Disusun Oleh :
XI MIPA 1
T.A 2022/2023
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mengenai kapan tepatnya pertama kali keberadaan warga etnis
Tionghoa di bumi Nusantara, tidak diketahui secara jelas. Selama ini para
ahli menyimpulkan pendapatnya berdasarkan bukti penemuan dari benda
benda purbakala seperti tembikar, gendering perunggu, dan keramik yang
memiliki persamaaan dengan yang ditemukan di Tionghoa.
Sejak masa dinasti Han (206 M-220 M) Tionghoa telah membuka jalur
lalu lintas dengan negara- negara Asia Tenggara, India, dan Sri Lanka,
dalam hal ini Jawa dan Sumatera termasuk berada dalam jalur lalu lintas
pelayaran ini.
Pada masa dinasti Jin (265-420 M) antara Tionghoa dengan
Nusantara telah terjalin hubungan diplomatik. Pada awalnya mereka
datang ke Indonesia untuk kepentingan berdagang. Tetapi seiring
berjalannya waktu, kepentingan mereka datang ke Indonesia tidak lagi
hanya untuk berdagang. Melainkan juga untuk kepentingan keamanan
mereka.
Pada masa dinasti Tang (618-907 M) orang- orang Tionghoa serta
para pedang dari Arab ataupun Persia yang jumlahnya sangat besar dan
tengah bermukim di wilayah Guanzhou mengalami masa-masa yang
menegangkan karena tentara pimpinan Huang Chao menduduki
Guanzhou. Sehingga mereka harus pergi menjauh dari tempat tinggalnya.
Salah satunya yakni ke Sriwijaya. Setelah itu kepentingan orang-orang
Tionghoa datang ke Indonesia adalah untuk mengeksitensikan negara
Tionghoa.
Seiring berjalannya waktu, angka imigran orang-orang Tionghoa di
Indonesia semakin bertambah dan hubungan mereka dengan para pribumi
semakin erat khususnya di Batavia. Ketika Batavia berubah menjadi
wilayah perdagangan yang ramai dan pesat, hal tersebut menimbulkan
kekhawatiran terhadap pihak Belanda jika sewaktu-waktu posisinya
tersingkirkan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana hubungan etnis Tionghoa dengan Nusantara?
2. Apa saja kesewenangan dan penindasan yang dilakukan VOC terhadap
warga etnis Tionghoa?
PEMBAHASAN
pada saat itu setiap tahun sejumlah 4.000 budak diperdagangkan, tak hanya itu,
VOC bahkan melakukan penculikan penduduk di daerah pantai tenggara
Tiongkok dan India.
Tampak jelas kekejaman VOC dalam menerapkan berbagai cara demi keuntungan
pribadi dan negaranya, sementara kondisi ekonomi penduduk Nusantara kian
terpuruk. Dampaknya meluas pada buruknya kondisi sumber daya manusia
dengan Kesehatan serta kesejahteraan yang sangat rendah.
Batavia lambat laun menjadi kota ramai yang terus berkembang. Luasnya
kekuasaan VOC membuat tanah yang ada di Batavia saat itu seakan milik mereka.
Tak segan mereka memberikan tanah kepada orang yang dianggap berjasa kepada
mereka, bahkan menjual tanah kepada orang yang bermaksud membelinya. Hal
ini tidak disia-siakan oleh warga etnis Tionghoa. Banyak warga etnis tionghoa
yang meminta tanah untuk membuka areal perkebunan salah satunya perkebunan
tebu. Mengingat saat itu pangsa pasar gula di Eropa cukup bagus, VOC melihat
permintaan ini sebagai kesempatan dan mengabulkan permintaan warga etnis
tionghoa.
Meilihat maju pesatnya usaha perkebunan tebu dan penggilingan tebu yang
dimiliki warga etnis Tionghoa, Tindakan monopoli VOC semakin meningkat.
Pemerintah VOC mengharuskan pemilik pabrik penggilingan tebu untuk mejual
gulanya kepada VOC dengan harga yang relative rendah. Selain itu pajak kepala
terhadap mereka terus dinaikkan, tanpa mengenal perikemanuasiaan.
KESIMPULAN
Pembataian biasdap yang dilakukan VOC terhadap arga etnis Tinghoa di Batavia
tahun 1740, yang menewaskan lebih dari 10.000 jiwa Tionghoa telah mengubah
tatanan social dan ekonomi secara drastic. Kecemburuan social akibat faktor
ekonomi yang dirasakan VOC, ternyata harus dibayar mahal oleh warga etnis
Tionghoa, bukan hanya dengan air mata dan keringat, tetapi juga dengan nyawa.
Perlawanan dari warga etnis Tionghoa dan warga Bumiputra senasib
sepenanggungan dalam menerima perlakuan kejam VOC.
DAFTAR PUSTAKA