NAMA ANGGOTA : - BRYANT STEWART - HANISA - MUHAMMAD ZILDAN WINADI - RAKHA RUSYDI RASYID - YEZHWA AREHANFANDILA ORANG-ORANG CINA BERONTAK
Ketika orang Belanda menaklukan Jacatra dan mendirikan Batavia (sekarangJakarta),
mereka mendapati orang Cina sudah ada di Jawa dan aktif dalam perdagangan. Jan Pietterzoon Coen, Gubernur Jendaral VOC (1618-1623), menyadari kekuatan penduduk Cina di wilayah itu dan memutuskan menggunakan mereka sebagai pengecer karena mereka melebihi kita (Belanda) dari segi kemampuan. Orang Cina bahkan dibujuk agar mau pindah ke Jakarta untuk membantu mengembangkan kota itu. Orang Belanda dan orang Cina hidup berdampingan dengan damai, dan berbeda dengan orang Cina Manila, orang Cina di Jawa diterima oleh penguasa Belanda. Kecuali di Kalimantan barat. Di situ penambang Cina, yang sudah membentuk kongsi sebelum orang Belanda tiba, menolak tunduk pada penguasa Belanda, yang kemudian menghancurkan mereka Jumlah orang Cina di Batavia naik dengan cepat dan kekuatan ekonomi mereka juga meningkat pada awal tahun 1700-an, jumlah orang Cina di Batavia mencapai 30.000 orang. Penguasa Belanda cenderung korup dan makin lama makin menerapkan peraturan- peraturan yang keras terhadap orang Cina pada masa-masa krisis ekonomi ini. Orang Cina melarikan dari Batavia menuju wilayah-wilayah lain di Jawa, bergabung kekuatan dengan orang Jawa yang tengah terlibat pemberontakan melawan Belanda. Sebab-sebab pemberontakan itu kompleks, antara lain perlakuan keras atas orang Cina dan praktik korup penguasa Belanda dan para pejabat Cina yang diangkat Belanda. Peraturan untuk mengendalikan orang Cina diperketat setelah pemberontak itu tetapi kemudian,karena kebutuhan Belanda terpaksa mengundurkan kebijakan itu. Pada periode kolonial pra abad 20 kecuali di Thailand, yang tidak pernah dijajah konflik- konflik besar terjadi antara orang Cina dan orang barat. Konflik serius antara orang Cina dengan apa yang disebut penduduk asli jarang terjadi. Kebangkitan nasionalisme di Cina daratan pada awal abad 20, yang menjalar ke Asia Tenggara, menimbulkan kekhawatiran di sejumlah Negara tetapi segera dapat dikendalikan. Namun, nasionalisme Cina menjadi tantangan Thai. Pada tahun 1908, tiga bulan sebelum kematian Raja Chulonkorn, penduduk Cina di Bangkok mogok. Mereka menolak bekerja atau menjual barang, sebagai protes atas kenaikan pajak. Pemogokan itu menimbulkan kesengsaraan bagi penduduk Bangkok yang bergantung pada orang Cina untuk memperoleh makanan dan keperluan sehari-hari. Raja Wachhirawut, yang menggantikan Chulongkorn, menyuarakan amarah rakyat pada orang Cina, menuduh mereka melakukan; aksi-aksi tidak patriotik.’Kebangkitan nasionalisme Cina sebagai idiologi juga dipandang ancaman bagi sistem kerajaan. Ia menulis dua famlet, berjudul’ Yahudi dari timur’ dan ‘ ganjalan-ganjalan pada roda-roda kita,’ yang berisi kecaman mengenai orang Cina di Thailand. Dari tahun 1913 hingga 1925, Thailand mengeluarkan sejumlah undang-undang untuk membendung nasionalisme Cina dan memaksa orang Cina menjadi warga negara Thailand. Pada tahun 1913, Thailand mengeluarkan undang-undang, yang pertama, mengenai kewarganegaraan, yang menetapkan bahwa semua orang Cina kelahiran setempat adalah warga Negara Thai, dan pada tahun berikut sebuah undang-undang dikeluarkan untuk mengendalikan kegiatan perhimpunan-perhimpunan Cina. Pada tahun 1927, ketika Raja Prachadhipok menggantikan ayahnya, ia mulai membatasi jumlah migran Cina ke Thailand. Setelah revolusi tahun 1932, militer semakin kuat dan Phibulsongkhram, perdana mentri sejak tahun 1938, mengambil langkah-langkah anti- Cina: ia menutup surat kabar berbahasa Cina dan sekolah Cina, melarang perhimpunan- perhimpunan rahasia Cina, dan mengendalikan aliran uang orang Cina ke Cina. Ia juga menerbitkan undang-undang yang menetapkan bidang pekerjaan tertentu semata-mata hanya untuk orang Thai asli.. Meski ada peraturan-peraturan ini, deskriminasi Thai terhadap orang Cina boleh dikatakan lunak. Tidak ada catatan mengenai konflik besar dengan kekerasan antara orang Thai dan orang Cina pada abad ke 19 atau abad 20. Ini kemungkinan disebabkan oleh beberapa faktor. Berbeda dengan banyak Asia Tenggara lain, Thailand tidak pernah dijajah dan orang Thai sudah merancang mekanisme untuk orang Cina yang ingin menjadi warga Negara Thailand, dan banyak orang Cina yang berasimilasi sepenuhnya setelah generasi ke dua. Ini berbeda sekali dengan situasi di berbagai Negara Asia Tenggara: di situ orang Cina masih tetap dapat diidentifikasi secara sosial. Juga penting adalah pertautan kepentingan ekonomi antar orang Thai dan orang Cina. Jelas,hubungan antar orang Cina setempat dengan pemerintahan kolonial tidak selalu harmonis. Masalah kekuatan ekonomi orang Cina tidak pernah berhasil dipecahkan dengan memuaskan bagi pemerintah kolonial, yang juga khawatir mengenai kerja sama antara orang Cina dengan penduduk asli dan perjuangan anti- kolonialisme yang mulai muncul. Tidak mengherankan bila pemerintah kolonial mengandalkan diri dari pada kebijakan divide et impera di Asia Tenggara. Hanya Thailand yang dapat menjalankan kebijakan integrasi yang berhasil. SEKIAN PRESENTASI DARI KELOMPOK KAMI