bertahan di Timor. Inggris sejak
terusir dari Banda (1623) hanya bertahan di benteng BEngkulu yang
juga tidak begitu berarti secara ekonomis.
BAB V.
PENGARUH EROPA TERHADAP KOTA-KOTA
DAGANG DI INDONESIA

A. Malaka
Jatuhnya perdagangan Sriwijaya abad XIV kemudian diikuti pemindahan
pusat-pusat perdagangan baru seperti: Jambi, dan Minangkabau, memberi
kesempatan tumbuhnya kerjaan Malak. Dalam waktu yang relatif singkat
Malaka menjadi pelabuhan penting di wilayah selat Malaka. Pada mulanya
Malaka merupakan daerah pelarian para pedagang Sumatra Utara yagn
tidak mau menerima pengaruh Islam. Namun pada abad XV Malaka sendiri
sudah menjadi Islam dan bahkan menjadi pusat penyiaran Islam di
Indonesia khususnya dan Asia Tenggara pada umumnya.
Munculnya slogan Portugis bahwa “barangsiapa menguasai Malaka berarti
menguasai perdagangan dunia Timur”. Anggapan seperti ini muncul karena
memang pada kenyataannya ketika Portugis untuk pertama kalinya datang
di Asia, merek amenemukan lalu lintas perdagangan terpenting adalah Selat
Malaka. Portugis dapat menguasai malaka tahun 1511, tetapi tidak berhasil
menguasai perdagangan Malaka.
Sebagai bangsa Eropa yang pertama kali berhubungan dengan dunia Timur
melalui perdagangan, boleh dikatakan bahwa Portugis tidak banyak
memberikan pengaruh pada struktur ekonomi yang ada di dunia Timur,
khususnya Indonesia. Struktur ekonomi feodal yang menitikberatkan pada
sektor pertanian dan hubungan kerja majikan-hamba, tetap tidak berubah
dengan kehadiran Portugis. Pengaruh yang diberikan Portugis dalam bidang
ekonomi terbatas dalam sektor perdngan yaitu cara-cara perdagangan laut.
Melalui hubungan perdagangan dengan bangsa Asia, Portugis telah
memperkenalkan pembelian langsung dan pengiriman langsung ke daerah
konsumen. Portugis juga membawa serta adat kebiasaan dan budayanya.
Oleh karena Portugis hanya menguasai kota-kota pelabuhan, maka
pengaruhnya hanya terasa di kota-kota pelabuhan tersebut seperti Malaka,
Jepara, dan Tuban.
Masuknya pedagang Eropa yang lain, seperti Belanda dan Inggris di Asia
pada akhir abad XVI, menyebabkan kedudukan Portugis di kota-kota yang
sudah dikuasai menjadi terancam.
Kemerosotan Malaka sebagai pusat perniagaan dunia Timur dapat dilihat
melalui berbagai segi, antara lain:

1. Fungsi Malaka sebagai pelabuhan transito/entreport sudah hilang sejak


pedagang-pedagang Muslim meninggalkan Malaka dan pindah ke
berbagai wilayah di Indonesia.
Kebesaran Aceh dapat dibuktikan dengan adanya beberapa kali
serangan terhadap Malaka. Serangan-serangan yang dilakukan dengan
bantuan orang-orang Turki, Demak dan Jepara terjadi pada tahun 1537,
1539, 1547, 1568, 1573 dan 1575. Usaha Portugis untuk melakukan
monopoli di daerah Sunda (1522) dapat digagalkan oleh kerajaan
Banten. Demikian halnya dengan usaha menguasai daerah lada di
Sumatra juga mengalami kegagalan karena tidak dapat menghadapi
tentara Aceh maupun Banten.
2. Kapal-kapal dagang jarang yang singgah di Malaka. Beberapa faktor
keengganan pedagang singgah di Malaka adalah:

a) Pajak yang sangat tinggi bagi kapal-kapal yang singgah. Pajak atas
barang dagangan yang dibawa sebesar 10%, 2% untuk keperluan
pemeliharaan benteng dan tentara. Beban yang ditanggung
pedagang ini masih ditambah dengan pemakaian hak menimbun
barang dan hak beli utama
b) Blokade ekonomi yang dilakukan oleh Batavia terutama sesudah
tahun 1630. Blokade ini mengucilkan Malaka dari hubungan dengan
bangsa-bangsa lain
c) Malaka tidak dapat lagi menyediakan perbekalan yang diperlukan
dalam perjalanan jauh
3. Terputusnya hubungan dengan daerah sumber dan pasar produksi di
Asia Tenggara yang disebabkan oleh persaingan dengan pedagang lain,
baik sesama pedagang Eropa maupun pedagang lokal.

Penguasaan Malaka oleh kumpeni dagang Belanda sebenarnya lebih


memiliki arti strategis daripada arti ekonomis. Walaupun sifat strategis lebih
menonjol dalam penguasaan Malaka, tetapi tidak berarti bahwa arti
ekonomis sama sekali tidak ada.
Tujuan utama VOC menjatuhkan Malaka bukan untuk menduduki, tetapi
menghancurkan. Oleh karena itu, Malaka sesudah tahun 1641 dibiarkan
menjadi kota mati, yang terpenting bagi Belanda adalah tidak adanya
ancaman dari Portugis dari wilayah tersebut.
Sesudah pedagang Inggris kehilangan pos dagangnya di Maluku, mereka
kemudian melakukan aktivitas dagangnya di Banten. Sejak terusir dari
Banten, kemudian Inggris hanya memiliki aktivitas dagang satu-satunya di
Indonesia, yaitu daerah Bengkulen (Sumatra Barat).
Di Bengkulen Inggris mencoba mengeksploitasi sendiri perkebunan lada,
sebagaimana halnya yang dilakukan oleh orang-orang Belanda di Pulau
Jawa. Bagi Inggris hal yang dilakukan sudah cukup bagus karena bagi
Inggris, lada bukan untuk diperdagangkan kembali tetapi hanya untuk
konsumsi negara Inggris sendiri.
Kegagalan Inggris di Banjarmsin dan Kalimantan Utara (P. Palembang)
telah menyebabkan Inggris mengarahkan perhatiannya ke Selat Malaka
sejak akhir abad XVIII. Daerah ini tidak lagi memperoleh pengawasan yang
ketat dari Batavia.
Malaka pada waktu itu menjadi penting bagi Inggris, karena:
1) Dalam rangka pengiriman barang-barang produksi Inggris di India
menuju Cina, Malaka memiliki peran yang sangat penting. Permintaan
Cina terhadap barang-barang yang dihasilkan India pada waktu itu
meningkat dengan pesat. Pengiriman teh dan candu dari India akan
lebih aman, cepat, dan murah melalui Selat Malaka daripada melalui
darat
2) Semenanjung Malaka sangat menarik untuk dijadikan sebagai daerah
pemasaran candu dan tekstil. Selain itu Malaka juga menarik karena
hasil timabhnya

Disamping kepentingan yang telah disebutkan itu, masih ada beberapa


faktor yang memperkuat Inggris untuk menguasai Malaka karena adanya
peristiwa berikut:
1) Perang kemerdekaan Amerika (1780-1784) telah menyebabkan kegiatan
perdagangan Inggris terpaksa dipindahkan dari Amerika Utara ke
wilayah Asia sejak tahun 1882. Untuk itu, selat Malaka harus
sepenuhnya berada di bawah pengawasannya
2) Revolusi industri di Inggris (1776) telah menyebabkan kebutuhan Inggris
atas beberapa hal meningkat. Inggris bertambah kebutuhannya dalam
hal:
a. Daerah penghasil bahan mentah untuk keperluan industri, terutama
tekstil
b. Memperoleh daerah pemasaran hasil industri yang lebih luas,
terutama hasil produksi tekstil

Inggris memperoleh keuntungan dalam rangka menanamkan pengaruh dan


kekuasaannya di Malaka pada akhir abad XVIII.
Di Malaka, kumpeni dagang Belanda berusaha mengungguli pengaruh
Inggris. Tahun 1784 dengan kekuatan yang agak dipaksakan Belanda
berhasil mengusir orang-orang Bugis dari Malaka, Selangor, dan Penang.
Dari uraian yang telah dipaparkan, dapat diketahui bahwa hingga akhir abad
XVII yang berpengaruh di wilayah Malaka adalah Belanda dan Inggris.
Pengaruh Belanda dirasakan di bagian selatan semenanjung dengan
pusatnya di Malaka, sedangkan Inggris pengaruhnya dirasakan di bagian
utara dengan pusatnya di Penang.
B. Kepulauan Maluku

Menghadapi saingan-saingan bangsa Eropa di Maluku, kumpeni dagang


Belanda berhasil mengatasinya sejak tahun 1605. Mula-mula Portugis
didesaknya ke Timor Timur (1605), Spanyol didesaknya ke Philipina (1663),
dan Inggris diatasinya ketika terjadi kemelut di Banda tahun 1623.
Kumpeni dagang Belanda justru menghadapi kesulitan terbesar dari
pedagang-pedagang tradisional Indonesia sendiri yang telah menguasai
perdagangan Maluku sejak abad XI. Di Ternate dan Ambon kumpeni Belanda
harus berhadapan dengan pedagang-pedagang Makasar.
Untuk mengatasi pedagang-pedagang Indonesia yang oleh Belanda
disebutnya sebagai “pedagang penyelundup”, daerah-daerah yang sudah
berhasil dikuasai Belanda diberlakukan ekstirpasi (pemusnahan dengan cara
dibakar untuk jenis tanaman tertentu pada waktu-waktu tertentu).
Ekstirpasi terutama dilaksanakan di Ternate dan Ambon. Sedangkan di
kepulauan Banda yang sulit untuk memutuskan hubungan dengan pedagang
Jawa (karena perdagangan beras), tindakan yang dilakukan kumpeni
dagang Belanda adalah dengan car membagi-bagi daerah perkebunan
menjadi perken-perken (1621). Dengan pembagian tanah perkebunan
menjadi perken,
Antara tahun 1651-1656 di Maluku terjadi perlawanan-perlawanan rakyat
untuk menentang ekstirpasi Belanda. De Vleming merupakan salah satu
tokoh yang berperan untuk menentukan penanaman cengkih baru dan
memerintahkan pemusnahan.
Akibat dari tindakan VOC yang melakukan ekstirpasi dan pelayaran hongi ini
kemakmuran Maluku mengalami kemerosotan yang luar biasa dan jumlah
penduduk semakin berkurang. Sebagaimana disinyalir oleh Van Leur bahwa
saudagar-saudagar Indonesia pada akhir abad XVII banyak yang beralih
profesi menjadi perompak. Perompakkan pada abad XVII harus dipandang
sebagai bagian dari perdagangan.
Pusat perompakan yang paling terkenal pada abad XVI-XVIII adalah Tibelo
(pantai utara Halmahera), dan pulau-pulau di sekitar Irian. Abad XVII Laut
Cina Selatan penuh dengan perompakkan. Mereka bukan datang dari
Indonesia, tetapi juga dari daerah Asia Tenggara lainnya, seperti Philipina,
Siam, dan Sulu.
Jelaslah bahwa dalam perdagangan kuna sebelum abad XV dan bahkan
sesudahnya hingga abad XVIII terdapat hubungan antara perompakkan
dengan perdagangan internasional.
C. Pulau Jawa
1. Banten
Sebagai kerajaan merdeka, Banten berdiri setelah di Islamkan oleh
kerajaan Demak pada tahun 1522. Sebagai kerajaan yang berdaulat,
pada abad XVI Banten melaksanakan ekspansi ke Sumatra Selatan,
Lampung dan Sumatra Barat. Selama pemerintahannya yang
berlangsung antara tahun 1651-1683, Banten berhasil menjadi pusat
perdagangan dan pusat agama Islam. Sebagaimana halnya Makasar,
kerajaan Banten berbuat baik dengan pedagang-pedagang Inggris,
Swedia, dan Perancis.
Sebagai pelabuhan internasional, fungsi Banten adalah:
a. Secara ekonomis merupakan penghasil dan pengekspor lada (daerah
pedalaman Jawa Barat, Lampung, Sumatra Selatan, dan Sumatra
Barat)
b. Secara politis sesudah menjadi kerajaan Islam, Banten merupakan
pusat politik kerajaan Islam menggantikan peran Malaka di wilayah
barat Indonesia. Banten menjadi sangat otonom, bebas dari
pengawasan Demak
c. Secara geografis Banten terletak di jalur perhubungan di Selat Sunda
yang menghubungkan pelayaran Barat – Timur.
Sejak tahun 1682, Belanda memperoleh hak untuk memasukkan kain dan
ekspor lada di wilayah kekuasaan Banten sebagai kompensasi bantuan
yang diberikan kepada Sultan Haji (Abdul Naser Abdul Kahar) untuk
menduduki tahta kerajaan. Sebagai pemegang monopoli impor kain dan
ekspor lada, pedagang-pedagang Belanda merupakan satu-satunya
pedagang Eropa yang berdagang di Banten. Sejak tahun 1682 itu pula
Sultan atas permintaan Belanda memerintahkan kepada semua
pedagang bangsa Eropa, kecuali Belanda harus meninggalkan Banten.

2. Demak dan Surabaya


Pada bagian pertama abad XVI, Demak memegang hegemoni
perdagangan diantara kota-kota pantai Utara Jawa Tengah dan Jawa
Timur. Kota-kota pantai di Jawa Timur masih memiliki otonomi. Kota-kota
dagang penting di Jawa Timur adalah Surabaya, Sedayu, Gresik,
Pasuruhan, Panarukan, dan Balambangan. Sementara itu, Arisbaya
(Madura) memiliki hubungan yang erat dengan Tuban.
Perpecahan politik selama bagian akhir dari pertengahan abad XVI di
Demak menyebabkan Surabaya mempunyai kesempatan untuk
melakukan pengawasan yang ketat terhadap pelabuhan-pelabuhan
Sedayu, Gresik, Jaratan, Pasuruhan, Panarukan, dan Balambangan.
Sejak terjadi pergeseran politik di Jawa tahun 1574, yaitu Pajang yang
berhasil menggantikan kedudukan Demak, terjadi pula perubahan corak
pemerintahan dari kekuasaan pantai ke pedalaman.
Selama 21 tahun usaha menguasai kota-kota pantai baru dapat berhasil.
Penguasaan Mataram atas kota-kota pantai utara Jawa dimulai dari
Demak (1604), Pasuruan (1616), Lasem (1617), Tuban (1619), Gresik
(1622), Madura (1624), dan Surabaya (1625).
Meskipun Makasar sudah mulai berkembang sejak jatuhnya Malaka tahun
1511, hingga permulaan abad XVII Makasar belum memiliki arti yang
cukup penting dalam perdagangan internasional.
Meskipun perdagangan laut Jawa sudah tidak ada lagi sejak awal abad
XVII karena monopoli kerajaan Mataram, tidak berarti bahwa pedagang-
pedagang Eropa tidak tertarik untuk menanamkan pengaruhnya di Jawa.
Lemahnya kerajaan kerajaan Mataram diawali oleh adanya perjanjian
tahun 1677 yang telah menempatkan kerajaan Mataram sebagai daerah
“protektorat” kumpeni Belanda. Ketika kumpeni Belanda pada tahun 1700
menuntut pada raja Mataram agar pelayaran Jawa dibatasi sampai
pelayaran pantai saja, tidak lagi diperkenankan adanya perdagangan
intersuler, maka sebenarnya tindakan ini hanya merupakan penetapan
formal dari realita yang sudah berlangsung.
Ketertutupan dan keterasingan yang ketat terhadap Jawa pada abad XVII
telah menyebabkan perkembangan yang subur terhadap faham
feodalisme.
DAERAH PEDALAMAN JAWA DI BAWAH PENGARUH
KUMPENI DAGANG BELANDA

A. Wilayah Kumpeni Dagang Belanda


Tahun 1700 berakhirnya masa pencarian daerah perdagangan bagi penjajah-
penjajah bangsa Eropa, sehingga mereka mendapatkan kedudukan yang
tetap sebagai wilayah perdagangannya. Bangsa Indonesia memulai babak
baru dapat berhubungan secara langsung dengan bangsa-bangsa Eropa.
Kumpeni dagang Belanda (VOC) sebagai pengganti Portugis dalam
hubungan dagang dengan bangsa Indonesia, memperoleh segala macam
hak istimewa dalam hubungan perdagangan dengan bangsa Indonesia
melalui raja-raja Indonesia.
Pertama kali VOC memperoleh keuntungan melalui perdagangan bebas,
mendapatkan perlakuan yang sama dengan pedagang-pedagang lain yang
berhubungan dengan bangsa Indonesia. Melalui campur tangan yang mereka
mainkan dalam masalah politik dengan memanfaatkan kericuhan yang
sedang terjadi di dalam istana, VOC mendapatkan hak untuk memperoleh
penawaran pertama atas barang-barang produksi Indonesia.
Meminjam istilah D.H. Burger, dengan perluasan daerah serta pengaruh
ketatanegaraan/politik, VOC telah berkembang “dari pedagang menjadi raja”.
PEnyerahan wajib telah mengubah sifat perdagangannya menjadi penarikan
pajak. Penanaman kopi,lada, dan beras yang dipaksakan berakibat
berkembangnya dari “dagang ke politik agraris”. Sejalan dengan itu, politik
perdagangannya telah bergeser menjadi politik produksi.
Sampai tahun 1677 kumpeni dagang Belanda di Jawa memperoleh beras
melalui perdagangan biasa. Sebagai kompensasi atas bantuan yang
diberikan kepada raja Mataram dalam rangka menumpas perlawanan di
Timur yang dipimpin Trunojoyo, pada tahun tersebut Belanda mulai
memperoleh hak beli utama atas beras dari Jawa dan raja Mataram. Mataram
sejak tahun 1677, VOC memiliki memiliki hak menguasai dan menerima
pendapatan dari pelabuhan-pelabuhan di pantai utara Jawa Tengah.
Pada akhir perebutan tahta Mataram yang pertama (1705), VOC menerima
beberapa bagian wilayah Mataram, yaitu: Priangan, Cirebon, dan Madura.
Setelah perang perebutan tahta yang kedua berakhir (1728) penyerahan
wajib itu diperluas bukan hanya untuk beras, pada tahun 1743 Mataram
mengadakan perjanjian baru dengan Belanda yang lebih banyak menyangkut
mengenai hal-hal yang bersifat politis.
Dalam perjanjian 1743 tersebut kumpeni dagang Belanda memperoleh hak
untuk mengangkat patih kerajaan (rijkbestuurder) dan juga bupati
(hoofdregenten). Sejak tahun 1755, yaitu setelah berakhirnya perang
perebutan tahta ketiga, Sultan Mataram harus menyerahkan seluruh kerajaan
kepada kumpeni dagang Belanda. Sejak tahun tersebut, VOC menjadi tuan
tanah (leenheer) Mataram.
Produksi arus barang dan jasa yang besar-besar dalam sistem feodal
dilakukan untuk: (1) memenuhi kebutuhan pemerintah Indonesia, baik di
daerah raja-raja maupun di daerah kumpeni, (2) untuk kepentingan
perusahaan kumpeni, dan (3) untuk kepentingan ekspor kumpeni.

B. Berakhirnya Kekuasaan Kumpeni Dagang Belanda

Dibalik serangkaian keberhasilan yang telah dicapai oleh VOC yang berhasil
menguasai wilayah-wilayah perdagangan dan menanamkan pengaruh politik
ketatanegaraan di dalam kerajaan-kerajaan Indonesia, khususnya daerah
pedalaman Jawa, ternyata pada akhir abad XVIII mulai menunjukkan tanda-
tanda kemundurannya.
Sebagai organisasi dagang prinsip utama yang harus dipegang VOC adalah
bahwa setiap usahanya harus memberikan keuntungan materi yang sebesar-
besarnya.
Menjelang abad XIX kumpeni dagang Belanda yang pada waktu itu terutama
mengandalkan Pulau Jawa sebagai basis kekuatannya, tidak dapat lagi
mempertahankan kekuasaannya. Faktor-faktor yang menyebabkan runtuhnya
organisasi dagang yang sudah menunjukkan keperkasaannya selama hampir
200 tahun dapat disebutkan seperti berikut:

a. Wilayah kekuasaan yang semakin luas


b. Perang yang berlangsung di Eropa antara Inggris – Belanda (1780-1784)
telah banyak menyerap keuntungan perdagangan VOC
c. Berkurangnya keuntungan karena lusnya wilayah kekuasaan dan
pembeayaan perang yang tinggi mengakibatkan adanya gerakan
penghematan terhadap semua aktivitas dan belanja pegawai
Akhir tahun 1799, VOC oleh kerajaan Belanda dinyatakan pailit dengan saldo
kredit sebesar 134,7 gulden. Pada 01 Januari 1800 kumpeni dilikuidasi dan
pegawai-pegawai perusahaan dagang tersebut banyak yang pindah bekerja
sebagai pegawai negeri pada pemerintah kolonial Hindia-Belanda.
Kebijakan-kebijakan kumpeni sebelum tahun 1800 menyesuaikan dengan
pranata-pranata yang berlaku di dunia Timur, yaitu dengan mendekati para
raja dan bupati.
C. Babak Baru Pemerintahan Kolonial Hindia Belanda

Daendels dapat disebut sebagai gubernur jenderal pertama yang benar-benar


mewakili raja Belanda. Dia melakukan banyak tindakan yang tegas dan
keras, terutama dalam bidang administrasi pemerintahan.
Pengiring dan kebesaran para penguasa pribumi, bupati terutama, banyak
dikurangi. Semua pejabat kepala dan kepala desa diangkat oleh pemerintah
(Gouvernement). Tugas utama para residen adalah melindungi penduduk dari
siksaan dan penindasan kepala pribumi.
Di dalam pemerintahan Daendels, semua bentuk penyerahan wajib masih
tetap sebagai penyerahan wajib, dan semua pekerjaan adalah tetap sebagai
pekerjaan wajib.
Kebijakan dan aturan-aturan yagn dibuat oleh Daendels memerlukan lebih
banyak perhatian dan pengawasan oleh orang-orang Eropa di daerah
pedalaman.
Di Banten, peraturan Daendels lebih keras lagi. Ia menuntut rodi yang lebih
besar dari Sultan Banten untuk pekerjaan-pekerjaan militer.
Dapat disimpulkan pada masa pemerintahan Daendels struktur ekonomi dan
pranata sosial tradisional tidak dirombak, tetapi hanya diatur. Yang paling
dirasakan adalah hilangnya peranan para Bupati dalam struktur ekonomi.
PRODUKSI TANAMAN EKSPOR DI JAWA
A. Stelsel Tanah
Pemerintahan Inggris di Indonesia di bawah pimpinan Letnan Gubernur
Jenderal Raffles (1811-1816) melaksanakan perubahan politik. Yang
dilakukan Raffles kemudian diikuti oleh pemerintah Belanda hingga tahun
1830.
Tidak adanya kepastian hukum pada masa kumpeni telah menyebabkan
terjadinya bermacam kekacauan di berbagai daerah. Tidak adanya kepastian
hukum telah menyebabkan penderitaan yang luar biasa bagi penduduk
pribumi.
Menurut Dirk van Hogendorp, stelsel feodal yagn terdapat di Indonesia telah
mematikan kemampuan berusha. Sebab utama dari tidak adanya usaha ke
arah kemajuan Jawa adalah sikap “masa bodoh” yang mereka tunjukkan.
Stelsek kumpeni yang terdapat di Jawa sangat ditentang oleh Raffles bukan
hanya karena resiko pemerintah yang berhubungan dengan penjualan hasil
tanah tetapi juga karena tekanan yang dibebankan dalam sistem kumpeni
bagi rakyat telah mendatangkan kerugian yang sangat besar bagi petani.
Raffles menghendaki stelsel tanah dengan dasar-dasar sbb:
1. Menghapus segala bentuk penyerahan paksa dengan harga yang tidak
pantas, penghapusan rodi dan memberi kebebasan penanaman dan
perdagangan
2. Pengawasan tertinggi dan secara langsung oleh pemerintah terhadap
tanah-tanah dengan menarik pendapatan dan sewa tanpa melalui bupati,
yang pekerjaan selanjutnya bagi mereka adalah terbatas pada pekerjaan-
pekerjaan umum
3. Menyewakan tanah-tanah yang diawasi pemerintah secara langsung
dalam persil-persil besar dan kecil, menurut kondisi setempat, berdsarkan
kontrak-kontrak untuk waktu yang terbatas.

Tentang penghapusan penyerahan paksa dan rodi, harapan Raffles adalah


sebagai konsekuensi logisnya adalah munculnya keinginan rakyat untuk
berusaha dalam kerajinan. Sebagaimana Dirk van Hogendorf, Raffles juga
menginginkan adanya kemerdekaan ekonomi dan kepastian hukum.
Implementasi pemikiran-pemikiran liberal dari kedua tokoh tersebut
membawa akibat dan konsekuensi yang jauh sekali. Dalam masyarakat
Jawa kira-kira tahun 1800, paksaan yang berdasarkan pada kepatuhan
penduduk terhadap para kepala pribumi merupakan alat organisasi yang
utama dalam masyarakat.
Salah satu bagian dari pembentukan pemerintahan Eropa adalah
pembaharuan pengadilan. Daendels pernah mencoba mengadakan
perbaikan dalam hal ini. Raffles dalam masa pemerintahannya meneruskan
kebijakan yang dilakukan Daendels. Menurut Raffles pengadilan yang baik
tentu akan merupakan salah satu tiang tempat kepastian hukum bertumpu.
Rafles menghendaki penghapusan keadaan feodal (ontfeudalisering) dalam
kehidupan masyarakat Jawa secara radikal. Penghapusan feodalisme
merupakan landasan utama untuk memperkenalkan peradaban Eropa.
Kebijakan politik Raffles itu kemudian dilanjutkan oleh komisaris-komisaris
jenderal (1816-1819) dan oleh gubernur jenderal van der Cappelen (1819-
1826).

B. Pelaksanaan Stelsel Tanah


Stelsel tanah tidak dapat dilaksanakan di seluruh daerah pemerintah kolonial
(governmentsgebied) di Jawa. Di luar Batavia dan Priangan, pemerintah
kolonial berusaha membebaskan penduduk dari struktur feodal. Dengan
demikian selama masa pemerintahan Daendels hingga van der Cappelen
terdapat keadaan yang ganjil. Di satu sisi pemerintah ingin menghapus
feodalisme, tetapi di sisi lain feodalisme tetap dipertahankan.
Di luar Batavia dan Priangan, pemerintah kolonial berusaha membebaskan
penduduk dari struktur feodal.
Untuk menyelamatkan kehormatan para bupati, van der Cappelen pada
tahun 1820 terpaksa mengeluarkan suatu peraturan mengenai kewajiban,
titel, dan tingkatan para bupati di Pulau Jawa (Reglement op de
verlichtingen, titels en rangen der regenten op het eiland Java). Dalam
aturan tersebut dijelaskan “adipati-bupati” dengan para keluarganya hanya
diperkenankan memiliki pengiring sejumlah 65 orang dan “tumenggung-
bupati” dengan keluarga-keluarganya hanya diperkenankan memiliki
pengiring sebanyak 50 orang. Hal ini sangat berbeda dengan keadaan para
bupati pada akhir masa kekuasaan kumpeni yang memiliki pengiring hingga
500 atau bahkan 700 orang.
Melalui serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Raffles dan van der
Cappelen, hapuslah kewajiban rakyat untuk menyerahkan barang dan jasa
kepada para bupati. Untuk memperoleh barang dan jsa yang dipergunakan
bagi keperluannya sendiri para bupati boleh mengadakan perjanjian-
perjanjian dengan penduduk. Namun menurut Eindresume, hal yang
demikian untuk masyarakat pada waktu itu merupakan hal yang mustahil.
Akibatnya tanah jabatan itu tetap ada meskipun dalam bentuk yang
tersamar.
Dalam hal pengaturan pajak tanah, Raffles lebih cenderung untuk melakukan
penetapan pajak secara perorangan, walaupun diakui bahwa melalui pajak
per desa lebih mudah dilakukan, apalagi ketika dilakukan oleh para bupati.
Uji coba pelaksanaan pajak per desa di Banten tahun 1813 yang berhasil, ia
memerintahkan pada tahun 1814 kepada para pegawai untuk melakukan
penetapan pajak perorangan.
Dari pelaksanaan stelsel tanah dan pembayaran pajak tanah yang dilakukan
oleh pemerintah kolonial, ikatan desa ternyata masih memiliki peran yang
penting.
Sebagai hasil penarikan pajak tanah dalam bentuk uang, hasil pertanian
rakyat Jawa yang terutama berupa beras secara berangsur masuk dalam
lalu lintas secara kontrak. Peredaran uang dikenal di desa sebagai hasil
penjualan barang pertanian dan sebagai pembayaran pajak. Dengan
demikian, penduduk pedesaan berada dlaam lingkungan “rumah tangga
uang”. Sementara itu, beras sebagai produk utama, masuk dalam lalu lintas
perdagangan bebas yang tidak lain karena jasa para pedagang Cina.
C. Tanaman Produksi untuk Keperluan Ekspor
Penanaman untuk keperluan ekspor Indonesia yang terpenting adalah
penanaman kopi secara bebas di Cirebon dan daerah sebelah timurnya.
Penanaman di sini telah berlangsung sejak adanya kerja paksa di masa
kumpeni dan kemudian diperluas oleh Daendels. Rafles memberi kebebasan
kepada petani untuk penanaman kopi, tetapi hasilnya mengalami
kemunduran.
Berdasarkan laporan Du Bus tahun 1827, penanaman kopi secara bebas
tidak pernah dilakukan oleh penduduk atas kemauannya sendiri. Penduduk
enggan menanam kopi meskipun harga di pasar internasional tinggi sebab
secara langsung tidak memberikan keuntungan kepada para penanam.
Bagi Raffles dan van der Cappelen, pemilikan tanah bagi pengusaha Eropa
dianggap kurang bermanfaat. Sedikit manfaat yang diperoleh pengusaha
Eropa apabila mereka mencampuri urusan pertanian.
Sebelum tenaga mesin uap diperkenalkan dalam proses penggilingan tebu
abad XIX, hampir semua penggilingan tebu dipimpin oleh orang Cina.
Keberatan van der Cappelen terhadap pemilikan tanah oleh orang-orang
Eropa yang lain adalah bahwa dengan penyerahan tanah kepada orang-
orang Eropa berarti penyerahan daerah beserta penduduknya, jadi
merupakan tanah partikelir.
Kebijakan van der Cappelen ini sejalan dengan kebijakan Inggris yang
berlaku di India, yang dipakai sebagai contoh dari stelsel tanah di Indonesia.
Ia tidak memberikan tanah-tanah untuk pertanian kepda orang-orang Eropa.
Pengusaha-pengusaha bangsa Eropa yang kecewa di daerah pemerintah
(goebvernementslanden) yang tidak memperoleh pemilikan tanah pertanian
mencari jalan keluar di daerah-daerah kerajaan Surakarta dan Yogyakarta.
Di kedua wilayah ini para pengusaha Eropa, terutama setelah tahun 1818
menyewa desa-desa dan tanah-tanah dari para pemegang apanage dan
raja-raja.
Di kerajaan Surakarta-Yogyakarta sejak diberlakukannya stelsel tanah tidak
lagi ada batasan mengenai lamanya persewaan tanah. Persetujuan-
persetujuan diadakan untuk jangka waktu yang lama, misalnya 15-20 tahun
dan beberapa daerah diserahkan sebagai milik orang-orang Eropa.
Bagi van der Cappelen, persewaan tanah di daerah Surakarta-Yogyakarta ini
merupakan suatu hal yang dilematis. Melalui persewaan tanah secara besar-
besaran berarti menghidupkan kembali struktur feodal yang berarti suatu
langkah mundur.
Berbagai alasan itulah yang menyebabkan van der Cappelen pada tahun
1823 melarang persewaan tanah di daerah Surakarta-Yogyakarta. Tindakan
ini telah menyebabkan kerugian bagi para bangsawan.
Menurut Pierson, pembatasan ruang gerak para pedagang Eropa dan orang-
orang asing lainnya itu akan menambah buruk keadaan. Dengan
pembatasan persaingan, justru harga akan meningkat. Larangan untuk
mendirikan gudang-gudang di luar ibukota, telah mengakibatkan persaingan
yang sedikit itu terfokus di ibukota. Pendirian penjualan umum (pelelangan)
yang modern untuk hasil-hasil pertanian dan perikanan dalam waktu
kemudian didasarkan pada pemikiran seperti itu, yaitu untuk memusatkan
persaingan guna kepentingan para penjual/produsen.
Dalam masa pemerintahan Raffles, Komisaris Jenderal, dan van der
Cappelen ternyata hampir tidak mungkin dapat diselenggarakan organisasi
produksi secara besar-besaran tanpa mempergunakan organisasi desa dan
struktur feodal.
Apabila pemerintah suatu koloni dapat dianalogikan sebagai suatu
perusahaan, periode pemerintahan kolonial di bawah van der Cappelan
perusahaan itu mengalami kerugian, karena banyak kehilangan ekspor.
Anggaran Belanja negara sejak tahun 1820 mengalami defisit, sehingga
pemerintah negeri Belanda harus menutupnya. Dalam kondisi kesulitan
keuangan yang dialami negeri Belanda pada tahun 1820, maka suatu koloni
yang tidak dapat mencukupi keperluan sendiri adalah sesuatu yang tidak ada
gunanya, sehingga tidak perlu dipertahankan lagi. Sebagai pengganti van
der Cappelen, pemerintah Belanda pada tahun 1826 mengirimkan Du Bus
de Gisinies ke Indonesia dengan tugas utama melakukanpenghematan dan
melakukan penelitian mengenai kesulitan pelaksanaan stelsel tanah.
D. Usaha Memperkuat Pengaruh Ekonomi Barat di Pedesaan
Dalam bidang ketatanegaraan pengaruh Belanda dapat meresap dengan
mendalam meski tujuannya tidak dapat tercapai seluruhnya. Namun
demikian, dalam bidang ekonomi hingga tahun 1826 dibiarkan berkembang
sendiri sesuai dengan azas-azas liberal. Tugas Du Bus yang utama adalah
mencari pemecahan kesulitan-kesulitan dengan meperkuat pengaruh Barat
dalam bidang ekonomi.
Berhubung dengan kuatnya sifat komunal atau “kepemilikan bersama” atas
tanah, tidak terdapat banyak perbedaan antara setiap warga desa. Setiap
orang di desa sama miskinnya dan secara turun temurun tergantung dari
penanaman padi.
Untuk mempertinggi produksi, Du Bus menyarankan: (1) tanah milik bersama
diganti dengan tanah milik perorangan dengan cara ini semangat kerja petani
akan meningkat, (2) perlu modal lebih besar untuk produksi dalam rangka
membuka tanah-tanah baru, mencoba jenis tanaman baru dan yang lebih
penting lagi untuk memperlus penanaman yang sudah ada dan dikenal,
namun menurut petani terlalu mahal beayanya.
Secara ringkas, pokok pikiran Du Bus untuk meningkatkan produksi ekspor
adalah: dibukanya perusahaan-perusahaan baru dengan pengelolaan dan
modal Eropa akan dapat menarik sedmikian banyak pekerja dari desa.
STELSEL TANAM PAKSA
A. Perencanaan Tanam Paksa
Gubernur JEnderal Johannes van den Bosch yang mulai memegang
kekusaan di Indonesia sejak tahun 1830 menyadari betul keadaan yang
ada di Jawa. Ia menggunakan desa Jawa sebagai produsen tanaman
ekspor dan sebenarnya hal ini merupakan inti dari tanam paksa (cultuur
stelsel).
Sistem tanam paksa oleh Fasseur didefinisikan sebagai sebuah sistem
industri agraris yang didalamnya pemerintah kolonial memanipulasi
kekuasaan dan pengaruhnya untuk memaksa para petani menanam
komoditas-komoditas ekspor. Sedangkan Furnivall menjelaskan peran
pemerintah dalam sistem tanam paksa itu adalah sebagai pedagang dan
penguasa.
Kepada penguasa swasta Eropa, van den Bosch memberikan tugas untuk
meningkatkan produksi pabrik pengolahan, bukan dari pertaniannya
sendiri.
Rakyat melalui sistem paksaan (cultur stelsel) menanam tanaman-tanaman
ekspor di atas tanahnya sendiri. Sebagai upah atas penanaman itu, rakyat
tidak menerima uang, tetapi diberikan imbalan berupa pembebasan dari
kewajiban membayar pajak yang sangat besar. Dengan demikian pajak
tidak dibayar dengan uang, tetapi dalam bentuk in natura atau tenaga
kerja.
Prof. Garretson mengemukakan, tahun 1830 tidak dapat
diharapkanproduksi ekspor dari Jawa, pada saat itu pemerintah kolonial
Belanda dihadapkan pada dua pilihan, yaitu stelsel tanam paksa
danpemberian tanah-tanah berpenduduk kepada pengusaha swasta Eropa.
Stelsel tanam paksa akan memaksa penduduk untuk bekerja dan
melepaskan tanah pertaniannya. Di samping itu, organisasi desa akan
dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya dan para kepala pribumi akan
memperoleh pembebasan dalam usaha memperbesar produksi ekspor.
Keberatan terhadap rencana stelsel tanam paksa dari pegawai-pegawai
Eropa yang lain adalah dengan sistem itu para residen merasa dianggap
sebagai petani, karena mereka harus mengawasi penanaman.
B. Alat-alat Organisasi PEnanaman Wajib
Sebagai alat organisasi, sistem tanam paksa tidak saja hanya
menggunakan ikatan desa, tetapi juga menggunakan pengabdian feodal.
Menurut Prof. Burger tidak benar jika dikatakan sistem tanam paksa telah
mengembalikan pengabdian feodal seperti waktu-waktu sebelumnya.
Campur tangan negara dalam penanaman wajib memerlukan banyak
organisasi manajemen di daerah pedalaman. Pegawai-pegawai Eropa
mendapat tugas yang penting karena pekerjaan-pekerjaan mereka tidak
dapat diserahkan kepada para kepala pribumi atau bupati. Vitalis
menganggap bupati sebagai “momok penindasan” (de hydra der
verdrukking).
Paksaan penanaman yang diawasi oleh negara pada dasarnya merupakan
ekonomi politik monopolistik yang bertujuan mendapatkan keuntungan
maksimal bagi negara induk dari potensi ekonomi yang dimiliki Jawa.
Stelsel tanam paksa disebut unik karena sistemini tidak dipraktekkan oleh
berbagai negara kolonial lain di wilayah Asia Tenggara meskipun kondisi
alam dan ekonomi serta struktur sosialnya mirip dengan yang ada di Jawa.
Untuk mengamankan persediaan komoditas ekspor pada masa VOC,
monopoli perdagangannya diperluas ke arah monopoli sistem produksi.
Kebijakan perekonomian yang demikian tetap dipertahankan oleh
pemerintah kolonial setelah percobaan semi liberal antara tahun 1800-1830
menglami kegagalan.

C. Perkembangan dan Kemunduran Sistem Tanam Paksa


Setelah tiga tahun berlangsung sistem tanam paksa pada tahun 1833
dapat diketahui luasnya lahan yang ditanami tanaman ekspor sbb:
Tebu 32.722 bau nilai (indigo) 22.141 bau
The 324 bau tembakau 30 bau
Kayu manis 30 bau kapas 5 bau

Tiga jenis tanaman yang terpenting dalam tanam paksa adalah : kopi, gula
dan nila.
Dengan perbandingan keadaan tahun 1833 dan 1860 telah terjadi
pergeseran dalam penanaman tebu. Di Banten dan Rembang penanaman
dihentikan. Sedangkan di Banyumas mulai diusahakan penanaman karena
berdasarkan percobaan-percobaan tanahnya cocok untuk penanaman
tebu. Tahun 1860 dengan 1910 menunjukkan perluasan yang signifikan,
terutama di daerah Cirebon, Banyumas, Madiun, Surabaya, dan Besuki.
D. Penanaman Tebu

Petani Jawa sudah diperkenalkan jenis tanaman ini sejak abad XVII, ketika
mereka menanam tanaman ini dan menjualnya kepada pedagang-
pedagang Belanda dan Cina. Setelah pemerintah kolonial melakukan
percobaan pertama, tahun 1830 diputuskan bahwa penanaman tebu akan
dilakukan di semua daerah yang baik, yaitu di karesidenan Cirebon,
Pekalongan, Tegal, Semarang, Jepara, Surabaya, dan Pasuruan.
Periode 1830-an sampai 1840-an merupakan tahap awal perkembangan
penanaman tebu ketika sejumlah percobaan dilakukan untuk menemukan
daerah yang cocok untuk penanaman tebu.
Dalam surat edaran dari Directeur der Cultures kepda para residen tahun
1832 diperintahkan agar para residen memberikan bantuan kepada
pengusaha-pengusaha pabrik.
Dengan sistem kerja paksa dan penanaman wajib, rakyat banyak
kehilangan pendapatan dari tanah-tanah yang digunakan untuk
penanaman tebu. Gonggrijp menyatakan bahwa penanaman wajibgula
lama-kelamaan akan mempertinggi pendapatan rakyat. Penanaman tebu
sejak tahun 1863 pada umumnya menguntungkan rakyat.
Karena pendapatan tanah yang ditanami tebu tidak lagi diperoleh dalam
bentuk barang (in natura), tetapi dalam bentuk uang. Para pekerja pabrik
menerima upahnya dalam bentuk uang pula, peredaran uang di kalangan
rakyat semakin biasa. Rakyat semakin percaya terhadap uang sebagai alat
pembayaran dan sebagai alat tukar.

E. Penanaman Kopi
Dari berbagai jenis tanaman ekspor negara, kopi dianggap yang paling
stabil. Dengan mengasumsikan penanaman wajib dibawah VOC sebagai
penanaman negara, kopi telah ditanam selama hampir 200 tahun.
Beberapa kondisi ekologis khusus membuat penanaman kopi
menguntungkan dan berakibat penanaman kopi meluas hampir ke seluruh
karesidenan Jawa. Pertama, kopi tidak ditanam pada lahan-lahan pribadi,
yang berarti tidak menganggu tanaman pangan utama. Kedua, kopi
merupakan tanaman ekspor yang sangat penting dengan harga yang tinggi
di pasar internasional, meskipun fluktuasi harga dalam waktu yang singkat
dapat berubah-ubah.
Periode pertama pertumbuhan selama 10 tahun (1830-1840) pengelolaan
kopi berjalan dengan relatif lamban dan produksinya stabil. Selama periode
kedua (1840-1870) pertumbuhan tetap stabil.
Melalui berbagai tindakan, terutama dengan diadakannya dan diperluasnya
aparat pemerintah bangsa Eropa sejak  tahun 1840, pengaruh-pengaruh
Eropa di Priangan diperkuat dan kekuasaan para bupati yang tidak terbatas
secara berangsur-angsur dikurangi. Namun demikian, hak memungut pajak
tetap mereka miliki hingga tahun 1870 ketika stelsel Priangan dihapus dan
Priangan dibebaskan dari kefeodalan. Kemunduran tanam paksa kopi
timbul pada akhir 1870-an ketika hama kopi menyerang pohon-pohon kopi
dan merusak sebagian besar tanaman.
Karena pemerintah kolonial memilih pengelolaan seluruh usaha ekonomi
sendiri, pemerintah harus mengangkat sejumlah pegawai untuk
mengadministrasikan perusahaan-perusahaan besar.

F. Penanaman Indigo

Penanaman indigo memiliki perkembangan yang berbeda dengan


penanaman tebu. Penanaman indigo memberatkan dan menimpa secara
berat pada pundhak petani. Ketika pemerintah kolonial emmilih indigo
sebagai salah satu tanaman ekspor utama, penanamanindigo dimulai
dengan skala besar. Fasilitas pemrosesan biasanya dilokasikan dalam
jarak yang dekat dengan lahan penanaman.
Pada fase pertama perkembangan stelsel tanam paksa (1830-1840), baik
pemerintah kolonial maupun rakyat petani mengalami penderitaan akibat
kesulitan-kesulitan yang dialami. Pada tahun 1840-an tanaman indigo
berjumlah 42.833 bau, melibatkan 207.118 keluarga petani. Pada tahun
1860 perkebunan indigo hanya meliputi 15.546 bau dan rumah tangga
petani yang terlibat dalam penanaman berjumlah 103.214. Dalam waktu
yang sama areal penanaman paksa untuk tebu diperluas menjadi 38.456
bau. Pada tahun 1864 penanaman indigo negara semuanya dihapus.
Dengan demikian penanaman indigo merusak penanaman padi. Akibat
lebih jauh adalah munculnya keengganan baik petani maupun para kepala
pribumi terhadap budi daya tanaman ini, sebab dengan sendirinya insentif
juga akan menjadi kecil. Pembayaran tenaga kerja dan culturprocenten
rendah.

G. Kesengsaraan Rakyat Akibat dari Stelsel Tanam Paksa


Sistem tanam paksa merupakan contoh klasik tentang penindasan kaum
penjajah. Tujuan utama dari sistem ini adalah peningkatan kapasitas
produksi pertanian Jawa demi keuntungan perbendaharaankerajaan
Belanda. Lonjakan produksi dan laba yang diperoleh hampir seluruhnya
bersumber dari kerja paksa kaum tani di Jawa.
Budidaya kopi yang merupakan tanaman paling luas arealnya dan juga
paling menguntungkan, memberikan kepada rakyat kesengsaraan yang
cukup berat. Budidaya tanaman ini paling berhasil di lahan yang disebut
woeste gronden (tanah gurun) di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan daerah
ujung timur pulau Jawa.
Tanaman tebu dan nilai ditanam di areal tanah irigasi yang layak untuk
penanaman padi. Kedua jenis tanaman ini ditanam secara bergiliran
dengan penanaman padi.

H. KEuntungan yang Timbul dari Tanam Paksa


Dengan mendasarkan pada asumsi bahwa penindasan secara mutlak,
telahm enyebabkan kemiskinan. Kondisi di pulau Jawa sebelum tahun
1830-an tidak pernah mendapat perhatian.
Sebagaimana dikemukakan oleh Van den Bosch, bahwa pelaksanaan
stelsel tanam paksa dapat menumpuk daya kerja para petani dan menggali
kekuatan laten dari kapasitas produksi para petani Jawa, tanam paksa
telah meningkatkan kecerdasan petani dan memberikan pencerahan baru.
Residen Kedu pada tahun 1870, melaporkan bahwa kaum tani menjdi lebih
makmur dari waktu-waktu sebelumnya dengan adanya budidaya serta
penjualan tembakau. Residu Kediri tahun 1857 melaporkan bahwa ekspor
komoditi hasil budidaya penduduk meningkat 400% dalam dasawarsa
setelah 1845.
BAB 9
MERKANTILISME DAN FISIOKRAT

A. Timbulnya Aliran Merkantilisme


Merkantilisme yang berasal dari “mercari” berarti berjual beli. Pada awal
keberadaan manusia, produksi ditujukan untuk pemenuhan kebutuhan
sendiri. Pada masa seperti ini belum dikenal adanya pembagian kerja
sehingga segala keperluan harus dicukupi sendiri.
Dalam hal terjadinya pembagian kerja, dapat dibedakan adanya:
1. Pembagian kerja yang timbul di dalam masyarakat yaitu pembagian
kerja dalam lingkungan keluarga,yang meluas ke pembagian kerja dalam
lingkungan suku, desa, dan akhirnya diikuti oleh spesialisasi dalam
berbagai pekerjaan
2. Pembagian kerja secara teknis, yaitu pembagian kerja yang terjadi
bilamana seluruh proses produksi dalam suatu perusahaan dibagi-bagi
sedemikian rupa sehingga setiap pekerjaan memperoleh pekerjaan
tertentu
3. Pembagian kerja teritorial, yaitu pembgian kerja berdasarkan wilayah
lokal, regional, internasional sehingga setiap wilayah atau negara
memiliki hasil produksi yang paling sesuai dengan daerahnya.

Pada Abad XVI dan XVII, kemakmuran suatu negara (naton state) diukur
menurut perbandingan antara impor dan ekspornya dalam perdagangan
luar negeri. Seolah-olah impor dan ekspor diletakkan pada suatu
timbangan. Jika ternyata ekspor lebih banyak daripada impor, maka
dinyatakan terdapat adanya neraca perdagangan yang menguntungkan.
Klelebihan ekspor inilah yang oleh kaum merkantilis akan selalu
diupayakan.
Dalam kondisi politik dan ekonomi seperti yang telah digambarkan,
pengertian “kemajuan” dan “kemakmuran” memiliki arti tertentu yang
sangat terbatas. Kemajuan diberi arti terutama dari sudut kekuasaan
negara dan kekuatan golongan saudagar. Kemakmuran ditinjau dari sudut
kekuatan ekonomi keuangan kenegaraan dan akumulasi kekayan
saudagar.
Oleh karena merkantilisme merupakan pola pemikiran yang belum memiliki
kerangka dasar dan hanya merupakan kebijakan pemerintah suatu negara
dan masing-masing negara memiliki kebijakan yang belum tentu sama,
merkantilisme dianggap sebagai “sistem politik ekonomi”.
1. Pengaruh Merkantilisme di berbagai negara

a. Perancis

Merkantilisme Perancis, seringkali disebut sebagai Calbertisme.


Tindakan yang dilakukan antara lain:

1) Larangan ekspor logam mulia (emas dan perak)


2) Intervensi pemerintah/negara yang mendalam di bidang industri.
3) Bantuan kepada perusahaan-perusahaan yang baru didirikan,
melalui subsidi dan pinjaman dengan bunga rendah
4) Pemerintah mengusahakan tersedianya tenaga kerja murah
5) Didirikan manufacturing royale (perusahaan-perusahaan negara
yang dimiliki raja)
6) Imigrasi dianjurkan, sedang emigrasi dilarang
7) Kebijakan kependudukan aktif
8) Pemberian hak istimewa kepada perusahaan swasta
Dibawah pimpinan Colbert dibentuk suatu armada perniagaan yang
kuat dan didirikan pula pelabuhan-pelabuhan perdagangan baru.

b. Inggris

Pengaruh ajaran merkantilisme meluas pula hingga ke wilayah Eropa


kepulauan, yaitu Inggris. Pada pemerintahan ratu Elizabeth (1558-
1603), Oliver Cromwell melaksanakan kebijakan mekantilisme di
Inggris. Tindakan-tindakan yang dilakukan Cromwell antara lain:

1) Perikanan dilindungi, antara lain ditentukan hari-hari tertentu rakyat


tidak boleh mengkonsumsi daging – dimaksudkan agar kebutuhan
protein hewani diganti dengan protein ikan
2) Peternakan serta industri woll dilindungi. Pernah pula dikeluarkan
peraturan peci, yaitu peraturan yang mewajibkan pria di atas usia
enam tahun harus mengenakan peci dari woll pada hari-hari besar
yang telah ditentukan dan pada hari Minggu
3) Dikeluarkan Act of navigation pada tahun 1651 yang mengatur
barang-barang hanya boleh diimpor ke Inggris oleh kapal dari
negara asal barang tersebut atau oleh kapal-kapal Inggris. Antara
Inggris dengan daerah penjajahannya hanya boleh dilayari kapal-
kapal milik Inggris.
Perbedaan politik ekonomi Collbert dengan Cromwell adalah bahwa
Colbert mengorbankan pertanian demi memperoleh kemajuan dalam
produksi barang-barang buatan pabrik. Sedangkan Cromwell tidak
mengabaikan bidang pertanian, bahkan memberikan dorongan bagi
perkembangan pertanian dan peternakan.
Cromwell juga mengeluarkan suatu peraturan yagn disebut “statutes of
employment”, yaitu suatu peraturan yang mengharuskan pedagang-
pedagang asing yang berdagang di Inggris untuk membeli hasil-hasil
industri Inggris sejumlah laba yang diperoleh di Inggris.
Perjanjian yang bersifat merkantilistik dapat dilihat dari perjanjian
Methuen tahun 1703 antara pemerintah Portugal dengan duta besar
Inggris di Lisabon yang bernama Metheun atas nama pemerintah
Inggris.

c. Rusia

Dibawah pemerintahan Katharina ke II, aliran merkantilisme


memperoleh dukungan. Merkantilisme di Rusia sering juga disebut
sebagai merkantilisme agraris. Kebijakan politik ekonomi Rusia pada
waktu itu menekankan pada ekspor hasil produksi pertanian ke negara-
negara Eropa Barat, terutama ke Perancis. Bahkan pangan Perancis
sangat tergantung pada ekspor Rusia, terutama yang dihasilkan daerah
sekitar Laut Hitam.
2. Persoalan Uang
Dalam sebuah pamflet tahun 1530, saksi memberikan penjelasan tegas
melalui kalimatnya “reichtum das ist gelt” yang berarti kekayaan adalah
emas. Uang utama dianggap identik dengan uang logam, yang berisikan
bahan logam mulia (emas dan perak).
Permulaan abad XVII ada pendapat bahwa kekayaan suatu negara
ditentukan oleh tingkat kemampuan negara dalam menukarkan barang-
barang dari luar negeri dengan emas murni.
SEjak abad XII uang logam emas serta perak telah mulai digunakan
sebagai alat pembayaran. Namun demikian pemerintah tidak turut
menentukan perbandingan nilai antara kedua mata uang tersebut (standart
paralel).
Abad XIX standar ini kemudian diganti dengan standar berganda. Di
Inggris mulai diberlakukan sejak tahun 1896, Perancis tahun 1803, Negeri
Belanda tahun 1816. Dengan standar berganda ini nilai uang emas dan
perak ditentukan oleh pemerintah.
Untuk memahami latar belakang kaum merkantilis yang sngat
memperhatikan uang, tidak bisa tidak harus dibdningkan keadaan periode
kapitalis yang sedang berkembng dengan keadaan sebelumnya yang
bersifat feodalistik. Kekayaan feodal bersifat materi dan terdiri ats benda-
benda seperti rumah, tanah, hewan piaraan, kapal dan sebagainya.
3. Masa transisi menjelang timbulnya Mazhab klasik
Doktrin mekantilisme yang paling menyesatkan adalah pernyataan yang
mereka kemukakan secara berulang-ulang, bahwa suatu negara hanya
dapat menjadi kaya dengan mengorbankan negara-negara lain.
Sir William Petty, meskipun ia seorang merkantilis dalam bidang politik
ekonomi, ia menyadari perlunya pertimbangan bagi para penguasa
negara. Pemikiran teoritiknya kemudian sangat cepat menyebar tertuang
dalam buku “political aritmatrick”.
Pada akhir abad XVII, Sir Dudley North melakukan penyerangan yang fatal
terhadap inti doktrin merkantilisme, yaitu “teori neraca pembayaran”.
David Hume merupakan oposan yang kuat terhadap merkantilisme. Dalam
pembahasan-pembahasannya mengenai uang, ia menyimpulkan bahwa
suatu pertambahan secara konstan dan perlahan dalam jumlah uang yang
beredar, sangat dianjurkan dfalam rangka memberikan suatu stimulan
secara terus menerus terhadap aktivitas dunia usaha.
B. Timbulnya Aliran Fisiokrasi
Phisia dari bahasa Latin berarti alam, fisik; kratein dari bahasa Latin berarti
harus berkuasa, kekuatan; sehingga fisiokrasi berarti alamlah yang
berkuasa. Berbeda dengan merkantilisme, gagasan dan ide yang
dikemukakan oleh para pemikir fisiokrat sudah berwujud suatu kerangka
dasar analisis tertentu mengenai masalah-masalah ekonomi dalam
masyarakat. Oleh karena itu fisiokrasi yang dikemukakan oleh para fisokrat
bukan hanya sebagai kebijakan politik ekonomi, tetapi sudah merupakan
mazhab.
Tokoh-tokoh utama pemikir ekonomi mazhab fisiokrasi yang menonjol
adalah Francois Quesnay (1694-1774) dan A.R.J. Turgot (1727-1781).
Francois Quesnay sebenarnya seorang dokter yang menjadi tenar karena
sebagai spesialis ahli bedah, khususnya mengenai ilmu dan teknik
pengeluaran darah pasien. SEjak tahun 1750-an perhatiannya banyak
tercurah pada masalah-masalah ekonomi, khususnya yang menyangkut
pertanian. Sumbangan pikiran Quesnay dalam bidang ekonomi berkisar
pada penyajiannya tentang proses ekonomi masyarakat dalam pola arus
lingkaran peredaran barang dan jasa berdasarkan proses reproduksi
surplus netto dalam produksi masyarakat.
Sebagaimana Quesnay, Baron Jaques Turgot adalah pakar ekonomi yang
sangat berpengaruh pada abad XVIII.
Turgot adalah seorang tokoh ilmuwan sejati dalam bidang filsafat, ekonomi
dan sastra.
Pengertian fisiokrat digunakan dalam arti:
1) Filsafat dan program politik umum dari abad XVIII, yaitu abad yang
sering disebut “renaissance humanisme”
2) Pencerminan protes terhadap merkantilisme yang merupakan suatu
program agar perniagaan dan industri mencapai supremsi
3) Suatu program yang dicapai berdasarkan analisis ekonomi yang
dilakukan oleh kaum fisiokrat dengan asumsi dasarnya bahwa pertanian
merupakan sumber tunggal kekayaan

Dalam pandangan Quesnay dan pengikut mazhab fisiokrasi, penduduk


dibedakan menjadi empat golongan :
1) La calasse produkctive (kelas penduduk yang produktif) yaitu mereka
yang aktif dalam bidang pertanian
2) La classe des propietaires (kelas penduduk pemilik tanah), yaitu pemilik
tanah atau yang menguasai tana
3) La classe sterile (kelas penduduk yang tidak produktif), yaitu para
pedagang serta kaum industrialis. Mereka ini juga sering disebut sebagai
kelas stipendiee
4) La classe passive, yaitu para pekerja yang tidak berdiri sendiri, mereka
hanya penting dihubungkan dengan konsumsi bukan untuk produksi

Dalam kerangka pemikiran fisikorasi telah terkandung benih-benih utama


bagi teori ekonomi yang menyangkut nilai barang dan pembentukan
harganya berdasarkan biaya tenaga kerja (labour theory of value) dalam
gagasan Ricardo dan kemudian diandalkan oleh Marx, teori persewaan
tanah (Ricardo), teori tentang nilai surplus (Marx), analisis input output
(Leontiff).
BAB 10
MAZHAB KLASIK, KRITIK DAN
PEROMBAKANNYA
A. Mazhab Klasik

1. Para Ahli Ekonomi Klasik


Beberapa tokoh mazhab klasik yang terkemuka antara lain: Adam Smith,
Thomas Robert Malthus, Jean Baptiste Say, David Ricardo, Johan Heinrich
von Thunen, Nassau William Senior. Mereka terkenal bukan karena
memberikan pemecahan masalah ekonomi, tetapi karena cara mereka
mengemukakan masalah.
Pakar yang membentuk mazhab klasik yang tulisannya tentang ilmu ekonomi
mencapai pengaruh yang luas dalam periode yang paling lama dengan pakar
lain mazhab klasik adalah Adam Smith (1723-1790).
Adam Smith adalah pakar utama dan pelopor dalam mazhab klasik. Karya
besarnya yang telah disebut lazim dianggap sebagai buku standar yang
pertama di bidang pemikiran ekonomi.
2. Aspek-aspek Pokok Ilmu Ekonomi Adam Smith
Pemikiran-pemikiran Adam Smith yang sangat luas dapat disaring dan
ditonjolkan dari hal-hal sebagai berikut:

a. Kekayaan Negara
Masalah dasar yang selalu dihadapi oleh setiap negara adalah:

1) Barang dan jasa yang akan dihasilkan


2) Cara menghasilkan barang dan jasa
3) Distribusi barang dan jasa yang dihasilkan

b. Pembagian kerja
Alat-alat dasar untuk memperbesar produksi menurut Adam Smith adalah:
1) Pembagian kerja
2) Penggunaan mesin-mesin
Pembagian kerja menurut Karl Bucher adalah bahwa pada mulanya terdapat
adanya berufsbildung dalam rumah tangga tertutup terdapat berbagai
macam jabatan, seperti: jabatan penjahit dan pandai besi. Kemudian muncul
spezialisation (spesialisasi) pandai besi yang membuat barang-barang
perkakas rumah tangga, membuat sepatu kuda, senjata perang. Akhirnya
terdapat produktiosteilung, misalnya transport yang semula diselenggarakan
oleh pedagang sendiri kemudian diambil alih oleh perusahaan transportasi.

c. Nilai
Banyak barang yang sebenarnya sangat berguna dalam kehidupan sehari-
hari tetapi tidak bernilai dalam penukran atau tidak memiliki harga untuk
transaksi jual beli.
Adam Smith yang menyarankan untuk membedakan antara nilai guna (yang
berkaitan dengan faedah penggunaannya dalam kehidupan sehari-hari,
value in use atau use value) dengan nilai tukar (nilai barang dalam
pertukarannya dengan barang lain, value in exchange atau exchange value).
Adam Smith dan Ricardo berpendapat bahwa nilai suatu barang ditentukan
oleh nilainya dalam pertukaran. Nilai tukar itu bersumber pada komponen
tenaga kerja dan imbalan jasa yang diberikan kepada pekerjanya.
d. Ajaran Nilai
Tenaga kerja menurut Adam Smith sekaligus merupakan sebab dan alat
pengukur nilai. Menurut David Ricardo, kegunaan merupakan syarat mutlak
bagi nilai tukar, terlepas dari langkanya suatu barang atau besarnya biaya
yang dikeluarkan untuk menghasilkannya.
Ricardo membagi pengertian barang sebagai berikut:
1) Barang-barang yang dapat diproduksi begitu saja
2) Barang-barang yang tidak dapat diproduksi begitu saja
Inti kerangka pokok pemikiran Ricardo adalah bahwa nilai dan harga
bersumber pada pekerjaan tenaga manusia. Pendapat Ricardo ini kemudian
sangat besar pengaruhnya dalam pemikiran para tokoh ekonomi pada waktu
kemudian, seperti Karl Marx menggunakan ajaran nilai tenaga kerja ini
sebagai dasar untuk megnemukakan teorinya mengenai nilai lebih.

e. Upah
Teori mengenai nilai dan harga membawa konsekuensi terhadap teori
mengenai upah. Tingkat upah sebagai imbalan jasa bagi tenaga kerja
merupakan harga yang diperlukan untuk mempertahankan dan melanjutkan
kehidupan para tenag kerja.
Harg ekuilibrium mencerminkan keseimbangan antara kebutuhan dan
pendapatan pekerja. Harga ekuilibrium ini tidak hanya menyangkut
kebutuhan pokok pekerja itu sendiri, tetapi jua beberapa jenis fasilitas hidup
bagi keluarga mereka.
Di pasar tenaga kerja, harga tenaga kerja selama beberapa waktu berada di
atas tingkat ekuilibrium. Hal ini terjadi dalam perkembangan masyarakat
berdasarkan akumulasi modal dan kemajuan teknologi. Dalam keadaan
demikian permintaan tenaga kerja dapat meningkat dan upah melebihi
tingkat upah pada keadaan ekuilbrium.
Berdasarkan pemikiran tersebut, Ricardo juga beranggapan bahwa kurang
bermanfaat untuk melakukan koreksi terhadap sistem ekonomi kapitalis.
Proses pembentukan tingkat upah sebaiknya diserahkan pada persaingan
bebas tanpa campur tangan dari pemerintah melalui pengaturan
kebijaksanaan dalam bentuk undang-undang atau aturan-aturan.

f. Harga
Harga alamiah (natuurlijke prijs) menurut Adam Smith adalah harga yang
timbul apabila sesuatu berlangsung dengan sendirinya dalam arti bahwa
terjadi pada suatu masyarakat yang didalamnya terdapat kebebasan
bertindak, semua orang bebas untuk menghasilkan barang yang diinginkan
dan menukar dengan sesuatu yang diinginkannya.
g. Konsep Homo Economicus
Adam Smith dalam uraian-uraiannya mengguakan tipe manusia yang
dinamakannya sebagai homo economicus. Definisi tradisional mengenai
manusia ekonomi adalah manusia yang berusaha untuk mencapai
pemuasan kebutuhan secara maksimal dengan pengorbanan secara
minimal.

h. Perekonomian Laises faire


Adam Smith adalah sorang liberal. Berbagai pendapatnya didasarkan pada
suatu asumsi keadaan masyarakat yang memiliki kebebasan penuh untuk
mengatur hidupnya. Oleh karena itu, seringkali mazhab klasik dinamai juga
dengan mazhab liberal.
Adam Smith menyatakan bahwa dengan kebebasan (liberalisme) individu
yang ditonjolkan, bukan saja hanya akan menimbulkan efisiensi yang lebih
besar melainkan akan menyebabkan kegiatan ekonomi yang lebih luas.
Ketika mengkritik pendapat Quesnay, Adam Smith menunjukkan
kepercayaan yang berlebihan dalam proses ekonomi. Mekanisme yang
dapat memperbaiki diri sendiri, dapat mengatur diri sendiri, dan
pembentukan harga pasar, dianggap sebagai obat mujarab.
B. Para PEngkritik dan Para Perombak Teori Ekonomi Klasik

1. Bentuk-bentuk Kritik
Tema pokok kritik konservatif dan radikal adalah mengenai hubungan antara
pembagian kelas yang makin tumbuh dalam sistem laissez faire di satu pihak,
dan krisis-krisis ekonomi yang secara periodik menggoncangkannya di lain
pihak.
Para pengkritik konservatif, yaitu mereka yang mengira bahwa industri
modern membutuhkan pimpinan negara, tidak dapat dengan baik mencapai
suatu teori ekonomi secara sistematik.
Para pengkritik radikal sendiri walaupun pada waktu permulaan dipengaruhi
oleh doktrin-doktrin konservatif tertentu, lambat laun dalam aliran Marxisme
mengembangkan suatu filsafat dan teori ekonomi yang sistematik dan
dengan kuat menghadapkannya kepada doktrin-doktrin liberalisme.

2. Simonde de Simondi
Sebenarnya Simonde adalah yang bekerja dalam hal mengembangkan teori
eksploitasi dan konsumsi – kurang, mesipun dlaam bentuk yang belum
sempurna. Hingga kini banyak orang yang menganggap bahwa teori tersebut
berasal dari Marx.
3. Frederich List
a. Keberatan terhadap perdagangan bebas

Frederich List adalah seorang penganut enthusias dari kapitalis progresif.


Pendapatnya mengenai teori klasik adalah bahwa teori-teori klasik bersifat
statik dan tidak dinamik. Menurutnya bukan ekualisasi laba dan
perkembangan kuasi otomatik alamiah sebagaimana digambarkan oleh
teori klasik yang menciptakan laba dan kemajuan, melainkan karena
adanya usaha yang dilakukan oleh manusia. Pada akarnya List
menentang doktrin perniagaan bebas.
b. Teori pertumbuhan
1) Pada waktu permulaan terdapat masyarakat primitif yang memburu
binatang dan menangkap ikan
2) Timbul perkembangan dalam bidang pertanian
3) Timbul industri
4) Timbul perniagaan dunia
Tujuan teori tersebut untuk menunjukkan Jerman pada kurang lebih tahun
1840 untuk bagian terbesar masih dalam fase ketiga. Negara-negara
muda yang sedang membangun pada waktu itu yaitu Jerman dan Amerika
Serikat.
4. Kaum Sosialis
a. Latar belakang timbulnya sosialisme

Ide-ide dari ahli pikir abad XVIII dan permulaan abad XIX yang memberi
penafsiran mengenai kebebasan, harga diri manusia, dan sepremasi
hukum dengan cara yang memberi keunggulan kepada orde ekonomi
yang timbul yaitu kapitalisme. Akan tetapi optimisme kaum fisiokrat dan
Adam Smith telah banyak berkurang karena munculnya doktrin Malthus
dan Ricardo.
Tidak mengherankan bahwa filsafat yang menekankan aspek-aspek sosial
orde alamiah, kesediaan manusia untuk bekerja sama, kesempurnaan
sifat manusia, dan keinginan untuk mendapat kesamaan politik, sosial dan
ekonomi, makin lama makin banyak memperoleh dukungan.
Jean Jacues Rousseau berpendapat bahwa “hak milik merupakan
pencurian”. Francois Emila Babeuf (1760-1797) pada zaman directoire
berusaha untuk menghapuskan hak milik individu dan mendirikan
masyarakat komunistik, ia berpendapat bahwa “alam telah memberikan
kepada setiap orang persamaan hak di dalam kehidupan yang
menyenangkan”.
b. Pembagian kaum sosialis

Dapat dibedakan kaum sosialis ke dalam dua golongan besar, yaitu


sosialis utopia dan sosialis ilmiah. Sosialis utopia dapat dibedakan
menjadi: (1) golongan romanciers, (2) golongan kolonis, (3) ahli ekonomi.

c. Sosialis Utopis

Kaum utopis adalah mereka yang mengira dengan jalan: (1) menjelaskan
masyarakat ideal; (2) memberikan contoh pembentukan masyarakat yang
diidamkan dalam sebuah koloni, dapat memperbaiki keadaan-keadaan
masyarakat yang ada pada umumnya.
Perkataan Utopis berasal dari buku yang ditulis oleh Thomas More dalam
tahun 1516 yang banyak berbicara mengenai keadaan negara yang paling
sempurna dari pulau baru yang bernama “Utopia”.
Pokok pikiran yang digambarkan dalam buku tersebut adalah sbb:
1) Dalam pulau Utopis tidak ada lagi hak milik privat
2) Lama jam kerja hanya enam jam dalam sehari
3) Baik pria maupun wanita memiliki kewajiban bekerja
4) Kewajiban belajar diadakan
5) Terdapat kebebasan dalam berbagai hal
Sebagai seorang yang berhubungan langsung dengan pekerja, Louis
Blanc (1811-1882) menginginkan adanya perubahan-perubahan dalam
masyarakat dengan menggunakan negara sebagai alat. Ia dianggap
sebagai sosialis pertama karena gagasannya mengenai penggunaan
kekuasaan negara sebagai kekuatan pembentuk masyarakat baru.
Tahun 1848 pemerintah Perancis mendirikan Ateliers Nationnaux yang
sebenarnya merupakan sebuah parodi terhadap ide Blanc. Pemerintah
ingin meunjukkan bahwa gagasan dari Blanc itu tidak ada manfaatnya.
Seorang manajer perusahaan tekstil The New Lanark Hill di Glasgow
(Inggris) yang bernama Robert Owen lebih senang melakukan pekerjaan
baik kepada sesama manusia daripada mengakumulasi kekayaan. Ia
melihat keadaan buruk yang dialami buruh yang berupa perumahan
kumuh, pakaian compang-camping, kekurangan makan, sementara jam
kerjanya sangat melelahkan.
Kondisi buruh seperti ini mengharuskan di auntuk melakukan beberapa
tindakan, antara lain:
1) Jam kerja buruh dikurangi
2) Upah pekerja dinaikkan
3) Dibngun rumah-rumah yang layak untuk buruh
4) Pendidikan diselenggarakan secara gratis
5) Semua anak yang berusia <10 tahun harus masuk sekolah
6) Didirikan toko milik perusahaan yang menjual barang-barang pangan
sehat dan sandang dengan harga murah
7) Dibangun tempat-tempat rekreasi
8) Dibentuk dana-dana asuransi
Robert Owen membantu dibentuknya serikat-serikat pekerja. Ia selalu
berusaha menyebarkan kebaikan-kebaikan koperasi. Gerakan koperasi
yang besar di Rockdale (Inggris) banyak memperoleh inspirasi dari
gagasan-gagasannya.
d. Sosialis Ilmiah

Karl Marx (1818-1883) adalah nabi sosialisme modern yang telah


menkombinasikan ide-ide dari para pemikir pendahulunya, baik dari kaum
kapitalis maupun kaum sosialis.
Sebagia ahli ekonomi, Marx mengembangkan teori-teori ekonominya yang
tertuang dalam buku Das Kapital yang boleh dikatakan seluruhnya bersifat
klasik.
Sebagai penulis-penulis lain yang mendahuluinya, Marx juga beranggapan
bahwa nilai ekonomi barang-barang dicapai dari tenaga yang dikorbankan
untuk membuatnya.
e. Mazhab Marxis

Pengikut ajaran Marx dapat dibedakan menjadi mazhab deterministik dan


sayap voluntaristik idealistik Marxisme.
Mazhab deterministrik menganggap bahwa perkembangan kapitalisme
yang sebenarnya dan yang tidak mungkin dihindari harus menuju ke arah
masyarakat proletar seluruhnya.
Mazhab sayap voluntaristik idealistik Marxisme menghendaki adanya
tindakan yang bersifat revolusioner untuk mencapai transisi arah
sosialisme.
Kaum ortodoks menginginkan adanya suatu transisi demokratik ke arah
masyarakat proletar sosialis, sedangkan kaum revisionis menyangkal
bahwa kapitalisme akan menyebabkan masyarakat menjadi proletaris, dan
mereka menganjurkan rekonsitusi kelas pekerja sebagai suatu “special
pressure group” di dalam demokrasi kapitalis.
Rose Luxemburg dalam bukunya Die Akkumulation des Kapital (1913)
juga menjelaskan bahwa apabila negara-negara yang tingkat ekonominya
belum berkemang kemudian mengalami perkembangan yang lebih tinggi,
maka masalah penjualan hasil produksi akhir akan menjadi ancaman bagi
negara-negara industri maju.
f. Bantahan Terhadap Teori Eksploitasi

Teori nilai tenaga kerja tidak dapat memberikan suatu pemecahan kepada
masalah monopoli penjualan yang makin lama makin penting. Dalam
sistem ekonomi sosialis, laba timbul sebagai suatu bentuk pendapatan
yang syah. Tinjauan secara ekonomis mengenai laba, maka laba sosialis
tidak dapat disamakan dengan pernyataan bahwa pendapatan dari laba
tersebut dibutuhkan sebagai dana untuk dijadikan sebagai modal sosial.
Kapitalisme tidak dapat didefinisikan sebagai suatu sistem yang
mendatangkan laba, sebaliknya sosialisme tidak ada laba. Perbedaan
antara kedua sistem bukanlah bersifat ekonomi, melainkan bersifat sosial.

Anda mungkin juga menyukai