Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ketika orang Belanda menaklukan Jacatra dan mendirikan Batavia (sekarang Jakarta),
mereka mendapati orang Cina sudah ada di Jawa dan aktif dalam perdagangan. Jan
Pietterzoon Coen, Gubernur Jendaral VOC (1618-1623), menyadari kekuatan penduduk Cina
di wilayah itu dan memutuskan menggunakan mereka sebagai pengecer karena mereka
melebihi kita (Belanda) dari segi kemampuan. Orang Cina bahkan dibujuk agar mau pindah
ke Jakarta untuk membantu mengembangkan kota itu. Orang Belanda dan orang Cina hidup
berdampingan dengan damai, dan berbeda dengan orang Cina Manila, orang Cina di Jawa
diterima oleh penguasa Belanda. Kecuali di Kalimantan barat. Di situ penambang Cina, yang
sudah membentuk kongsi sebelum orang Belanda tiba, menolak tunduk pada penguasa
Belanda, yang kemudian menghancurkan mereka.

Perlawanan terhadap kolonialisme VOC kembali terjadi di pulau Jawa. selama ini telah kita
ketahui bahwa, banyak sekali terjadi kecaman terhadap VOC baik itu terjadi dikalangan
rakyat biasa sampai kepada wilayah kerajaan di wilayah Indonesia, namun tak sedikit juga
kerajaan di Indonesia, yang menjadi kaki tangan VOC keegoisan untuk kepentingan tahta
semata, tanpa memperdulikan nasib rakyatnya.
Contohnya saja , kerajaan Pangkubuwana II yang menjalin persahabat dengan VOC, yang
bahkan VOC semakin berani untuk menekan dan melaksanakan intervensi terhadap jalannya
pemerintahan Pangkubuwana II.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah Sejarah Orang orang cina berontak ?
2. Bagaimanakah Sejarah Perlwanan pangeran mangkubumi dan mas said?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui Sejarah Orang orang cina berontak
2. Untuk mengetahui Sejarah Perlwanan pangeran mangkubumi dan mas said

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. ORANG-ORANG CINA BERONTAK


1. Orang-orang cina berontak
Orang Cina melarikan dari Batavia menuju wilayah-wilayah lain di Jawa, bergabung
kekuatan dengan orang Jawa yang tengah terlibat pemberontakan melawan Belanda. Sebab-
sebab pemberontakan itu kompleks, antara lain perlakuan keras atas orang Cina dan praktik
korup penguasa Belanda dan para pejabat Cina yang diangkat Belanda. Peraturan untuk
mengendalikan orang Cina diperketat setelah pemberontak itu tetapi kemudian,karena
kebutuhan Belanda terpaksa mengundurkan kebijakan itu. Meski jumlah orang Cina di
Asia Tenggara pada jaman itu tidak besar, namun jumlah itu tetap masih lebih besar dari pada
jumah orang Barat. Untuk mengeruk untung dari wilayah-wilayah belum tergarap di Asia
Tenggara, kekuasaan-kekuasaan kolonial tidak berkepentingan untuk mengusir pekerja dan
penguasa Cina, karena lebih banyak lagi orang Cina yang dibutuhkan.

Migrasi besar-besaran orang Cina ke Asia Tenggara berlangsung pada pertengahan


abad ke 19 setelah dinasti Qing ditaklukan oleh kekuasaan Barat.Kekacauan di Cina terjadi
bersamaan dengan ekspansi Barat di Asia Tenggara. Dan peluang-peluang baru yang
menyertai ekspansi itu.Faktor-faktor penarik (peluang ekonomi di Asia Tenggara) dan faktor-
faktor pendorong (kemiskinan dan kekacauan Cina) merupakan penyebab kehadiran banyak
sekali migran Cina di Asia Tenggara. Sumber tradisional migran Cina adalah dua propinsi di
selatan: Fujian (Fuchien) dan Guandong (Kwangtung); kemudian, orang Cina dari propinsi-
propinsi lain mengikuti peraturan-peraturan yang diskriminatif pada orang Cina dari waktu ke
waktu, secara keseluruhan kedua pihak pada akhirnya menemukan titik temu tertentu karena
saling membutuhkan.
Pada periode kolonial pra abad 20 kecuali di Thailand, yang tidak pernah dijajah
konflik-konflik besar terjadi antara orang Cina dan orang barat. Konflik serius antara orang
Cina dengan apa yang disebut penduduk asli jarang terjadi. Kebangkitan nasionalisme di
Cina daratan pada awal abad 20, yang menjalar ke Asia Tenggara, menimbulkan
kekhawatiran di sejumlah Negara tetapi segera dapat dikendalikan.

Namun, nasionalisme Cina menjadi tantangan Thai. Pada tahun 1908, tiga bulan
sebelum kematian Raja Chulonkorn, penduduk Cina di Bangkok mogok. Mereka menolak
2
bekerja atau menjual barang, sebagai protes atas kenaikan pajak. Pemogokan itu
menimbulkan kesengsaraan bagi penduduk Bangkok yang bergantung pada orang Cina untuk
memperoleh makanan dan keperluan sehari-hari.

Raja Wachhirawut, yang menggantikan Chulongkorn, menyuarakan amarah rakyat pada


orang Cina, menuduh mereka melakukan; aksi-aksi tidak patriotik.’Kebangkitan nasionalisme
Cina sebagai idiologi juga dipandang ancaman bagi sistem kerajaan. Ia menulis dua famlet,
berjudul’ Yahudi dari timur’ dan ‘ ganjalan-ganjalan pada roda-roda kita,’ yang berisi
kecaman mengenai orang Cina di Thailand. Dari tahun 1913 hingga 1925, Thailand
mengeluarkan sejumlah undang-undang untuk membendung nasionalisme Cina dan memaksa
orang Cina menjadi warga negara Thailand. Pada tahun 1913, Thailand mengeluarkan
undang-undang, yang pertama, mengenai kewarganegaraan, yang menetapkan bahwa semua
orang Cina kelahiran setempat adalah warga Negara Thai, dan pada tahun berikut sebuah
undang-undang dikeluarkan untuk mengendalikan kegiatan perhimpunan-perhimpunan Cina.

2. Aksi anti Cina


Periode pasca kolonial di Indonesia
Konflik antara penduduk asli dan orang cina sering terjadi Indonensia. Ini tetap terjadi,
meskipun ada fakta daftar panjang konflik yang terjadi dalam jaman kolonial menunjukan
konflik terjadi terutama penguasa India Timur Belanda dan orang Cina dengan penduduk asli
jarang terjadi.
Keadaan berubah setelah Indonesia menyatakan kemerdekaannya. Belanda ingin
mengembalikan kekuasaan kolonial ke Indonesia sementara orang Indonesia bersikeras untuk
mewujudkan kemerdekaannya. Krisis kekuasaan berakhir dengan kekacauan, dan banyak
orang Cina yang kehilangan harta dan nyawa. Perkosaan perempuan Cina oleh sejumlah
pejuang revolusi yang tidak bertanggung jawab juga terjadi. Dibiarkan sendiri untuk
membela diri, warga Cina kemudian membentuk Bao An Dui (Pao An Tui), sebuah
kelompok keamanan yang konon mendapat persenjataan dari Belanda. Peristiwa ini
memperburuk hubungan warga antara warga Cina dan nasionalis Indonesia.

Pertentangan pribumi dengan etnis Cina karena faktor ekonomi bukan hal baru.
Misalnya pada tahun 1909 di Betawi (Jakarta) didirikan organisasi dagang dengan nama
Sarekat Dagang Islam (SDI). Pada 1911 di Bogor didirikan SDI yang kedua. Pendirinya

3
adalah Tirtoadisurjo, dengan cita-cita mendirikan persekutuan dagang perkoperasian
Indonesia bertujuan utama mematahkan dominasi ekonomi pengusaha Cina dalam bisnis
bahan dan industri batik. Untuk mencapai tujuan itu, didirikan SDI yang ketiga di Solo (akhir
1911) oleh H. Samanhudi, seorang pedagang besar batik di Solo, dengan tujuan memajukan
kehidupan ekonomi rakyat di bawah bendera Isl

Keinginan untuk membatasi kekuatan ekonomi warga Cina di mulai tahun 1950-an melalui
apa yang dinamakan sistem benteng, yang mendahulukan orang Indonesia asli daripada orang
Cina dalam pemberian lisensi impor. Ini menyebabkan timbulnya apa yang dinamakan
system Ali Baba, ketika orang Indonesia asli tidak mampu menjalankan usaha karena tidak
berpengalaman atau tidak bermodal. Ada upaya lain untuk mencapai tujuan serupa
mengurangi kekuatan ekonomi warga Cina melalui peraturan-Peraturan itu diprakarsai oleh
menteri perdagangan, Rachmat Muljomiseno, seorang pemimpin Nahdatul Ulama, sebuah
organisasi Islam penting. Diterbitkan kemudian sebagai dekrit Presiden No, 10 (atau PP 10)
pada tahun 1959. Peraturan itu melarang orang asing melakukan kegiatan dagang eceran di
pedesaan. Peraturan ini mulai berlaku 1 Januari 1960, mewajibkan semua pedagang eceran
Cina di daerah pedalaman ditutup. Namun dalam pelaksanaannya bukan hanya usahanya
yang ditutup, tetapi juga dilaksanakan larangan pemukiman etnis Cina. Seperti yang
dilakukan Kolonel Kosasih, Panglima Jawa Barat. Bahkan Kolonel ini menembak mati dua
orang perempuan Cina yang mencoba melawan penggusiran itu (baca "Hoakiau di Indonesia,
" 1998, Pramoedya Ananta Tour). Larangan itu terbatas pada orang Cina tetapi arena
persoalan kewarganegaraan belum dipecahkan, banyak orang Cina yang masih digolongkan
sebagai orang asing. Akibatnya, boleh dikatakan hampir seluruh masyarakat Cina di pedesaan
terkena dampaknya. Pedagang eceran Cina dipaksa menutup toko dan kegiatan mereka atau
mengalihkan kepada koperasi. Ketika sejumlah warga Cina di Jawa barat menolak mematuhi
larangan itu. Militer campur tangan untuk melaksanakan peraturan itu dengan akibat timbul
konflik yang mengakibatkan sejumlah orang Cina kehilangan nyawa dan terdapat lebih dari
100.000 warga Cina meninggalkan Indonesia, yang sebagian besar pergi ke Cina.

3. Sebab Orang-orang Cina Berontak


Meningkatnya populasi etnis Tionghoa di Batavia, sehingga pengangguran
meningkat. Dan karena terkekangnya suatu kebebasan berdagang di wilayah nusantara dan
terjadi pungli di tubuh VOC (contohnya surat izin bermukim yang disebut permissiebriefjes
atau surat pas) biaya resmi pembuatan kartu tersebut hanya 2 ringgit namun, akibat dari
4
pungli tersebut menjadi naik, dan karena tidak memiliki kartu tersebut orang-orang Cina
harus dideportasi ke negaranya atau dipekerjakan di kebun-kebun pala milik VOC di Sri
Langka.

4. Akibat Dari Kejadian

a) Bagi bangsa Indonesia : kerugian karena wilayah Batavia porak poranda akibat
pemberontakan dan pencurian barang-barang oleh orang-orang Cina.
b) Bagi VOC : keuntungan karena penyelewengan harga pembuatan surat
pas yang lebih mahal dan kerugian karena benteng VOC di Kartasura diserang oleh
orang-orang Cina dan dibantu Raja Pakubuwana II serta orang-orang pribumi
sehingga jatuh banyak korban dari pihak VOC.

5. Evaluasi (splusi agar Indonesia saat ini dan ke depannya tidak dijajah lagi oleh
bangsa asing dalam segala bidang)

Bangsa Indonesia harus sadar akan perjuangan-perjuangan yang dilakukan oleh para
pahlawan dahulu, karena tanpa semangat, kegigihan dan kerja keras mereka, Indonesia tidak
akan bisa merdeka seperti saat ini.
Walaupun dalam de facto, Indonesia sudah merdeka pada 17 Agustus 1945, tetapi secara de
yure, Indonesia belum merdeka dan masih dijajah oleh bangsa asing dalam banyak hal,
terutama pemikiran.
Negara Kesatuan Republik Indonesia masih mengalami penjajahan di bidang ekonomi,
politik, sosial dan budaya, contohnya Indonesia masih sering melakukan import produk
daripada memproduksi sendiri, padahal sumber daya manusia dan sumber daya alam di
Indonesia sangat tercukupi.
Jadi, kalau seluruh rakyat Indonesia sudah memiliki bekal dalam diri mereka berupa
pengetahuan terhadap kesadaran bela negara dan memiliki jiwa nasionalisme maupun
patriotisme, maka tidak diragukan lagi untuk membela negara ini terutama dari negara lain di
zaman yang sudah maju ini.

6. Nilai dan Hikmah yang Dapat Dipetik Dari Peristiwa

5
Sebagai bangsa yang besar, kita tidak boleh bergantung kepada bangsa lain, jadi kita harus
dapat hidup mandiri dan harus bisa mengolah sumber daya alam dan sumber daya manusia
kita sendiri tanpa penguasaan oleh bangsa lain. Kita juga harus memiliki sifat pantang
menyerah terhadap siapapun yang mendzalimi kita seperti para pejuang dahulu pantang
menyerah dan tidak pernah gentar untuk melawan kolonialisme di Indonesia.

B. PERLAWANAN PANGERAN MANGKUBUMI DAN MAS SAID


1. Latar Belakang Penyebab Terjadinya Perlawanan
Latar belakang munculnya perlawan Raden Mas’said terhadap VOC, bermula ketika
ia ingin meminta kepada punggawa kerajaan, untuk dinaikkan pangkat jabatannya. Hal ini
didasari oleh pengalamannya sebagai Gandek Keraton (pegawai rendahan di Istana) ketika ia
berusia 14 tahun. Namun permintaannya tidak dipenuhi, melainkan hanya menuai pelecehan
dari keluarga kepatihan, bahkan ia dianggap membantu orang-orang Cina yang sedang
berlangsung pada saat itu. Akibatnya, Mas’said sakit hati kepada VOC yang dianggapnya
menjadi dalng utama yang telah mebuat kerajaan menjadi kacau akibat persekutuan yang
dilakukan.
Sedangkan latar belakang Pangeran Mangkubmi dalam melakukan perlawanan adalah tidak
ditepatinya janji Pangkubuwana II, yang sebelumnya telah mengatakan bahwa barangsiapa
yang berhasil memadamkan perlawanan Mas’said ( yang lebih dulu berontak terhadap
persekutuan ), maka akan diberikan hadiah. Namun , hal ini diingkari, setelah
P.Mangkubuwana telah berhasil memadamkan perlawanan Mas’said. Maka terjadilah
pertentangan, hal ini diperparah dengan VOC semena-mena ikut campurtangan dalam
pemerintah kerajaan dengan mengatakan bahwa P.mangkubumi terlalu ambisisus dalam
mencari kekuasaan.
Jika disimpulkan inti dari permasalahan yaitu VOC berusaha mencampuri urusan dalam
negeri Mataram dan memaksakan kehendak melalui berbagai perjanjian.
Pangeran Mangkubumi dan Mas Said Melawan VOC Perlawan terhadap VOC kembali
terjadi di Jawa, kali ini dipimpin oleh bangsawan kerajaan yakni Pangeran Mangkubumi dan
Raden Mas Said. Perlawanan berlangsung sekitar 20 tahun. Pada uraian terdahulu sudah
disinggung bahwa beberapa raja Mataram setelah Sultan Agung merupakan raja yang lemah
bahkan bersahabat dengan kaum penjajah. Begitu juga pada saat pemerintahan Pakubuwana
II terjadi persahabatan dengan VOC. Bahkan VOC semakin berani untuk menekan dan
melakukan intervensi terhadap jalannya pemerintahan Pakubuwana II. Wilayah pengaruh
Kerajaan Mataram juga semakin berkurang. Persahabatan antara Pakubuwana II dengan VOC
6
ini telah menimbulkan kekecewaan para bangsawan kerajaan, apalagi VOC melakukan
intervensi dalam urusan pemerintahan kerajaan. Hal ini mendorong munculnya berbagai
perlawanan misalnya perlawanan Raden Mas Said.

2. Proses/ Jalannya Perlawanan


Akhirnya, Pangeran Mangkubumi dan Raden Mas’said, memutuskan untuk saling bersatu
melawan pemerintahan VOC, karena masing-masing , ketidakadilan yang diteriama oleh
keduanya. Raden Mas’said dan Pangeran Mangkubumi semakin bersatu setelah Raden
Mas’said dijadikan menantu oleh Mangkubumi. Mangkubumi dan Mas’said sepakat untuk
membagi wilayah perjuangan. Raden Mas’said bergerak di wilayah timur, daerah Surakarta
ke selatan terus ke Madiun, Ponorogo dengan pusatnya Sukowati. Sedang, Mangkubumi
konsentrasi di bagian barat dekat Pleret ( termasuk daerah Yogyakarta sekarang ).
Hingga pada tahun 1749 dalam suasana perang sedang gencar-gencarnya terjadi diberbagai
tempat, terpetik berita kalau raja Pakubuwana jatuh sakit.

Hingga dalam keadaan sakit, Pangkubuwana dipaksa untuk menandatangani perjanjian


dengan VOC. Hal ini sangat berakibat pedih pada para punggawa dan rakyat Mataram.

Sebab, perjanjian itu berisi pasal-pasal :


1. Sunan Pakubuwana II menyerahkan kerajaan Matarm baik secara de facto maupun
de jure kepada VOC.
2. Hanya keturunan Pakubuwana II yang berhak naik tahta, dan akan dinobatkan oleh
VOC menjadi raja Mataram, dengan tanah Mataram sebagai pinjaman dari VOC.
3. Putera mahkota akan segera dinobatkan. Sembilan hari setelah penandatanganan
perjanjian itu Pakubuwana II wafat.

Hal ini semakin membuat Pangeran Mangkubumi dan RadenMas’Said, kecewa, hingga
mereka semakin meningkatkan perlawanan terhadap VOC.
Mereka semakin gencar melaksanakan Perlawanan,Mangkubumi dan Raden Mas Said
mendapat dukungan dari rakyat Mataram dan para bupati pesisir. Para pemberontak di Jawa
Tengah juga menggabungkan diri dengan mengadakan perang gerilya yang sangat merugikan
Belanda.

7
Pertempuran ini terjadi di sungai Bogowonto, pasukan VOC banyak yang binasa, dan
pimpinan VOC De Clerk juga tewas. VOC akhirnya berhasil membujuk Pangeran
Mangkubumi untuk menandatangani Perjanjian Giyanti (1755).

Isi Perjanjian Giyanti adalah Kerajaan Mataram dibagi dua, yaitu:


1. Mataram Barat diserahkan kepada Pangeran Mangkubumi dengan gelar Hamengku
Buwono I, kerajaannya dinamakan Kasultanan Yogyakarta. b. Mataram Timur,
tetap dikuasai oleh Paku Buwono III, kerajaannya dinamakan Kasultanan Surakarta.
Untuk menghentikan perlawanan Mas Said, VOC pada tahun 1575 membujuknya
untuk menandatangani Perjanjian Salatigayang isinya Kerajaan Surakarta dibagi
dua, yaitu:
2. Bagian barat diperintah oleh Sultan Paku Buwono III, dan disebut Kasunanan.
3. Bagian timur diperintah oleh Mas Said, yang bergelar Pangeran Adipati
Mangkunegoro I, wilayahnya disebut Mangkunegaran.

3. Akibat Dari Perlawanan Pangeran Mangkubumi Dan Mas Said


Akibat dari perlawanan Pengeran Mankubumi dan Mas Said baik untuk Indonesia
maupun VOC yaitu dampak yang ditimbulkan perang untuk Indonesia
yaitu membuat Mangkubumi bersedia menandatangani perjanjian Griyanti dan Raden Mas
Said menandatangani perjanjian Salatiga. Perjanjian yang mereka setujui untuk menghentikan
perlawanandan memperoleh wilayahnya masing-masing sesuai pada perjanjian serta
mempersempit wilayah mataram dan banyak masayarakat pribumi tewas dalam perlawanan.
Sedangkan dampak yang ditimbulkan untuk VOC yaitu banyak prajurit Belanda yang
tewas dalam perang terutama pimpinan VOC De Clerk juga tewas. Hal ini membuat pihak
VOC tak bisa berkutik lagi sehinggaVOC harus membuat perjanjian dengan Pangeran
Mangkubumi untuk menandatangani Perjanjian Giyanti (1755)dan Raden Mas Said untuk
menghentikan Perlawanan.

8
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Orang-orang Cina sebenarnya sudah datang ke Indonesia sejak abad ke-5 Masehi
dengan tujuan melakukan perdagangan. Pada awalnya, orang Cina dengan orang Indonesia
begitu damai hingga datangnya VOC yang mendatangkan sangat banyak orang Cina ke pulau
Jawa yang akhirnya menyulut pemberontakan.

Perlawanan pangeran Mangkubumi dan Mas Said berakhir sesudah VOC


memaatahkan perlawanan Mangkubumi dan Raden Mas Said dengan memakai politik
“devide et Impera “ yang berakhir dengan perjanjian Giyanti yang disetujui oleh Pangeran
Mangkubumi. Perjanjian Giyanti ternyata belum menuntaskan permasalahan, alasannya yaitu
Mas Said terus mengadakan perlawanan terhadap Belanda. Untuk mengatasi perlawanan Mas
Said, VOC mengadakan Perjanjian Salatiga pada tahun 1757. Perlawanan Pangeran
Mangkubumi dan Mas Said disebut juga Perang Sukses.

B. Saran

Dalam penulisan makalah ini juga penulis menyadari bahwa masih banyak
kekurangannya atau masih jauh dari kesempurnaannya seperti yang diharapkan oleh karena
itu kritik dan saran baik itu dari bapak/Ibu Guru maupun rekan siswa/siswi yang bersifat
konstruktif sangat diharapkan guna memperbaiki penulisan lebih lanjut.

9
DAFTAR PUSTAKA

http://nurrahma115.blogspot.com/2015/10/orang-orang-cina-berontak-dan.html

https://edu.paperplane-tm.site/2020/01/perlawanan-pangeran-mangkubumi-dan-mas.html

10

Anda mungkin juga menyukai