Anda di halaman 1dari 15

1

Perkembangan Masyarakat Islam di Timur Tengah dan Asia

TEORI ISLAMISASI

1. Teori Gujarat
Kebanyakan sarjana asal Belanda, memegang teori bahwa Islam di Asia pada umumnya dan
Indonesia khususnya berasal dari Anak Benua India. Pijnappel merupakan salah seorang
sarjana yang mengkemukakan teori ini, dia mengaitkan asal-muasal Islam di Indonesia
dengan daerah Gujarat dan Malabar. Menurutnya, orang-orang Arab bermazhap Syafi’i yang
bermigrasi dan menetap di wilayah India tersebut yang kemudian membawa Islam ke
Nusantara.
Snouck Hurgronje kemudian mengembangkan teori ini, dia berpendapat bahwa ketika Islam
berpijak kokoh di beberapa kota pelabuhan Anak Benua India, banyak di antara mereka
orang muslim yang tinggal di sana sebagai pedagang perantara dalam perdagangan Timur
Tengah dengan Nusantara. Kemudian mereka datang ke dunia Melayu (Indonesia) sebagai
para penyebar Islam pertama, setelah itu baru mereka disusul oleh orang-orang Arab. Dia
mengatakan bahwa abad ke-12 sebagai periode paling mungkin dari permulaan penyebaran
Islam di Nusantara.
Selain mereka masih ada beberapa sarjana Belanda yang sepakat bahwa Islam di Nusantara
datang dari Gujarat dengan alasan bahwa batu nisan yang terdapat di Pasai, salah satunya
batu nisan yang terdapat di makam Maulana Malik Ibrahim di Gresik dan juga terdapat di
Jawa Timur, ternyata sama bentuknya dengan batu nisan yang terdapat di Cambay,
Gujarat. Dengan beberapa alasan tersebut mereka meyimpulkan bahwa Islam di Nusantara
berasal dari India.
2. Teori Persia
Pembangun teori Persia ini adalah Hoesein Djajaningrat. Teori Persia lebih menitikberatkan
tinjauannya kepada kebudayaan yang hidup di kalangan masyarakat Islam Asia seperti
Indonesia yang dirasakan mempunyai persamaan dengan Persia di
antaranya, pertama, peringatan 10 Muharram atau Asyura sebagai hari peringatan Syi’ah
atas kematian Husain. Peringatan ini berbentuk pembuatan bubur Asyura dan
perayaan tabut.
Kedua, adanya kesamaan ajaran antara ajaran Siti Jenar dengan ajaran Sufi Iran yaitu al-
Hallaj, sekalipun al-Hallaj sudah meninggal, tetapi ajarannya berkembang terus dalam
bentuk puisi, sehingga memungkinkan Syaikh Siti Jenar yang hidup pada abad ke-16 dapat
mempelajarinya. Dengan kenyataan-kenyataan tersebut maka Hoesein menyimpulkan
bahwa Islam di Nusantara berasal dari Persia.
Keterangan di atas terlihat bahwa terdapat perbedaan pendapa tentang darimana, dan
kapan masuknya Islam ke Nusantara. Sementara untuk pertanyaan siapa yang membawa
Islam ke Nusantara para sejarawan di atas kelihatannya sepakat bahwa Islam di bawa oleh
para pedagang.
Menurut Azyumardi Azra ada beberapa kelemahan-kelemahan dari teori-teori yang
dikemukaan diatas, pertama teori india yang dikembangkan oleh sarjana-sarjana Belanda,
kelemahan ini terlihat ketika pada masa itu India diperintah oleh seorang yang beragama
Hindu, selain itu kelemahan teori ini terlihat dari pemahaman keagamaan atau mazhab yang
2

dianut oleh masyarkat India dan Nusantara, yang mana India memegang mazhab Hanafi
sementara Nusantara bermazhab Syafi’i.
Kedua, teori Arab yang mengatakan bahwa Islam masuk pada Abad ke-7/8M. yang dibawa
oleh para pedagang Muslim, teori ini kelihatan lemah ketika adanya keterangan yang
mengatakan bahwa ketika di tanah Arab dipimpin oleh khalifah Umayyah Raja Sriwijaya
pernah mengirim surat kepada dua raja Arab, yaitu Mu’awiyah bin Abi Sofyan dan Umar bin
Abdul Aziz, dimana raja Sriwijaya meminta kepada raja Arab (Bani Umayyah) untuk
mengutus seorang yang mempunyai pemahaman agama yang baik untuk mengajarkannya
tentang Islam. Maka hal ini menunjukkan bahwa para pedagang yang datang ke Nusantara
pada abad ini tidak menyebarkan agama Islam melainkan hanya tujuan ekonomi. Selain itu
teori ini dianggap lemah karena tidak adanya bukti bahwa adanya penduduk lokal yang
masuk Islam pada abad ini.
Melihat dari kelemahan-kelemahan tersebut kemudian Azyumardi Azra mengelurakan
pendapatnya tentang masuknya Islam ke Nusantara. Sepertinya azra secara tidak langsung
agak setuju dengan datangnya Islam di Nusantara pada abad ke-7 namun, baru dianut oleh
para pedangang-pedangang Arab yang berdagang di Nusantara, Islam mulai tersebar dan
baru dianut oleh masyarakat Nusantara pada abad ke-12, yang disebarkan oleh para sufi
pengembara yang berasal dari Arab. Alasan ini dikuatkan oleh corak Islam awal yang di anut
oleh masyarakat Nusantara ialah Islam sufistik, karena pada masa al-Gazali muncul sufi-sufi
pengembara yang bertujuan untuk menyebarkan Islam tanpa pamrih, maka sufi-sufi inilah
yang datang dan menyebarkan Islam di Nusantara.(YS)

3. Teori Arab
Salah satu sejarawan yang mendukung teori ini ialah Prof. Hamka. Dia menyatakan bahwa
Islam sudah datang ke Indonesia pada abad pertama Hijriah (abad ke-7 sampai 8 M)
langsung dari Arab dengan bukti jalur perdagangan yang ramai dan bersifat internasioal
sudah dimulai melalui selat Malaka yang menghubungkan Dinasti Tang di Cina (Asia timur),
Sriwijaya di Asia Tenggara dan Bani Umayyah di Asia Barat.
Selain Hamka, Arnold juga berpandangan bahwa, para pedagang Arab juga menyebarkan
Islam ketika mereka dominan dalam perdagangan Barat-Timur sejak abad-abad awal Hijriah
atau abad ke-7 dan ke-8 Masehi. Meskipun tidak terdapat catatan-catatan sejarah tentang
kegiatan mereka dalam penyebaran Islam, namun ia berasumsi bahwa mereka juga terlibat
dalam penyebaran Islam kepada penduduk lokal di Nusantara.
Asumsi ini diperkuat dengan adanya sumber Cina yang menyebutkan bahwa, menjelang
akhir perempatan abad ke-7 seorang pedagang Arab menjadi pemimpin sebuah pemukiman
Arab Muslim di pesisir pantai Sumatera. Sebagian orang-orang Arab ini dilaporkan
melakukan perkawinan dengan wanita lokal. Menurut Arnold anggota-anggota komunitas
Muslim ini juga melakukan –kegiatan-kegiatan penyebaran Islam.

PROSES ISLAMISASI DI INDONESIA


Nusantara Dalam Jalur Pelayaran dan Perdagangan Dunia
Pada bidang ekonomi, bangasa Indonesia menjadi unsur penetu terjadinya revolusi
perdagangan dunia. Dengan pengembangan kapal bercadik menjdi jung, sektor
perdagangan laut tumbuh dengan pesat. Dengan menggunakan jung sebagai armada
transportasi dagang pada jalur laut, minimal tiga keuntungan yang dapat diperoleh, yaitu :
1. Kapasitas angkut. Masyarakat Nusantara dapat mengangkut barang
dagangan yang jumlahnya berlipat apabila dibandingkan dengan perlatan
3

sebelumnya. Dengan kapasitas angkut yang dimiliki jung, pedagang menjadi lebih
menghemat waktu, tenaga, dan modal.
2. Keamana lebih terjamin. Dengan mempergunakan kapal jung, pelyaran
menjadi lebih nyaman dan aman karena lwbuh mampu mengahadapi berbagai
halangan di tengah laut, seperti badai dan perompak.
3. Jangkauan lebih luas. Kekuatan yang dimiliki kapal jung menjadikannya
mampu menempuh pelayaran dengan jarak jauh. Pedagang Nusantara menjadi
mampu menjangkau berbagai bangsa yang belum pernah dikunjungi.
Berbagai keuntungan yang disediakan oleh jalur perdagangan mengakibatkan para
pedagang internasional berangsur-berangsur lebih memilih jalur jalur laut sejak zaman
Sriwijaya. Peran besar yang dimainkan oleh bangsa Indonesia dalam perdagangan laut
internasional mendorong berbagai bangsa untuk ikut melibatkan diri. Pelabuhan-pelabuhan
yang dibangun berkembang menjadi pusat-pusat perdagangan dunia. Bangsa-bangsa yang
tercatat aktif melakukan transaksi dagang adalah bangsa Cina dan India. Sudah sejak lama
kedua bangsa ini menjali nhubungan dagang dengan kerajaan-kerajaan Nusantara. Pada
masa-masa selanjutnya semakin banyak bangsa asing yang ikut terlibat, seperti Jepang dan
bangsa-bangsa yang beragama Islam. Pedagang Islam itu tidak berasal dari satu bangsa,
melainkan dari berbagai bangsa di sekitar Arab, antara lain Persia (Iran), Gujarat (India), dan
Hadramaut (Yaman Selatan).
Para pedagang Persia, Gujarat, dan Hadramaut yang datang ke Indonesia berupaya mencari
simpati dari masyarakat setempat. Mereka mendekati para raja dan bangsawan yang
memegang peranan dalam dunia perdagangan. Mereka juga bergaul akrab dengan para
penduduk yang didatangi. Melalui upaya inilah, komunikasi antara para pedagang dan
penduduk berlangsung dengan lancar. Selain itu, transaksi jual beli menjadi sesuatu yang
saling menguntungkan.
Ketika hendak kembali, para pedagang asing itu menunggu perubahan arah mata angin
sambil duduk dengan berbagi pengalaman dan tukar menukar pendapat. Dari sini ajaran
Islam tersampaikan. Banyak penduduk yang mencoba memhaminya hingga akhirnya
memeluk Islam.
Dalam Poses Islamisasi di Nusantara peranan para pedagang muslim sangatlah penting
artinya, baik pedagang dari golongan Raja dan keturunannya, kaum hartawan yang
menanamkan modalnya dalam suatu saha perdagangan, ataupun sebagai golongan
pedagang kelontongan yakni pedagang keliling. Kondisi ini meyebabkan kedatangan Islam di
berbagai daerah di Indonesia tidakalah bersamaan, karena sangat bergantung pada
persinggahn para pedagang muslim. Penharuh ajaran Islam pun tidaklah sama antara
daerah yang satu dengan lainnya disebabkan adanya keterkaitan yang erat dengan daerah
yang sudah dipenagruhi oleh Hindu-Budha atau yang belum sama sekali mendapatkan
pengaruh Hindu-Budha.
Jadi tidaklah salah jika awal sejarah masuknya Islam di Indonesia masih menjadi problema
dalam sejarah karena sedikitnya data yang memungkinkan untuk merekontruksinya sejarah,
“disamping tidak seragamnya pengenalan Islam terhadap seluruh kawasan, juga tingkat
penerimaan Islam pada satu bagian wilayah dengan wilayah yang lain tidak hanya
bergantung pada waktu pengeanalnnya, tetapi juga bergantung pada watak budaya lokal
yang dihadapi Islam” (Azra, 2002, hlm.19)
Fleksibiltas ajaran Islam merupakan unsur penting dalam pelaksanaan Islamisasiny. Tetapi
yang perlu juga diperhatikan adalah bagaimana sebenarnya peranan Indonesia (Nusantara)
dalam jalur perdagangan dan pelyaran dunia dalam rangka penyebaran dakwah Islam di
4

kawasn ini sangatlah penting, karena dapat memberikan gambaran kapan dan dimana
pertama kali Islam masuk ke Indonesia.
Indonesia yang terletak di bagian ujung Dunia Muslim, banyak memberikan kontribusi bagi
lalu lintas hubungan pelayaran dan perdagangan kawasan Nusantara dengan Timur Tengah,
Asia Timur, Asia Selatan dan Afrika termasuk dunia Barat. Srateginya letak geografis
Nusantara ini dapa dilihat pada “peta sejarah” dalam jalur pelayaran dan perdagangan dunia
yang berimplikasi pada masuknya Indonseia pada abad ke-7 M” (Yamin, 1956, hlm. 7-9).
Indonesia merupakan daerah khatulistiwa yang sangat strategis menghubungkan antara
kawasan Asia Tenggara, Asia Timur, Asia Tengah, Asia Barat, Asia Selatan maupun Afrika dan
Teluk Persia. Dan sejak awal Masehi dalam lalu lintas pelayaran dan perdagangan dunia
dapat ditempuh melalui dua jalur perdagangan yaitu sebagai berikut :
1. Melalui jalur darat yang dikenal dengan sebutan “Jalur Sutera” yakni dari Cina
melalui Asia Tengah dan Turkistan sampai Laut Tengah hingga jalan mengubungkan
antara Cina dengan kafilah-kafilah dari India dan Persia. Barang niaganya tetutama
adalah kain sutera.
2. Melalui Laut yaitu dari Cina dan Indonesia melalui Selat Malaka ke India,
Teluk Persia, Laut Merah dan Afrika. Atau sebaliknya dari Teluk Persia, Afrika, India,
Indonesia, Selat Malaka dan Asia Timur. Komoditinya terutama adalah rempah-
rempah.
Kepesatan pelayaran dan perdagangan melalui Selat Malaka dan pesisir
Barat Sumatera sejak abad ke-7 M ini, sangat memungkinkan untuk terjadinya akulturasi
kebudayaan dan peradaban.
Perlak (Aceh) yang terletak di ujung pulau Sumatera merupakan terminal bagi
bertemunya anatar pedagang dari afrika, Arab, India dan Cina yang memberikan kontribusi
kebudayaan terutama budaya Islam pada penduduk setempat, karean aktivitas pelayaran
dan perdagangan para saudagar Islam selain berniaga, mereka juga banyak bertindak
sebagai mubaligh. Sebagaiman yang dikayakan oleh J. Paulus dalam Hasymy (1990, hlm.6)
“(Aceh) Perlak merupakan stasiun perantara bagi para pedagang Islam dan dakwah Islam.”.
Disinilah arti penting Aceh sebafgai kawasn Indonesia pada awal abad ke-1 H atau abad ke-7
M yang turut serta dalam kancah perdagangan dunia memberikan transformasi dalam
tatanan ekonmi, poltik dan sosial budaya dalam sejarah Indonesia. Aceh sebagai bagian dari
wilayah Indonseia yang terletak di Pulau Sumatera, sebelum masuknya Islam, merupakan
daerah yang sudah dihuni oleh manusia pemakan kerang yang bermukim di sepanjang
Pantai Sumatera Timur Laut, yang dapat dibuktikan dari sisa-sisa makananya dan perlatan
makan yang ditemukan, hal ini menunjukkan bahwa masyarakat Aceh telah memiliki
kebudayaan.
Jika diperhatikan, ajaran suatu agama akan membawa pegaruh besar bagi pola-poal
budaya dalam segala aspek kehidupan suatu masyarakat dalam mencapai suatu tujuan
hidup secara utuh, hal demikian menunjukkan bagaimana sebenarnya bahwa melalui agama
yang dianut suatu masyarakat dalam periode tertentu dapat memberikan gambaran sejarah
tatanan kehidupan masyarakatnya.
Konsep masuknya Islam di Nusantara pun mencoba menelusuri artefak-artefak yang
bercorak Islam sebagai peninggalan budaya agama sehingga para ahli sejarah dapat
berusaha menentukan kapan hasil-hasil budaya ini dibuat oleh suatu masyarakat dan
menentukan apakah corak hasil budaya ini asli dari masyarakat itu sendiri atau ada
hubungannya dengan pola-pola budaya dari luar masyarakt itu sebagai damapk akulturasi.
Tadisi pelayaran dan perdagangan di Asia Tenggara dan Indonesia sebagai kawasan
5

Nusantara ini memberikan catatan sejarah dalam proses Islamisasi di Indonesia dengan
berbagai tahapan-tahapan yang dilaluinya.
Deskripsi Para Ahli Tentang Masuknya Islam di Asia
Sejarah masuknya Islam di Nusantara menimbulkan banyak tafsiran dari para ahli
sejarah dengan argumentasinya yang mempertanyakan kapan, dimana dan bagaiaman
proses masuknya Islam di Indonseia. Wacana ini sudah diungkapkan melalui berbagai
seminar yang dilakukan para ahli sejarah baik Barat maupun Timur. Barat cenderung
mengatakan masuknya Islam di Nusantara abad ke-13 M, yang antara lain dipelopori oleh
Snouck Hugronye, J.P. Moquete, R.A. Kern Pijnappel. Sementara para ahli Sejarah Timur
lebih memusatkan perhatian pada baad ke-7 M dipelopori oleh Prof. Hamka, T. W. Arnold,
Syed Naguib Al Atta yang berpendapat bahwa sebelum abd ke-7 M sudah terjalin
hubunngan perdagangan dan pelayaran bangsa Arab, India dan Cina di Indonesia
(Nusantara), melalui Pantai Timur Sumatera
.Sebelum Islam datang wilayah sekitar semenanjung Arabia di latar belakangi oleh dua
imperium, Romawi Timur di sebelah Barat dan imperium Persia di sebelah timur. Wilayah
utama Romawi Timur sangat luas meliputi Syiria, Palestina, Mesir, Turki, Asia kecil, dan
sebagian kecil Eropa.
Romawi Timur mengalami puncak kejayaannya setelah masa Konstantin Agung (280-
337 M), ketika dipengang oleh Yustinus (483-565 M), Di masa ini wilayah terus diperluas;
pertanian, perdagangan dan perusahaan maju pesat. Namun karena keinginannya untuk
ekspansi, menjadikan imperium ini harus berhadapan dengan imperium Persia, dimana
peperangan terus terjadi. Pemerintahan yang kacau, perbudakan tumbuh subur, dan
peperangan dengan Persia tidak dapat ia hindari, bahkan ketika Islam datang dan kuat,
maka wilayahnya banyak yang masuk ke dalam pemerintahan Islam hingga akhirnya runtuh.
Kristen merupakan salah satu agama besar yang dianut oleh masyarakat imperium Romawi.
Meskipun mendapat perlawanan dari berbagai kaisar Romawi, namun masyarakat Kristen
mulai menampakan pengaruhnya terhadap Negara yang pada akhirnya agama ini
berkembang. Namun, ketika Islam yang baru lahir dan sempat mulain berkembang di
romawi, maka Kaisar Konstantin memberikan pengakuan yang sah terhadap agama yang
mulai banyak diminati oleh masyarakat dan kemudian dijadikan sebagai agama resmi
Negara.

Sementara itu imperium Persia di bagian timur mulai dikenal pada 226 M dengan kaisar
Ardesir sebagai pendirinya. Ia mencoba membangun militer yang kuat, dan melakukan
ekspansi wilayah. Shapur Agung memimpin (309-379) Persia paling lama dan berhasil secara
gemilang, namun ia terlibat peperangan dengan romawi. Kaisar Parwiz (590) merupakan
penguasa terakhir yang sejaman dengan Heraclius di Imperium Bizantine. Kekuasaannya
sangat absolute, ia mencintai kekuasaan, kemewahan, kekayaan dan istrinya yang beragama
Kristen. Ia pernah merobek surat Nabi Muhammad yang dikirim melalui utusannya dan
mengusirnya. Pada masa Yazdigard III (634-652) kekuasaan Persia baru dapat ditaklukan
oleh pasukan Muslim Arab.Agama bangsa Persia adalah Zoroaster. Agama ini sangat
berpengaruh kepada peradaban dunia dari pada agama-agama kuno lainnya. Ia bukan hanya
agama bangsa Persia saja, tetapi juga berpengaruh sebagian ajarannya kepada para
pemeluk agama Yahudi dan Nasrani. Namun tidak berpengaruh terhadap kaum Muslim,
kecuali sebagian terkecil dari para mu’allaf.
Hubungan antara Imperium Romawi (Bezantine) dengan imperium Persia (Sasania) adalah
hubungan relativitas, peperangan demi peperangan terus terjadi di kedua belah pihak.
6

Hingga pasukan kalum muslimin memasuki wilayah-wilayah di bawah kekuasaan kedua


imperium itu dan menggantikan kekuasaan yang ada di sana. Kondisi sosial politik internal
wilayah Arabia di masa menjelang kedatangan Islam pada dasarnya terpecah-pecah, tidak
mengenal kepemimpinan sentral ataupun persatuan. Kepemimpinan politik di sana
didasarkan pada suku-suku atau kabilah-kabilah guna mempertahankan diri dari serangan
suku-suku yang lain. Ikatan sosial dibuat berdasarkan hubungan darah dan kepentingan
mempertahankan diri.

Kondisi Sosial-Ekonomi
Kondisi alam Arabia gersang dan tandus karena terdiri dari padang pasir dan batu-batuan.
Terletak di bagian barat daya Asia. Secara umum iklim di jazirah Arab amat panas, bahkan
termasuk yang paling panas dan paling kering di muka bumi. Air merupakan kebutuhan
primer yang sulit diperoleh secara melimpah seperti sekarang. Karena itu, pertanian tidak
berkembang. Salah satu pencaharian yang mungkin pada saat itu adalah beternak dan
berdagang.

Gustave Le Bon menulis dalam bukunya The World of Islamic Civilization (1974) bahwa
orang-orang Arab pintar berdagang. Sebelum orang-orang Eropa membuka jalur
perdagangan keluar, orang-orang Arab telah membuka jalur perdagangan dengan India,
Cina, Afrika, dan sebagian Eropa seperti sekarang masuk wilayah Rusia, Swedia dan
Denmark. Bahkan setelah Islam menguasai Timur Tengah, perdaganga dikembangkan
sampai Coromandel, Malabar, dan Sumatera, melalui Cina dan India. Menurut beberapa
teori, karena memanfaatkan jalur dan media perdagangan ini. Bahkan, masuknya Islam ke
Indonesia diakui banyak kalangan sejarahwan melalui para pedagang Gujarat di India, di
samping melalui cara-cara yang lain seperti pengajaran oleh para guru sufi dari Arab secara
langsung. (Nurhakim Muhammad, 2004:15)
Kondisi Sosial dan Moral
Memang pada dasarnya masyarakat Arab memiliki sejumlah sifat-sifat positif dan kelebihan-
kelebihan. Seperti sifat dermawan, pemberani, setia, ramah sederhana, serta cinta
kebebesan, ingatannya kuat, dan pandai bersyair. Kehidupan masyarakat Arab berpindah-
pindah dari satu ke lain tempat yang dianggap dapat memberikan kemudahan untuk hidup.
Kondisi alam seperti ini membuat mereka bersikap sebagai pemberani dan bersikap keras
dalam mempertahankan prinsip dan kepercayaan. Masa sebelum lahir Islam disebut jaman
jahiliah. Kata jahiliah berasal dari kata jahl, tetapi yang dimaksud disini bukan jahl lawan dari
ilm, melainkan lawan dari hilm, yaitu mereka yang pada saat itu dianggap mengalami
kemerosotan moral.
Struktur masyarakat menempatkan perempuan pada posisi yang rendah, tidak
diperbolehkan untuk tampil sebagaimana laki-laki, karenanya mereka tidak mempunyai
keterampilan-keterampilan dalam sector public seperti memimpin peperangan dan mencari
nafkah. Hal ini membuat tradisi menanam anak perempuan yang baru dilahirkan.

Struktur masyarakat Arab pra Islam juga mengikuti sistem perbudakan sebagaimana itu
telah menjadi tradisi kuat bangsa-bangsa seluruh dunia saat itu termasuk Yunani yang
terkenal sistem perbudakannya itu. Sistem perbudakan berlaku dan berkembang di
kalangan bangsa Arab. Mereka dipekerjakan dengan sekehendak majikan, dan diperjual
belikan serta ditukar dengan barang sebagai layaknya pedagang melakukan transaksi jual
7

beli secara barter.

Selanjutnya, struktur sosial membedakan kelas papan atas dari kaum bangsawan dengan
kelas papan bawah dari rakyat jelata. Diantara dua kelas ini terjadi perbedaan yang sangat
tajam sehingga melahirkan jarak dan kerawanan sosial.
Kondisi Sosial-budaya
Salah satu kelebihan bangsa Arab adalah terletak pada bahasanya. Bahasa Arab merupakan
salah satu bahasa rumpun yang paling sempurna dan mampu bertahan dari seleksi alam
hingga Islam datang, kemudian mengalami perkembangan sangat pesat karenanya.
Sehingga, Philip K. Hitti dalam bukunya A History of the Arabs memberika penilaian, bahwa
keberhasilan penyebaran Islam di antaranya didukung oleh keluasan bahasa Arab,
khususnya bahasa Arab Al-Qur’an (Hitti, 1973).
Sistem Kepercayaan dan Agama
Bangsa Arab pra Islam percaya dan mewarisi mitos-mitos dari nenek moyang yang
bertumpu pada sistem kepercayaan watsaniyah (paganisme). Paganisme adalah sebuah
kepercayaan/praktik spiritual penyembahan terhadap berhala yang pengikutnya disebut
Pagan. Pagan pada zaman kuno percaya bahwa terdapat lebih dari satu dewa dan dewi dan
untuk menyembahnya mereka menyembah patung, contoh Mesir Kuno, Yunani Kuno,
Romawi Kuno, dan lain-lain. Seperti kepercayaan terhadap dewa, hantu, roh jahat, azimat,
tuah, dan lain sebagainya, di mana hal ini sering disinyalir oleh Al-Qur’an sebagai
kemusyrikan. Musyrik menurut syariat Islam adalah perbuatan menyekutukan Allah dengan
apa pun, merupakan kebalikan dari ajaran ketauhidan, yang memiliki arti Mengesakan Allah.
Mayoritas bangsa Arab pra Islam menyembah berhala kecuali para penganut Yahudi dan
Nasrani yang jumlahnya kecil. Selain itu mereka menyembah matahari, bintang dan angin.
Bahkan terkadang ada yang menyembah batu-batu kecil dan pohon-pohon keramat.
Mereka mempunyai berhala-berhala sesembahan, dan yang paling besar lagi terkenal
adalah Lata, Mana, ‘Uzza dan Hubal. Disekeliling ka’bah terdapat sekitar yang amat dilarang
dalam Islam. 360 berhala yang setiap tahun mereka kunjungi untuk disembah bersamaan
dengan diselenggarakan pecan raya Ukadz. Namun demikian, di sisi lain terdapat sejumlah
orang dari kalangan Yahudi dan Nasrani yang masih mempertahankan ajaran-ajaran
agamanya seperti ajaran tentang ke-Esaan Tuhan (monotheisme).
Perkembangan Islam Abad Pertengahan
(1250-1800)
Perkembangan Islam, mengalami dua fase yaitu fase kemajuan dan fase kemunduran. Fase
kemajuan terjadi pada tahun 650 -1250 M yang ditandai dengan sangat luasnya kekuasaan
Islam, ilmu dan sain mengalami kemajuan dan penyatuan antar wilayah Islam dan fase
kemunduran terjadi pada tahun 1250 – 1500 M. yang ditandai dengan kekuasaan Islam
terpecah-pecah dan menjadi kerajaan-kerajaan yang terpisah pisah.
Kemunduran Islam pada abad pertengahan, pada umumnya yang menjadi penyebab
diantaranya adalah sebagai berikut:

 Tidak menjaga dengan baik Wilayah kekuasaan yang luas


 Penduduknya sangat heteregin sehingga mengalami kendala dalam penyatuan
 Para penguasanya lemah dalam kepemimpinannya
 Krisis ekonomi
 Dekadensi moral yang tidak terkendali
 Apatis dan stagnasi dalam dunia iptek
8

 Konflik antar kerajaan Islam

Terlebih lagi setelah, pasukan Mughal yang dipimpin oleh Hulagu Khan berhasil
membumihanguskan Baghdad yang merupakan pusat kebudayaan dan peradaban Islam
yang kaya dengan ilmu pengetahuan, hal ini terjadi pada tahun 1258 M. Saat itu
kekhalifahannya dipimpin oleh khalifah Al Mu’tashim, penguasa terakhir Bani Abbas di
Baghdad.
Setelah Baghdad ditaklukkan Hulagu, umat islam dikuasai oleh Hulagu Khan yang beragama
Syamanism tersebut, kekuatan politik Islam mengalami kemunduran yang sangat luar biasa.
Wilayah kekuasaannya terpecah-pecah dalam beberapa kerajaan kecil yang tidak bisa
bersatu, satu dan lainnya saling memerangi. Peninggalan-peninggalan budaya dan
peradaban Islam hancur ditambah lagi kehancurannya setelah diserang oleh pasukan yang
dipimpin oleh Timur Lenk.
Masa Tiga Kerajaan Besar (1500-1800)
Keadaan perkembangan Islam secara keseluruhan baru mengalami kemajuan kembali
walaupun tidak sebanding dengan masa sebelumnya ( klasik) setelah berkembangnya tiga
kerajaan besar yaitu kerajaan Usmani di Turki, kerajaan Mughal di India dan kerajaan Safawi
di Persia. Diantara ketiga kerajaan tersebut yang terbesar dan paling lama bertahan adalah
kerajaan Usmani.
1. Kerajaan Usmani
Kerajaan Utsmani didirikan oleh bangsa Turki dari kabilah Oghuz yang mendiami daerah
Mongol dan daerah utara negeri Cina yang bernama Usmani atau Usmani I dan
memproklamirkan diri sebagai Padisyah al Usman atau raja besar keluarga Usman tahun
1300 M (699 H). Kerajaan yang didirikan oleh Usmani ini selanjutnya memperluas
wilayahnya ke bagian Benua Eropa. Ia menyerang daerah perbatasan Bizantium dan
menaklukkan kota Broessa tahun 1317 M sehingga tahun 1326 M dijadikan sebagai Ibukota
Negara.
Pada masa pemerintahan Orkhan, kerajaan Usmani menaklukkan Azmir tahun 1327 M,
Thawasyannly tahun 1330 M, uskandar tahun 1338 M, Ankara 1354 M dan Gallipoli tahun
1356 M. Daerah-daerah tersebut adalah bagian benua Eropa yang pertama kali diduduki
kerajaan Usmani.
Kerajaan Usmani untuk masa beberapa abad masih dipandang sebagai Negara yang kuat
terutama dalam bidang militer. Kemajuan-kemajuan kerajaan Usmani yaitu dalam bidang
pemerintahan dan kemiliteran, bidang ilmu pengetahuan dan budaya misalnya kebudayaan
Persia,
Bizantium dan arab, pembangunan Masjid-Masjid Agung, sekolah-sekolah, rumah sakit,
gedung, jembatan, saluran air villa dan pemandian umum dan di bidang
keagamaan.misalnya seperti fatwa ulama yang menjadi hukum yang berlaku.
Kerajaan Usmani sepeninggal Sultan Al Qanuni, mengalami kemunduran yang disebabkan
oleh berbagai problema sebagai berikut:

a. Penduduknya sangat heterogen


b. Tidak dapat menguasai wilayah yang luas
c. Kepemimpinannya lemah
d. Terjadinya dekadensi moral
e. Krisis ekonomi dan
f. Ilmu dan tekhnologi stagnan.
9

2. Kerajaan Safawi Di Persia


Kerajaan Syafawi, mulanya adalah sebuah gerakan tarekat yang berdiri di Ardabil
(Azerbaijan). Tarekatnya bernama tarekat Safawiyah, nama ini diambil dari nama pendirinya
yang bernama Safi-Al Din dan nama Syafawi dilestarikan setelah gerakannya berhasil
mendirikan kerajaan.
Jalan hidup yang ditempuh Al Din adalah jalan sufi dan mengembangkan tasawuf Safawiyah
menjadi gerakan keagamaan yang sangat berpengaruh di Persia, Syiria dan Anatolia. Yang
semula bertujuan memerangi orang-orang yang ingkar dan memerangi orang-orang yang
ahli bid’ah. Lama kelamaan pengikut tarekat Syafawiyah berubah menjadi tentara dan
fanatik dalam kepercayaan dan menentang keras terhadap orang selain Syiah
Dalam perkembangannya, kerajaan Syafawi selanjutnya dipimpin oleh Ismail yang baru
berusia tujuh tahun. Ismail beserta pasukannya yang bermarkas di Gilan selama limabelas
tahun
mempersiapkan kekuatannya dan mengadakan hubungan dengan para pengikutnya di
Azerbeijan, Syiria dan Anatolia dan pasukan tersebut dinamai Qizilbash atau baret merah.
Saat kepemimpinan Ismail, pada tahun 1501 M, pasukannya dapat mengalahkan AK Koyunlu
di Sharur dan Tabriz sehingga Ismail memproklairkan dirinya menjadi raja pertama dinasti
Syafawi dan berkuasa selama 23 tahun.
Masa keemasan kerajaan Syafawi terjadi pada masa kepemimpinan Abbas I yaitu di bidang
pilitik, ekonomi, ilmu pengetahuan dan bidang pembangunan fisik dan seni. Kemajuan yang
dicapainya membuat kerajaan Syafawi menjadi salah satu dari tiga kerajaan besar Islam
yang diperhitungkan oleh lawan-lawannya terutama dibidang politik dan militer.
Setelah mengalami kejayaan, kerajaan Safawi tidak lama kemudian mengalami kemunduran
penyebabnya adalah antara lain:
a. Kemerosotan moral para pemimpin kerajaan
b. Konflik yang berkepanjangan dengan kerajaan Usmani dan
c. Pasukan yang dibentuk Raja Abbas I yaitu pasukan Ghulam tidak memiliki jiwa pratirotik
3. Kerajaan Mughal di India
Kerajaan Mughal adalah kerajaan yang termuda diantara tiga kerajaan besar Islam. Kerajaan
ini didirikan oleh Zahiruddin Babur (1482-1530). Babur dengan bantuan Raja Safawi dapat
menaklukkan Samarkhad tahun 1494 M. Tahun 1504 M dapat menduduki Kabul ibukota
Afganistan. Setelah itu, Raja Babur mengadakan ekspansi terus-menerus.
Kerajaan Mughal mencapai jaman keemasan semasa Raja Akbar, persoalan-persoalan dalam
negeri dapat diatasi dengan baik dan mengadakan ekspansi sehingga dapat menguasai
Chudar, Ghond, Chitor, Ranthabar, kalinjar, Gujarat, surat, Bihar, Bengal Orissa, Kashmir,
Gawilgarth, Ahmadnagar, Narhala dan Ashirgah. Semua yang dikuasai kerajaan tersebut
diperintah dalam suatu pemerintah militeristik.
Kemajuan – kemajuan kerajaan mughal diantaranya:

a. Di bidang Ekonomi, mengembangkan program pertanian, pertambangan, dan


perdagangan. Masalah sumber keuangan Negara lebih banyak bertumpu pada sektor
pertanian
b. Di bidang seni dan budaya misalnya karya sastra gubahan penyair istana, penyair
yang terkenal yaitu Malik Muhammad Jayazi dengan karyanya padmavat (karya yang
mengandung pesan kebajikan jiwa manusia), karya-karya arsitektur seperti istana
fatpur Sikri di Sikri, vila dan masjid-masjid
10

Pada tahun 1858 M kerajaan Mughal juga mengalami kemerosotan, penyebabnya antara
lain:

a.
a. Kemerosotan moral dan para pejabatnya bermewah-mewahan
b. Pewaris kerajaan dalam kepemimpinannya sangat lemah dan
c. Kekuatan mililernya juga lemah

Perkembangan Ilmu Pengetahuan Dan Kebudayaan Pada abad Pertengahan


Dibeberapa wilayah kekuasaan Islam pada abad pertengahan dalam ilmu pengetahuan dan
kebudayaan mengalami perkembangan misalnya pada masa pemerintahan kerajaan Mongol
dibangun
sekolah-sekolah yang mengajarkan ilmu pengetahuan dan kebudayaan, filsafat, logika,
geometri sejarah, geografi, matematika dan politik.
Di Mesir menjadi perkembangan ilmu pengetahuan seperti sejarah, astronomi, kedokteran,
matematik dan ilmu-ilmu agama. Dalam ilmu sejarah tercatat nama-nama besar seperti Ibn
Khalikan, Ibn Khaldun dan Ibn Taghribardi. Di bidang astronomi dikenal nama nasir Al din Al
Tusi. Di bidang Matematika Abu Faraj Al ‘Ibry. Bidang kedokteran : Abu Al Hasan, Ali Al Nafis
yaitu penemu susunan dan peredaran darah dalam paru-paru manusia. Abd. Al Mun’im Al
dimyatthi dokter hewan dan Al Razi psikoterapi. Dalam bidang opthamologi dikenal nama
Salah Al Din ibn Yusuf dan yang terkenal sebagai pemikir dalam bidang keagamaan yaitu Ibn
Taimiyah.
Pada masa Pemerintahan Mamud Ghazan yaitu raja ke tujuh Dinasti Ilkhan ia membangun
perguruan tinggi untuk madzhab syafi;i dan hanafi, sebuah perpustakaan , observatorium
dan gedung-gedung umum lainnya.
Pada masa kerajaan syafawi ilmu pengetahuan juga berkembang, ada beberapa ilmuan yang
muncul diantaranya:

a. Baha Al din Al Syaerazi yaitu generalis ilmu pengetahuan


b. Sadar Al Din Al Syaerazi seorang filosof
c. Muhammad Baqir Ibn Muhammad Damad ahli filosof, sejarah, teolog dan observer
kehidupan lebah-lebah.

Pada abad pertengahan juga terdapat cendekiawan muslim seperti An Nuwairy, Ibnu
Fadlullah, dan Jallaudiin As-Suyuti yang berhasil membuat buku yang berjudul Mausu’at
yang berisi tentang kumpulan berbagai ilmu pengetahuan.
Selain itu dalam hal keagamaan, di abad pertengahan terdapat karya yang dibuat oleh
sekelompok ulama India berupa buku atau kitab yang berjudul Al Fatawa Al Hindiyyah yang
memuat tentang kumpulan fatwa Madzhab Hanafi. Buku atau kitab ini dibuat atas
permintaan dari Sultan Abu Al Muzaffar Muhyiddin Aurangzeb sehingga kitabnya dikenal
dengan sebutan Al Fatawa Al Alamgariyah.
Beberapa ulama besar di Mesir pada masa pemerintahan Mamluk terdapat ulama yang
bernama Ibnu Hajar Al Asqalani dan Ibnu Khaldun. Ibnu Hajar memiliki hasil karya berupa
buku yang berjudul Fath Al Bari fi Syarh Al bukhari yaitu ulasan tentang hadits-hadits
Riwayat Al bukhari dan buku yang berjudul Bulughul Maram Min Adillah Al Ahkam yaitu
kumpulan hadits hukum. Sedangkan Ibnu Khaldun tersohor dengan sejarawan dan sosiolog
Islam, hasil karyanya yang terbesar adalah Al Ibar yaitu sejarah umum.
11

Ulama besar lainnya di abad pertengahan seperti Ibnu Katsir dengan tafsirnya Tafsir Al
Qur’anul Adzim, Imam Nawawi dengan kitab haditsnya “ Riyadus Shalihin dan Jalaluddin Al
Mahalli beserta Jalaluddin As-Suyuti dengan tafsir Jalalainnya.
Perkembangan Kebudayaan Islam Pada Abad Pertengahan
Perkembangan kebudayaan Islam timbul setelah diawali sederetan kebudayaan manusia
dan seiring dengan sederetan kebudayaan setelahnya. Kebudayaan-kebudayaan Islam pada
abad pertengahan yang menonjol diantaranya:
Dalam perkembangan arsitektur Islam berupa bangunan-bangunan Masjid yang indah
seperti Masjid Al Muhammadi, Masjid Agung Sulaiman dan Masjid Abi Ayyub Al Anshari
dengan hiasan-hiasan kaligrafi yang indah. Selain itu terdapat 235 bangunan dibangun dan
dikoordinasi oleh Sinan, arsitek yang berasal dari Anatolia. Perkembangan kebudayaan Islam
tersebut terjadi pada masa kerajaan Usmani.
Pada masa kerajaan Safawi telah berhasil membuat Isfahan menjadi ibukota dan kota yang
indah yang terdiri dari bangunan-bangunan seperti masjid, rumah-rumah sakit, sekolah-
sekolah, jembatan raksasa di atas Zende Rud, dan Istana Chihil Sutun, taman-taman wisata
yang ditata dengan indah. Di Isfahan terdapat 162 masjid, 48 akademi, 1802 penginapan
dan 273 pemandian umum. Dalam bidang seni, gaya arsitek bangunan-bangunannya sangat
kentara, misalnya masjid Shah (1611 M dan masjid Syaikh Lutf Allah (1603 M. Unsur seni
lainnya seperti kerajinan tangan, karpet, permadani, pakaian, keramik,tenunan, mode,
tembikar, dan seni lukis.
Selain yang tersebut, perkembangan budaya Islam juga berkembang di kerajaan Mongol
misalnya karya seni yang menonjol adalah karya sastra gubahan penyair istana, baik yang
berbahasaPersia maupun India. Malik Muhammad Jayazi adalah penyair India yang terkenal
dan menghasilkan karya besar “Padmavat”, Abu Fadl dengan karyanya Akhbar nama dan
Aini Akhbari yang memaparkan sejarah kerajaan Mongol dengan figure kepemimpinannya.
Dalam hal seni terdapat karya-karya arsitektur yang indah seperti Istana Fatpur Sikri di Sikri,
vila dan masjid-masjid yang megah nan indah seperti masjid yang berlapiskan mutiara dan
Taj Mahal di Agra, Masjid Raya Delhi dan istana indah di Lahore.
Pada abad pertengahan muncul nama-nama yang terkenal yaitu para sastrawan yang hidup
pada abad pertengahan yaitu diantaranya:
a. Fuzuli dengan karyanya yang berjudul Shikeyetname atau pengasuan. Ia tinggal di Irak dan
wafat tahun 1556
b. Jalaluddin Ar Rumi yang mendapat gelar Maulana atau tuan kami dengan karyanya Diwan
Syams-I Tabriz yaitu kumpulan puisi yang terdiri dari 33.000 bait dan Masnawi yang terdiri
dari 26.660 dan dibuat dalam waktu 10 tahun. Ia lahir di Afganistan tahun 1207 M dan wafat
di Turki tahun 1273 M
c. Sa’adi Syiraj yaitu sastrawan dari Persia dengan karyanya yang berjudul Bustan atau
kebun
buah dan Gulistan yang berisi tentang kata-kata mutiara, kisah-kisah, nasehat-nasehat,
renungan dan humor.
d. Fariduddin Al Attar dengan karyanya Mantiq At Tair atau musyawarah bunga,
Tadzkiratul Auliya dan Pend Namah atau kitab nasihat.
e. Hamzah Fansuri, Nuruddin Ar Raniri dan Syamsudin Pasai, sunan kalijaga, sunan Bonang
dan Kiageng Selo. Karya-karya mereka berisi tentang nasehat-nasehat agama
Masa Kemunduran dan Kehancuran Perpustakaan
Kemunduran dan kehancuran perpustakaan di era peradaban Islam mengikuti
kejatuhan wilayah-wilayah muslim setelah pertarungan fisik melawan musuh-musuhnya.
12

Misalnya perpustakaan di Tripoli di hancurkan oleh tentara perang Salib atas komando
seorang rahib yang tak senang saat melihat banyak Al Qur’an di perpustakaan tersebut. Di
samping itu perpustakaan terkenal lainya, seperti milik Sultan Nuh Ibn Mansur yang dibakar
setelah filosuf besarnya menyelesaikan penelitiannyadi tempat itu. Kenyataan itu
menimbulkan tuduhan bahwa cendikiawan sendiri yang membakar perpustakaan setelah
menguasai isi keilmuan yang terkandung dalam perpustakaan tersebut. Peristiwa lainya
terjadi pada tahun 1258M ketika sekelompok bangsa Mongol dan Tartar menjarah kota
Baghdad dan membakar perpustakaanya.
Demikianlah umat Islam berkembang dengan pesat pada awalnya seiring dengan
perkembangan perpustakaan dan mundurnya umat Islam bersamaan dengan mundurnya
perpustakaan. Dengan demikian cara untuk memajukan peradaban umat Islam adalah salah
satunya dengan memajukan perpustakaan yaitu dengan membina perpustakaan dan
meningkatkan kesadaran umat Islam akan pentingnya ilmu pengetahuan yang terkandung di
dalamnya.
Masa Pembaharuan Pendidikan Islam
Setelah warisan filsafat dan ilmu pengetahuan islam diterima oleh bangsa Eropah, dan
Ummat Islam sudah tidak memperhatikannya lagi maka secara berangsur-angsur telah
membangkitkan kekuatan di Eropah dan menimbulkan kelemahan dikalangan Ummat Islam.
Secara perlahan-lahan kekuasaan Ummat Islam ditundukkan oleh kekuasaan bangsa Eropah,
dan terjadilah penjajahan dimana-mana diseluruh wilayah yang pernah dikuasai oleh
kekuasaan Islam. Kesadaran akan kelemahan dan ketertinggalan kaum muslim dari bangsa-
bangsa Eropah dalam berbagai kehidupan, telah timbul mulai pada abad ke 11 H/17 M
dengan kekalahan-kekalahan yang diderita oleh kerajaan Turki Usmani . Kekalahan-
kekalahan tersebut mendorong raja-raja dan pemuka-pemuka kerajaan Islam untuk
menyelidiki sebab-sebab kekalahan mereka dan rahasia keunggulan lawan. Mereka mulai
memperhatikan kemajuan yang dicapai oleh eropah, terutama Perancis yang merupakan
pusat kemajuan kebudayaan Eropah pada saat itu. Kemudian Ummat Islam mengirimkan
duta-duta untuk mempelajari kemajuan eropah baik dibidang militer maupun bidang Ilmu
Pengetahuan. Pada saat itu juga didatangkan pelatih-pelatih militer dari Eropah dan
kemudian didirikan sekolah Tehnik Militer pada tahun 1734 untuk pertama kalinya.
Dalam hal pengembangan Ilmu Pengetahuan Moderen dari Barat, pertama kalinya dalam
dunia Islam dibuka suatu percetakan di Istambul pada tahun 1727 M, guna mencetak
berbagai macam buku Ilmu Pengetahuan yang diterjemahkan dari buku-buku ilmu
pengetahuan Barat. Disamping itu diadakan percetakan Al-Qur’an dan ilmu-ilmu
pengetahuan agama lainnya. Namun pada saat itu tantangan dari pihak ulama dan golongan
tentara yang disebut pasukan Yaniseri terlalu kuat untuk dilawan/ditaklukkan, sehingga
usaha pembaharuan tersebut tidak dapat berkembang.
Pendudukan Mesir oleh Napoleon Bonaparte tahun 1798 M, adalah merupakan tonggak
sejarah bagi umat islam untuk mendapatkan kembali kesadaran akan kelemahan dan
keterbelakangan mereka. Ekspedisi Napoleon tersebut disamping membawa sepasukan
tentara yang kuat, juga membawa sepasukan Ilmuwan dengan seperangkat peralatan
ilmiah, untuk mengadakan penelitian di Mesir. Inilah yamng membuka mata kaum muslim
akan kelemahan dan keterbelakangannya, sehingga akhirnya timbul berbagai macam usaha
pembaharuan dalam segala bidang kehidupan, untuk mengejar keterbelakangan mereka
termasuk usaha-usaha dibidang pendidikan dan perpustakaan.
Pola-pola Pembaharuan Pendidikan Islam
Ada 3 pola pemikiran pembaharuan pendidikan Islam
13

1. Pola pembaharuan pendidikan islam yang berorientasi kepada pola pendidkan moderen di
Eropah :
a. Golongan yang berorientasi pada pola pendidikan moderen di Barat, pada dasarnya
mereka berpandangan bahwa sumber kekuatan dan kesejahteraan hidup yang dialami oleh
bangsa barat adalah sebagai hasil dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
moderen yang mereka capai. Mereka juga berpendapat bahwa apa yang dicapai oleh
bangsa-bangsa Barat sekarang adalah merupakan pengembangan dari ilmu pengetahuan
dan kebudayaan yang pernah berkembang di dunia Islam. Penguasaan trsebut harus dicapai
melalui proses pendidikan, untuk itu mau tidak mau harus meniru pola pendidikan yang
dikembangkan oleh dunia Barat, sebagaimana juga dia pernah meniru dunia Islam. Dalam
hal ini usaha pembaharuan pendidikan Islam adalah dengan jalan mendirikan sekolah-
sekolah dengan pola sekolah Barat baik sistem maupun isinya. Disampin itu pengiriman
pelajar-pelajar ke dunia Barat terutama ke Perancis untuk menguasai ilmu pengetahuan dan
teknologi moderen tersebut banyak dilakukan oleh penguasa- penguasa di berbagai negeri
Islam.
Pembaharuan pendidikan pola Barat ini pertama dilakukan di Turki Usmani pada akhir abad
ke 11 H/17 M setelah menalami kalah perang dengan berbagai negara Eropah timur pada
masa itu dan akhirnya membentuk turki Moderen. Sultan Mahmud II yang memerintah di
Turki Usmani pada 1807-1839 M adalah pelopor pembaharuan pendidikan di Turki.
Pembaharuan pendidikan islam yang dilakukan oleh Sultan Mahmud II adalah sbb :
a. Perubahan dalam bidang pendidikan seperti misalnya Madrasah
b. Mengadakan perubahan pada kurikulum madrasah dengan menambahkan pengetahuan-
pengetahuan umum
c. Mengadakan sekolah pengetahuan umum yang disebutnya Mekteb-Ma,arif dan Mekteb-i
Ulum dan Mekteb-i Ulum-i Edebbiye (sekolah Sastra) dikedua sekolah ini diajarkan Bhs.
Perancis, Ilmu Bumi, ilmu ukur, sejarah, dan ilmu politik. Sekolah pengetahuan umum
mendidik siswa untuk menjadi pegawai administrasi dan sekolah kedua menyediakan
penerjemah untuk keperluan pemerintah
Kemudian Sultan Mahmud II, juga mendirikan sekolah militer, sekolah teknik, sekolah
kedokteran dan sekolah pembedahan. Pada tahun 1838 sekolah kedokteran dan sekolah
pembedahan digabung menjadi satu dengan nama Dar-ul Ulum-u Hikemiyeve mekteb-i
Tibbiye-i Sahane, bahas pengantar yang dipakai adalah bhs Perancis. Disekolah kedoteran
itu terdapat juga buku-buku tentang Ilmu alam, filsafat dll. Selain itu Sultan Mahmud II juga
mengirimkan siswa-siswa ke Eropah untuk memperdalam ilmu pengetahuan dan teknologi
lansung dari sumber pengembangan dan akhirnya mereka juga membawa faham
sekularisme di Turki.
Pada pembaharuan pendidikan yang berorientasi ke Barat ini, juga nampak dalam usaha
Muhammad Ali Pasya di Mesir, yang berkuasa tahun 1805-1848 dia menjadi waki, resmi dari
sultan Turki di Mesir. Muhammad Ali Pasya,dalam rangka memperkuat kedudukannya dan
sekaligus melaksanakan pembaharuan pendidikan di Mesir, mengadakan pembaharuan
deangan jalan mendirikan berbagai macam sekolah yang meniru sistem pendidikan dan
pengajaran Barat. Dan mengirimkan siswanya untuk belajar di Barat, dan untuk
dikembangkan di Mesir. Dalam rangka menggalakkan penerjemahan buku-buku Barat ke
dalam bahasa arab dia mendirikan sekolah penerjemah.
2. Pola yang berorientasi dan bertujuan untuk pemurnian kembali ajaran Islam. Artinya
gerakan pembaharuan pendidikan islam yang berorientasi pada sumber islam yang murni.
Pola ini berpandangan bahwa sesungguhnya islam sendiri merupakan sumber bagi
14

kemajuan dan perkembangan peradaban dan ilmu pengetahuan moderen. Islam sendiri
sudah penuh dengan ajaran-ajaran dan pada hakekatnya mengandung potensi untuk
membawa kemajuan dan kesejahteraan serta kekuatan bagi umat manusia. Dalam hal ini
Islam telah membuktikannya pada masa-masa kejayaannya.
Pola pembaharuan ini dirintis oleh Muhammad bin Abdul Wahab, kemudian dicanangkan
kembali olehJamaluddin Al-Afgani dan Muhammad Abduh (Akhit abad 19 M). Menurut
Jamaluddin Al-Afgani, Pemurnian ajaran Islam dengan kembali kepada ajaran Al-Qur’an dan
Hadist dalam artian yang sebenarnya, itu tidaklah mungkin. Akhirnya pertentangan antara
ajarn-ajaran islam dengan kondisi yang dibawa perobahan zaman dan perobahan kondisi.
Penyesuaian dapat diperoleh dengan mengadakan interpretasi baru tentang ajaran-ajaran
islam. Ia berkeyakinan bahwa islam adalah sesuai untuk semua bangsa, semua zaman dan
semua keadaan. Disini perlu adanya keharusan pembukaan pintu ijtihad dan
pemberantasan taklid, selanjutnya memerlukan kekuatan akal dan juga pendidikan
intelektual.
3. Pola yang berorientasi pada kekayaan dan sumber budaya bangsa masing-masing dan
yang bersifat nasionalisme. Rasa Nasionalisme timbul bersamaan dengan berkembangnya
pola kehdupan moderen yang dimulai dari Barat. Umat islam tidak bisa memungkiri
kenyataan bahwa mereka terdiri dari berbagai bangsa yang berbeda latar belakang dan
sejarah perkembangan kebudayaannya. Merekapun hidup bersama dengan orang-orang
yang beragama lain tapi sebangsa. Inilah yang mendorong berkembangnya rasa
rasionalisme di dunia Islam.

Referensi:
Bakar, Osman., Tauhid dan Sains (Bandung: Pustaka Hidayah, 1994)
Daud, Wan Mohd Nor Wan., The Educational Philosophy and Practice of Syed Muhammad
Naquib al-Attas, diterjemahkan oleh Hamid Fahmy dkk, Filsafat dan Praktik
Pendidikan Islam Syed M. Naquib al-Attas (Bandung: Mizan, 1998)
Djakfar, Muhammad., Islamisasi Ilmu Pengetahuan: Peluang dan Tantangan UIN Malang,
dalam M.Zainuddin dkk. (ed), Memadu sains dan Agama: menuju Universitas Islam
Masa Depan (Malang: Bayumedia, 2004)
Fahmi, Asma Hasan., Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang)
Hashim, Rosnani., Gagasan Islamisasi Kontemporer: Sejarah, Perkembangan dan Arah
Tujuan, dalam Islamia: Majalah Pemikiran dan Peradaban Islam (INSIST: Jakarta, Thn II
No.6/ Juli-September 2005)
International Instiutut of Islamic Thought, Islamisasi Ilmu Pengetahuan, Terjemhan (Jakarta:
Lontar Utama,2000)
Nadwi, Abul Hasan Ali., Islam dan Dunia, (Bandung : Angkasa,2008)
R, Topik., Kontroversi Islamisasi Sains, dalam Inovasi: Majalah Mahasiswa UIN Malang, Edisi
22 Th. 2005.
Ramayulis., Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kalam Mulia, 2010)
Shopan, Mohammad., Islamisasi Ilmu Pengetahuan, dalam Logos: Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial
dan Humaniora, Vol.4 No.1 Januari 2005
Ummi, Islamisasi Sains Perspektif UIN Malang, dalam Inovasi: Majalah Mahasiswa UIN
Malang, Edisi 22. Th. 2005,
Wiryokusumo, Iskandar dan Usman Mulyadi, Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum
(Jakarta: Bina Aksara,1988)
Zainuddin, M., Filsafat Ilmu: Persfektif Pemikian Islam (Malang: Bayu Media, 2003)
15

Sumber Internet:
http://sejarah.kompasiana.com/2010/10/05/perkembangan-islam-abad-pertengahan/
http://sejarah.kompasiana.com/2011/08/22/sejarah-perpustakaan-islam/

Anda mungkin juga menyukai