Ilmu Sejarah
aurencha@gmail.com
Abstrak. Indonesia memiliki posisi silang strategis antar benua dan samudra yang
sangat menguntungkan aktivitas di bidang pelayaran dan perdagangan untuk
berkembang pesat. Hal ini mengakibatkan budaya India memasuki Indonesia
melalui pedagang India yang datang sejak awal tarikh masehi dan secara intensif
pada abad ke-2 M. Selain itu, komoditas rempah-rempah yang dimiliki Indonesia
menjadi daya tarik bagi para pedagang asing. Para pedagang memanfaatkan angin
musim untuk memudahkan pelayaran dan harus tinggal sementara di Indonesia
selama enam bulan untuk menunggu angin musim selanjutnya. Saat mereka
tinggal sementara, muncullah kesempatan untuk menyebarkan budaya India
kepada masyarakat Indonesia. Para ahli mengemukakan gagasan-gagasan
mengenai penyebaran budaya India di Indonesia dan mencapai empat teori besar
yaitu Brahmana, Ksatriya, Vaisya, dan arus balik. Gagasan-gagasan tersebut
berdasarkan sumber-sumber sejarah dalam bentuk karya sastra maupun
peninggalan arkeologis.
Bab I
Pendahuluan
1
penduduk Indonesia seperti pelayaran, pertanian, perdagangan, dan aspek-aspek
lainnya.
Bab II
Pembahasan
2
“Menurut kisahnya, seorang nakhoda yang benama Hippalos adalah
“orang Barat” pertama yang menemukannya. Penduduk setempat tentu sudah
mengetahui sebelumnya. Sebelum penemuan tersebut, kapal-kapal menyusuri
pantai dalam pelayaran mereka ke timur. Pengetahuan mengenai angin musim
pada abad-abad 1 M bertepatan pula dengan mulai dibuatnya kapal-kapal
yang cukup besar untuk pelayaran jarak jauh” (Poesponegoro, 2009:08)
Sesuai dengan kutipan di atas, tidak hanya perahu-perahu kecil tetapi kapal-
kapal kayu yang mampu memuat penumpang hingga dua ratus orang
berbondong-bondong menuju kepulauan Indonesia. Untuk mencapai
kepulauan Indonesia dari India, pelaut-pelaut ulung mampu mewujudkan hal
tersebut dengan pengembangan teknologi pelayaran perdagangan ke Asia
Barat. Jadi tidak terlalu sulit untuk menyeberangi Samudra Hindia menuju
Sumatera. Terdapat lalu lintas pertukaran barang di wilayah Asia Tenggara
bahkan sejak zaman praaksara yang merupakan salah satu benang merah
pemersatu wilayah Asia Tenggara. Jadi jalur perdagangan India dengan
Indonesia diduga berdasarkan pola perdagangan yang sudah ada.
3
Motivasi pedagang India menyeberangi Samudra Hindia menuju
Indonesia dilatar belakangi oleh hilangnya sumber emas India yaitu Siberia.
Namun, pada awal tarikh masehi, jalur kafilah-kafilah dari Siberia yang
melalui Baktaria telah diputuskan oleh gerakan-gerakan penduduk Asia
Tengah. Setelah itu, India beralih pada kerajaan Romawi. Namun, Kaisar
Vespasianus sebagai penguasa menghentikan perdagangan emas dengan India
karena membahayakan perekonomian kerajaan Romawi. Pantang menyerah,
India menangkap rumor bahwa di Asia Tenggara terdapat “Pulau Emas”.
Menurut Vlekke (2010:19) bahwa “Jawadwipa” adalah nama Sansekerta yang
berarti “Pulau Padi” dan disebut dalam epik Hindu Ramayana yang
mengatakan “Jawadwipa”, dihiasi tujuh kerajaan, Pulau Emas dan Perak,
kaya dengan tambang emas, sebagai salah satu bagian paling jauh di bumi.
Tidak sulit mengenali “Pulau Emas” adalah Semenanjung Malaya dan pulau-
pulau tersebut bagian dari Indonesia. Walaupun kabur, namun cukup akurat
karena kisah pelaut yang pernah mengunjungi Kepulauan Indonesia beserta
kesaksian Ptolemeus dan Alexander yang membuktikan hubungan dagang
India-Indonesia terjalin sejak pertama tarikh masehi dan secara intensif pada
abad ke-2 M.
Selain emas, rempah-rempah menjadi daya tarik Indonesia yang
memikat pedagang tidak hanya India melainkan pedagang asing lainnya.
Dalam sebuah naskah kuno India disebutkan bahwa kayu gaharu dan cendana
berasal dari negeri asing, kemungkinan besar yang dimaksud adalah
Indonesia. Kayu gaharu Indonesia sebenarnya bukanlah ekspor yang terkenal
berbeda dengan kayu cendana. Daerah timur Indonesia terkenal dengan kayu
cendana dan pedagang-pedagang Indonesia membawa kayu cendana
Indonesia timur ke Indonesia barat untuk diperdagangkan kepada pedagang
India. Pedagang India juga mengincar lavanga (cengkih) dalam kitab
Raghuvamsa disebutkan bahwa lavanga berasal dari dvipantara. Wolters
percaya yang dimaksud dvipantara adalah kepulauan Indonesia.
4
B. Beberapa Gagasan Masuknya Budaya India di Indonesia
Tema “Indianisasi” menjadi pembahasan favorit para sarjana Eropa
sejak Thomas Stamford Raffles menerbitkan “The History of Java”. Sejak
Raffles mengangkat “Indianisasi”, para ahli membahas hal ini secara
mendalam termasuk masuknya pengaruh kebudayaan India di Indonesia.
Perdebatan muncul diantara para ahli yang memiliki kesimpulan terdapat
empat teori besar yaitu Brahmana. Ksatriya, Vaisya, dan arus balik.
Van Leur berpendapat bahwa penyebaran budaya India dilakukan oleh
brahmana yang datang atas undangan para penguasa Indonesia. Undangan
tersebut disebabkan oleh interaksi para penguasa dengan pedagang India.
Menurut Poesponegoro (2009:29) terdorong oleh keinginan untuk dapat
berhadapan dengan orang-orang India dengan taraf yang sama dan terdorong
pula untuk meningkatkan keadaan negerinya, mereka mengundang brahmana.
Pendeta yang pertama kali menyebarkan agamanya adalah pendeta agama
Buddha karena awal perdagangan Indonesia dan India bersamaan dengan
perkembangan pesat agama Buddha. Para pendeta Buddha (bhiksu) memiliki
tugas menyebarkan agamanya melalui jalur-jalur perdagangan dunia meski
kesulitan menghadang mereka. Sedangkan para brahmana sebagai pendeta
Hindu, mereka tidak dibebani kewajiban menyebarkan agama. Hal ini
disebabkan pada dasarnya, Hindu didapatkan dari kelahiran seseorang. Tidak
mudah untuk menjadi Hindu jika tidak memiliki darah Hindu. Akan tetapi,
agama Hindu di Indonesia dapat disebarkan melalui upacara penghinduan
vratyastoma oleh brahmana yang diundang para penguasa Indonesia. Karena
luasnya wawasan brahmana terhadap kitab suci, mereka ditempatkan sebagai
purohita yang memberi nasihat pada raja di bidang keagamaan,
pemerintahan, peradilan, perundang-undangan dan sebagainya.
Terdapat anggapan bahwa orang-orang India melakukan kolonisasi
dan menjadi latar belakang penyebaran budaya India di Indonesia. Bahkan
ada pula pendapat yang menyatakan orang-orang India melakukan
penaklukan. Para ksatriya yang tidak memiliki tempat di India bermigrasi ke
5
Indonesia dan menaklukan masyarakat lokal Indonesia. C.C Berg Mookerji
dan J.L Moens menyebut gagasan ini sebagai teori ksatriya.
N.J Krom berpendapat bahwa budaya India disebarkan oleh vaisya
(pedagang). Pada awal tarikh masehi, pelayaran dan perdagangan kawasan
Indonesia sangat ramai. “Pada masa tersebut terdapat dua jalur utama
pelayaran-perdagangan, yaitu; jalur sutra yang melewati daratan Asia Tengah
dan jalur laut yang melewati perairan Asia Tenggara Kepulauan” (Noerwidi,
2019). Krom juga menambahkan bahwa terjadi kemungkinan perkawinan
pedagang India dengan masyarakat lokal dan menjadi faktor utama
penyebaran budaya India.
Teori yang terakhir adalah teori arus balik yang dikemukakan oleh
F.D.K. Bosch. Ia menyatakan bahwa budaya India disebarkan oleh orang
yang sudah mengenal bahkan mempelajari budaya secara langsung di India.
Catatan perjalanan I-Tsing, seorang pendeta Buddha dari Cina (abad VII M)
yang pergi ke India untuk belajar agama. “I-cing pun telah menggunakan
jalur pelayaran sepenuhnya baik dalam perjalanannya dari Cina ke India
maupun ketika ia berlayar pulang. Pada waktu itu ia berhenti di Sriwijaya
tempat ia menulis karyanya tentang agama Buddha aliran Mulasarwastiwada”
(Lapian, 1996) Selain itu, prasasti Nalanda (abad X M) yang berisi Raja
Dewapaladewa memberi tanah guna pembangunan wihara di Nalanda untuk
para pelajar asal Indonesia yang belajar Buddha kepada Raja Balaputeradewa.
6
membuat peta yang disusun oleh Claudius Ptolemeus berdarah Yunani asal
Iskandariah. Ptolemeus menulis karyanya pada abad ke-2 M. Dalam kitab
tersebut, ditemukan istilah Chryse Chora (negeri emas), Chryse Chersonesos
(semenanjung emas), Argyre Choran (negeri perak), Iabadiou (Pulau Jawa).
Sumber sejarah selanjutnya adalah kitab Jataka yang berisi kisah
kehidupan Sang Buddha dan ditemukan istilah Suvarnnabhumi. Untuk
mencapai Suvarnnabhumi, diperlukan perjalanan yang penuh marabahaya.
Arti kata Suvarnnabhumi adalah negeri emas. Menurut Sylvain Levi, yang
dimaksud adalah sebuah tempat di bagian timur Teluk Benggala. Adapula
kitab Ramayana yang menyebut Yawadwipa (Jawa). Dikisahkan para kera
memeriksa negeri-negeri di timur termasuk Yawadwipa untuk mencari Sita.
Sumatera juga disebut di kitab tersebut dengan istilah Suwarnnadwipa yang
memiliki makna pulau emas. Menurut Nastiti (2014: 37) bahwa bukti tertua
adanya pengaruh agama Hindu di Indonesia adalah prasasti-prasasti yang
dikeluarkan oleh Raja Mulawarman dan Purn nawarman, akan tetapi baru
prasasti Tuk Mas (pertengahan abad ke-7 M) yang memperlihatkan unsur-
unsur Hindu. Nama prasasti tertua tersebut adalah Muara Kaman yang
ditemukan di Kalimantan Timur, di Muara Kaman tepatnya 150 km ke hulu
Sungai Mahakam. Untuk bukti penyebaran Buddha, dapat ditinjau dalam
prasasti-prasasti Sriwijaya mulai abad ke-7 M.
Bab III
Penutup
Posisi strategis Indonesia memberi keuntungan di bidang perdagangan.
Para pedagang asing, termasuk pedagang India berbondong-bondong singgah dan
berdagang di Indonesia. Angin musim sangat membantu kemudahan pelayaran
akan tetapi pedagang harus menunggu 6 bulan untuk kembali melakukan
pelayaran. Selama enam bulan itulah, para pedagang menyebarkan budaya India.
Terdapat empat teori awal masuknya budaya India di Indonesia yang masing-
masing memiliki peran penting dalam penyebaran budaya India. Beberapa sumber
7
sejarah juga membuktikan bahwa hubungan Indonesia dan India terjalin lekat di
bidang perdagangan, politik, keagamaan, maupun bidang lainnya.
Dalam sejarah awal masuknya budaya India, tidak sedikit mengandung
dugaan-dugaan. Alasannya adalah sumber sejarah yang minimum dan
ketidaklogisan informasi di dalamnya. Diperlukan kajian lebih lanjut untuk
memperbaiki informasi sejarah masuknya budaya India di Indonesia.
Daftar Referensi
Lapian, Adrian B. 1996. Peta Pelayaran Nusantara dari Masa ke Masa. Jati
Bilangan. 2:35-52. http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/al-
turats/article/view/6764/0 (diakses 14 Desember 2020)
Nastiti, Titi Surti. 2014. Jejak-jejak Peradaban Hindu Buddha di Nusantara.
KALPATARU, Majalah Arkeologi. 23(01): 1-80.
https://jurnalarkeologi.kemdikbud.go.id/index.php/kalpataru/article/view/4
9 (diakses 09 Desember 2020)
Noerwidi, Sofwan. 2019. Melacak Jejak Awal Indianisasi di Pantai Utara Jawa
Tengah.
https://www.researchgate.net/publication/330506289_Melacak_Jejak_Awa
l_Indianisasi_di_Pantai_Utara_Jawa_Tengah (diakses 09 Desember 2020)
Poesponegoro, Mawarti Djoened. 2009. Sejarah Nasional Indonesia. Jakarta:
Balai Pustaka
Vlekke, Bernard H.M. 2010. Nusantara Sejarah Indonesia. Jakarta: PT Gramedia