Anda di halaman 1dari 3

Agama di Asia Tenggara merupakan informasi tentang keberagaman penduduk di

Asia Tenggara dalam hal menganut kepercayaan atau keberadaan Tuhan Yang Maha
Esa. Asia Tenggara memiliki kultur yang beragam dan setiap negara menunjukkan
identitasnya berdasarkan agama yang dianut.
Buddha
Agama Buddha di Asia Tenggara sudah dimulai sejak abad ke-4 sampai abad ke-13.
Proses penyeberan agama Buddha di Asia Tenggara bisa dikatakan bersamaan
dengan penyebanaran agama Hindu yakni abad ke-4. Persebaran agama dan
kebudayaan Buddha ke Asia Tenggara juga diawali oleh perdagangan. Perdagangan
antara kawasan Asia Tenggara telah berlangsung sejak zaman logam. Ini terbukti
melalui penemuan sejumlah barangbarang bercorak Buddha yang ditemukan di Ban
Don Ta Phet, Thailand. Barang-barang perunggu yang ditemukan tersebut bercorak
Buddha India dan diperkirakan berasal dari sekitar abad ke-4 SM. Mereka
menggunakan jalur pantai timur Sumatra dan berlabuh di pelabuhan-pelabuhan yang
ada di sepanjang pantai timur Sumatra tersebut. Setelah itu, mereka biasanya
melanjutkan perjalanan ke Cina dan kembali ke India melalui rute yang sama.
Hubungan perdagangan tersebut lambat laun mulai berimbas pada kebudayaan. Para
pedagang Asia Tenggara melihat bahwa India memiliki kebudayaan yang telah maju
apabila dibandingkan dengan kebudayaan mereka. Karena terdorong untuk maju
seperti halnya India, maka para pedagang tersebut mempelajari kebudayaan India
dan mengajarkannya di tanah asalnya. Salah satu aspek yang mereka pelajari adalah
agama Hindu dan Buddha.
Sejak saat itu, mulailah agama Hindu dan Buddha dikenal di kawasan Asia Tenggara.
Masuknya pengaruh agama Hindu dan Buddha akhirnya menyebabkan perubahan
kebudayaan di Asia Tenggara. Kebudayaan masyarakat di Asia Tenggara mulai
dimasuki unsur Hindu dan Buddha. Kebudayaan bercorak Hindu dan Buddha tersebut
akhirnya memengaruhi kehidupan masyarakat Asia Tenggara, terutama di bidang
politik, ekonomi, dan sosial.

Hindu
Agama Hindu yang muncul lebihawal di India dibagian utara kemudian berkembang
ke wilayah yang lebih utara di antaranya Nepal. Pengaruh Hindu di wilayah ini cukup
kuat sehingga berhasil menarik jumlah penganut yang sangat banyak mencapai 90%
dari seluruh penduduknya. Sampai saat ini Nepal merupakan negara satu satunya di
dunia yang berbentuk kerajaan Hindu. Agama Hindu berkembang pula ke India bagian
tengah dan selatan. dai kedua daerah ini agama Hindu menyebar ke Srilanka,
Tiongkok Selatan, dan kerajaan Kerajaan di kawasan Asia Tenggara. Kerajaan
Kerajaan di Asia Tenggara tersebut diantaranya Funan di delta Mekhong, Lin-yi di
sekitar Vietnam Selatan, Fyu di Myanmar, Mon Dwarawati di Semenanjung Malaya,
Chen-la dan Khmer di Kamboja, Kutai dan Tarumanegara di Nusantara. Hubungan
dagang antara Asia Tenggara dengan India marak dilakukan karena adanya
perbedaan komoditas (barang dagangan) antara India dengan Asia Tenggara.
Sejumlah sumber menyebutkan bahwa para pedagang India terbiasa berlayar ke
Indonesia untuk membeli rempah-rempah dan menukarnya dengan kain yang mereka
bawa dari Hindustan.
Di Kamboja terdapat peninggalan bangunan keamanan Hindu tersebar di Asia
Tenggara bahkan di dunia. Bangunan tersebut ialah Angkor Wat yang dibangun oleh
Kerajaan Khmer semasa pemerintahan Suryawarman pada tahun 1113–1150. Angkor
Wat merupakan bangunan Kuil yang indah. Seluruh Kuil dihiasi relief manusia,
tumbuhan, burung dan hewan. Pada dinding dinding Gang terdapat relief tentang
mitologi agama Hindu dan kebesaran kerajaan Khmer. Angkor Wat sempat terlantar
berabat – abat karena tertutup pepohonan dan baru ditemukan lagi pada tahun 1861.
Kuatnya hubungan perdagangan antar India dan Asia Tenggara inilah yang
mempengaruhi kebudayaan di Asia Tenggara. Selain Kamboja, salah satu wilayah di
Asia Tenggara yang dipengaruhi oleh agama Hindu adalah Bali, Indonesia.

Islam
Sejarah masuknya islam di Asia Tenggara sampai saat ini merupakan polemik
panjang yang menimbulkan pro dan kontra antara sejarawan agamawan arkeolog dan
intelektual. Namun yang menjadi referensi umum masuknya Islam di Asia Tenggara
adalah melalui proses perdagangan internasional yang berpusat di Selat Malaka
melalui para pedagang Muslim Persia dan Arab. Namun proses masuknya Islam di
negara-negara bagian Asia Tenggara tidak sepenuhnya sama. Semuanya memiliki
karakteristik masing-masing budaya yang sama sekali berbeda.
Sejak abad pertama, kawasan laut Asia Tenggara, khususnya Selat Malaka sudah
mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam kegiatan pelayaran dan
perdagangan internasional yang dapat menghubungkan negeri-negeri di Asia Timur
Jauh, Asia Tenggara dan Asia Barat. Perkembangan pelayaran dan perdagangan
internasional yang terbentang jauh dari Teluk Persia sampai China melalui Selat
Malaka itu kelihatan sejalan pula dengan muncul dan berkembangnya kekuasaan
besar, yaitu China dibawah Dinasti Tang (618-907), kerajaan Sriwijaya (abad ke-7-
14), dan Dinasti Umayyah (660-749).
Kerajaan-kerajaan dan wilayah itupun berada dalam situasi politik dan kondisi sosial
budaya yang berbeda-beda. Ketika sriwijaya mengembangkan kekuasaannya sekitar
abad VII dan VIII, jalur selat malaka sudah ramai oleh para pedagang Muslim. Data
ini diperkuat dengan berita Cina jaman dinasti T’ang yang dapat memberikan
gambaran bahwa ketika itu telah ada masyarakat Muslim di kanfu (kanton) dan daerah
Sumatra. Diperkirakan terjalinnya perdagangan yang bersifat Internasional ketika itu
juga sebagai akibat kegiatan kerajaan Cina jaman dinasti T’ang di Asia timur dengan
kerajaan Islam dibawah Bani Umayyah di bagian Barat, dan tentunya kerajaan
Sriwijaya sendiri di wilayah Asia Tenggara.
Keberadaan pedagang-pedagang di Asia Tenggara ketika itu mungkin belum
memberikan pengaruh pada kerajaan-kerajaan yang ada. Setelah pecahnya
pemberontakan petani Cina Selatan terhadap kaisar Hi-Tsung (878-889 M) yang
menyebabkan banyak orang Islam di bunuh maka mulailah mereka mencari
perlindungan ke Kedah. Hal ini berarti orang Islam telah mulai melakukan politik yang
tentunya banyak membawa akibat pada kerajaan di Asia Tenggara dan Cina. Syed
Naguib al-attas mengatakan bahwa sejak abad VII orang Islam telah mendirikan
perkampungan di kanton dengan derajat keagamaan yang tinggi dan
menyelenggarakan pemerintahan perkampungan sendiri di Kedah dan Palembang.
Kristen
Umumnya Kekristen di Asia Tenggara dibawa oleh para Misionaris dari Eropa. Orang-
orang Kristen Asia mula-mula, kebanyakan dari wilayah yang sekarang ini bernama
Siria, Irak dan Iran, akan beribadah menghadap timur saat matahari muncul. Mereka
akan berdiri dengan tangan terbuka, meniru salib, menghormati peristiwa
kebangkitan. Orang-orang Kristen Persia ini bangga dengan fakta bahwa orang-orang
Persialah yang pertama kali menyembah Yesus ketika Ia masih bayi di palungan,
karena Allah menggunakan bintang untuk memberitahu para orang majus (ahli
bintang Persia) bahwa Juruselamat sudah lahir di Asia barat.
Dalam empat abad pertama, Kekristenan menyebar di seluruh dan melampaui
kerajaan Persia. Namun, menjumpai agama-agama “dunia” yang lebih besar, mapan
dan lintas budaya. Perjumpaan dengan agama-agama lintas budaya ini –
Zoroastrianisme, Budhisme, Hinduisme, Taoisme? yang sering kali merupakan
agama negara, merupakan tantangan yang lebih besar bagi penyebaran Kekristenan
ketimbang agama-agama lokal, agama “etnis” yang ada di Eropa dan Afrika.
Kekristenan di Asia memiliki lima penyebaran. Pertama: Persia (milenium pertama),
orang Mongol yang menjadi ordo Fransiscan (1206–1368), ordo Jesuit (1542–1773),
Protestan (1706–1950) dan orang Asia Pribumi (1950-sekarang). Penyebaran
Kekristenan di Asia Tenggara umumnya dimulai pada fase Ordo Jesuit (tahun 1542–
1773) dan diikuti oleh Misionaris Protestan (Tahun 1706–1950).

Katolik (1542–1773
Para misionaris Ordo Jesuit awalnya mengarahkan perhatian mereka ke selatan India.
Melalui pendekatan kreatif dan inovatif dari Francis Xavier, mereka juga memulai di
Malaka, kepulauan Maluku, Jepang, Vietnam, Siam (Thailand) dan Tiongkok. Di
semua wilayah ini dan berbagai kerajaan yang berbeda-beda, kaum Jesuit
menghargai bahasa dan budaya lokal. Karena sikap penghargaan ini, karya kaum
Jesuit tetap bertahan. Gereja-gereja Jesuit tetap bertahan sejak akhir abad 16, sering
kali di tengah penindasan yang besar. Akan tetapi, adaptasi mereka terhadap konteks
budaya lokal adalah kontroversial. Alexandre de Rhodes, Jesuit Prancis yang bekerja
di Vietnam, menyesuaikan Katekismus Hari Kedelapannya dengan pertanyaan
tertentu yang berasal dari orang-orang Konfusius, Budha dan Tao (disebut “agama
tiga kali lipat” atau tam gido). Pendekatan misi ini berusaha mengerti budaya lokal dan
menyajikan pengajaran Katolik dalam cara yang tidak menyinggung budaya tersebut
secara tidak perlu. Pendekatan tersebut juga berusaha memperlengkapi pria dan
wanita lokal untuk memimpin gereja.

Anda mungkin juga menyukai