Anda di halaman 1dari 3

PERLAWANAN ETNIK TIONGHOA

A. Latar Belakang Terjadinya Perlawanan

1. sikap represif pemerintahan Hindia Belanda, dan berkurangnya pendapatan mereka


akibat harga gula yang sempat jatuh pada saat itu.

2. setiap orang Cina yang tinggal di Batavia harus memiliki surat izin bermukim yang
disebut permissie briefjes atau masyarakat sering menyebut dengan surat pas.
Apabila tidak memiliki surat izin, maka akan ditangkap dan dibuang ke Sailon (Sri
Langka) untuk dipekerjakan di kebun-kebun pala milik VOC atau akan dikembalikan
ke Cina. Mereka diberi waktu enam bulan untuk mendapatkan surat izin tersebut.

3. orang yang dikirimkan ke Zeylan(Sri Lanka) tidak pernah sampai ke sana, tetapi
justru dibuang ke laut, atau bahwa mereka mati saat membuat kerusuhan di kapal.

4. Biaya untuk mendapatkan surat izin itu yang resmi dua ringgit (Rds.2,-) per orang.
Tetapi dalam pelaksanaannya untuk mendapatkan surat izin terjadi penyelewengan
dengan membayar lebih mahal, tidak hanya dua ringgit. Akibatnya banyak yang tidak
mampu memiliki surat izin tersebut. VOC bertindak tegas, orang-orang Cina yang
tidak memiliki surat izin bermukim ditangkapi. Tetapi mereka banyak yang dapat
melarikan diri keluar kota.
B. Proses Terjadinya Perlawanan
Pada suatu ketika tahun 1740 terjadi kebakaran di Batavia. VOC menafsirkan
peristiwa ini sebagai gerakan orang-orang Cina yang akan melakukan pemberontakan. Oleh
karena itu, para serdadu VOC mulai beraksi dengan melakukan sweeping memasuki rumah-
rumah orang Cina dan kemudian melakukan pembunuhan terhadap orang-orang Cina yang
ditemukan di setiap rumah.

Peristiwa ini mencapai puncaknya pada 7 Oktober 1740. Saat itu, lebih dari 500
orang Tionghoa dari berbagai penjuru berkumpul guna melakukan penyerangan ke
Kompleks Benteng Batavia setelah sebelumnya menghancurkan pos-pos penjagaan VOC di
wilayah Jatinegara, Tangerang dan Tanah Abang secara bersamaan.

8 Oktober 1740, kerusuhan terjadi di semua pintu masuk Benteng Batavia. Ratusan
etnis Tionghoa yang berusaha masuk dihadang pasukan VOC dibawah pimpinan Van Imhoff.
9 Oktober 1740, dibantu dengan altileri berat, pasukan VOC berhasil menguasai
keadaan dan menyelamatkan Kompleks Batavia dari kerusuhan. Pasukan kaveleri VOC mulai
mengejar para pelaku kerusuhan. Seluruh rumah dan pusat perdagangan warga Tionghoa
yang berada di sekitar Batavia digeledah dan dibakar. Termasuk rumah Kapiten Tionghoa
Nie Hoe Kong yang dianggap sebagai otak kerusuhan.

Sementara yang berhasil meloloskan diri dan melakukan perlawanan di berbagai


daerah, misalnya di Jawa Tengah. Salah satu tokohnya yang terkenal adalah Oey Panko atau
kemudian dikenal dengan sebutan Khe Panjang, kemudian di Jawa menjadi Ki Sapanjang.
Nama ini dikaitkan dengan perannya dalam memimpin perlawanan di sepanjang pesisir
Jawa. Perlawanan dan kekacauan yang dilakukan orang-orang Cina itu kemudian meluas di
berbagai tempat terutama di daerah pesisir Jawa. Perlawanan orang-orang Cina ini
mendapat bantuan dan dukungan dari para bupati di pesisir. Bahkan yang menarik atas
desakan para pangeran, Raja Pakubuwana II juga ikut mendukung pemberontakan orang-
orang Cina tersebut.

Ribuan warga Tionghoa yang selamat dari kerusuhan diburu dan dibunuh tanpa
peduli terlibat atau tidak dalam peristiwa pemberontakan tersebut. Banyak di antara
mereka dibiarkan lari ke arah kali sebelum akhirnya dibantai oleh para prajurit yang telah
menunggu kedatangan mereka.

Terjadi silang pendapat mengenai lokasi kali tempat pembantaian ini. Beberapa
sumber menyatakan bahwa kali yang menjadi lokasi pembantaian adalah Kali Angke, hingga
peristiwa pembantaian ini diabadikan dengan nama Tragedi Angke. Namun ada pula yang
berpendapat bahwa pembantaian sebenarnya tidak terjadi di Kali Angke melainkan di Kali
Besar, karena letaknya lebih dekat ke Tembok Batavia. Kali Angke hanyalah titik akhir lokasi
penemuan ribuan mayat korban pembantaian yang dihanyutkan.

10 Oktober 1740, setelah peristiwa pemberontakan mereda, Gubernur


Jendral Valckeneir kembali memerintahkan prajuritnya guna mengumpulkan seluruh warga
Tionghoa yang tersisa termasuk yang terbaring di rumah sakit maupun di penjara. Mereka
dikumpulkan di depan Stadhuis/ Gedung Balaikota (sekarang Muesum Fatahillah) untuk
menjalani eksekusi hukum gantung.
C. Pemimpin Perlawanan

Salah satu pemimpin Tionghoa melawan pasukan VOC adalah Souw Phan Ciang alias
Khe Panjang atau Kapitan Sepanjang.
Kapten sapanjang menjadi komandan besar dalam Pertempuran Batavia, Jawa Tengah,
sampai Jawa Timur pada 1740-1743. Selama tiga tahun Kapten Sepanjang bekerja sama
dengan pasukan Mataram (Jawa) dan Madura untuk berperang melawan tentara VOC.
D. Akhir Perlawanan

Pada tahun 1741 benteng VOC di Kartasura dapat diserang sehingga jatuh banyak
korban. VOC segera meningkatkan kekuatan tentara maupun persenjataan sehingga
pemberontakan orang-orang Cina satu demi satu dapat dipadamkan. Pada kondisi yang
demikian ini Pakubuwana II mulai bimbang dan akhirnya melakukan perundingan damai
dengan VOC.VOC juga mengeluarkan kebijakan baru yang memberikan izin tinggal kepada
orang-orang Tionghoa di luar tembok Kota Batavia.

E. Nilai-nilai penting yang dapat diteladani

1. Nilai persatuan ; Penggabungan sekelompok orang guna melancarkan suatu gerakan


dapat dikatakan tidak mungkin terjadi dan berhasil bila tidak ada rasa keterkaitan perasaan,
pikiran dan tujuan yang menumbuhkan rasa persatuan. lebih dari 500 orang Tionghoa dari
berbagai penjuru berkumpul guna melakukan penyerangan ke Kompleks Benteng Batavia
menghancurkan pos-pos penjagaan VOC di wilayah Jatinegara, Tangerang dan Tanah Abang
secara bersamaan. Kebersamaan mereka untuk melawan VOC merupakan bukti adanya nilai
Persatuan dikalangan masyarakat Tionghoa ketika itu.

2. Nilai Patriotisme : Perjuangan Kapten Sapanjang yang berani,percaya diri dan tidak putus
asa dalam melawan VOC demi rakyat Tionghoa.

3. Nilai Solidaritas : Selama tiga tahun Kapten Sepanjang bekerja sama dengan pasukan
Mataram (Jawa) dan Madura untuk berperang melawan tentara VOC.

Anda mungkin juga menyukai