Anda di halaman 1dari 10

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat
menyelesaikan tugas makalah yang berjudul "Orang – Orang Cina Berontak" dengan tepat
waktu.

Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata Pelajaran Sejarah. Selain itu, makalah ini
bertujuan menambah wawasan bagi para pembaca dan juga bagi penulis.Penulis
mengucapkan terima kasih kepada Bapak/Ibu selaku guru Mata Pelajaran Sejarah.

Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu
diselesaikannya makalah ini.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik
yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

B. Rumusan Masalah

C. Tujuan

BAB II PEMBAHASAN
A. Sejarah awal masuknya orang-orang cina berontak

B. Aksi anti Cina

C. Sebab Orang-orang Cina Berontak

D. Akibat Dari Kejadian Orang-orang Cina Berontak

E. Penyebab terjadinya perlawanan pangeran mangkubumi dan mas said

F. Proses/ jalannya perlawanan

G. Akibat dari perlawanan pangeran mangkubumi dan mas said

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan

B. Saran
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Orang Cina sudah lama datang di Indonesia. Awal mula datangnya orang orang Cina ke
Indonesia dapat ditelusuri sejak masa Dinasti Han (206 SM- 220 M). Tiongkok membuka
perdagangan dengan negara-negara yang ada di kawasan Asia Tenggara, dan menurut catatan
sudah ada orang Cina yang datang ke Pulau Jawa. Sampai awal abad XX kebanyakan orang-
orang Cina di Jawa berasal dari Fukien di Cina Selatan.

Para pendatang Cina tersebut pada umumnya terdiri dari pedagang, pengrajin atau tukang,
penambang, dan sebagian kecil sebagai petani. Migrasi etnis Cina terjadi secara besar-
besaran setelah terjadinya Perang Candu (1839-1842), dan pemberontakan Taiping (1851-
1865), yang mengakibatkan hancurnya perekonomian di Cina Selatan. Hal itu menyebabkan
banyak orang Cina terpaksa meninggalkan kampung halamannya untuk mendapatkan
penghidupan yang lebih baik.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Sejarah awal masuknya orang-orang cina berontak

2. Apa Aksi anti Cina

3. Apa Sebab Orang-orang Cina Berontak

4. Apakah Akibat Dari Kejadian Orang-orang Cina Berontak

5. Apakah penyebab terjadinya perlawanan pangeran mangkubumi dan mas said

6. Apakah Proses/ jalannya perlawanan

7. Apakah akibat dari perlawanan pangeran mangkubumi dan mas said

C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui Bagaimana Sejarah awal masuknya orang-orang cina berontak

2. Mengetahui Apa Aksi anti Cina

3. Mengetahui Apa Sebab Orang-orang Cina Berontak

4. Mengetahui Apakah Akibat Dari Kejadian Orang-orang Cina Berontak

5. Mengetahui Apakah penyebab terjadinya perlawanan pangeran mangkubumi dan mas said

6. Mengetahui Apakah Proses/ jalannya perlawanan

7. Mengetahui Apakah akibat dari perlawanan pangeran mangkubumi dan mas said
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah awal masuknya orang-orang cina berontak
Ketika orang Belanda menaklukan Jacatra dan mendirikan Batavia (sekarang Jakarta),
mereka mendapati orang Cina sudah ada di Jawa dan aktif dalam perdagangan. Jan
Pietterzoon Coen, Gubernur Jendaral VOC (1618-1623), menyadari kekuatan penduduk Cina
di wilayah itu dan memutuskan menggunakan mereka sebagai pengecer karena mereka
melebihi kita (Belanda) dari segi kemampuan. Orang Cina bahkan dibujuk agar mau pindah
ke Jakarta untuk membantu mengembangkan kota itu. Orang Belanda dan orang Cina hidup
berdampingan dengan damai, dan berbeda dengan orang Cina Manila, orang Cina di Jawa
diterima oleh penguasa Belanda. Kecuali di Kalimantan barat. Di situ penambang Cina,yang
sudah membentuk kongsi sebelum orang Belanda tiba, menolak tunduk pada penguasa
Belanda, yang kemudian menghancurkan mereka.

Jumlah orang Cina di Batavia naik dengan cepat dan kekuatan ekonomi mereka juga
meningkat pada awal tahun 1700-an, jumlah orang Cina di Batavia mencapai 30.000 orang.
Penguasa Belanda cenderung korup dan makin lama makin menerapkan peraturan-peraturan
yang keras terhadap orang Cina pada masa-masa krisis ekonomi ini. Desas-desus teruster
dengar bahwa orang Cina akan diusir dari Indonesia kolonial, dan bahwa orang Cinadiluar
benteng sudah menyiapkan diri untuk melancarkan pemberontakan. Keputusan Gubernur
Belanda untuk mengusir orang Cina memicu Angke (Red River) 1740, Tragedi Angke (Kali
Merah) 1740.

Dalam peristiwa itu 10.000 orang Cina dibantai, sebagian besar diantara mereka adalah
perempuan dan anak-anak. Orang Cina melarikan dari Batavia menuju wilayah-wilayah lain
di Jawa, bergabung kekuatan dengan orang Jawa yang tengah terlibat pemberontakan
melawan Belanda. Sebab-sebab pemberontakan itu kompleks, antara lain perlakuan keras atas
orang Cina dan praktik korup penguasa Belanda dan para pejabat Cina yang diangkat
Belanda. Peraturan untuk mengendalikan orang Cina diperketat setelah pemberontak itu
tetapi kemudian, karena kebutuhan Belanda terpaksa mengundurkan kebijakan itu. Meski
jumlah orang Cina di Asia Tenggara pada jaman itu tidak besar, namun jumlah itu tetap
masih lebih besar dari pada jumah orang Barat. Untuk mengeruk untung dari wilayah-
wilayah belum tergarap di Asia Tenggara, kekuasaan-kekuasaan kolonial tidak
berkepentingan untuk mengusir pekerja dan penguasa Cina, karena lebih banyak lagi orang
Cina yang dibutuhkan.

Migrasi besar-besaran orang Cina ke Asia Tenggara berlangsung pada pertengahan abad ke
19 setelah dinasti Qing ditaklukan oleh kekuasaan Barat. Kekacauan di Cina terjadi
bersamaan dengan ekspansi Barat di Asia Tenggara. Dan peluang-peluang baru yang
menyertai ekspansi itu. Faktor-faktor penarik (peluang ekonomi di Asia Tenggara) danfaktor-
faktor pendorong (kemiskinan dan kekacauan Cina) merupakan penyebab kehadiran banyak
sekali migran Cina di Asia Tenggara. Sumber tradisional migran Cina adalah dua propinsi di
selatan: Fujian (Fuchien) dan Guandong (Kwangtung); kemudian, orang Cina dari provinsi-
provinsi lain mengikuti peraturan-peraturan yang diskriminatif pada orang Cina dari waktu ke
waktu, secara keseluruhan kedua pihak pada akhirnya menemukan titik temu tertentu karena
saling membutuhkan. Pada periode kolonial pra abad 20 kecuali di Thailand, yang tidak
pernah dijajah konflik-konflik besar terjadi antara orang Cina danorang barat.

Konflik serius antara orang Cina dengan apa yang disebut penduduk asli jarang terjadi.
Kebangkitan nasionalisme di Cina daratan pada awal abad 20, yang menjalar ke Asia
Tenggara, menimbulkan kekhawatiran di sejumlah Negara tetapi segera dapat dikendalikan.
Namun, nasionalisme Cina menjadi tantangan Thai. Pada tahun 1908, tiga bulan sebelum
kematian Raja Chulonkorn, penduduk Cina di Bangkok mogok. Mereka menolak bekerja
atau menjual barang, sebagai protes atas kenaikan pajak. Pemogokan itu menimbulkan
kesengsaraan bagi penduduk Bangkok yang bergantung pada orang Cina untuk memperoleh
makanan dan keperluan sehari-hari. Raja Wachhirawut, yang menggantikan Chulongkorn,
menyuarakan amarah rakyat pada orang Cina, menuduh mereka melakukan; aksi-aksi tidak
patriotik. ’Kebangkitan nasionalisme Cina sebagai idiologi juga dipandang ancaman
bagisistem kerajaan. Ia menulis dua famlet, berjudul’ Yahudi dari timur’ dan ‘ ganjalan-
ganjalan pada roda-roda kita,’ yang berisi kecaman mengenai orang Cina di Thailand. Dari
tahun 1913 hingga 1925, Thailand mengeluarkan sejumlah undang-undang untuk
membendung nasionalisme Cina dan memaksa orang Cina menjadi warga negara Thailand.
Pada tahun 1913, Thailand mengeluarkan undang-undang, yang pertama, mengenai
kewarganegaraan, yang menetapkan bahwa semua orang Cina kelahiran setempat adalah
warga Negara Thai,dan pada tahun berikut sebuah undang-undang dikeluarkan untuk
mengendalikan kegiatan perhimpunan-perhimpunan Cina.

Pada tahun 1927, ketika Raja Prachadhipok menggantikan ayahnya, ia mulai membatasi
jumlah migran Cina ke Thailand. Setelah revolusi tahun 1932, militer semakin kuat dan
Phibulsongkhram, perdana mentri sejak tahun 1938, mengambil langkah-langkah anti-Cina:ia
menutup surat kabar berbahasa Cina dan sekolah Cina, melarang perhimpunan- perhimpunan
rahasia Cina, dan mengendalikan aliran uang orang Cina ke Cina. Ia juga menerbitkan
undang-undang yang menetapkan bidang pekerjaan tertentu semata-matahanya untuk orang
Thai asli. Meski ada peraturan-peraturan ini, deskriminasi Thai terhadap orang Cina boleh
dikatakan lunak. Tidak ada catatan mengenai konflik besar dengan kekerasan antara orang
Thai dan orang Cina pada abad ke 19 atau abad 20. Ini kemungkinan disebabkan oleh
beberapa faktor. Berbeda dengan banyak Asia Tenggara lain, Thailand tidak pernah dijajah
dan orang Thai sudah merancang mekanisme untuk orang Cina yangingin menjadi warga
Negara Thailand, dan banyak orang Cina yang berasimilasi sepenuhnya setelah generasi ke
dua. Ini berbeda sekali dengan situasi di berbagai NegaraAsia Tenggara: di situ orang Cina
masih tetap dapat di identifikasi secara sosial. Juga penting adalah pertautan kepentingan
ekonomi antar orang Thai dan orang Cina.

Jelas, hubungan antar orang Cina setempat dengan pemerintahan kolonial tidak selalu
harmonis. Masalah kekuatan ekonomi orang Cina tidak pernah berhasil dipecahkan dengan
memuaskan bagi pemerintah kolonial, yang juga khawatir mengenai kerja sama antara orang
Cina dengan penduduk asli dan perjuangan anti- kolonialisme yang mulai muncul. Tidak
mengherankan bila pemerintah kolonial mengandalkan diri dari pada kebijakan divide
etimpera di Asia Tenggara. Hanya Thailand yang dapat menjalankan kebijakan integrasi yang
berhasil.

B. Aksi anti Cina


Periode pasca kolonial di Indonesia Konflik antara penduduk asli dan orang cina sering
terjadi Indonensia. Ini tetap terjadi, meskipun ada fakta daftar panjang konflik yang terjadi
dalam jaman kolonial menunjukan konflik terjadi terutama penguasa India Timur Belanda
dan orang Cina dengan penduduk asli jarang terjadi.

Keadaan berubah setelah Indonesia menyatakan kemerdekaannya. Belanda ingin


mengembalikan kekuasaan kolonial ke Indonesia sementara orang Indonesia bersikeras untuk
mewujudkan kemerdekaannya. Krisis kekuasaan berakhir dengan kekacauan, dan banyak
orang Cina yang kehilangan harta dan nyawa. Perkosaan perempuan Cina olehsejumlah
pejuang revolusi yang tidak bertanggung jawab juga terjadi. Di biarkan sendiri untuk
membela diri, warga Cina kemudian membentuk Bao An Dui (Pao An Tui), sebuah
kelompok keamanan yang konon mendapat persenjataan dari Belanda. Peristiwa ini
memperburuk hubungan warga antara warga Cina dan nasionalis Indonesia.

Pertentangan pribumi dengan etnis Cina karena faktor ekonomi bukan hal baru. Misalnya
pada tahun 1909 di Betawi (Jakarta) didirikan organisasi dagang dengan nama Sarekat
Dagang Islam (SDI). Pada 1911 di Bogor didirikan SDI yang kedua. Pendirinya adalah
Tirtoadisurjo, dengan cita-cita mendirikan persekutuan dagang perkoperasian Indonesia
bertujuan utama mematahkan dominasi ekonomi pengusaha Cina dalam bisnis bahan dan
industri batik. Untuk mencapai tujuan itu, didirikan SDI yang ketiga di Solo (akhir 1911) oleh
H. Samanhudi, seorang pedagang besar batik di Solo, dengan tujuan memajukan kehidupan
ekonomi rakyat di bawah bendera.

Keinginan untuk membatasi kekuatan ekonomi warga Cina di mulai tahun 1950-anmelalui
apa yang dinamakan sistem benteng, yang mendahulukan orang Indonesia asli daripada orang
Cina dalam pemberian lisensi impor. Ini menyebabkan timbulnya apa yang dinamakan
system Ali Baba, ketika orang Indonesia asli tidak mampu menjalankan usaha karena tidak
berpengalaman atau tidak bermodal. Ada upaya lain untuk mencapai tujuan serupa
mengurangi kekuatan ekonomi warga Cina melalui peraturan-peraturan itu diprakarsai oleh
menteri perdagangan, Rachmat Muljomiseno, seorang pemimpin NahdatulUlama, sebuah
organisasi Islam penting. Diterbitkan kemudian sebagai dekrit Presiden No,10 (atau PP 10)
pada tahun 1959. Peraturan itu melarang orang asing melakukan kegiatan dagang eceran di
pedesaan. Peraturan ini mulai berlaku 1 Januari 1960, mewajibkan semua pedagang eceran
Cina di daerah pedalaman ditutup. Namun dalam pelaksanaannya bukan hanya usahanya
yang ditutup, tetapi juga dilaksanakan larangan pemukiman etnis Cina. Seperti yang
dilakukan Kolonel Kosasih, Panglima Jawa Barat. Bahkan Kolonel ini menembak mati dua
orang perempuan Cina yang mencoba melawan penggusiran itu (baca"Hoakiau di Indonesia,
" 1998, Pramoedya Ananta Tour). Larangan itu terbatas pada orang Cina tetapi arena
persoalan kewarganegaraan belum dipecahkan, banyak orang Cina yang masih digolongkan
sebagai orang asing. Akibatnya, boleh dikatakan hampir seluruh masyarakat Cina di pedesaan
terkena dampaknya. Pedagang eceran Cina dipaksa menutup toko dan kegiatan mereka atau
mengalihkan kepada koperasi. Ketika sejumlah warga Cinadi Jawa barat menolak mematuhi
larangan itu. Militer campur tangan untuk melaksanakan peraturan itu dengan akibat timbul
konflik yang mengakibatkan sejumlah orang Cina kehilangan nyawa dan terdapat lebih dari
100.000 warga Cina meninggalkan Indonesia, yang sebagian besar pergi ke Cina. Keluarnya
Cina ke Indonesia mempengaruhi kinerja ekonomi Indonesia. Posisi Soekarno juga terancam
oleh krisis. Membangkitkan lawan dari kalangan militer yang pro Soviet. Beijing menyadari
akibat dari keluarnya orang Cina dari Indonesia dan segera menghentikan proses repatriasi.
Gerakan anti Cina mereda. PP 10 tidak lagi diperbelakukan.

Melalui PP 10, kekuatan ekonomi warga Cina untuk sementara ditekan tetapi koperasi tidak
mampu menggantikan warga Cina dalam waktu singkat. Sekali lagi, ini karena terjadi
kerusuhan bulan Mei 1998 sebelum presiden Suharto jatuh. Kerusuhan tidak saja terjadi di
Jakarta tetapi juga di kota-kota lain. Tetapi kerusuhan di ibu kota mendapat perhatian yang
paling besar. Selama kerusuhan di Jakarta, antara 13-14 Mei, sejumlah perusahaan dan
kekayaan warga Cina dijarah dan dibakar, dan perempuan Cina dalam sejumlah yang tidak
diketahui diperkosa dan dibunuh. Seperti dalam kaitan dengan konflik-konflik lain yang
tejadi belakangan ini di Indonesia, kecaman ditujukan kepada kekuatan keamanan, polisi, dan
militer, yang tidak melakukan interversi dengan segera dan secara efektif untuk
menghentikan kekerasan. Bahkan, laporan Tim Gabungan Pencari Fakta tanggal 23 Oktober
1998 . Mengatakan bahwa serangan-serangan menunjukan pola salah satu segmen militer
Indonesia.

Laporan itu menyiratkan bahwa tujuan kerusuhan adalah menciptakan kekacauan yang
dapat menguntungkan kepentingan pihak-pihak tertentu. Bahkan dapat dikatakan bahwa
tujuan sebenarnya adalah meneror warga Cina agar mereka memilih meninggalkan Indonesia
agar kedudukan ekonomi yang mereka tinggalkan dapat di isi oleh penduduk asli.

C. Sebab Orang-orang Cina Berontak


Meningkatnya populasi etnis Tionghoa di Batavia, sehingga pengangguran meningkat. Dan
karena terkekangnya suatu kebebasan berdagang di wilayah nusantara dan terjadi pungli di
tubuh VOC (contohnya surat izin bermukim yang disebut permissiebriefjes atau surat pas)
biaya resmi pembuatan kartu tersebut hanya 2 ringgit namun, akibat dari pungli tersebut
menjadi naik, dan karena tidak memiliki kartu tersebut orang-orang Cina harus dideportasi ke
negaranya atau dipekerjakan di kebun-kebun pala milik VOC di Sri Langka.

Proses Kejadian
a) Lokasi : di Batavia dan Jawa

b) pada abad ke 18 (tahun 1740-1741)

c) Tokoh : Oey Panko atau Khe Panjang dan Raja Pakubuwana I


D. Akibat Dari Kejadian
a). Bagi bangsa Indonesia : kerugian karena wilayah Batavia porak poranda akibat
pemberontakan dan pencurian barang-barang oleh orang-orang Cina.

b). Bagi VOC : keuntungan karena penyelewengan harga pembuatan surat pas yang lebih
mahal dan kerugian karena benteng VOC di Kartasura diserang oleh orang-orang Cina dan
dibantu Raja Pakubuwana II serta orang-orang pribumi sehingga jatuh banyak korban dari
pihak VOC.

E. Latar Belakang Penyebab Terjadinya Perlawanan Pangeran


Mangkubumi Dan Mas Said
Latar belakang munculnya perlawan Raden Mas’said terhadap VOC, bermula ketika ia
ingin meminta kepada punggawa kerajaan, untuk dinaikkan pangkat jabatannya. Hal ini
didasari oleh pengalamannya sebagai Gandek Keraton (pegawai rendahan di Istana) ketika ia
berusia 14 tahun. Namun permintaannya tidak dipenuhi, melainkan hanya menuai pelecehan
dari keluarga kepatihan, bahkan ia dianggap membantu orang-orang Cina yang sedang
berlangsung pada saat itu. Akibatnya, Mas’said sakit hati kepada VOC yang dianggapnya
menjadi dalang utama yang telah membuat kerajaan menjadi kacau akibat persekutuan yang
dilakukan.

Sedangkan latar belakang Pangeran Mangkubmi dalam melakukan perlawanan adalah tidak
ditepatinya janji Pangkubuwana II, yang sebelumnya telah mengatakan bahwa barangsiapa
yang berhasil memadamkan perlawanan Mas’said (yang lebih dulu berontak terhadap
persekutuan), maka akan diberikan hadiah. Namun , hal ini diingkari, setelah
P.Mangkubuwana telah berhasil memadamkan perlawanan Mas’said. Maka terjadilah
pertentangan, hal ini diperparah dengan VOC semena-mena ikut campurtangan dalam
pemerintah kerajaan dengan mengatakan bahwa P.mangkubumi terlalu ambisisus dalam
mencari kekuasaan.

Jika disimpulkan inti dari permasalahan yaitu VOC berusaha mencampuri urusan dalam
negeri Mataram dan memaksakan kehendak melalui berbagai perjanjian.

Pangeran Mangkubumi dan Mas Said Melawan VOC Perlawan terhadap VOC kembali
terjadi di Jawa, kali ini dipimpin oleh bangsawan kerajaan yakni Pangeran Mangkubumi dan
Raden Mas Said. Perlawanan berlangsung sekitar 20 tahun. Pada uraian terdahulu sudah
disinggung bahwa beberapa raja Mataram setelah Sultan Agung merupakan raja yang lemah
bahkan bersahabat dengan kaum penjajah. Begitu juga pada saat pemerintahan Pakubuwana
II terjadi persahabatan dengan VOC. Bahkan VOC semakin berani untuk menekan dan
melakukan intervensi terhadap jalannya pemerintahan Pakubuwana II. Wilayah pengaruh
Kerajaan Mataram juga semakin berkurang. Persahabatan antara Pakubuwana II dengan VOC
ini telah menimbulkan kekecewaan para bangsawan kerajaan, apalagi VOC melakukan
intervensi dalam urusan pemerintahan kerajaan. Hal ini mendorong munculnya berbagai
perlawanan misalnya perlawanan Raden Mas Said.
F. Proses/ jalannya perlawanan
Akhirnya, Pangeran Mangkubumi dan Raden Mas’said, memutuskan untuk saling bersatu
melawan pemerintahan VOC, karena masing-masing , ketidakadilan yang diterima oleh
keduanya. Raden Mas’said dan Pangeran Mangkubumi semakin bersatu setelah Raden
Mas’said dijadikan menantu oleh Mangkubumi. Mangkubumi dan Mas’said sepakat untuk
membagi wilayah perjuangan. Raden Mas’said bergerak di wilayah timur, daerah Surakartake
selatan terus ke Madiun, Ponorogo dengan pusatnya Sukowati. Sedang, Mangkubumi
konsentrasi di bagian barat dekat Pleret (termasuk daerah Yogyakarta sekarang).

Hingga pada tahun 1749 dalam suasana perang sedang gencar-gencarnya terjadi diberbagai
tempat, terpetik berita kalau raja Pakubuwana jatuh sakit.

Hingga dalam keadaan sakit, Pangkubuwana dipaksa untuk menandatangani perjanjian


dengan VOC. Hal ini sangat berakibat pedih pada para punggawa dan rakyat Mataram.
Sebab, perjanjian itu berisi pasal-pasal :

1). Sunan Pakubuwana II menyerahkan kerajaan Matarm baik secara de facto maupun de jure
kepada VOC.

2). Hanya keturunan Pakubuwana II yang berhak naik tahta, dan akan dinobatkan olehVOC
menjadi raja Mataram, dengan tanah Mataram sebagai pinjaman dari VOC.

3). Putera mahkota akan segera dinobatkan. Sembilan hari setelah penandatanganan
perjanjian itu Pakubuwana II wafat.

Hal ini semakin membuat Pangeran Mangkubumi dan Raden Mas’Said, kecewa, hingga
mereka semakin meningkatkan perlawanan terhadap VOC.

Mereka semakin gencar melaksanakan Perlawanan, Mangkubumi dan Raden Mas Saidmen
dapat dukungan dari rakyat Mataram dan para bupati pesisir. Para pemberontak di Jawa
Tengah juga menggabungkan diri dengan mengadakan perang gerilya yang sangat merugikan
Belanda.

Pertempuran ini terjadi di sungai Bogowonto, pasukan VOC banyak yang binasa, dan
pimpinan VOC De Clerk juga tewas. VOC akhirnya berhasil membujuk Pangeran
Mangkubumi untuk menandatangani Perjanjian Giyanti (1755).

Isi Perjanjian Giyanti adalah Kerajaan Mataram dibagi dua, yaitu:

1). Mataram Barat diserahkan kepada Pangeran Mangkubumi dengan gelar Hamengku
Buwono I, kerajaannya dinamakan Kasultanan Yogyakarta. b. Mataram Timur, tetap dikuasai
oleh Paku Buwono III, kerajaannya dinamakan Kasultanan Surakarta. Untuk menghentikan
perlawanan Mas Said, VOC pada tahun 1575 membujuknya untuk menandatangani
Perjanjian Salatiga yang isinya Kerajaan Surakarta dibagi dua, yaitu:
2). Bagian barat diperintah oleh Sultan Paku Buwono III, dan disebut Kasunanan.

3). Bagian timur diperintah oleh Mas Said, yang bergelar Pangeran Adipati Mangkunegoro I,
wilayahnya disebut Mangkunegaran.

G. Akibat Dari Perlawanan Pangeran Mangkubumi Dan Mas Said


Akibat dari perlawanan Pengeran Mankubumi dan Mas Said baik untuk Indonesia maupun
VOC yaitu dampak yang ditimbulkan perang untuk Indonesia yaitu membuat Mangkubumi
bersedia menandatangani perjanjian Griyanti dan Raden Mas Said menandatangani perjanjian
Salatiga. Perjanjian yang mereka setujui untuk menghentikan perlawanan dan memperoleh
wilayahnya masing-masing sesuai pada perjanjian serta mempersempit wilayah Mataram dan
banyak masayarakat pribumi tewas dalam perlawanan.

Sedangkan dampak yang ditimbulkan untuk VOC yaitu banyak prajurit Belanda yang tewas
dalam perang terutama pimpinan VOC De Clerk juga tewas. Hal ini membuat pihak VOC tak
bisa berkutik lagi sehingga VOC harus membuat perjanjian dengan Pangeran Mangkubumi
untuk menandatangani Perjanjian Giyanti (1755) dan Raden Mas Said untuk menghentikan
Perlawanan.

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Akibat Dari Kejadian orang-orang cina berontak

a). Bagi bangsa Indonesia: kerugian karena wilayah Batavia porak poranda akibat
pemberontakan dan pencurian barang-barang oleh orang-orang Cina.

b). Bagi VOC: keuntungan karena penyelewengan harga pembuatan surat pas yang lebih
mahal dan kerugian karena benteng VOC di Kartasura diserang oleh orang-orang Cina dan
dibantu Raja Pakubuwana II serta orang-orang pribumi sehingga jatuh banyak korban dari
pihak VOC.

B. SARAN
Sebagai bangsa yang besar, kita tidak boleh bergantung kepada bangsa lain, jadi kita harus
dapat hidup mandiri dan harus bisa mengolah sumber daya alam dan sumber daya manusia
kita sendiri tanpa penguasaan oleh bangsa lain. Kita juga harus memiliki sifat pantang
menyerah terhadap siapapun yang mendzalimi kita seperti para pejuang dahulu pantang
menyerah dan tidak pernah gentar untuk melawan kolonialisme di Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai