DEMOKRASI LIBERAL
Demokrasi liberal adalah sistem politik dengan perlindungan hak individu dari
kekuasan pemerintah secara konstitusional. Robert Dahl menyatakan bahwa terdapat dua hal
penting dalam demokrasi yaitu kontestasi dan partisipasi. Kontestasi (perdebatan) dapat
diwujudkan dengan kebebasan pers yang memicu perbedaan pandangan politik yang
terakomodir. Konsep partisipasi yang dimaksud Dahl dapat diwujudkan melalui pemilu.
Pelaksanaan demokrasi liberal di Indonesia dijalankan sesuai UUDS 1950 dengan
sistem pemerintahan parlementer. Dengan durasi waktu kurang lebih 9 tahun, muncul
partai-partai politik yang mencoba memperoleh kekuasaan eksekutif maupun legislatif.
Kebebasan pers memicu setiap individu bersaing ketat dan menyebabkan 7 kali pergantian
kabinet. Terdapat beberapa tujuan yang ingin dicapai ketujuh kabinet demokrasi liberal,
yaitu peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, peningkatan keamanan dan
ketertiban rakyat, penyelenggaraan Pemilu, memperjuangkan Irian Barat dan pelaksanaan
politik luar negeri bebas aktif.
Perekonomian pada masa Demokrasi Liberal menggunakan prinsip laissez faire yang
berarti mekanisme pasar berdasarkan keadaan pasar tanpa campur tangan pemerintah.
Sistem liberal memperburuk kondisi perekonomian karena baru merdeka terutama
pengusaha pribumi belum mampu bersaing dengan pengusaha non pribumi, terutama Cina.
Beberapa usaha untuk mengatasi masalah ekonomi, diantaranya :
1. Gunting Syarifuddin (pemotongan nilai uang atau yang disebut sanering (20 Maret
1950) untuk mengurangi jumlah uang yang beredar)
2. Program Benteng (upaya menumbuhkan pengusaha pribumi dan mendorong importir
nasional agar bisa bersaing dengan perusahaan impor asing dan memberikan lisensi
impornya hanya pada importir pribumi agar mampu bersaing dengan pengusaha asing)
3. Nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia pada 15 Desember 1951
(UU no.24 th 1951) yang berfungsi sebagai bank sentral dan sirkulasi.
4. Sistem ekonomi Ali-Baba (kerjasama pengusaha Cina dan pribumi. Pengusaha Cina
diwajibkan memberikan pelatihan untuk meningkatkan keterampilan berbisnis
pengusaha pribumi sedangkan pemerintah menyediakan kredit dan lisensi kepada
pengusaha cina.
5. Pembatalan sepihak hasil Konferensi Meja Bundar dan juga pembubaran Uni
Indonesia-Belanda.
Akhir demokrasi liberal ditandai dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Tindakan
tersebut didukung militer karena mereka telah disibukkan dengan sejumlah pemberontakan.
Berbagai pertimbangan dikeluarkannya Dekrit Presiden diantaranya:
1. Tidak ada keputusan Konstituante untuk mengembalikan UUD 1945
2. Anggota Konstituante enggan menghadiri sidang
3. Konflik dalam Konstituante membahayakan kesatuan dan keselamatan negara
Sedangkan isi Dekrit Presiden 5 Juli 1959 sebagai berikut:
a. Konstituante dibubarkan
b. UUD 1945 berlaku kembali sebagai UUD Republik Indonesia
c. Membentuk MPRS dan DPAS